Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DALAM KALUS DAUN LAVENDER

(Lavandula officinalis Chaix) DENGAN PERLAKUAN PENAMBAHAN


HORMON NAA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO
IDENTIFICATION OF VOLATILE OIL IN LAVENDER (Lavandula
officinalis Chaix) LEAVES CALLUS BY ADDITION OF NAA HORMONE
IN MS MEDIUM BY IN-VITRO METHOD

Ratna Agung Samsumaharto1, Andang Arif Wibawa2, Prapita Sari Wijayanti3


Fakultas Ilmu Kesehatan1, Fakultas Farmasi3
Universitas Setia Budi

ABSTRACT
Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) mengandung metabolit sekunder
salah satunya yaitu minyak atsiri. Minyak lavender dapat digunakan sebagai
antiseptik, anti radang, penolak serangga (repellant dan antifeedent). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh hormon NAA dalam menginduksi kalus daun
lavender dan merangsang pembentukan minyak atsiri dalam kalus daun lavender.
Percobaan ini dilakukan dengan teknik kultur jaringan tanaman. Bagian tanaman
lavender yang digunakan untuk eksplan adalah daun yang masih segar dan sehat.
Sterilisasi eksplan dilakukan dengan menggunakan Dithane M-45, Agript, alcohol,
dan larutan bayclyn sebagai anti jamur dan desinfektan. Penanaman eksplan pada
media MS dengan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA yaitu 1 mg/L, 2
mg/L, 3 mg/L. Kalus dilakukan pengamatan pertumbuhannya setiap hari dan juga
dilakukan evaluasi, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kandungan kimia dengan uji
kualitatif yaitu uji pendahuluan dengan reaksi warna. Uji penegasan dilakukan
dengan KLT menggunakan fase gerak hesana-etil asetat (96:4) dan fase diam
silika gel GF254 dan diamati bercak dengan disemprot anisaldehid-H2SO4,serta
menghitung Rf-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA
dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan
kalus, mempercepat waktu induksi kalus dan berat kalus daun lavender.
Penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/l mempunyai keberhasilan
pembentukan kalus 86,67%, waktu induksi kalus tercepat 5,69 hari dan rata-rata
berat kalus kering terbesar 0,070 gram. Kalus hasil kultur jaringan dengan
penambahan zat pengatur tumbuh NAA mengandung komponen minyak atsiri yang
sama dengan tanaman asal.

Kata kunci: NAA, kalus daun lavender, minyak atsiri

ABSTRACT
Lavender (Lavandula officinalis Chaix) plant contains secondary metabolite such as
volatile oil. Lavender oil can be used as antiseptic, anti-inflammation, repellant and
antifeedant. The experiment was aimed to know the influence of NAA hormone in
inducing lavender leaves callus and stimulating volatile oil in lavender leaf callus.
The experiment was done by plant tissue culture technique. The part of lavender
plant that used to explant was fresh and healthy leaves. Explant sterilization was
done using Dithane M-45, Agript, alcohol, and bayclin solution as antifungal and
disinfectant. Explant cultivation in MS media with various NAA plant growth regulator

concentrations, i.e. 1.0 mg/L, 2.0 mg/L, 3.0 mg/L. The callus growth was observed
everyday and also evaluated, and then the chemical content was analyzed by
qualitative test i.e. introduction and color test. Confirmation test was done by TLC
using mobile phase hexane-ethyl acetate (96:4) and stationary phase Silica Gel
GF254 and the spot was observed by anise aldehyde-H2SO4 spray, and the Rf was
calculated. The result of the experiment showed that NAA plant growth regulator
with difference concentrations affected callus formation 86.67%, the fastest callus
induction time 5.69 days, and the biggest average weight of dry callus 0.070 gram.
The callus obtained from tissue culture with addition of NAA plant growth regulator
contained volatile oil component the same as mother plant.

Keywords: NAA, lavender leaves callus, volatile oil.

PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati,


terutama dalam sumber daya hutan tropisnya yang sebagian besar berkhasiat
sebagai bahan obat alam dan obat tradisional (Supriyadi 2001). Tumbuh-tumbuhan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam bidang kesehatan karena tumbuhan
dapat memproduksi zat-zat kimia yang mempunyai kegunaan potensial dalam
pengobatan. Data menyebutkan ada 50% dari obat-obat yang beredar di negara
industri berasal dari tanaman (Indrayanto dan Rahman 1990).
Tanaman obat banyak digunakan, baik di bidang kosmetik maupun obat-
obatan. Tanaman obat masih tetap dipelajari tidak hanya tradisi, tetapi terutama
nilainya di bidang farmasi. Tanaman yang bermanfaat dalam pengobatan tradisional
kemudian diteliti secara ilmiah untuk dibuktikan aktifitas teraupeutiknya, setelah
terbukti berkhasiat kemudian dikembangkan menjadi suatu bentuk sediaan obat
(Heyne 1987). Kurang lebih ada 30 bahan obat-obatan yang merupakan produk
metabolit sekunder dari tanaman, bermanfaat dalam dunia kedokteran modern.
Hampir 1500 senyawa baru yang tiap tahun diisolasi dari tanamam, 20%
diantaranya mempunyai aktifitas biologis tertentu (Indrayanto 1987).
Kebanyakan produk metabolit sekunder diisolasi dari tanaman, namun
banyak keterbatasan dari sumber bahan baku sehingga dipilih teknik kultur sebagai
perbanyakan tanaman. Teknik kultur jaringan tanaman dalam bidang farmasi
memiliki manfaat yang besar, karena dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk
upaya pembuatan obat-obatan yaitu dengan memisahkan unsur-unsur yang
terdapat dalam kalus maupun protokormus misalnya alkaloid, steroid, dan terpenoid
(Hendaryono dan Wijayani 1994).
Metabolit sekunder merupakan salah satu hasil dari metabolisme tanaman
dimana dalam teknik kultur jaringan, metabolit sekunder juga dihasilkan. Kultur
jaringan tanaman hanya mengambil jaringan yang cukup kecil dan
mengembangkannya di atas media yang sesuai dalam waktu relatif singkat tanpa
memerlukan area atau tanam yang cukup luas (Suryowinoto 1985). Produksi
senyawa metabolit sekunder dengan teknik kultur jaringan tanaman sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam tempat tumbuh (Nugroho dan Sugito 2004).
Keberhasilan kultur jaringan tanaman sangat ditentukan oleh komposisi media.
Sebuah media harus memenuhi sifat-sifat fisika kimia yang diperlukan untuk
pertumbuhan sel atau jaringan seperti pH, selain itu juga tergantung dari umur
tanaman, ukuran eksplan, jenis tanaman (Wetter dan Constabel 1991).
Syarat minimal dalam pembuatan kultur jaringan tanaman adalah
menyediakan media yang sesuai baik komposisi maupun kadar untuk makro dan

mikro, gula, vitamin, senyawa organik dan asam amino. Eksplan akan tumbuh lebih
baik apabila dirangsang dengat zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh
merupakan suatu senyawa yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman
(Tabata 1977). Penambahan zat pengatur tumbuh berupa hormon sitokinin seperti
kinetin dan Furfuril Amino Purin (FAP) kadang dibutuhkan bersama-sama auksin
seperti 2,4- Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D) atau Naphthalene Acetic Acid
(NAA) untuk mendapatkan pembentukan kalus yang baik (Abidin 1989).
Pembentukan dan pertumbuhan kalus yang baik dapat diperoleh dengan cara
penambahan zat pengatur tumbuh dengan perbandingan yang sesuai dan tepat dari
zat-zat tersebut (Hendaryono dan Wijayani 1994).
Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) merupakan tanaman dari keluarga
Lamiaceae. Lavender tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 5001.300 m dpl.
Semakin tinggi tempat tumbuhnya, semakin tinggi juga mutu minyaknya. Indonesia
tidak mengusahakan lavender secara intensif, bahkan merupakan pengimpor
minyak tersebut untuk bahan kosmetika, pewangi, sabun, dan parfum. Tanaman ini
tidak gampang ditemukan di Indonesia karena tidak dibudidayakan secara intensif
dan hanya tumbuh liar di beberapa tempat. Lavender hanya dijual secara terbatas
oleh beberapa pedagang tanaman hias. Bagian daun dan bunga lavender
mengandung metabolit sekunder dan dapat digunakan sebagai tanaman obat
maupun bahan kosmetik. Di dalam daun dan bunga tanaman lavender terdapat
kandungan minyak atsiri, tanin, kumarin, flavonoid (Kardinan 2007).
Berdasarkan dari kenyataan tersebut diatas maka dilakukan suatu penelitian
mengenai pemeriksaan minyak atsiri pada kalus daun lavender (Lavandula
officinalis Chaix) dengan penambahan hormon NAA pada medium MS yang
bervariasi konsentrasinya.

METODE PENELITIAN

Bahan :

Bahan tanaman.
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman lavender yang
diperoleh dari daerah Kaliurang, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan
adalah daun dari tanaman lavender.

Bahan kimia untuk media kultur.


Bahan kimia yang digunakan adalah Murashige Skoog dan zat pengatur tumbuh
NAA.

Bahan kimia untuk sterilisasi.


Bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi yaitu Bayclin 30% dan 15%, sabun
cair, Dithane M45 (3%), Agript 1%, alkohol 70%, Tween 80, aquadest steril, dan
spirtus.

Bahan kimia untuk analisis.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisis minyak atsiri secara KLT adalah kalus
lavender, petrolium eter, plat silika gel GF254, anisaldehid- H2SO4.

Alat:

Alat untuk kultur jaringan.


Autoklaf untuk sterilisasi media dengan suhu 121C tekanan 1 atmosfer selama 15
menit dan untuk sterilisasi alat, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala, botol kultur,
cawan petri, karet gelang, aluminium foil, skalpel selama 30 menit. LAF digunakan
untuk menanam eksplan pada media kultur, ruang inkubasi dengan kondisi suhu 25-
28 C.

Alat penunjang lain.


Alat untuk mengukur pH media adalah pH stick, bahan kimia ditimbang dengan
timbangan analitik, lemari pendingin, pembakar spiritus.

Alat untuk analisa kualitatif.


Tabung reaksi, pipa kapiler, bejana elusi, lampu UV 254 nm dan 366 nm, corong,
kertas saring, gelas ukur, dan kertas KLT.

Cara Kerja:

Determinasi tanaman
Tahap awal pada penelitian ini adalah dengan menetapkan kebenaran sampel daun
lavender (Lavandula officinalis Chaix) berkaitan dengan ciri morfologi yang ada
pada tanaman tersebut dan dibuktikan B2P2TO2T.

Pengambilan bahan
Tanaman lavender (Lavandula officinalis Chaix) yang digunakan sebagai eksplan
diambil pada bulan Januari 2009 dari daerah Kaliurang, Yogyakarta dengan kriteria
daun sehat, segar dan masih muda.

Pembuatan media
Bahan yang digunakan sebagai medium Murashige Skoog (MS) disiapkan terlebih
dahulu meliputi makronutrien, mikronutrien, sukrosa, sumber besi, vitamin, dan
mio-inositol. Semua bahan tersebut di atas dimasukkan satu per satu ke dalam
beaker glass volume 1 liter kecuali agar, kemudian aquades ditambahkan sampai
400 ml. Setelah itu larutan 400 ml dibagi menjadi empat sehingga tiap bagian
terdapat 100 ml, kemudian dimasukkan dalam beaker glass 250 ml. Setelah itu
ditambahkan zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi 0,0 mg/l; 1,0 mg/l; 2,0
mg/l; dan 3,0 mg/l, ke dalam masing-masing bagian tersebut dan selanjutnya
ditambahkan aquadest mendekati 150 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk
sampai homogen. Langkah selanjutnya pH diukur dengan menggunakan alat pH
meter dan dibuat pH larutan berkisar antara 5,6-5,8 dengan panambahan KOH 10%
jika terlalu asam dan HCl 1% jika terlalu basa. Jika harga pH telah sesuai,
tambahkan aquadest sampai 150 ml, kemudian agar-agar yang telah ditimbang
sebanyak 1,2 gram dimasukkan ke dalam masing- masing konsentrasi hormon
NAA, kemudian dipanaskan di hot plate dan diaduk dengan pengaduk magnetik
sampai larutan mendidih dan jernih. Skema pembuatan dan bahan yang
ditambahkan dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Larutan media ini dibagi-bagi
dalam botol kultur, ditutup rapat dengan tutup karet yang tengahnya diberi kapas
dan ditutup dengan alumunium foil, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu
121 C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Sterilisasi alat dan media.


Semua alat dari logam dan gelas yang digunakan untuk pelaksanaan kultur dicuci
dengan sabun sampai bersih lalu dikeringkan dan dibungkus, selanjutnya semua
alat disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121C, tekanan 1 atm selama 30 menit
dan 15 menit untuk sterilisasi medium.

Sterilisasi Laminar Air Flow (LAF)


Sebelum LAF digunakan di dalamnya dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol
90% kemudian peralatan yang akan digunakan di masukkan yaitu cawan petri,
skapel, pinset, media, alkohol 70%, aquadest steril. LAF ditutup dan di beri kain
hitam. LAF lalu dinyalakan lampu UV 45 menit.

Sterilisasi daun dan eksplan.


