Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu pengajaran, untuk mengetahui apakah belajar yang
diinginkan telah benar-benar tercapai atau sejauh mana hasil belajar
yang diinginkan telah dicapai, tentunya harus melakukan suatu evaluasi.
Evaluasi pembelajaran adalah sistem. Artinya suatu rangkaian kegiatan yang
melibatkan berbagai unsur sebagai satu kesatuan. Masing-masing unsur
mempunyai fungsi dan peran tersendiri dan perubahan dalam salah satu unsur
akan berpengaruh pada unsur yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, evaluasi
merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dan sama pentingnya dengan
proses pembelajaran. Pembelajaran tanpa kegiatan evaluasi akan kehilangan
makna. Sebab guru tidak akan memperoleh informasi penting tentang tingkat
pencapaian tujuan, tingkat penguasaan materi belajar, kekuatan, kelemahan
siswa dalam belajar, serta kekuatan-kelemahan guru dalam proses
pembelajaran yang dikembangkan. Walaupun evaluasi dianggap penting dan
sudah merupakan pekerjaan rutin guru, namun dalam kenyataan sehari-hari di
lapangan sistem evaluasi dalam pembelajaran bukan berarti tanpa persoalan.
Berdasar pengamatan sepintas di lapangan, beberapa persoalan tersebut paling
tidak berkaitan dengan pemahaman konsep dasar evaluasi, pelaksanaan dan
pemanfaatannya, serta evaluasi program pengajaran. Evaluasi pendidikan
sangat penting dilakukan untuk dapat menilai bagaimana jalannya suatu
proses pendidikan. Evaluasi merupakan sebuah cara untuk menentukan
tolak ukur keberhasilan suatu pendidikan. Evaluasi dapat berupa evaluasi
kepada subjek maupun objek dalam pendidikan. Dalam pembelajaran
matematika, evaluasi sangatlah penting. Selain untuk menilai bagaimana
perencanaan yang dilakukan sebelum dimulainya proses belajar mengajar,
evaluasi juga harus dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Selain itu, penilaian hasil belajar yang dilakukan dengan baik juga akan
sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran yang
dilakukan. Evaluasi atau penilaian terhadap proses dan hasil belajar dalam

1
pembelajaran matematika memiliki peran penting yang akan dijadikan
sebagai cerminan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan
sebelumnya agar nantinya perencanaan maupun proses pembelajaran dapat
dijalankan lebih baik lagi demi mencapai tujuan intruksional pendidikan.
Sebagai calon pendidik, tentunya harus dapat membuat suatu alat
evaluasi. Alat evaluasi dapat dibuat dalam bentuk tes yang diuji cobakan dan
akhirnya hasil tes uji coba tersebut diolah atau dianalisis. Evaluasi tes
bertujuan untuk mengetahui kualitas butir tes, agar berkualitas baik, sebelum
digunakan butir-butir tes dianalisis terlebih dahulu . Menurut Arikunto
(2008), sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur
harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas, reliabilitas,
okjektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis. Soal sebagai alat ukur hasil belajar
siswa hendaknya sesuai dengan standar tersebut. Namun, dalam kenyataannya
sedikit dari guru yang melakukan analisis awal untuk mengetahui kualitas
soal ujian/tes. Padahal, soal ujian merupakan instrumen bagi seorang guru
untuk mengetahui hasil belajar siswanya. Jika hasil belajar siswa rendah
maka seorang guru harus mampu menganalisis bagian mana dari rencana
pembelajarannya yang masih memerlukan perbaikan, termasuk instrumen
penilaian. Analisis soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi atau
tidaknya suatu soal. Analisis soal dilakukan melalui dua cara, yaitu
analisis kualitatif (validitas logis) dan analisis kuantitatif (validitas empiris).
Analisis kualitatif dapat dilakukan sebelum soal diujikan sedangkan
analisis kuantitatif dilakukan sesudah soal diujikan pada sampel yang
representative. Analisis kuantitatif adalah penelaahan butir soal
berdasarkan pada karakteristik internal tes melalui data yang diperoleh
secara empiris. Karakteristik internal yang dimaksud meliputi parameter
soal, tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas butir dan reliabilitas.
Dalam makalah ini penulis memfokuskan untuk membahas mengenai
analisis kuantitatif yaitu daya pembeda, indeks kesukaran dan efektifitas
option.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun permasalahan yang diangkat
dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari daya pembeda?
2. Bagaimanakah cara menentukan nilai dari daya peembeda?
3. Apakah pengertian dari indeks kesukaran?
4. Bagaimanakah cara menentukan nilai dari indeks kesukaran?
5. Apakah pengertian dari efektivitas option?
6. Bagaimanakah kriteria option yang efektif ?
1.3 Tujuaan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan pembuatan makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari daya pembeda
2. Untuk mengetahui cara menentukan nilai dari daya pembeda
3. Untuk mengetahui pengertian dari indeks kesukaran
4. Untuk mengetahui cara menentukan nilai dari indeks kesukaran
5. Untuk mengetahui pengertian dari efektivitas option
6. Untuk mengetahui kriteria option yang efektif
1.4 Mamfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1) Bagi Penulis
Manfaat yang diperoleh penulis dari adanya makalah ini berupa
manfaat akademis yakni penulis dapat meningkatkan kemampuan
pengumpulan informasi kemudian merumuskannya dalam bentuk
makalah yang selanjutnya makalah ini dapat dijadikan sebagai materi
penunjang atau referensi untuk menambah wawasan mengenai mata kuliah
evaluasi proses dan hasil belajar khususnya materi daya
pembeda,indeks kesukaran dan efektivitas option.
2) Bagi Pembaca
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan memiliki
pengetahuan lebih mengenai analisis butir soal khususnya tentang

3
daya pembeda, indeks kesukaran dan efektivitas option yang sangat
berguna dalam evaluasi pembelajaran khususnya bagi pembaca yang
menekuni profesi kependidikan. Selain itu, makalah ini juga dapat
dijadikan referensi untuk makalah lainnya yang sejenis.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Daya Pembeda

Menganalisis daya pembeda butir soal merupakan salah satu hal yang
dilakukan terkait dengan analisis butir soal. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai daya pembeda soal yang meliputi pengertian daya pembeda,
menentukan daya pembeda butir soal pilihan ganda dan menentukan daya
pembeda butir soal uraian.

