Anda di halaman 1dari 31

Askep PPOM

ASUHAN KEPERAWTAN
PADA KLIEN DENGAN PPOM
(Oleh Iwan, S.Kp)

PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup asma,


bronkitis kronik, bronkiektasis dan empfisema. PPOM merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktifitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. PPOM merupakan penyebab kematian kelima
terbesar di USA. Penyakit ini menyerang lebih dari 25 % populsi dewasa.
PPOM dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan, merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang
menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang waktu
dari 20 s.d 30 tahunan. PPOM juga ditemukan pada individu yang tidak
mempunyai enzim yang normal mencegah penghancuran jaringan paru dari enzim
tertentu. PPOM tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan
kelainan yang mempunyai kemajuan yang lambat yang timbul bertahun-tahun
sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.
PPOM sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan meningkatnya usia, PPOM memperburuk banyak
perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi
jalan napas dan kehilangan daya kembang elastis paru (pada emfisema),
karenanya terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada pasien
lansia dengan PPOM.
Berikut ini dijelaskan secara singkat tentang kondisi yang menyebabkan
PPOM.

Asma
Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

Departemen Medikal Bedah 83


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990 dikutip dari The American Thoracic
Society, 1962).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel
eosinofil, sel mast, sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan
wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa tertekan dapat pulih
kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sindair, 1990 : 94)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu
penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper
reaksi bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan
saluran nafas disertai infliltrasi sel eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang
ditandai dengan spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama
pada jalan nafas) (Joyce M. Black, 1996 : 504).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit
dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala
bronkospasme yang reversibel.

Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi


(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel
APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC
melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk
IgE.

Departemen Medikal Bedah 84


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE.
Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi
dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan
basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala.
Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang
menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam
sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil
Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),
trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah
obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah
yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya
alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam
dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini
telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi
bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam
jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai
bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad
berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan
dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap
secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara

Departemen Medikal Bedah 85


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik sebagai
suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi
sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan
getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya pertahanan
saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien
asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama
pada cabang-cabang bronkhus
.Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus
serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang
akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol
dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk
melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk
inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.

(2) Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)


Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan
alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran
nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau
stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom
terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan
hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik
beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma
aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan
bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada


dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cydase dan disebut juga

Departemen Medikal Bedah 86


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cydase


tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cydic
AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos
bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan
menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta
maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi
bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori
blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).

(3) Asma Bronkiale Campuran (Mixed)


Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik.

Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering
disebut sebagai faktor pencetus adalah :

(1) Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan
serangan asthma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

(2) Infeksi saluran nafas


Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale.
Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa serangan asthmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).

(3)Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma,
karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asthma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asthma
terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol
pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).

Departemen Medikal Bedah 87


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

(4)Olah raga / kegiatan jasmani yang berat


Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila
melakukan olah raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma
karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah
raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa
jam setelah olah raga.

(5)Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

(6)Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,
serta bau yang tajam.

(7)Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah
lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

Manifestasi klinik (Dampak yang Ditimbulkan Oleh Asthma Bronkiale)


Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad
hiperaktifitas bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan
maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung

Departemen Medikal Bedah 88


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Secara sistem dapat diidentifikasi manifestasi klinik yang muncul sebagai berikut
(1) Fisik
(2) Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan berupa :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode
inspirasi, pemanjangan ekspirasi
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan
bahu waktu bernafas).
c. Pernafasan cuping hidung.
d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
f. Faal paru terdapat penurunan FEV1.

(3) Sistem Kardiovaskuler


a. Takikardia
b. Tensi meningkat
c. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu
inspirasi).
d. Sianosis
e.Diaforesis
f. Dehidrasi

(4)Psikologis
a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik,
gelisah.
b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.