Daun lavender (Lavandula officinalis Chaix) yang diambil dalam keadaan segar
dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dipotong bagian pinggir-pinggirnya dan
direndam dalam deterjen selama 5 menit, setelah itu dicuci dengan aquadest
kemudian direndam dalam larutan fungisida (Dithane-M45 3% + 3 tetes tween 80)
sambil digojog-gojog selama 30 menit, dibilas dengan aquadest sampai bersih lalu
eksplan direndam dalam larutan Agript 1% + 3 tetes tween 80 sambil digojog-gojog
selama 10 menit, dibilas dengan aquadest sampai bersih. Eksplan direndam larutan
Bayclin 15% + 3 tetes tween 80 selama 2 menit kemudian direndam dengan
larutan Bayclin 30% + 3 tetes tween 80 selama 2 menit, lalu dibilas aquadest steril
1 kali. Sterilisasi dilanjutkan dengan alkohol 70% selama 1 menit, lalu dibilas
aquadest steril sebanyak 3 kali. Eksplan siap digunakan untuk ditanam pada media
kultur.

Penanaman eksplan.
Alat yang digunakan untuk penanaman disiapkan terlebih dahulu yaitu: skapel,
pinset, dan cawan petri. Semua alat, aquadest, dan medium dimasukkan dalam LAF
(Laminair Air Flow) yang telah disterilkan kemudian lampu spiritus dinyalakan.
Eksplan daun lavender dipotong dengan ukuran 1x1 cm dengan menggunakan
skapel steril, kemudian eksplan ditanam dalam media dengan bantuan pinset
dengan posisi eksplan bersentuhan dengan permukaan dan sebelum botol ditutup
mulut botol difiksasi terlebih dahulu serta penggunaan semua alat sebelum
digunakan harus difiksasi terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Kultur dipelihara dalam ruang inkubasi pada suhu kamar dan dilengkapi dengan
lampu neon 20 watt yang berjarak 20-60 cm di atas permukaan botol eksplan.

Prosentase keberhasilan.
Prosentase keberhasilan dilakukan dengan menghitung jumlah eksplan yang
berhasil membentuk kalus dibagi dengan jumlah seluruh eksplan yang ditanam
dikalikan 100%.

Waktu eksplan membentuk kalus.


Untuk mengetahui eksplan membentuk kalus dilakukan dengan cara mencatat pada
hari keberapa setiap eksplan yang dikulturkan dapat membentuk kalus.

Berat kalus.
Untuk mengetahui berat rata-rata kalus dilakukan dengan cara menimbang total
kalus dibagi dengan jumlah botol yang tumbuh kalus.

Pembuatan ekstrak kalus dan daun lavender.


Daun lavender dan kalus lavender yang telah dipanen dikeringkan dengan dioven
pada suhu 40C. Kalus dan daun yang kering, dibuat serbuk kemudian ditimbang
masing-masing 0,3 gram dan dimaserasi 5 hari dengan petroleum eter 3 ml. Hasil
maserasi dibiarkan menguap.

Uji pendahuluan.
Reaksi identifikasi minyak atsiri daun lavender adalah beberapa tetes minyak atsiri
ditambah beberapa tetes pereaksi Sudan III akan berwarna merah sendunduk.

Kromatografi Lapis Tipis.


Analisa Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan silika gel GF254 sebagai fase
diam dan fase geraknya Heksana-Etil asetat (96:4) dengan metode pengembangan.
Bercak diamati dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Pereaksi yang digunakan untuk penyemprotan adalah anisaldehidH2SO4 kemudian
dipanaskan dalam oven dengan suhu 100C selama 5 menit dan dihitung nilai hRf
masing-masing bercak yang diperoleh, dengan menggunakan rumus:

Jarak titik pusat bercak dari titik awal


hRf = 100
Jarak yang ditempuh pengembang

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Determinasi tanaman lavender


Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran bahwa tanaman yang
digunakan untuk penelitian adalah Lavandula officinalis Chaix. Determinasi tanaman
dilakukan di B2P2TO2T Tawangmangu menggunakan buku acuan C.A. Backer dan
diperoleh:
1b 2b 3b 4b 12b 13b 14b 17b 18b 19b 20b 21b 22b 23b
24b 25b 26b 27a 28b 29b 30b 31b 403b 404b 405a 406b -
409a 410b 411b ______ 190. Lamiatae
1a 2b 3a 4c 5b 7b 8c 11a 12a 13a 14a _______ 7. Lavandula
1 ______________________ Lavandula officinalis Chaix