2.1.1 Pengertian Daya Pembeda

Ada butir soal yang memiliki ciri-ciri dapat dijawab dengan betul oleh
kebanyakan responden berkemampuan tinggi, atau tidak dapat dijawab
dengan betul oleh kebanyakan responden dengan kemampuan rendah. Butir
soal yang seperti itu memiliki daya untuk membedakan responden
berdasarkan kemampuan mereka. Dan butir soal yang seperti itu memiliki
parameter yang disebut dengan daya pembeda. Seperti yang telah dijelaskan
daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah.

Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara tiga
kelompok siswa dalam suatu kelas yaitu siswa yang pandai, rata-rata, dan
yang berkemampuan rendah, sehingga hasil evaluasinya baik semua atau
sebaliknya, juga tidak sebagian besar baik atau sebaliknya sebagian besar
buruk, tetapi haruslah berdistribusi normal. Ada siswa yang mewakili
mendapatkan nilai baik dan siswa yang mewakili mendapatkan nilai buruk
meskipun sedikit, namun bagian terbesar, siswa berada pada nilai yang
cukup. Idealnya adalah seperti gambar di bawah ini.

5
Banyak testee Banyak testee Banyak testee
yang yang yang
mendaoat nilai mendaoat nilai mendaoat nilai
baik cukup kurang

Distribusi Kelompok siswa berdasarkan kemampuannya

Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini.


1) Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya.
Setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau
ditolak berdasarkan indeks daya pembeda,
2) Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi atau
membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau
belum memahami materi yang diajarkan guru dan apabila suatu butir soal
tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu
dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti berikut ini.
a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
b) Butir soal itu memiliki dua atau lebih kunci jawaban yang benar
c) Kompetensi yang diukur tidak jelas
d) Pengecoh tidak berfungsi
e) Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang
menebak
f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan
berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya.
Daya pembeda suatu butir soal dapat diketahui dengan cara melihat
besar kecilnya nilai indeks diskriminasi item. Indeks diskriminasi (DP) pada

6
dasarnya dihitung atas dasar pembagian testee ke dalam dua kelompok yaitu
kelompok atas (the higher group) dan kelompok bawah (the lower group).
Kelompok atas (the higher group) adalah kelompok testee yang tergolong
memiliki kemampuan tinggi sedangkan kelompok bawah (the lower group)
yaitu kelompok testee yang tergolong memiliki kemampuan rendah.
Adapun cara untuk menentukan dua kelompok tersebut biasanya
dengan cara bervariasi, misalnya dengan mengambil 20% dari testee yang
termasuk dalam kelompok atas dan 20% lainnya diambil dari testee yang
termasuk dalam kelompok bawah; dapat juga menggunakan median
sehingga pembagian menjadi dua kelompok terdiri atas 50% testee
kelompok atas dan 50% testee kelompok bawah, dapat juga menggunakan
angka presentase lainnya. Namun pada umumnya para pakar di bidang
evaluasi pendidikan lebih banyak menggunakan presentase sebesar 27% dari
testee dalam kelompok atas dan 27% lainnya diambil dari testee kelompok
bawah telah menunjukkan kesensitifannya atau dengan kata lain cukup dapat
diandalkan.
Besar indeks diskriminasi suatu item akan berkisar antara -1,00 sampai
dengan 1,00. Indeks diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya
pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya jika makin mendekati 0,00
berarti daya pembeda soal tersebut makin buruk/tidak memiliki daya
pembeda dan tidak ada perbedaan jawaban benar antara siswa yang
tergolong kelompok atas dan bawah. Indeks diskriminasi suatu item
sebesar 1,00 berarti ada perbedaan yang sempurna dari jawaban benar
antara siswa yang tergolong kelompok atas dan bawah. Dengan kata
lain, seluruh siswa yang tergolong kelompok atas menjawab benar
suatu item tertentu dan siswa kelompok bawah menjawab salah terhadap
item tersebut. Sebaliknya, apabila seluruh siswa yang tergolong kelompok
bawah menjawab benar terhadap suatu item tertentu dan kelompok
siswa yang tergolong kelompok atas menjawab salah terhadap item
tersebut maka indeks diskriminasinya sebesar -1,00. Hal ini
mengakibatkan siswa yang berkemampuan rendah mendapat nilai baik
sedangkan siswa yang pandai mendapatkan nilai jelek. Berarti butir

7
soal tersebut tidak bisa membedakan kemampuan siswa. Berdasarkan
pada hal tersebut, berikut ini diberikan tabel yang merupakan acuan untuk
nilai indeks diskriminasi yang pada umumnya digunakan untuk menentukan
suatu butir soal memiliki daya pembeda yang baik atau tidak.
Besarnya Nilai Indeks Klasifikasi Interpelasi
Diskriminasi (DP)

Kurang dari 0,20 Poor Butir item yang


bersangkutan daya
pembedanya lemah sekali
(jelek), dianggap tidak
memiliki daya pembeda
yang baik.

0,20 DP < 0,40 Satisfactory Butir item yang


bersangkutan telah
memiliki daya pembeda
yang cukup (sedang).

0,40 DP < 0,70 Good Butir item yang


bersangkutan telah
memiliki daya pembeda
yang baik.

0,70 DP < 1,00 Excellent Butir item yang


bersangkutan telah
memiliki daya pembeda
yang baik sekali

Bertanda negatif - Butir item yang


bersangkutan daya
pembedanya negatif (jelek
sekali)

Interpretasi Nilai Indeks Diskriminasi

8
2.1.2 Daya Pembeda Butir Soal Pilihan Ganda

Metode (1)

Untuk mengetahui besar kecilnya indeks diskriminasi butir soal pilihan


ganda dapat menggunakan rumus


= = (Arikunto, 2005: 213)

dengan,

: merupakan indeks daya pembeda

: banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab soal dengan


benar

: banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan


benar,

: banyaknya peserta tes kelompok atas

: banyaknya peserta tes kelompok bawah.

: proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.

: proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.

Berikut ini merupakan contoh penggunaan rumus pertama untuk


menentukan daya pembeda butir soal pilihan ganda.

Contoh 1. Menentukan indeks diskriminasi suatu butir soal dengan


menggunakan rumus
= =

Diketahui 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang


matematika yang tertuang dalam bentuk pilihan ganda. Dalam tes tersebut
dikeluarkan 12 butir soal dengan catatan bahwa untuk setiap butir item

9
yang dijawab betul diberi bobot 1 sedangkan untuk setiap butir item yang
dijawab salah diberi bobot 0.

Setelah tes hasil belajar tersebut berakhir dan dilakukan pengoreksian


serta diberi skor, maka dari tes tersebut diperoleh data mengenai skor
jawaban item sebagaimana tertera pada Tabel 2.

No. Subjek Nomor Soal Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10

2. B 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 9

3. C 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 9

4. D 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 8

5. E 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 8

6. F 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 7

7. G 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 5

8. H 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4

9. I 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4

10. J 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3

Jumlah 10 8 8 5 6 5 6 4 4 6 3 2 67

Jumlah 100 64 64 25 36 25 36 16 16 36 9 4 431


Kuadrat

Hasil Tes Matematika Tipe Objektif

Pada tabel tersebut skor total untuk setiap siswa telah diurutkan dari
skor tertinggi ke skor terendah.

10
Langkah pertama : karena terdiri dari 10 subjek, maka data ini termasuk
ke dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, untuk menentukan kelompok
atas dan kelompok bawah, masing-masing 50% dari populasi yaitu 5 subjek
untuk kelompok atas dan 5 subjek untuk kelompok bawah, maka
keadaannya adalah sebagai berikut:

Kelompok Atas Kelompok Bawah

Subjek Skor Subjek Skor

A 10 F 7

B 9 G 5

C 9 H 4

D 8 I 4

E 8 J 3

JA = 5 JB = 5

Kelompok Atas dan Kelompok Bawah


Langkah kedua, dilakukan pemberian kode-kode terhadap hasil
pengelompokan testee atas dua kategori tersebut di atas seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4. Skor 1 yang berada pada tanda kurung
merupakan skor jawaban betul yang dimiliki oleh kelompok kelas atas,
sedangkan skor 1 yang tidak dibubuhi oleh tanda kurung merupakan
jawaban betul dari kelompok bawah.

Subjek Nomor Soal Total Ket.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) 0 0 10 Atas

B (1) (1) (1) (1) (1) 0 (1) (1) (1) (1) 0 0 9 Atas

11
C (1) (1) (1) (1) (1) 0 (1) (1) 0 0 (1) (1) 9 Atas

D (1) (1) (1) 0 (1) 0 (1) (1) 0 (1) (1) 0 8 Atas

E (1) (1) (1) (1) (1) (1) 0 0 (1) (1) 0 0 8 Atas

F 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 7 Bawah

G 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 5 Bawah

H 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4 Bawah

I 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4 Bawah

J 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3 Bawah

Jumlah 10 8 8 5 6 5 6 4 4 6 3 2 67

Jumlah
100 64 64 25 36 25 36 16 16 36 9 4 431
Kuadrat

Pengkodean Hasil Pengelompokkan Testee

Langkah ketiga, mencari atau menghitung BA, BB, PA, PB dan DP untuk 12

butir di atas. Untuk mencari DP digunakan rumus =

perhatikanlah dengan cermat skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh


kelompok atas dan skor-skor jawaban betul yang dimiliki oleh kelompok
bawah. Setelah memperoleh nilai DP kita dapat mengetahui bagaiman daya
pembeda suatu butir soal dengan cara mengintrepretasikan besar kecilnya
nilai indeks diskriminan, sesuai dengan Tabel 5. Adapun hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 5.

Nomor BA BB JB BA/JA BB/JB DP Intrepretasi

Butir JA
Soal

1 5 5 5 5 1,00 1,00 0,00 Poor

12
2 5 3 5 5 1,00 0,60 0,40 Good

3 5 3 5 5 1,00 0,60 0,40 Good

4 4 1 5 5 0,80 0,20 0,60 Good

5 5 1 5 5 1,00 0,20 0,80 Excellent

6 2 3 5 5 0,40 0,60 - -
0,20

7 4 2 5 5 0,80 0,40 0,40 Good

8 4 0 5 5 0,80 0,00 0,80 Excellent

9 3 1 5 5 0,60 0,20 0,40 Good

10 4 2 5 5 0,80 0,40 0,40 Good

11 2 1 5 5 0,40 0,20 0,20 Satisfactory

12 1 1 5 5 0,20 0,20 0,00 Poor

Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal Pilihan Ganda

Bertitik tolak dari hasil di atas sebanyak 9 butir soal dari 12 butir soal yang
ada telah memiliki daya pembeda yang memadai, sedangkan 3 soal belum
memiliki daya pembeda seperti yang diharapkan.

Metode (2) Korelasi Phi

Dengan rumus kedua ini maka angka indeks diskriminasi item


diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phi () dengan rumus
sebagai berikut.