(5) Sosial
a. Ketakutan berinteraksi dengan orang lain.
b. Gangguan berkomunikasi
c. Inappropiate dress
d. Hostility toward others

Departemen Medikal Bedah 89


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

(6)Hematologi
a. Eosinofil meningkat > 250 / mm3
b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang
lain.
c. Penurunan Immunoglobulin A (IgA)

Terapi
1. Oksigen 4 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg
atau terbulatin 10 mg ) intalasi nebulasi dan pemberiannya dapa
diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis B2 dapat
secara subcutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau
terbulatin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan
perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 6 mg / kg BB, jika sudah
menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup
diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 200 mg iv jika
tak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral
atau dalam serangan sangat berat.
5. Pencegahan terhadap pemajanan alergen
6. Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi
secara berkala, terutama selama waktu-waktu peuncak serangan
asma, misalnya musim dingin, apabila diamati akan adanya
penurunan bermakna volume ekspirasi maksimun atau kecepatan
aliran ekspirasi, maka intervensi farmakologis dapat segera dimulai
tanpa menunggu serangan timbul.
7. Intervensi prilaku, yang ditujukan untuk
menenagkan klien agar rangsangan parasimpatis kejalan napas
berkurang. Membantu menghentikan klien menangis memungkinkan
udara yang keluar masuk paru melambat dan dapat dihangatkan
sehingga rangsangan jalan napas berkurang.

Departemen Medikal Bedah 90


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

8. Golongan metil-xantin mengurangi spasme


9. Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk
mengurangi efek parasimpatis sehingga melemaskan otot polos
bronkiolus

BRONKITIS
Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh
berbagai sebab (Purnawan Junadi; 1982; 206).

Bronkitis Akut (Bukan Termasuk PPOM)


Defenisi
Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi
bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai
dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).
Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau croup
dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).

Etiologi
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,
Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan
coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang
menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah;
1997; 37).
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus,
streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga
disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982;
206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau
kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca,
alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya
bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).

Pathofisiologi

Departemen Medikal Bedah 91


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Virus dan kuman biasa masuk melalui port de entry mulut dan hidung
dropplet infection yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia
dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
Manifestasi klinik Bronkitis akut
Produksi mukus kental
Batuk produktif debfab dahak purulen
Dispnu
Demam
Suara serak
Ronki 9bunyi paru diskontinu yang halus atau kasar) etrutama pada saat
inspirasi
Nyeri dada kadang-kadang timbul

PROGNOSIS
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik.
Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka
dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia
dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).

BRONKITIS KRONIK (PPOM)


Defenisi
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai suatu gangguan paru obstruktif yang
ditandai oleh produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah selama paling
kurang 3 bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.

Patofisiologi
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia sel-sel pengbasil mukus di
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Peru bahan-peru bahan pada sel-sel penghasil
mulcus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

Departemen Medikal Bedah 92


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul


peradaDgan yang menyebabkan edema dan pembengkakkan jaringan. Ventilasi,
terutarna ekshalasi/ekspirasi, terhambat. Timbul hiperkapnia karena ekspirasi
menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. Penurunanan ventilasi menyebabkan penurunan V/Q yang
mengakibatkan vasokonstriksi hipoksik paru dan hipertensi paru. Walaupun
alveolus normal, vasokonstriksi hipoksik dan buruknya ventilasi menyebabkan
berkurangnya pertukaran oksigen dan hipoksia.
Risiko utama untuk timbulnya bronkitis kronik adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus dan silia. Komponen-komponen tersebut juga merangsang
peradangan kronik, yang merupakan ciri khas bronkitis kronik.

MANIFESTASI KLINIK
Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk oleh iritan-
iritan inhalan, udara dingin, atau infeksi
Sesak napas dan dispnu

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan
oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk
mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia).
Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat
bronkospasme berikan bronkodilator.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila
merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi
yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan
maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh
diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka
perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru
segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.

Departemen Medikal Bedah 93


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

BRONKIEKTASIS
Defenisi
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari
pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan
komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono,
1990)
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari
bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan
memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang
menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu
atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3
yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.

Etiologi
1. Infeksi
2. Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya
infeksi
4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni
sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya
semasa kanak-kanak.