2. Deskripsi tanaman lavender


Habitus; Semak, semusim, tinggi mencapai 1m. Batang; tegak dan mendatar,
bulat, berbuku-buku, permukaan berbulu, putih. Daun; tunggal berhadapan, tangkai
pipih, berbulu, panjang 0,5-1 cm, hijau, helaian bulat telur memanjang, ujung
runcing, pangkal membulat, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, permukaan
berbulu, panjang 3-5, berbulu, di ujung cabang atau batang, panjang ibu tangkai 10-
20 mm, permukaan berbulu, putih keunguan, tangkai bunga pendek 0,3 cm,
ungu, kelopak berlekatan, bentuk corong, berlekuk menjadi dua, ujung runcing,
panjang 0,5-0,7 cm, putih keunguan, berbulu ungu, mahkota bentuk bibir,panjang
1,2-1,5 cm, ungu muda, benang sari dua tangkai, berlekatan, melekat pada
mahkota, panjang 9-10 mm, putih keunguan, kepala sari putih keunguan, putik 1,

panjang 1,5 cm, tangkai putih, kepala putik bercabang dua, berbulu, ungu. Buah;
jarang ditemukan. Biji; jarang ditemukan. Akar; tunggang, putih kotor.

3. Pengambilan bahan tanaman lavender


Daun yang diambil yang masih muda, tidak terlalu tua, segar, dan pertumbuhan
yang sehat. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh hasil tanaman kultur dengan baik
dan optimal. Daun yang digunakan jika terlalu muda maka pada proses sterilisasi
dengan zat kimia akan mudah rusak sedangkan jika terlalu tua maka pada daun
telah terjadi penumpukan polifenol yang dapat mengakibatkan kalus berwarna
coklat. Pada penelitian ini bagian tanaman yang digunakan adalah daun.

4. Pembuatan medium Murashige Skoog (MS)


Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Murashige Skoog. Murashige
Skoog adalah media yang umum dan sering digunakan untuk kultur jaringan karena
daapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman dan konsentrasi garam-garam
mineral di dalam medium ini yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pertumbuhan sel (Hendaryono dan Wijayani 1994). Keberhasilan menumbuhkan
kalus juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang cocok
sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan sel tanaman yang
dikultur. Bahan-bahan yang digunakan pada media MS meliputi makronutrien,
mikronutrien, sumber besi, vitamin, mio inositol, sukrosa dan agar (Hendaryono dan
Wijayani 1994). Komposisi media dapat dilihat pada lampiran 3. Pembuatan media
pH larutan berkisar antara 5,7-5.8 dikarenakan pH menentukan kelarutan
ketersediaan ion-ion, mineral, dan juga sifat gel (George dan Sherrington 1984).
Media tidak dapat memadat jika pH terlalu asam, sebaliknya jika pH terlalu basa
maka beberapa garam dalam media akan mengendap sehingga nutrisi yang
dibutuhkan eksplan tidak terpenuhi dan dikhawatirkan pertumbuhan tidak optimal.
Hasil pembuatan media pada penelitian ini, media yang diperoleh berbentuk
setengah padat dan tidak terdapat kontaminan setelah diinkubasi, sehingga dapat
digunakan untuk penanaman eksplan daun lavender.

Tabel 2. Pembuatan media MS dengan penambahan hormon NAA


Konsentrasi NAA dalam Volume total Volume media MS Jumlah
media MS (mg/L) media MS (ml) tiap botol (ml) botol
0,0 150 15 15
1,0 150 15 15
2,0 150 15 15
3,0 150 15 15

5. Sterilisasi alat, ruang, dan media


Alat-alat yang akan digunakan untuk kultur jaringan, setelah dicuci dan dikeringkan
kemudian dibungkus dengan kertas dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu
121 C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Media yang digunakan dalam kultur
dsterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 C, tekanan 1 atm selama 30 menit.
Sterilisasi perlu dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dalam medium
yang dapat mengganggu pelaksanaan kultur jaringan. Ruangan kerja untuk
pekerjaan steril menggunakan LAF (Laminar Air Flow) sebab LAF dapat membuat
udara yang melintasi kawasan kerja menjadi steril karena udara steril ditiupkan

secara kontinyu melewati tempat kerja yang sebelumnya udara tersebut telah
disaring melalui prefilter dan ultrafilter sehingga bebas dari bakteri dan spora.

6. Sterilisasi daun lavender.


Eksplan yang diperoleh dari bahan merupakan sumber kontaminan paling potensial.
Larutan yang dapat digunakan untuk sterilisasi permukaan eksplan ada macam-
macam, tetapi konsentrasi dan waktu sterilisasi harus diperhatikan agar diperoleh
hasil sterilisasi optimal. Kondisi yang steril dapat mendukung keberhasilan dalam
kultur jaringan.
Tabel 3. Sterilisasi eksplan daun lavender
Larutan sterilisasi Kadar Waktu
Deterjen anti bakteri - 5 menit
Dithane M-45 + 3 tetes Tween 3% 30 menit
Agript + 3 tetes Tween 1% 5 menit
Bayclin + 3 tetes Tween 80 15% 2 menit
Bayclin + 3 tetes Tween 80 30% 2 menit
Alkohol 70% 1 menit