= (Sudijono, 1996: 390-391)
2()()

Dengan,

13
() : angka indeks korelasi phi, dalam hal ini dianggap sebagai indeks
diskriminasi item

: proportion of the higher group

: proportion of the lower group

: proporsi untuk seluruh testee yang jawabannya benar

: proporsi untuk seluruh testee yang jawabannya salah, dinama = 1 )


Dalam menentukan nilai Phi harus diperhatikan bahwa nilai = dan


= , kemudian kita juga harus menentukan nilai p dan q. Analisis

untuk menentukan indeks diskriminasi dengan menggunakan korelasi phi


dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

No. Subjek Nomor Soal Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10

2. B 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 9

3. C 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 9

4. D 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 8

5. E 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 8

6. F 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 7

7. G 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 5

8. H 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4

9. I 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4

10. J 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3

14
Jumlah 10 8 8 5 6 5 6 4 4 6 3 2 67

5 5 5 4 5 2 4 4 3 4 2 1

5 3 3 1 1 3 2 0 1 2 1 1

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

1,0 1,0 1,0 0,8 1,0 0,4 0,8 0,8 0,6 0,8 0,4 0,2

1,0 0,6 0,6 0,2 0,2 0,6 0,4 0,0 0,2 0,4 0,2 0,2

1,0 0,8 0,8 0,5 0,6 0,6 0,5 0,4 0,4 0,6 0,3 0,2

0,0 0,2 0,2 0,5 0,4 0,4 0,5 0,6 0,6 0,4 0,7 0,8

Daya Pembeda Berdasarkan Metode (2) Korelasi Phi

Besarnya nilai phi ditunjukkan pada table 7 berikut.

Nomor Intrepretasi
Soal

1 1,0 1,0 1,00 0,00 - Poor

2 1,0 0,6 0,8 0,2 0,5 Good

3 1,0 0,6 0,8 0,2 0,5 Good

4 0,8 0,2 0,5 0,5 0,6 Good

5 1,0 0,2 0,6 0,4 0,82 Excellent

6 0,4 0,6 0,6 0,4 -0,2 -

7 0,8 0,4 0,5 0,5 0,4 Good

8 0,8 0,0 0,4 0,6 0,82 Excellent

15
9 0,6 0,2 0,4 0,6 0,41 Good

10 0,8 0,4 0,6 0,4 0,41 Good

11 0,4 0,2 0,3 0,7 0,22 Satisfactory

12 0,2 0,2 0,2 0,8 0,0 Poor

Klarifikasi Daya Pemebeda Soal Berdasarkan Korelasi Phi

Dengan menggunakan metode kolerasi phi akan menghasilkan indeks


diskriminan yang lebih teliti.

Metode (3) Korelasi Point Biserial

Dalam menentukan indeks diskriminasi untuk kelompok besar ( 100)


akan digunakan 27% testee kelompok atas dan 27% testee kelompok
bawah. Sedangkan, 46% testee yang terletak di antara kedua ujung ekstrem
tersebut (kelompok tengah) tidak perlu diikutsertakan dalam perhitungan
analisis. Namun, bila bekerja secara cermat, perhitungan daya pembeda
dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai
sampel mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah karena cara ini
tidak melibatkan kelompok tengah (middle group) sebanyak 46%. Tidak
dilibatkannya kelompok tengah setidaknya akan mencemari hasil
analisis (bias). Untuk mengatasi kelemahan itu, beberapa pakar evaluasi
mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan teknik korelasi
biserial titik (point biserial correlation). Rumus yang digunakan untuk
menghitung daya pembeda butir soal tes pilihan ganda dengan teknik
tersebut adalah sebagai berikut.

Dengan,

: rata-rata skor taste ynag menjawab banar pada butir soal yang
bersangkutan

16
: rata-rata skor total untuk semua testee

: simpangan baku skor total setiap testee

: proporsi testee yang dapat menjawab benar butir soal yang


bersangkutan

: 1 = , proporsi testee yang menjawab salah butir soal yang


bersangkutan

2.1.3 Daya Pembeda Butir Soal Uraian

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menentukan daya pembeda


adalah menentukan siswa yang masuk ke kelompok atas dan siswa yang
masuk ke kelompok bawah. Dalam menentukan kelompok atas dan
kelompok bawah antara lain dapat dilakukan dengan cara menggunakan
median sehingga pembagiannya menjadi dua kelompok, yang terdiri dari
50% testee kelompok atas dan 50% testee kelompok bawah; dapat juga
dengan hanya mengambil 20% dari testee yang termasuk dalam kelompok
atas dan 20% lainnya diambil dari testee yang termasuk dalam kelompok
bawah; atau dengan menggunakan angka presentase lainnya.

Untuk menentukan nilai indeks diskriminasi pada butir soal uraian


dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.


a. = (
)

Keterangan

H : Jumlah skor kelompok Atas

L : Jumlah Skor kelompok bawah

N : Jumlah peserta tes (testee) pada kelompok atas atau bawa

Skormax : Skor tertinggi butir soal

Skormin : Skor terendah butir soal

17

b. =

Berikut ini merupakan contoh menentukan daya pembeda butir soal uraian.

Contoh soal. Menentukan daya pembeda butir soal uraian.

Diketahui 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar dalam bidang


matematika yang tertuang dalam bentuk soal uraian. Dalam tes tersebut
dikeluarkan 4 butir soal dengan skor maksimal untuk masing-masing butir
soal adalah 25. Hasil tes matematika siswa dituangkan pada tabel 8.

Nomor Siswa

Siswa 1 2 3 4

Kelas A 25 25 22 15
atas
B 25 23 19 10

C 25 20 23 10

D 25 19 20 8

E 25 21 19 5

H 125 108 103 48

Kelas F 25 15 15 0
bawah
G 25 14 16 5

H 25 16 14 7

I 25 20 12 4

J 25 20 13 0

L 125 85 70 16

18
H+L 250 183 173 64

Mean 25 18.3 17.3 6.4

Hasil Tes Matematika Siswa

Berdasarkan data pada tabel di atas akan dicari indeks diskriminasi (daya
beda) butir soal.

a. Dengan menggunakan rumus = (
)

Untuk soal nomor 4


=
( )

48 16
=
5(15 0)

= 0.42

Daya pembeda sebesar 0,42 menunjukkan bahwa soal tersebut sudah


memiliki daya pembeda yang baik.

b. Dengan menggunakan rumus =



Untuk soal nomor 4


=

46 16

= 5 5
15
=0.42

Dengan menggunakan rumus yang kedua diperoleh pula besarnya nilai


daya pembeda adalah 0,427 yang menunjukkan bahwa soal tersebut
telah memiliki daya pembeda yang baik.