Departemen Medikal Bedah 94


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

B. Patofisiologi

Bronkiektasis

Kekurangan Mekanisme Kelainan struktur konginetal Penyakit paru primer


Pertahanan yang didapat/ (fibrosis kistik,sindroma kar- (tomur paru, benda
Konginetal (Ig gama tagener,kurangnya kartilago asing, Tb paru
Antitripin alfa 1 ) bronkus )

Pnemoni berulang Terkumpulnya secret Obstruksi sal.nafas

Kerusakan permanen Kuman berkembang dan Atelektasis,penyerap-


pada dinding bronkus infeksi bakteri pada din- an udara di perenchim
ding bronkus dan sekitarnya tersumbat

Kerusakan pada jaringan otot Tek. Intra pleura lebih


dan elastin negatif dari tek atmosfir

Kerusakan bronkus yang menetap Bronkus dilatasi

Ketidak efektifan batuk kemampuan bronkus untuk kontraksi pengumpulan secret,infeksi


berkurang dan selama ekspirasi sekunder dan terjadi sirku-
menghilang. lus.

Inhalasi uap dan gas,aspirasi


Cairan lambung

Kemampuan mengeluarkan Mudah terjadi infeksi


Bagian Paru /lobus medium kanan sektrek menurun
Ligna lobus atas kiri,segmen basal
Kedua lobus bawah Bronkiektasis yang menetap

C. Gambaran Klinis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69
% penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa
kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10
tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya
komplikasi.

D. Tanda dan Gejala


1. Batuk yang menahun dengan sputum yang

Departemen Medikal Bedah 95


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

banyak terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.


2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek
selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis
ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang
banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu
makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan
kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung
bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna
sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi
purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan
sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus
pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela,
aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan
sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya
leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia
menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria
yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun
Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa
meningkat atau menurun.
Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah
ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung.
Departemen Medikal Bedah 96
Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat
ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1
menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi
pernafasan yang dapat mengakibatkan :
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
Hipoksemia
Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi
dilakukan pemerisaan :
o Pemeriksaan imunologi
o Pemeriksaan spermatozoa
o Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal
berulang).

2. Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran
sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara
cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai
diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang
mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru
kanan.
Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana
untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita
dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang
tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian
antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih

Departemen Medikal Bedah 97


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

dari sekret..

F. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati
infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
Pemberian antibiotik dengan spekrum luas
( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk
pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara
maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah
bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang
adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat
pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

EMFISEMA
Peradangan kronik. Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara. dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru. secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila. tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps.
Dinding di antara alveolus-alveolus, yang disebut septum alveolus, juga
dapat rusak. Hal ini mengurangi luas permukaan alveolus yang tersedia. untuk
pertukaran gas dan menurunkan kecepatan difusi.
Faktor risiko primer untuk emfisema adalah merokok. Pajanan berulang
ke asap rokok (perokok pasif) juga dapat menyebabkan emfisema. Selain itu,
terdapat suatu emfisema bentuk familial yang timbul pada orang-orang yang tidak
terpajan ke asap rokok. Bentuk emfisema ini jauh lebih jarang terjadi.

Departemen Medikal Bedah 98


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Gambaran klinis
Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru. menyebabkan
dada mengernbang.
Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, sehingga
kecepatan difusi oksigen dan karbon dioksida berkurang yang menimbulkan
hipoksia dan hiperkapnia
Takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia. dan
hiperkapnia. Karena peningkatan kecepatan pernapasan pada. penyakit ini
efektif, maka sebagian besar individu yang mengidap ernfisema tidak
mernperlihatkan. perubahan yang bermakna dalam gas darah arteri sampai
penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernapasan tidak dapat mengatasi
hipoksia atau hiperkapnia. Akhirnya, sernua nilai gas darah memburuk dan
timbul hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis. Susunan saraf pusat dapat tertekan
akibat tingginya kadar karbon dioksida. (narkosis karbon dioksida).
Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronkitis kronik adalah
pada emfisema tidak terjadi pernbentukan. Mukus

Perangkat Diagnostik
1. Penurunan volume ekspirasi paksa yang diukur, akibat
berkurangnya elastisitas paru.
2. Peningkatan volume reidual (udara yang tertinggap pada setiap
pernapasan) akibat berkurangnya elastisitas paru.