Tabel 3 menunjukkan kombinasi zat kimia secara bertingkat tersebut sudah


memberikan hasil cukup baik yaitu mengurangi kontaminasi pada eksplan. Waktu
dan besarnya konsentrasi zat kimia tersebut berpengaruh pada pertumbuhan kalus.
Langkah awal dari sterilisasi suatu eksplan yaitu terlebih dahulu dicuci dengan air
mengalir kemudian di cuci detergen selama 5 menit. Perendaman menggunakan
Dithane M-45 bertujuan untuk mematikan jamur yang menempel pada permukaan
daun karena dithane merupakan antifungi sedangkan Agript merupakan antibakteri.
Bayclin digunakan sebagai desinfektan. Penggunaan Tween 80 dimaksudkan
sebagai wetting agent yaitu sebagai pembasah yang dapat menembus jaringan
daun. Alkohol 70% sebagai antibakteri. Pengocokan yang terlalu lama dan
konsentrasi desinfektan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan,
sedangkan sterilisasi eksplan dalam waktu yang singkat dan konsentrasi yang
rendah juga dapat menyebabkan mikroba yang terdapat dalam eksplan belum mati.
Sisa-sisa sterilan yang menempel pada eksplan perlu dibilas sebanyak 3 kali
dengan aquadest steril.

7. Penanaman eksplan.
Eksplan yang telah disterilkan selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran yang
diperlukan yaitu jangan terlalu besar dan kecil sekitar 1 cm, karena jika lebih besar
maka bahaya kontaminan pada jaringan lebih besar sebab akan bersentuhan
dengan mulut botol kultur, tetapi jika lebih kecil maka pertumbuhannya tidak secepat
eksplan yang lebih besar. Penanaman eksplan harus dilakukan dengan hati-hati
secara aseptik untuk mencegah kontaminasi. Botol-botol yang telah ditanami
kemudian diinkubasi dalam ruang inkubasi dengan penyinaran lampu neon 20.
Eksplan yang tidak terkontaminasi akan memperlihatkan gejala-gejala timbulnya
tonjolan-tonjolan di daerah irisan. Jika media pecah maka dilakukan subkultur,
subkultur ini penting dilakukan karena nutrisi yang ada dalam media tumbuh lama-
kelamaan akan habis sehingga media akhirnya pecah dan menyebabkan kalus
menjadi coklat dan mati.

8. Keberhasilan pertumbuhan kalus


Penentuan prosentase keberhasilan pertumbuhan kalus dilakukan dengan
menghitung jumlah eksplan yang berhasil membentuk kalus dibagi jumlah
keseluruhan eksplan yang ditanam dikalikan 100%. Prosentase keberhasilan kalus
terlihat pada tabel 4.

Tabel 4. Keberhasilan eksplan membentuk kalus


Konsentrasi hormon NAA Jumlah Jumlah eksplan Keberhasilan
dalam media MS (mg/L) botol membentuk kalus (%)
0,0 15 0 0
1,0 15 9 60
2,0 15 13 86,67
3,0 15 12 80

Tabel 4 memperlihatkan keberhasilan eksplan membentuk kalus untuk masing-


masing konsentrasi zat pengatur tumbuh. Hasil penelitian didapatkan bahwa
pertumbuhan eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/L
dapat mencapai prosentase keberhasilan 86,67% serta grafiknya dapat dilihat pada
gambar 2. Kebutuhan zat pengatur tumbuh yang optimal pada kalus daun lavender
pada konsentrasi 2 ppm. Pembentukan kalus pada konsentrasi hormon 1 ppm
menunjukkan prosentase 60%, hal ini pada konsentrasi 1 ppm kurang mampu
merangsang pembelahan sel daun. Keadaan dari daun yang diambil juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan kalus, daun yang diambil terlalu tua maka proses
pembelahan lambat (Hendaryono dan Wijayani 1994). Penambahan zat pengatur
tumbuh NAA 0,0 ppm tidak dapat menumbuhkan kalus karena pertumbuhan kalus
diperlukan zat pengatur tumbuh untuk melengkapi nutrisi pada media dasar.
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) di dalam tubuh tanaman terdapat hormon
tumbuh yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat
proses fisiologi tanaman.
Keberhasilan pertumbuhan

100
80
kalus (%)

60
40
20
0
1 2 3
Konsentrasi hormon NAA (mg/l)