19
2.2 Indeks Kesukaran
Menjadi seorang pengajar dalam mengukur tingkat keberhasilan siswa
didiknya dalam memahami suatu pelajaran hendaknya dapat diukur dengan
menggunakan indeks kesukaran (IK).
2.2.1 Pengertian Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran yang sering disebut tingkat kesukaran merupakan salah


satu parameter butir soal yang sangat berguna dalam penganalisian suatu tes.
Parameter butir ini berguna untuk mengukur seberapa baik kualitas suatu butir
soal.

Suatu tes tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu
sukar. Hal yang bukan merupakan item yang baik seperti kasus: (1) Sebuah
item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan benar oleh semua
siswa (2) Sebuah item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh
semua siswa. Jadi item yang baik adalah item yang mempunyai derajat
kesukaran tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan melihat parameter butir
ini, akan diketahui seberapa baiknya kualitas suatu butir soal.

Menurut Witherington dalam bukunya berjudul psychological


Education, mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat
kesukaran item tes hasil belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang
melambangkan tingkat kesulitan dari item tersebut. Angka yang dapat
memberikan petunjuk mengenai tingkat kesukaran item itu dikenal dengan
istilah difficulty index (angka index kesukaran item), yang dalam dunia
evaluasi hasil belajar umumnya dilambangkan dengan huruf P, yaitu
singkatan dari kata proportion (proporsi = proposa).

Angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai
dengan 1,00. Arti angka indek kesukaran:

a. Indeks kesukaran paling rendah adalah 0,00 (P = 0,00) merupakan


petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam katagori

20
item yang terlalu sukar, sebab di sini seluruh tester tidak dapat menjawab
item dengan betul (yang dapat menjawab dengan betul =0)
b. Indeks kesukaran paling tinggi adalah 1,00 (P = 1,00) mengandung makna
bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam katagori item
yang terlalu mudah, sebab di sini seluruh tester dapat menjawab dengan
betul butir item yang bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir =
100%= 100= 1,00)
Subjek penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus:

=

Keterangan:
= Indeks kesukaran
= Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
= Jumlah seluruh siswa peserta tes

Indek kesukaran menurut beberapa tokoh:


1. Menurut Arikunto, 2008
Menggunakan kategori seperti yang terdapat pada tabel berikut.
Indeks Kesukaran Keterangan

0,00 0,30 Soal sukar

0,31 0,70 Soal sedang

0,71 1,00 Soal mudah

Kategori Indeks Kesukaran


2. Menurut Asmawi Zainul, dkk : 1997.

Untuk menyusun suatu naskah ujian sebaiknya digunakan butir soal yang
mempunyai tingkat kesukaran berimbang, yaitu: soal berkategori sukar
sebanyak 25%, kategori sedang 50% dan kategori mudah 25% sesuai
dengan tabel berikut.

21
Tingkat Kesukaran Nilai P

Sukar 0,00 0,25

Sedang 0,26 0,75

Mudah 0,76 1,00

Klasifikasi Tingat Kesukaran Butir Soal.


3. Menurut Candiasa,2010
Interpretasi Indeks Kesukaran Butir Soal pada tabel berikut.
IK = 0,00 soal terlalu sukar

0,00 < IK 0,30 soal sukar

0,30 < IK 0,70 soal sedang

0,70 < IK < 1,00 soal mudah

IK = 1,00 soal terlalu mudah

Interpretasi Indeks Kesukaran Butir Soal.

Adapun klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan


dapat dilihat pada tabel 3. Interpretasi Indeks Kesukaran Butir Soal. Fungsi
tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya
untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang
memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar dan untuk keperluan diagnostik
biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah atau
mudah.

22
2.2.2 Adapun Kegunaan Indeks Kesukaran
a. Kegunaan bagi guru sebagai berikut:
Sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan
memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka
Memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau
mencurigai terhadap butir soal yang bisa.
b. Kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah:
Pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang
Tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada
kurikulum sekolah
Memberi masukan kepada siswa
Tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias
Merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.

Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat


kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat:

Mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk


dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal)
Berhubungan dengan reliabilitas.

Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap
informasi ini adalah seperti berikut.

a. Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban.


b. Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar.
c. Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas
pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus
dikuasai siswa belum tercapai.
d. Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan
bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau
mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda).
e. Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang.

23
Bila suatu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap
informasi ini adalah seperti berikut.

a. Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi.


b. Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu, artinya bahwa
sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.
2.2.3 Cara menentukan Indeks Kesukaran (Nilai IK)
A. Tes Objektif
Setelah pekerjaan siswa diperiksa dan diberikan skor, barulah
dimulai prosedur untuk mencari besarnya tingkat kesukaran tiap
soal. Langkah-langkah yang patut diikuti adalah sebagai berikut.
1. Susunlah lembar jawaban siswa berurutan, mulai dari yang
mendapat skor tertinggi sampai kepada yang mendapat skor
terendah.
2. Membuat dua kelompok dari lembar jawaban itu, yakni satu
kelompok mulai dari skor tertinggi dan satu kelompok lagi
dimulai dari skor terendah. Untuk ini ada dua kemungkinan
yaitu :
a. Apabila jumlah lembaran jawaban siswa yang akan dipakai
untuk mengadakan analisis itu tidak banyak (kurang dari 100
lembar) maka cukuplah membaginya menjadi dua kelompok
yang masing-masing terdiri atas berapa persen saja sesuai
pertimbangan guru. Dengan demikian, tidak tertutup
kemungkinan membagi lembar jawaban atas dua kelompok
yang masing-masing 50%. Berarti semua lembar jawaban
dipakai.
b. Apabila jumlah lembar jawaban cukup banyak (di atas 100
lembar) maka diambil 27% kelompok atas mulai dari yang
mempunyai skor tertinggi dan 27% kelompok bawah mulai
dari yang mempunyai skor terendah.
3. Untuk setiap soal, hitunglah jumlah siswa yang memilih tiap
alternatif jawaban yang ada.
4. Buatlah catatan dalam format seperti di bawah ini.