Komplikasi.
Hipertensi Paru akibat vasokonstriksi hipoksik Paru kronik, Yang akhirnya
menyebabkan kor pulmonale

Penatalaksanaan
pengobatan emsifema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan
mencegah perburukan emfisema tidak dapat disembuhkan. Pengobatan
mencakup
Mendorong pasien agar berhenti merokokok

Departemen Medikal Bedah 99


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap
Memberi pengajaran mengenai teknik-teknik relaksasi dan cara-cara untuk
menyimpan energi
Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar
dapat menjalankan tugas sehari-hari

Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan PPOM
(Doenges, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
Keluhan utama : Sesak napas
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidak mampuan
melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas,
ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi
duduk tinggi.
Objektif : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum,
kehilangan massa otot.
b. Pola nutrisi
Subjektif : mual/muntah, anoreksia (emfisema), ketidak mampuan
untuk makan karena distress pernapasan, penurunan BB
menetap (emfisema), peningkatan BB menunjukkan
edema (bronkitis).
Objektif : Turgor kulit jelek, edema dependen, berkeringat,
penurunan BB, penurunan massa ototlrmsk subkutan
Departemen Medikal Bedah 100
Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

(emfisema), palpitasi abdominal dapat menyatakan


hepatomegali (bronkhitis).
c. Respirasi
Subjektif : Napas pendek (timbulnya tersembunyi denagn dispnea
sebagai gejala menonjol pada emfisema, khusunya pada
kerja ; cuaca atau episode berulangnya sulit bernapas
(asma) ; rasa dada tertekan, ketidak mampuan untuk
bernapas (asma), Lapar udara kronis ; batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat
bangun) selama minimun 3 bulan berturut-turut tiap
tahun sedikitnya 2 tahun, produksi sputum (hijau, putih,
atau kuning) dan banyak sekali (bronkitis kronik),
episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif
pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif
(emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi
kimia/iritan pernapasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret) atau debu/asap (misalnya, asbes, debu
batu bara, rami katun, serbuk gergaji), faktor keluarga
dan keturunan, misalny defesiensi alfa-antitripsin
(emfisema), penggunaan oksigen pada malam hari atau
terus menerus
. Objektif : Pernapasan biasanya cepat, dapat lambat ; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernapas
(khusunya dengan eksaserbasi akut bronkitis kronik.
Penggunaan otot bantu pernapasan, misalnya
meninggikan bahu,, retraksi fossa supra klafikula, cuping
hidung
Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barrel), gerakan diafragma
minimal.

Departemen Medikal Bedah 101


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Bunyi napas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi


(emfisema) ; menyebar, lembut, atau krekels lelbab
kasar (bronkitis) ; ronki, mengi sepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut
sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma)
Perkusi : Hiperresonan pada area paru (misalnya jebakan
udara dengan emfisema ; bunyi pekak pada area paru
(misalnya konsolidasi, cairan, mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari empat atau lima
kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku ;
abu-abu keseluruhan ; warna merah (bronkitis kronis,
biru mengembung), pasien dengan emfisema sedang
sering disebut pink puffer karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas taj normal dan frekuensi
pernapasan cepat.
Tabuh pada jari-jari emfisema
d. Keamanan
Subjektif : Riwayat allergi atau sensitif terhadap zat/faktor
lingkungan, adanya/berulangnya infeksi,
kemerahan/berkeringat (asma).
e. Integritas ego
Subjektif : Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
Objektif : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
f. Sirkulasi
Subjektif : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Objektif : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardi berat, distritmia, distensi vena jugularis
(penyakit berat), edema dependen, tidak berhubungan
dengan penyakit jantung, bunyi jantung redup b.d
peningkatan diameter AP dada), warna kulit/membran
mukosa ; normal atau abu-abu/sianosis, kuku tabuh dan

Departemen Medikal Bedah 102


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

sianosis perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.


g. Higiene
Subjektif : penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktifitas sehari-hari.
Objektif : kebersihan buruk, bau badan.
h. Seksualitas
Subjektif : penurunan libido.
i. Interkasi sosial
Subjektif : Hubungan ketergantungan, kuranmg sistem pendukung,
kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang
terdekat, penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Objektif : Ketidak mampuan untuk membuat/mempertahankan
suara karena distres pernapasan, keterbatasan mobilitas
fisik, kelainan hubungan dengan anggota keluarga lain.
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Subjektif : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan
menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara
teratur, kegagalan untuk membaik.
Objektif : kebersihan buruk, bau badan.

Riwayat Kesehatan yang lau


1. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan Allergen.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
2. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.

Departemen Medikal Bedah 103


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.


3. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.

4. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur,
kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

5. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Sinar x dada : menunjukkan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafrgma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi /bula (emfisema) ; peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis) ; Hasil normal pada periode remisi (asma).
b. Tes Fungsi paru (spirometri) : dilakukan untuk mengetahui
penyebab dispnea, untuk menentukan fungsi abnormal adalah
obstruksi atau retriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengetahui efek terapi, misal bronmodilator.
c. TLC : peningkatan khusunya pada bronkitis dan kadang-kadang
pada asma ; penurunan pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronik dan

Departemen Medikal Bedah 104


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

asma
f. FEVI/FVC : Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital
kuat menurun pada bronkitis dan asma
g. GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis, paling
sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat
(bronkitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma ;
PH normal atau asidosis ; alkalosis respiratorik ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
h. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada
inspirasi ; kolaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema) ;
pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
i. JDL dan diferensial : Hb meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
j. Kimia darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan
defesiensi dan diagnosa emfisema primer.
k. Sputum : kultur untuk menntukan infeksi, mengidentifikasi
patogen ; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui kegananasan dan
gangguan alergi.
l. EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat) ;
distritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada Lead II,
III, AVF (bronkitis, emfisema) ; aksis vertikal QRS (emfisema)
m. EKG latihan (tes stres) : membantu dalam mengkaji derajat
disfungsi paru, mengevaluasi kefektifan terapi bronkodilator,
perencanaan/evaluasi program latihan

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan PPOM adalah
: Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
(a) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkokonstriksi,
peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
(b) Pola pernapasan tidak efektif b.d napas pendek, lendir,
bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.

Departemen Medikal Bedah 105


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

(c) Defisit perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat


peningkatan uoaya pernapasan dan insufisiensi ventilai dan oksigenasi.
(d) Intoleransi aktifitas b.d keletihan, hipoksemia, dan pola
pernapasan tidak efektif.
(e) Koping individu tidak efektif b.d kurang sosilaisasi, ansietas,
depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
(f) Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan
dilakukan dirumah.
(g) Masalah kolaboratif
(h) Potensial komplikasi PPOM termasuk atelektasis,
pneumothoraks, gagal napas hipertensi paru, dan status asmatikus
Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis
keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1). Kerusakan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi:
1. Berikan bronkodilator sesuai yang
diharuskan
Dapat diberikan peroral, intravena, rektal, atau dengan inhalasi.
Berikan bronkodilator oral atau intravena pada waktu yang
berselingan dengan tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau
IPPB untuk memperpanjang keefektifan obat.
Observasi efek samping : takikardia, distritmia, eksitasi sistem
saraf pusat, mual dan muntah.
Rasional: Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan memabntu
melawan edeme mukosa bronkial dan spasme muskular.
Karena efek samping dapat terjadi pada tindakan ini,
dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien,
sesuai dengan toleransi dan respons klinisnya.
2. Evaluasi efektivitas tindakan nebuliser, inhaler
dosis terukur, atau IPPB

Departemen Medikal Bedah 106


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Kaji penurunan sesak napas, penurunan mengi atau krekels,


kelonggaran sekresi, penurunan ansietas.
Pastikan bahwa tindakan diberikan sebelum makan untuk
menghindari mual dan untuk mengurangi keletihan yang
menyertai aktivitas makan.
Rasional: Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized
bronkodilator nebulisasi biasanya digunakan untuk
mengendalikan bronkokonstriksi. Pemberian tindakan
yang tidak tepat akan mengurangi keefektifannya.
Aerolisasi memudahkan klirens bronkial, membantu
mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi
ventilasi.

3. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasein


pada pernapasan diafragmatik dan batuk yang efektif.
Rasional: Teknik ini memeperbaiki ventilasi dengan membuka jalan
napas dan membersihkan jalan napas dari sputum.
Pertukaran gas diperbaiki.
3. Berikan oksigen dengan metode yang
diharuskan.
Jelaskan pentingnya tindakan ini pada klien.
Evaluasi efektifitas; amati tanda-tanda hipoksia, ingatkan dokter
jika timbul gelisah, ansietas, somnolen, sianosis, atau takikardi
Analisa gas darah arteri dan bandingkan dengan nilai dasar, bila
pungsi arteri dilakukan dan sampel darah diambil, tekan tempat
pungsi selama 5 menit untuk mencegah perdarahan arteri.
Lakukan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen.
Jelaskan bahwa tidak merokok dianjurkan pada klienatau
pengunjung ketika oksigen diberikan.
Rasional: Oksigen akan memperbaiki hipoksemia. Diperlukan
observasi yang cermat tarhadap aliran atau prosentase
yang diberikan dan efeknya bpada pasien. Jika pasien
mengalami retensi CO2 kronis, maka hipoksia dirangsang

