Anda di halaman 1dari 32

BAB II

ACUAN TEORITIK

A. Deskripsi Teori
1. Kepala Sekolah
a. Pengertian Kepala Sekolah
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Hal ini di dukung oleh C.A. Weber dalam bukunya:
Fundamentals of Educational Leadership mengemukakan pendapat
sebagai berikut: Leadership is the process by which people are
induced to move forward toward some goal or purpose. Kimbal
Willes (1953: 3) mengatakan sebagai berikut: Leadership is any
contribution to the establishment and attainment of group purposes.
Tead (1935: 28) mengatakan sebagai berikut Leadership is the
process of helping the group to achieve goals which seem desirable to
the group.
Bila dibandingkan definisi dari ketiga ahli tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian kepemimpinan dari ketiga ahli itu sama.
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu
kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan kelompok itu.
Tujuan tersebut merupakan tujuan bersama.
Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan
sebagai Kepala Sekolah untuk memimpin sebuah sekolah. Menurut
Wahjosumidjo (2005: 83) Kepala Sekolah merupakan seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah
dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana
terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid
sebagai penerima pelajaran.
Sedangkan menurut Mulyasa (2007), pengertian kepala sekolah
adalah salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala Sekolah adalah
penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga pendidikan lainnya, pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana juga sebagai supervisor pada
sekolah yang dipimpinnya. Jika dilihat dari syarat guru untuk menjadi
Kepala Sekolah, Kepala Sekolah bisa dikatakan sebagai jenjang karier
dari jabatan fungsional guru. Apabila seorang guru memiliki
kompetensi sebagai Kepala Sekolah dan telah memenuhi persyaratan
atau tes tertentu maka guru tersebut dapat memperoleh jabatan Kepala
Sekolah.
Pengertian ini di dukung oleh Wikepedia (dalam modifikasi
terakhir tanggal 6 oktober 2016) secara etimologi, kepala sekolah
merupakan padanan dari school principal yang tugas kesehariannya
menjalankan principal ship atau kekepala sekolahan. Istilah kekepala
sekolahan mengandung makna sebagai segala sesuatu yang berkaitan
dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini
dipandang penting, karena terdapat beberapa istilah untuk menyebut
jabatan kepala sekolah, seperti administrasi sekolah (school
administrator), pimpinan sekolah (school leader), manajer sekolah
(school manajer), dan sebagainya.
Dari pendapat sejumlah ahli di atas dapat disimpulkan
pengertian Kepala Sekolah adalah guru yang diberikan tugas
tambahan untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan
proses belajar-mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
b. Fungsi Kepala Sekolah
Fungsi kepemimpinan yang pada dasarnya dapat dibagi atas dua
macam yaitu:
1) Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
a) Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti
tujuan kelompok serta menjelaskannya supaya anggota dapat
bekerja sama mencapai tujuan itu.
b) Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-
anggota kelompok untuk menganalisis situasi supaya dapat
dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan baik.
Kepemimpinan harus cocok dengan situasi yang nyata, sebab
kepemimpinan yang seefektif-efektifnya dalam suatu
demokrasi bergantung pada interaksi antar anggota dalam
situasi ini.
Saran-saran positif yang akan diberikan oleh anggota akan
membantu pemimpin membawa anggota dalam mencapai
tujuan bersama.
c) Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam
mengumpulkan keterangan yang perlu supaya dapat
mengadakan pertimbangan yang sehat.
d) Pemimpin berfungsi menggunakan kesanggupan dan minat
khusus anggota kelompok.
e) Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada setiap anggota
kelompok untuk melahirkan perasaan dan pikirannya dan
memilih buah pikiran yang baik dan berguna dalam pemecahan
masalah yang dihadapi oleh kelompok.
f) Pemimpin berfungsi memberi kepercayaan dan menyerahkan
tanggung jawab kepada anggota dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan kemampuan masing-masing demi kepentingan
bersama.
2) Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang
sehat dan menyenangkan sambil memeliharanya.
a) Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan
didalam kelompok. Jika ada kegotongroyongan antara anggota
kelompok, pekerjaan akan berjalan lancar dan akan
mempermudah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kesediaan seseorang untuk bergotong royong tidak sama
besarnya. Ada orang yang dapat mencurahkan seluruh
perhatiannya kepada tujuan bersama yang hendak dicapai, ada
juga orang yang lebih mementingkan diri sendiri sehingga tidak
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan kelompok dan
tuntutan kelompok.
