Wahai Intelektual Unyu
Wahai Intelektual Unyu
Ini bukan saja soal kamu berhak berbicara atau pun benar dalam beranalisa, tetapi lebih
kepada upaya menenteramkan keadaan yang sedang krusial ini. Jangan sampai dengan
dalih demokrasi, kau korbankan kerukunan antar-saudara. Bukankah benar tidak selalu
baik, begitu pun baik tidak selalu benar? Benar argumentasinya, terkadang tidak baik
caranya. Baik caranya, terkadang keliru tujuannya.
Kita harus memikirkan lebih dari sekadar hak dan kebebasan, yaitu tentang kedamaian
bangsa ini. Jika hanya hak yang ditonjolkan, kita akan lupa kewajiban. Kalau cuma
kebebasan yang didengungkan, kita bakal lalai terhadap peraturan.
Inilah yang selama ini diteladankan oleh guru kita tercinta, K.H. Muhammad Syamsul
Arifin. Di usianya yang kini sudah sepuh, beliau masih selalu melibatkan diri dalam
urusan sosial, terutama menyangkut keislaman dan kebangsaan. Beliau tidak banyak
bicara ketika menasihati, tetap santun meskipun sedang mengkritik.
Terlebih lagi, beliau lebih memprioritaskan kecerdasan hati daripada kecerdasan rasio.
Itulah kenapa di saat orang-orang pada ribut membicarakan surah al-Maidah ayat 51
yangkatanyatentang kepemimpinan, beliau justru mengumandangkan surah Ali
Imran penggalan ayat 102 yang berbunyi:
Dalam pandangan beliau, ada hal yang maha-penting dalam hidup beragama, yaitu
menjaga akidah dengan segala aspek yang terkait di dalamnya sebaik-baiknya sampai
titik nyawa penghabisan. Perhitungan dan pertimbangan Kiai Banyuanyar ini ternyata
panjang sekali ke depan (futuris), bukan sebatas dari periode ke periode, tetapi bahkan
dari dunia hingga akhirat.
Kita yang bukan siapa-siapa dan belum apa-apa ini, mari berusaha kecil-kecilan dengan
andil menenteramkan perlahan-lahan negeri kita tercinta ini. Turunkan suhu egoisme
dengan kembali menyadari pentingnya kebersamaan, dan bahayanya perpecahan.