Departemen Medikal Bedah 107


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

untuk bernapas. Kelebihan oksigen dapat menekan


dorongan hipoksik dan dapat terjadi kematian. Pasien ini
umumnya membutuhkan laju aliran oksigen yang rendah 1
s.d 2 L/menit. Gas darah arteri periodik dan oksimetri
nadi membantu untuk evaluasi keadekuatan oksigenasi

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkokonstriksi, peningkatan


produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal
Tujuan: Pencapaian klirens jalan napas dengan kriteria:
Intervensi
1. Beri klien 6 s.d 8 gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
Rasional: Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan
memudahkan untuk pengeluaran. Cairan harus diberikan
dengan kewaspadaan jika terdapat gagal jantung kanan.
2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
Rasional: tekhnik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan
untuk menhghasilkan sekresi tanpa menyebabkan sesak
napas dan keletihan.
3. Bantu daldm pemberian tindakan nebuliser,
inhaler dosisi terukur, atau IPPB.
Rasional: Tindkan ini menambah air kedalam percabangan bronkial
dan pada sputum, menuunkan kekentalannya, sehingga
memudahkan evakuasi sekresi.
4. Lakukan drainase postural dengan perkusi dan
vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
Rasional: menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
membangkitkan sekresi sehingga sekresi dapat lebih
mudah dibatukkan atau diisap..
5. Instruksikan klien untuk menghindari iritan
seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim dan asap.
Rasional: iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan
Departemen Medikal Bedah 108
Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

meningkatkan pembentukan lendir, yang kemudian


membantu klirens jalan napas.
6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang
harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
- Peningkatan sputum
- Perubahan dalam warna sputum
- Peningkatan kekentalan sputum
- Peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan
- Peningkatan batuk
Rasional: infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan
konsekuensi pada individu dengan paru-paru yang normal
dapat dapat menyebabkan gangguan fatal bagi individu
dengan empisema. Pengenalan diri sangat penting.

7. Berikan antibiotik sesuai resep dokter:


Rasional: Abtibiotik untuk mencegah atau mengatasi infeksi
8. Berikan dorongan kepada klien untuk
melakukan imunisasi terhadap influensa dan streptococcus
pneumonia:
Rasional: Individu dengan kondisi pernapasan rentan terhadap
infksi dan diberikan dorongan untuk melakukan imunisasi

3). Pola pernapasan tidak efektif b.d napas pendek, lendir, bronkokonstriksi,
dan iritan jalan napas
Tujuan: Perbaikan dalam pola pernapasan.
Intervensi
1. Ajarkan klien pernapasan diafragmatik
dan pernapasan bibir dirapatkan.
Rasional: membantu klien memperpanjang waktu ekspirasi, dengan
tekhnik ini klien akan bernapas lebih efektif dan lebih
efesien.
2. Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dengan periode istirahat, biarkan klien membuat beberapa
Departemen Medikal Bedah 109
Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada


tingkat toleansi pasien.
Rasional: memberikan jeda aktifitas akan memungkinkan klien untuk
melakukan aktifitas tanpa distres berlebihan.
3. Berikan dorongan penggunaan pelatihan
otot-otot pernapasan jika diaharuskan.
Rasional: menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

4). Defisit perawatan diri b.d keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi
Tujuan: Kemandirian dalam aktifitas perawatan diri.
Intervensi:
1. Ajarkan klien untuk mengkoordinasikan pernapasan
diafragmatik dengan aktivitas (misalnya berjalan, membungkuk).
Rasional: Akan memungkinkan klien untuk lebih aktif dan untuk
menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea
selama aktivitas.
2. Berikan dorongan untuk mulai mandi sendiri,
berpakaian sendiri, berjalan, dan minum cairan. Bahas tentang
tindakan penghematan energi.
Rasional: Sejalan dengan tertasinya kondisi, klien mampu
melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk
menghindari peningkatan ketergantungan.
3. Ajarkan tentan drainase postural bila
memungkinkan.
Rasional: Memberikan dorongan ntuk terlibat dalam perawatan
dirinya, membangun harga diri dan menyiapkan klien
untuk mengatasinya dirumah

5). Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan


tidak efektif
Tujuan: Perbaikan dalam toleran aktivitas.
Intervensi
1. Dukung pasien dalam melakukan regimen latihan tertaur dengan
Departemen Medikal Bedah 110
Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

menggunakan treadmill dan exercyde, berjalan atau latihan lainnya


yang sesuai, seperti berjalan perlahan :
o Kaji tingkat fungsi klien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
o Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan klien, siapkan unit
oksigen portabel untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama
latihan.
Rasional: Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan
lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan
pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap
kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan klien dpat
melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek,
latihan yang bertahap memutus siklus yang bertahap ini

6). Koping individu tidak efektif b.d kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktifitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi
1. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan
semangat yang ditujukan pada klien.
Rasional: Suatu perasaan harapan atau memberikan klien sesuatu
yang dapt dikerjakan, ketimbang sikap yang merasa kalah
tidak berdaya.
2. Dorong aktivitas sampai tingkat tpleransi gejala.
Rasional: Aktifitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat
disonea sejalan dengan klien menjadi terkondisi.
3. Ajarkan tekhnik relaksasi atau berikan rekaman untuk
relasasi bagi klien.
Rasional: Relaksasi mengurangi stress dan ansietas dan membantu
klien untuk mengatasi ketidakmampuannya.

Departemen Medikal Bedah 111


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

4. Daftarkan klien pada program rehabilitasi pulmonari


bila tersedia.
Rasional: Program rehabilitasi paru telah menunjukkan dapat
meningkatkan perbaikan subyektif status dan harga diri
pasien juga meningkatkan toleransi latihan serta
mengurangi hospitalisasi .
5. Sarankan konseling vokasional untuk menggali
kesempatan alternatif pekerjaan (Jika memungkinkan) :
Rasional: Modifikasi pekerjaan mungkin harus dibuat dan sumber-
sumber yang sesuai digunakan untuk mencapai tujuan ini.

7). Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan


dilakukan di rumah
Tujuan: Kepatuhan dengan program terapeutik dan perwatan di rumah.
Intervensi
a. Bantu klien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan tujuan
jangka pendek.
Ajarkan klien tentang penyakit dan perawatannya
Rasional: Klien harus mengetahui bahwa ada rencana dan metode
dimana ia memainkan peranan yang besar pasien harus
mengetahui apa yang diperkirakan. Mengajarkan klien
tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling
penting dari perawatnnya ; tindakan ini akan menyiapkan
klien untuk hidup dalam dan mengatasi kondisi serta
memperbaiki kualitas hidup.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok, berikan informasi
tentang sumber-sumber kelompok.
Rasional: Asap tembkau menyebabkan kerusakan pasti pada paru
dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran
udara terhambat dan kapasitas paru menurun

Evaluasi

Departemen Medikal Bedah 112


Created By Iwan Sain, S.Kp
Askep PPOM

Hasil yang diharapkan


1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan
menggunakan bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan.
a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi atau agitasi
b. Mempunyai nilai-nilai gas darah arteri yang stabil (tidak mesti nilai-
nilai yang normal)
2. Mencapai bersihan jaan napas
a. Berhenti merokok.
b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu ekstrim
c. Meningkatkan masukan cairan 6 hingga 8 gelas perhari
d. Melakukan drainase postural dengan benar.
e. Mengetahui tanda-tanda dini infeksi dan waspada terhadap
pentingnya melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi
3. Memperbaiki pola pernapasan.
a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragma dan bibir
dirapatkan
b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas
4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan
toleransi.
a. Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea.
b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas
5. mencapai toleransi aktivitas, dan melakukan latihan
serta melakukan aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit
6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta
Ikut serta dalam program rehabilisasi paru.
7. Patuh terhadap program terapeutik.
a. Mengikuti regimen pengobatan yang diharuskan
b. Berhenti merokok
c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima

Departemen Medikal Bedah 113


Created By Iwan Sain, S.Kp

Anda mungkin juga menyukai