Seorang anggota dapat memengaruhi anggota lain, hal itu
disebabkan oleh perhatiannya yang besar terhadap tujuan
kelompok, selain itu hasrat dan kesanggupannya untuk bekerja
sama dengan orang lain cukup besar. Pengaruh positif itu sangat
mengntungkan usaha kelompoknya, akhirnya anggota tersebut
mendapat kepercayaan dan penghargaan rekan-rekannya dan
dipilih menjadi pemimpin kelompok karena ia memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh rekan-rekannya.
b) Pemimpin berfungsi mengusahakan suatu tempat bekerja yang
menyenangkan, sehingga dapat dipupuk kegembiraaan dan
semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas. Kepuasan rohaniah
akan terpenuhi jika ada ruang yang menarik dan dalam ruang
itu terdapat perabotan yang dapat memberi kenyamanan
beristirahat dan cukup memadai.
Jalan lain untuk menciptakan situasi pekerjaan yang
menyenangkan ialah berusaha supaya anggota kelompok
merasa bahwa pemimpin berdiri di belakang mereka dan
mendukungnya. Pemimpin harus dapat menanamkan perasaan
aman kepada mereka. Anggota kelompok harus mengetahui
bahwa pemimpin menaruh kepercayaan kepada mereka masing-
masing.
c) Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para
anggota bahwa mereka termasuk dalam kelompok dan
merupakan bagian dari kelompok.
Semangat kelompok dapat dibentuk melalui penghargaan
terhadap usaha setiap anggota atau kelompok demi kepentingan
kelompok dan melalui social activities. Hal itu dapat berupa
acara pertemuan yang diisi dengan nyanyian bersama, musik,
sandiwara satu babak, berlawak, dan sebagainya, sehingga
menimbulkan perasaan bersatu dengan kelompok yang juga
dapat disebut a sense of belonging. Jika pemimpin memberi
semangat persahabatan kepada anggota-anggota kelompoknya,
sifat ramah-tamah dan kegembiraannya akan mempengaruhi
anggota dan mereka akan menirunya.
d) Pemimpin dapat mempergunakan kelebihan yang terdapat pada
pemimpin, bukan untuk berkuasa atau mendominasi, melainkan
untuk memberi sumbangan kepada kelompok menuju
pencapaian tujuan bersama. Dalam suasana tersebut, pemimpin
dapat juga mengembangkan kesanggupan anggotanya. Ia juga
harus mengakui anggotanya secara wajar. Dengan berbuat
seperti itu, pemimpin akan diterima dan diakui secara wajar.
Selain itu fungsi pemimpin menurut pendapat James A. F.
Stoner (Management, 1982), sebagai berikut:
1) Task related atau problem solving function, dalam fungsi ini
pemimpin memberikan saran dalam pemecahan masalah serta
memberikan sumbangan informasi dan pendapat;
2) Group maintenance function atau social function meliputi:
pemimpin membantu kelommpok beroperasi lebih lancar,
pemimpin memberikan persetujuan atau melengkapi anggota
kelompok yang sedang berselisih pendapat, memperhatikan
diskusi-diskusi kelompok. Seorang pemimpin yang efektif adalah
seorang pemimpin yang mampu menampilkan kedua fungsi
tersebut dengan jelas.
Sedangkan menurut pendapat Selznick yang disitas oleh Richard
H. Hall dalam bukunya yang berjudul Organization Structure and
Process (1982).
Ada empat macam tugas penting seorang pemimpin yaitu:
1) Mendefinisikan misi dan peranan organisasi (involves the definition
of the instutional organizational mission and role).
Jelas tugas ini vital dalam rangka perubahan dunia yang
cepat, dan harus dipandang sebagai satu proses yang dinamis. Misi
dan peranan organisasi hanya dapat dirumuskan atau didefinisikan
dengan sebaik-baiknya, apabila seorang pemimpin memahami
lebih dahulu asumsi struktural sebuah organisasi
2) Fungsi kedua seorang pemimpin adalah merupakan
pengejawantahan tujuan organisasi (the institutuional embodiment
of purpose).
Dalam fungsi ini pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan
kedalam tatanan atau keputusan terhadap sarana untuk mencapai
tujuan yang direncanakan.
3) Mempertahankan keutuhan organisasi (to defend the organizations
integration)
Pemimpin mewakili organisasi kepada umum dan kepada
para stafnya, seperti halnya pemimpin mencoba untuk mengajak
para bawahan mengikuti keputusannya agar fungsi tersebut dapat
dilaksanakan.