Gambar 2. Diagram hubungan kadar hormon NAA dengan prosentase pertumbuhan kalus

NAA 1 ppm NAA 2 ppm NAA 3 ppm

Gambar 3. Pertumbuhan kalus Lavender dengan perlakuan hormon NAA

9. Waktu induksi eksplan membentuk kalus


Waktu induksi kalus pada media dengan penambahan zat pengatur tumbuh
maupun tanpa penambahan zat pengatur tumbuh berbeda-beda. Pertumbuhan
kalus dapat dilihat mulai timbulnya tonjolan-tonjolan berwarna putih kehijauan pada
bekas irisan. Zat pengatur tumbuh NAA akan berinteraksi dengan hormon internal
dari eksplan sehingga hasil interaksinya dapat memberikan respon pertumbuhan
kalus. Pengaruh penambahan hormon NAA terhadap waktu induksi kalus daun
lavender seperti yang terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh pemberian zat pengatur NAA terhadap waktu induksi kalus daun lavender

Konsentrasi hormon NAA Rata-rata waktu induksi


dalam media MS (mg/ L) kalus (hari)
0,0 -
1,0 9,56
2,0 5,69
3,0 6

Rata-rata waktu induksi kalus


12
10
8

(hari)
6
4
2
0
1 2 3
Konsentrasi hormon NAA (mg /l)

Gambar 3. Rata-rata waktu induksi kalus daun lavender

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa induksi kalus setiap konsentrasi


berbeda-beda. Konsentrasi NAA 2 ppm menghasilkan waktu induksi yang tercepat.
Pembentukan kalus paling lambat 9,56 hari, dengan perlakuan zat pengatur tumbuh
1 ppm. Keterlambatan pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh konsentrasi zat
pengatur tumbuh yang tidak cocok sehingga dapat menghambat pertumbuhan
eksplan. Jika konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan sesuai dengan
kebutuhan eksplan maka zat pengatur tumbuh dapat bersifat sebagai penginduksi
pertumbuhan, dan sebaliknya jika zat pengatur tumbuh yang ditambahkan tidak
sesuai maka zat pengatur tumbuh dapat bersifat sebagai inhibitor. Pengambilan
eksplan secara acak menyebabkan adanya perbedaan fisiologi tumbuhan yang
mempunyai kemampuan pembelahan berbeda sehingga dapat menimbulkan
perbedaan waktu induksi kalus.

10. Hasil rata-rata berat kalus


Kalus yang sudah tumbuh dengan baik dan optimal dikumpulkan kemudian
ditimbang.
Tabel 6. Rata-rata berat kalus daun lavender

Rata-rata
Rata-rata berat
NAA Jumlah Berat kalus Berat kalus berat kalus
kalus basah
(mg/l) botol basah (gram) kering (gram) kering
(gram)
(gram)
0,0 - - - - -
1,0 9 4,464 0,496 0,409 0,045
2,0 13 9,972 0,767 0,906 0,070
3,0 12 8,102 0,675 0,797 0,066
Keterangan :
Artinya: tidak dihitung karena tidak tumbuh kalus

0,8 Rata-rata

Rata-rata berat kalus


0,7 berat kalus
0,6 basah
0,5
0,4 Rata-rata
0,3 berat kalus
0,2 kering
0,1
0
1 2 3
Konsentrasi hormon NAA (mg/l)

Gambar 4. Diagram hubungan kadar hormon NAA dengan berat kalus

Tabel 6 memperlihatkan berat kalus yang paling besar dengan pemberian


zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi 2 ppm, jadi hormon NAA konsentrasi
2 ppm lebih cocok dibandingkan dengan hormon NAA konsentrasi 1 ppm dan 3
ppm.

11. Hasil pembuatan ekstrak kalus lavender


Hasil setelah dimaserasi selama 5 hari dan kemudian disaring berupa ekstrak cair,
yang selanjutnya diuapkan di atas penangas air sehingga didapatkan ekstrak kental
yang digunakan untuk analisa kualitatif. Eksplan tanpa penambahan hormon NAA
tidak dilakukan analisa kualitatif karena tidak membentuk kalus. Ekstrak dari
tanaman asal digunakan untuk pembanding.

12. Hasil uji reaksi warna


Hasil identifikasi minyak atsiri pada kalus lavender dengan reaksi warna seperti
pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil identifikasi senyawa minyak atsiri pada tanaman asal dan kalus lavender

Pustaka
Test Sampel Hasil Interpretasi
Robinson 1995

Uji reaksi warna TA Merah Merah sendunduk Minyak atsiri


3 tetes ekstrak + A Merah Merah sendunduk Minyak atsiri
beberapa tetes sudan B Merah Merah sendunduk Minyak atsiri
III LP, didiamkan C Merah Merah sendunduk Minyak atsiri
beberapa saat.