24
Kemungkinan Jawaban Tidak
Jenis Kelompok
A B* C D Menjawab

Kelompok Atas 20 6 4 2 0

Kelompok Bawah 4 21 5 1 1

B diberi tanda (*) adalah kunci jawaban


Sepintas lalu terdapat kesan bahwa pengisian format ini tidak
perlu untuk menghitung tingkat kesukaran soal. Dan memang
benar demikian. Namun, data dalam format ini akan sangat
diperlukan pada waktu meneliti pola jawaban soal untuk
menemukan kualitas tiap option. Format catatan dapat
disesuaikan sesuai dengan kebutuhan pendidik.
5. Untuk setiap soal, hitunglah jumlah siswa dalam tiap kelompok
yang menjawab betul soal tersebut. Caranya ialah
menjumlahkan kedua angka di bawah kunci jawaban, yaitu
kemungkinan jawaban yang diberi tanda bintang.
6. Hitunglah indeks kesukaran soal dengan menggunakan rumus
a. Jika menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah
yang masing-masing 50% menggunakan rumus sebagai
berikut:
+
=
+
Keterangan:
= indeks kesukaran soal (yang dicari)
= jumlah yang menjawab betul soal tersebut dari kelompok
atas
= jumlah yang menjawab betul soal tersebut dari kelompok
bawah
= jumlah lembar jawaban kelompok atas
= jumlah lembar jawaban kelompok bawah

25
b. Jika menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah
yang masing-masing 27%, karena JSA = JSB = 27% dari
jumlah subjek dalam populasi, rumus tersebut di atas dapat
diubah menjadi

JBA JBB JB A JBB


IK atau IK
2 JS A 2 JS B

Berikut akan ditinjau pula indeks kesukaran butir soal untuk


beberapa kasus.

JB A JBB
i. Jika IK = 1,00 maka 1,00 atau
2 JS A
JBA JBB 2 JS A

Ini berarti semua siswa kelompok atas maupun kelompok


bawah menjawab butir soal yang bersangkutan dengan benar.
Kondisi ini terjadi karena soal tersebut terlalu mudah, sehngga
semua siswa yang berkemampuan rendahpun bisa
menjawabnya dengan benar.

JB A JBB
ii. Jika IK = 0,00 maka 0,00 atau
2 JS A

JB A JBB 0,00

Ini berarti semua siswa kelompok atas dan kelompok bawah


menjawab soal yang bersangkutan tidak benar, atau tidak
seorangpun siswa yang menjawab soal itu dengan benar.
Kondisi ini terjadi jika soal terlalu sukar.

Dari kondisi ( i ) dan ( ii ) dapat disimpulkan bahwa jika IK


mendekati nilai 1,00 maka soal yang bersangkutan tergolong
makin mudah. Sebaliknya jika mendekati nilai 0,00 tergolong
makin sukar.

Contoh Soal : Misalkan 10 orang testee mengikuti tes hasil belajar


dalam bidang studi Matematika yang tertuang dalam bentuk objektif.

26
Dalam tes tersebut dikeluarkan 10 butir item yang dijawab betul diberi
bobot 1 sedangkan untuk setiap butir item yang dijawab salah diberi
bobot 0. Tentukan indeks kesukarannya!

Untuk mengetahui angka indeks kesukaran, langkah langkah yang


harus ditempuh.

Langkah pertama, setelah tes hasil belajar tersebut berakhir dan


dilakukan pengoreksian serta diberi skor, maka dari tes tersebut
diperoleh data mengenai skor jawaban item. Pada tabel tersebut skor
total untuk setiap siswa telah diurutkan dari skor tertinggi ke skor
terendah seperti pada table berikut:

Nomor Soal
No. Subjek Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10
2. B 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 9
3. C 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 9
4. D 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 8
5. E 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 8
6. F 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 7
7. G 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 5
8. H 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4
9. I 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4
10. J 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3
Jumlah 10 8 8 5 6 6 5 4 4 6 3 2 67
Hasil Tes Matematika Tipe Objektif
Langkah kedua : Karena terdiri dari 10 subjek, maka data ini
termasuk ke dalam kelompok kecil. Oleh karena itu, untuk
menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, masing-masing
50% dari populasi yaitu 5 subjek untuk kelompok atas dan 5 subjek
untuk kelompok bawah, seprerti yang telah dijelaskan pada tabel 8
dibawah ini

Nomor Soal
Subjek Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kel. A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10
Atas B 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 9

27
C 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 9
D 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 8
E 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 8

F 1 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 7
G 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 5
Kel.
H 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4
Bawah
I 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4
J 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3

JBA 5 5 5 4 5 2 4 4 3 4 2 1

JBB 5 3 3 1 1 4 1 0 1 2 1 1

Kelompok Atas dan Kelompok Bawah untuk Hasil Tes Matematika


Catatan : Untuk data di atas JSA = JSB = 5

Indeks kesukaran untuk soal nomor 1,


55
IK No.1 1,00 ( sangat mudah )
10

Untuk butir soal ini tampak bahwa semua siswa kelompok atas dan
kelompok bawah bisa menjawabnya dengan benar dan termasuk
kategori item soal yang sangat mudah.

Indeks kesukaran untuk soal nomor 7,

4 1
IK No.7 0,50 ( sedang )
10

Untuk butir soal ini tampak bahwa dari 10 orang peserta tes, hanya
dua orang yang dapat menjawab dengan benar dan termasuk
kategori item soal yang sangat mudah (tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah)

28
B. Tes Uraian
Analisis tingkat kesukaran soal uraian dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut.

+ ( )
=
( )
(Candiasa,2010)

Dimana;

= jumlah skor kelompok atas

= jumlah skor kelompok bawah

= jumlah peserta tes

Scoremax = skor tertinggi butir

Scoremin = skor terendah butir

(Kusaeri,2010)

Mean adalah jumlah skor testee pada suatu item soal jumlah peserta
tes/testee

Contoh soal:

Untuk tes uraian, prosedur analisisnya adalah sebagai berikut.