4) Tugas terakhir seorang pemimpin adalah mengendalikan konflik
internal yang terjadi di dalam organisasi (the ordering of internal
conflict)
Seorang pemimpin harus mampu mengantisipasi serta
mengendalikan sehingga konflik dapat ditertibkan. Seorang
pemimpin harus berusaha untuk mengerti dan mempelajari segi-
segi yang berkaitan dengan konflik, seperti proses terjadinya
konflik, ciri-ciri konflik, sumber konflik, tingkat konflik, gaya
manajemen konflik serta peranan kepemimpinan dalam mengatasi
konflik.
Dengan memahami aspek-aspek yang ada pada suatu konflik,
pemimpin mampu mengantisipasi serta mengelola atau
menertibkan konflik tersebut dengan efektif.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seharusnya dalam
praktik sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan
mempraktikkan fungsi kepemimpinan di dalam kehidupan sekolah,
yaitu sebagai berikut:
1) Kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-
orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi
diskriminasi, sebaliknya dapat diciptakan semangat kebersamaan
di antara mereka yaitu guru, staf, dan para siswa.
2) Sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam
melaksanakan tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah
hendaknya selalu mendapatkan saran anjuran dari kepala sekolah
sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan
meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam
melaksanakan tugas masing-masing.
3) Dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan,
dana, sarana dan sebagainya. Kepala sekolah bertanggung jawab
untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan
oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan,
waktu, bahkan suasana yang mendukung.
4) Kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu
menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf, dan
siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
5) Kepala sekolah sebagai pemimpin harus dapat menciptakan rasa
aman di lingkungan sekolah.
6) Kepala sekolah pada hakekatnya adalah sumber semangat bagi
para guru, staf, dan siswa. Oleh sebab itu kepala sekolah harus
selalu membangkitkan semangat para guru, staf, dan siswa.
7) Setiap orang dalam kehidupan organisasi baik secara pribadi
maupun kelompok, kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi.
Penghargaan dan pengakuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas, kesempatan mengikuti
pendidikan, dan sebagainya.
c. Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Dalam kepemimpinan kelompok, yang memegang peranan
penting ialah kepala sekolah sebagai dinamo penggerak segala
kegiatan. Jika yang memegang peranan itu suatu pemimpin kelompok,
maka hal ini bukanlah merupakan pemindahan tanggung jawab,
melainkan perubahan suasana kerja dari yang otoriter ke suasana
demokratis. Tanggung jawab kepala sekolah akan meningkat secara
kualitas dan kuantitas, hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Suasana kerja guru-guru berbeda. Bagi mereka yang biasa bekerja
dalam iklim yang otoriter sangatlah sukar untuk menyesuaikan diri
dengan alam demokrasi. Hal ini berbeda dengan guru-guru yang
memang biasa bekerja dan dibina secara demokratis. Karena itu
kepala sekolah harus bijaksana dalam memilih cara yang mana
yang paling baik untuk mempersatukan guru-guru dalam
pendekatan proses kelompok.
2) Agar kepala sekolah dapat menjalankan fungsinya dengan baik
sebagai pemimpin kelompok, ia harus memiliki kecakapan dalam
memimpin diskusi kelompok.
3) Sebagai pribadi, kepala sekolah akan banyak sekali membantu
kelompok. Statusnya akan menimbulkan kecenderungan pada
anggota-anggotaa yang lain untuk mengikutinya. Karena itu, sikap
dan tingkah lakunya ikut menentukan. Kesan orang terhadap kepala
sekolah sebagai pribadi dan sebagai pemimpin kelompok harus
baik.
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari seorang kepala sekolah
banyak melakukan diskusi. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu sebagai berikut:
1) Keahlian, prosedur, dan sikap para anggota dalam usaha mencapai
kata sepakat.
2) Peranan yang dinamis dari pemimpin dalam mengemudikan
bahtera diskusi menuju penyelesaian masalah yang memuaskan.
Imbangan antara kebebasan anggota dalamm mempergunakan
keahlian masing-masing dan kecakapan pemimpin dalam
berpartisipasi menentukan suksesnya suatu diskusi. Pemimpin harus
sanggup menyodorkan masalah-masalah yang baru, bukan
mengulangi soal-soal yang lama. Penyajian masalah dapat dianggap
sebagai ketidakmampuan pimpinan untuk mencari penyelesaiannya.
d. Peran Kepala Sekolah
Dalam memperdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar,
kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh
perhatian tentang apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan
apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala
sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan
mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan
masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efesien.
Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian
antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang
ada dimasyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara
sekolah dan masyarakat karena mengetahui manfaat, arti dan
pentingnya peranan masing-masing; 3) kerja sama yang erat antara
sekolah dengan berbagai pihak yang ada dimasyarakat dan mereka
merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan disekolah.
Kepala sekolah profesional tidak saja dituntut untuk
melaksanakan berbagai tugasnya disekolah, tetapi ia juga harus
mampu menjalin hubungan/kerja sama dengan masyarakat dalam
rangka membina pribadi peserta didik secara optimal. Kerja sama ini
penting karena banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh
sekolah secara sepihak, atau sering terjadi kesalahpahaman, perbedaan
persepsi antara pihak sekolah dengan masyarakat. Misalnya, dalam
masalah agama yang akhir-akhir ini banyak di persoalkan dalam
RUU, sekolah bisa saja memberikan informasi tentang agama lain
kepada peserta didik, misalnya dalam acara religion fair atau
pekan raya agama, tetapi mungkin orang tua tidak bisa menerima
hal tersebut. Bahkan bisa saja orang tua menyalahkan sekolah, karena
memberikan informasi tentang agama lain kepada anaknya. Lebih
parah lagi kalau orang tua langsung mencabut anaknya, dan
memindahkannya kesekolah lain. Ini semua bisa terjadi kalau
hubungna antara sekolah dengan masyarakat tidak cair, sehingga
orang tua tidak mengerti apa yang terjadi disekolah, dan rencana apa
yang akan dilakukan sekolah pada masa yang akan datang.
Hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama ini terjadi
hanya sebatas pemberitahuan pungutan dana, atau pengambilan buku
laporan pendidikan. Itupun kalau dikota-kota banyak yang diwakili
supir atau pembantu.
Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu mencari jalan keluar
untuk mencairkan hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama
ini terjadi, agar masyarakat khususnya orang tua peserta didik bisa
mengerti, memahami dan maklum dengan ide-ide serta visi yang
sedang berkembang disekolah. Hal ini bisa dilakukan oleh pihak
sekolah dipimpin oleh kepala sekolah, misalnya melalui dialog rutin
antara pihak sekolah dengan orang tua, sehingga mereka bisa
memahami kondisi sekolah dengan berbagai permasalahannya. Lebih
dari itu, diharapkan masyarakat bisa membantu sekolah dalam
mewujudkan visi dan tujuannya.
Disadari memang bahwa partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan masih relatif rendah (utamanya dalam hal sumbangan
pemikiran), meskipun sudah ada wadah-wadah dan saluran-saluran ke
arah peningkatan partisipasi tersebut. Wadah-wadah tersebut antara
lain POMG dan BP-3, yang sekarangn berkembang menjadi Komite
Sekolah dan Dewan Pendidikan. Meskipun wadah yang baru ini
berbeda visi dan misinya, tetapi substansinya sama, yakni menjalin
hubungan antara sekolah dengan masyarakat. Kita berharap wadah
dan saluran atau lembaga-lembaga baru tersebut bisa menjebatani
kesenjangan antara sekolah dengan orang tua/masyarakat. Namun
demikian, semua itu kembali kepada niat kedua belah pihak dalam
memajukan pendidikan dan pembangunan masyarakat pada
umumnya, khususnya dalam pengembangan pribadi anak-anak. Oleh
karena itu kita (pihak sekolah) harus berani memulai dari awal, sejak
penerimaan murid baru (PMB) misalnya. Dalam hal ini pihak sekolah
harus memiliki program yang jelas, yang bisa ditawarkan kepada
masyarakat. Selama ini kita maklum bahwa sekolah terlalu
berorientasi pada kegiatan-kegiatan kurikuler atau akademis, yang
lebih dipersempit lagi pada pemindahan pengetahuan (mengisi kepala
anak dengan sejumlah pengetahuan tertentu). Demikian halnya
masyarakat, perhatiannya hanya terfokus pada kondisi sekolah,
sehingga perhatiannya hanya terfokus pada bagaimana agar anaknya
mendapat nilai ujian yang tinggi. Kondisi semacam ini yang telah
melahirkan budaya nyontek dikalangan peserta didik, kebocoran-
kebocoran dipihak pengelola, yang pada akhirnya bermuara pada
ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan. Di sinilah
pentingnya kepala sekolah profesional tampil sebagai pigur yang
harus mampu memimpin tenaga kependidikan disekolah, agar bisa
bekerja sama dengan orang tua dan masyarakat pada umumnya.