Keterangan:
TA = Tanaman Asal
A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l
B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l
C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l

13. Hasil uji kromatografi lapis tipis


Uji penegasan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254
dengan fase gerak heksana : etil asetat dengan perbandingan (96 : 4). Hasil uji
penegasan dengan menggunakan KLT pada semua kalus yang ditumbuhkan pada
berbagai konsentrasi NAA, sedangkan kalus tanpa penambahan hormon tidak diuji
karena tidak terbentuk kalus dan tanaman asal juga diuji sebagai pembanding.

TA A B C
Gambar 5. Kromatografi lapis tipis senyawa minyak atsiri pada fase diam silika gel GF254 dan
fase gerak heksana : etil asetat (96 : 4) dengan perekasi semprot anisaldehid H2SO4

Keterangan:
TA = Tanaman Asal
A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l
B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l
C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l

Tabel 8. Nilai Rf dan warna bercak di bawah UV 254 nm ,UV366 nm, dan perekasi semprot
anisaldehid H2SO4

Warna bercak
Sampel hRf anisaldehid- Interpretasi
UV 254 nm UV 366nm
H2SO4
TA 1. 11,25 - - Ungu Komponen
2. 21,25 - - minyak atsiri
1. 11,25 - - Ungu Komponen
A 2. 22,50 - - minyak atsiri
1. 11,75 - - Ungu Komponen
B 2. 21,25 - - minyak atsiri
1. 11,00 - - Ungu Komponen
C 2. 21,50 - - minyak atsiri

Keterangan:
TA = Tanaman Asal
A = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 1,0 mg/l
B = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 2,0 mg/l
C = Ekstrak kalus daun lavender konsentrasi hormon NAA 3,0 mg/l

Hasil uji penegasan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fase


gerak heksana:etil asetat dengan perbandingan (96 : 4) dengan fase diam silika gel
GF254 yang kemudian diamati pada UV 254 nm tidak meredam fluoresensi,
sedangkan pada UV 366 nm tidak berfluoresensi, dan setelah disemprot dengan
pereaksi anisaldehid-H2SO4 terlihat bercak berwarna ungu. Hal ini menunjukkan
bahwa kalus daun lavender mengandung komponen-komponen minyak atsiri.
Komponen minyak atsiri pada kalus daun lavender sama seperti pada
tanaman asal. Hal ini dapat terlihat dari warna dan nilai hRf bercak yang muncul
sama. Jadi, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kalus daun lavender
mengandung minyak atsiri seperti pada tanaman asal.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
Pertama, pemberian zat pengatur tumbuh NAA dengan konsentrasi yang
berbeda berpengaruh dalam keberhasilan pembentukan kalus, mempercepat waktu
induksi kalus dan berat kalus daun lavender (Lavandula officinalis Chaix).
Penambahan zat pengatur tumbuh NAA 2,0 mg/l mempunyai keberhasilan
pembentukan kalus 86,67%, waktu induksi kalus tercepat 5,69 hari dan rata-rata
berat kalus kering terbesar 0,070 gram.
Kedua, kalus hasil kultur jaringan dengan penambahan zat pengatur tumbuh
NAA mengandung senyawa komponen minyak atsiri yang sama dengan tanaman
asal.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 1989. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung:


Angkasa. Hal 1-3
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Ed ke-2. Padmawinata K, Soediro I,
penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.Hal
127-135
Hendaryono D, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. Hal 118
Indrayanto G. 1987. Produksi Metabolit Sekunder dengan Teknik Kultur Jaringan
Tanaman, Seminar Nasional, Pusat Antar Universitas, Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada. Hlm 9-11.
Indrayanto G, Rahman A. 1990. Prospek bioteknologi sel tanaman untuk produksi
bahan obat nabati secara In Vitro. Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi.
Hal 45
Kardinan A. 2007. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Cetakan ke-8.
Jakarta Selatan: Penerbit PT Agromedia. Hal 18-19, 25-26
Supriyadi. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan dan Khasiat. Edisi I.
Jakarta: Populer Obor. Hal ix

Suryowinoto M. 1985. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Yogyakarta: Fakultas


Biologi UGM. Hal 75
Tabata M. 1977. Recent Advance In The Production of Medical Sunstances by Plant
Cell Culture, Plant Tissue Culture and Its Biothechnological Applicatian.
Spinger-Verlag Berlin Heidelrg. Hal 71-72
Wetter LR, F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Edisi ke-2.
Bandung: ITB. Hal 169
Wichtl, Bisset. 1994. Organic Essential Oil. http://www.herbalgram.org/iherb/
expandedcommissione/he056.asp [1 Jan 2009].

Anda mungkin juga menyukai