Lakukan koreksi terhadap semua jawaban teste pada semua butir


tes, kemudian tabulasi ke dalam tabel kerja, dicontohkan skor
maksimum tiap item adalah 5 dan skor minimumnya adalah 0.
terendah seperti pada table berikut:

No Nomor Soal
Total
Testee 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

29
1 3 3 3 4 4 5 5 2 1 0 31
2 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 47
3 3 3 5 2 2 2 2 5 4 1 27
4 1 1 3 0 0 0 2 3 4 5 17
5 3 3 1 3 4 5 3 4 2 0 30
6 4 4 3 2 2 3 3 3 1 2 28
7 3 3 4 1 2 2 2 4 5 3 27
8 5 5 2 5 5 4 4 4 4 3 44
9 4 4 5 4 4 4 2 2 2 5 35
10 3 3 4 4 4 5 5 2 1 0 31
Skor-skor butir tes essai

Urutkan skor-skor testee tersebut dari yang tertinggi ke yang


terendah, seperti pada Tabel berikut:.
No. Skor Perbutir Skor
Testee 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
2 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 47
8 5 5 2 5 5 4 4 4 4 3 44
9 4 4 5 4 4 4 2 2 2 5 35
1 3 3 3 4 4 5 5 2 1 0 31
10 3 3 4 4 4 5 5 2 1 0 31
5 3 3 1 3 4 5 3 4 2 0 30
6 4 4 3 2 2 3 3 3 1 2 28
3 3 3 5 2 2 2 2 5 4 1 27
7 3 3 4 1 2 2 2 4 5 3 27
4 1 1 3 0 0 0 2 3 4 5 17
Skor butir tes uraian setelah skor-skor testee diurutkan

Berdasarkan Tabel diatas, tetapkan 50% dari urutan nomor 1 ke


bawah sebagai kelompok atas (KA) dan 50 % dari urutan terakhir
ke atas sebagai kelompok bawah KB.

Subjek Nomor Soal Total

30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 47
8 5 5 2 5 5 4 4 4 4 3 44
Kel.
9 4 4 5 4 4 4 2 2 2 5 35
Atas
1 3 3 3 4 4 5 5 2 1 0 31
10 3 3 4 4 4 5 5 2 1 0 31

5 3 3 1 3 4 5 3 4 2 0 30
6 4 4 3 2 2 3 3 3 1 2 28
Kel.
3 3 3 5 2 2 2 2 5 4 1 27
Bawah
7 3 3 4 1 2 2 2 4 5 3 27
4 1 1 3 0 0 0 2 3 4 5 17
Kelompok Atas dan Kelompok Bawah

Hitung jumlah skor-skor untuk masing-masing butir baik pada


kelompok atas maupun pada kelompok bawah.
Sebagai contoh, misalkan untuk butir soal nomor 1 yang dijawab
oleh 10 responden pada KA dan KB, diperoleh sebaran butir
seperti pada tabel berikut:
Skor KA KB
Butir (S) f fS f fS
5 2 10 0 0
4 1 4 1 4
3 2 6 4 12
2 0 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Total 5 20 5 16
Sebaran skor sebuah butir tes dari 30 KA dan KB
Tentukan indeks kesukaran dengan menggunakan rumus :
+ ( )
=
( )

31
Dengan menggunakan rumus diatas, sehingga didapatkan indeks
kesukaran tes uraian sebagai berikut:
20 16 10 0 36
IK 0,72
10(5 0) 50
Jadi kesimpulannya, butir soal nomor 1 menunjukkan bahwa butir
tes tersebut memiliki indeks kesukaran dengan kategori mudah.

32
2.3 Efektifitas Option
2.3.1 Pengertian Efektifitas Option
Option adalah kemungkinan jawaban yang disediakan pada butir
soal/tes tipe objektif bentuk pilihan ganda atau memasangkan untuk dipilih
oleh peserta tes, sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Tes objektif sering
juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya
antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Option yang merupakan
jawaban benar disebut option kunci (key option), sedangkan option lainnya
disebut option pengecoh (distractor option). Tes objektif sangat cocok untuk
menilai kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi,
seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip. Tes
objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda,
menjodohkan, dan melengkapi atau jawaban singkat. Setelah memahami
pengertian efektifitas option diharapkan dapat :

1. Menjelaskan fungsi soal bentuk benar-salah

2. Menjelaskan aspek-aspek yang diukur dalam bentuk benar-salah

3. Menyebutkan pengertian bentuk soal variasi berganda

4. Menjelaskan fungsi soal bentuk menjodohkan

5. Menyebutkan kebaikan tes bentuk jawaban singkat dan melengkapi

6. Menyebutkan kelemahan tes objektif

7. Menjelaskan pengertian tes lisan

8. Menjelaskan tujuan tes tindakan

9. Menyebutkan kelebihan tes tindakan

10. Menjelaskan objek tes tindakan

33
2.3.2 Kriteria Efektifitas Option

Berdasarkan distribusi pilihan pada setiap option untuk siswa kelompok


atas dan kelompok bawah, dapat ditentukan option yang berfungsi efektif dan
yang tidak efektif. Kriteria option yang berfungsi secara efektif adalah sebagai
berikut.

1) Untuk option kunci

Diharapkan jumlah pemilih kelompok atas, harus lebih banyak daripada


jumlah pemilih kelompok bawah, yaitu siswa yang pandai lebih banyak
yang menjawab benar daripada siswa yang kurang di bidang akademik.
Diharapkan jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah lebih dari
25% dan kurang dari 75% jawaban yang benar dari seluruh siswa pada
kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah tersebut kurang dari 25%
berarti sebagian besar testee kelompok atas dan kelompok bawah
menjawab salah untuk soal tersebut. Soal dikategorikan sukar atau terlalu
sukar. Sebaliknya, jika jumlah tersebut lebih atau sama dengan 75% soal
itu termasuk kategori mudah atau terlalu mudah.

b. 2) Untuk option pengecoh

1. Jumlah pemilih kelompok atas lebih sedikit daripada jumlah pemilih


kelompok bawah. Hal ini berarti untuk jawaban yang salah, siswa
yang bodoh lebih banyak yang memilih daripada siswa yang pandai.
Idealnya siswa pandai tidak memilih jawaban yang salah dan siswa
bodoh memilihnya.

2. Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah minimal sebanyak


0,25 dari seperdua jumlah option pengecoh kali jumlah kelompok atas
dan kelompok bawah. Dirumuskan dalam formula matematika menjadi
:

1
JPA +JPB 0,25 (JSA + JSB)
2(n 1)

dengan:

34
JPA = jumlah pemilih kelompok atas,

JPB = jumlah pemilih kelompok bawah,

n = banyak option,

JSA = jumlah subjek pada kelompok atas,

JSB = jumlah subjek pada kelompok bawah.

Ada pakar lain yang mengemukakan bahwa rumus diatas terlalu


menyulitkan, pendapatnya bahwa jumlah pemilih kelompok bawah harus
lebih banyak dari pemilih kelompok atas untuk option pengecoh, option
pengecoh harus dipilih minimum oleh 5% peserta tes pada kedua
kelompok. Jika peserta tes mengabaikan semua option (tidak memilih)
disebut omit. Option disebut efektif jika omit ini jumlahnya tidak lebih
dari 10% jumlah siswa pada kelompok atas dan kelompok bawah.

Agar lebih mudah memahami uraian di atas, perhatikanlah contoh


berikut ini. Misalkan sebuah butir soal bentuk pilihan ganda dengan 5
option dijawab oleh kelompok atas dan kelompok bawah seperti tampak
pada tabel di bawah ini.

Soal No X Option
Omit
Kelompok a b c d E
Atas 8 6 2 2 0 1
Bawah 3 3 2 10 0 3
Sebaran Pemilih pada Suatu Butir Soal

Keterangan: a merupakan option kunci

Berdasarkan data pada tabel di atas akan diuji efektifitas setiap


option (termasuk omit) sebagai berikut.

1. Untuk option (d) sebagai pengecoh berfungsi efektif, sebab :


Jumlah pemilih kelompok atas kurang dari jumlah pemilih

35
kelompok bawah. Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok
bawah adalah 2+10 = 12, sedangkan nilai :
1
0,25 (JSA + JSB)
2(n 1)
1
= 0,25 40
24
=1,25 dan 5% dari jumlah peserta = 2 orang.
Dapat disimpulkan 12 > 1,25 dan 12 > 2 (efektif)
2. Untuk option (b) sebagai pengecoh tidak efektif, sebab jumlah
pemilih kelompok atas lebih banyak dari jumlah pemilih
kelompok bawah. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, syarat
lainnya tidak perlu diperiksa.

3. Untuk option (c) dan (e) juga tidak efektif karena jumlah
pemilih kelompok atas dan kelompok bawah sama.

4. Untuk option (a) sebagai kunci jawaban, jumlah pemilih


kelompok atas lebih banyak daripada jumlah pemilih kelompok
bawah, dan jumlah pemilih kedua kelompok itu sebanyak

83
100% = 0,275
40

Nilai tersebut lebih dari 0,25. Jadi, opsi (a) efektif.


Dikategorikan pada soal yang sukar (Candiasa,2010). Untuk
omit masih di bawah toleransi, karena jumlahnya tidak lebih
dari 4 (10% dari jumlah seluruh peserta.

36
BAB III
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Dari rumusan masalah dan pembahasan pada bab II, dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Daya pembeda menyatakan seberapa jauh kemampuan suatu soal
untuk membedakan siswa-siswa yang termasuk kelompok pandai
(upper group) dengan siswa-siswa yang termasuk kelompok kurang
(lower group). Daya pembeda (discriminatory power) item dapat
diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks
diskriminasi item. Besar indeks diskriminasi suatu item akan berkisar
antara -1,00 sampai dengan 1,00.
2. Indeks kesukaran (IK) yang sering disebut tingkat kesukaran
merupakan salah satu parameter butir soal yang sangat berguna dalam
penganalisian suatu tes. Parameter butir ini berguna untuk mengukur
seberapa baik kualitas suatu butir soal. Angka indek kesukaran item
itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.
3. Option adalah kemungkinan jawaban yang disediakan pada butir
soal/tes tipe objektif bentuk pilihan ganda atau memasangkan untuk
dipilih oleh peserta tes, sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Tes
objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item)
karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau
0. Option yang merupakan jawaban benar disebut option kunci (key
option), sedangkan option lainnya disebut option pengecoh (distractor
option).
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut.
1. Melalui pemaparan dalam makalah ini diharapkan bagi seorang
pendidik hendaknya mampu membuat soal yang memiliki indeks
kesukaran yang baik yakni tidak terlalu sukar ataupun terlalu mudah
bagi siswa.

37
2. Pendidik hendaknya memperhatikan kembali keefektifan dari
option/ pilihan jawaban baik dari segi pembuatan option kunci maupun
distraktor.
3. Pendidik hendaknya dapat membuat soal yang nantinya dapat
digunakan sesuai dengan tujuan dari dibuatnya alat evaluasi
tersebut yakni membedakan siswa yang sudah memahami materi dan
siswa yang belum memahami materi.
4. Dalam pemberian nilai harus memperhatikan aturan-aturan yang
berlaku, sehingga hasil dari tes tersebut benar-benar mencerminkan
kondisi siswa.

38
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi


Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Sudijono, Anas. 2006.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta : PT Raja


Grafindo Persada

Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. 1997. Penilaian Hasil Belajar. Pusat
Antar Universitas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen
Pendidikan Dan kebudayaan.

Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 1, No. 2, Juli 2012 Pengukuran Daya
Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pola Jawaban Tes
Dali, S Naga. 1992. Pengantar Teori Sekor Pada Pengukuran Pendidikan.
Gunadarma: Jakarta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1997. Manual Item And Test


Analysis (Iteman). Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian.

Suharsimi Arikunto. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara:


Jakarta.

Suryabrata, S. 1999. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Direkto

Anonymous. 2008. Panduan Penulisan Butir Soal. Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Candiasa,I.M.2010.Pengujian Instrument Penelitian Disertai Aplikasi


ITEMAN dan BIGSTEPS.Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha.

39
Kusaeri, Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu

40

Anda mungkin juga menyukai