Karena itulah kepala sekolah dituntut untuk mampu menciptakan
iklim yang kondusif demi lahirnya partisipasi dan kolaborasi
masyarakat secara profesional, transparan, dan demokratis. Dengan
cara demikianlah, kita akan mulai memperbaiki kualitas pendidikan
dan mengembangkan anak bangsa untuk masa depan.
2. Peserta Didik
A. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait
dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti
sempit adalah setiap siswa yang belajar disekolah (Sinolungan, 1997).
Dapartemen Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
Peserta didik merupakan subjek yang menjadi fokus utama
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Sinolungan
(1997) juga mengemukakan, manusia termasuk peserta didik adalah
makhluk totalitas homo trieka. Ini berarti manusia termasuk peserta
didik merupakan: 1) makhluk religius yang menerima dan mengakui
kekuasaan Tuhan atas dirinya dan alam lingkungan sekitarnya, 2)
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dan
saling memengaruhi agar berkembang sebagai manusia, serta 3)
makhluk individul yang memiliki keunikan (ciri khas, kelebihan,
kekurangan, sifat dan kepribadian, dan lain-lain), yang membedakan
dari individu lain.
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Sebagai salah
satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering
disebut sebagai raw material (bahan dasar). Dalam perspektif
pedagogis, peserta didik diartikan sebagai jenis makhluk homo
educandum, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam
perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik
maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu
yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik perlu bimbingan
dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal
kemampuan fitrahnya (Arifin, 1996).
Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 4, peserta didik diartikan sebagai
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang
disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan
individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya sebagai
berikut:
1) Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
2) Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, artinya
peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam
dirinya yang ditunjukkan kepada diri sendiri maupun yang
diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
3) Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan
individual dan perlakuan manusiawi.
4) Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
mandiri.
Peserta didik atau sering juga disebut siswa, merupakan sebutan
untuk anak didik pada jenjang pendidikan dasar dan juga menengah.
Siswa merupakan satu-satunya subjek yang menerima apa saja yang
diberikan oleh guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Siswa
digambarkan sebagai sosok yang membutuhkan bantuan orang lain
untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Selain memperoleh ilmu
pengetahuan, siswa juga mengalami perkembangan serta pertumbuhan
dari kegiatan pendidikan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa
siswa merupakan salah satu anggota masyarakat yang memiliki
potensi serta usaha untuk mengembangkan dirinya.
Dengan demikian, siswa atau peserta didik dapat dikatakan
orang yang mempunyai fitrah atau potensi dasar yang ada dalam
dirinya, berupa fisik maupun psikis yang perlu dikembangkan melalui
pendidikan.
3. Prestasi
a. Pengertian Prestasi
Prestasi adalah hasil yang didapat atas usaha yang dilakukan
seseorang. Selaras dengan pengertian prestasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari
yang telah dikerjakan. Pengertian ini didukung oleh pendapat Bukhari
M. Ed (1983) mengatakan bahwa prestasi adalah hasil yang di capai
atau diperoleh.
Prestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya hasil dari
usaha. Prestasi diperoleh dari usaha yang telah dikerjakan. (Wikepedia
terakhir disunting 21 Januari 2017). Berbeda pendapat dengan Sumadi
Suryabrata (1998) mengatakan prestasi merupakan sebuah rumus
yang diberikan guru mata pelajaran. Mengenai kemajuan atau prestasi
belajar selama periode tertentu. Sedangkan menurut WS. Winkel
(1989) prestasi adalah sebuah hasil dari pembelajaran yang
ditampilkan oleh siswa berdasarkan kemampuan internal. Kemampuan
internal tersebut diperoleh sesuai dengam tujuan instruksional.
Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang didapat atas usaha
seseorang berdasarkan apa yang telah dikerjakan.
b. Macam-Macam Prestasi
1) Prestasi Belajar, merupakan hasil yang diperoleh atas usaha belajar,
misalnya prestasi siswa di sekolah menjadi juara umum setiap
tahunnya.
2) Prestasi Kerja, merupakan hasil yang didapatkan dari usaha kerja
yang telah dilakukan, misalnya naiknya jabatan atas kerja keras
selama ini.
3) Prestasi Seni, merupakan hasil yang diperoleh dari usaha seni,
misalnya prestasi seorang penyanyi ataupun seniman lainnya yang
berupa penghargaan.
4) Prestasi Olahraga, merupakan hasil yang diperoleh atas usaha dan
kerja keras dibidang olahraga. Misalnya seorang olahragawan
mendapat mendali emas atas juara pertama yang dicapai saat
mengikuti Pekan Olah Raga Nasional (PON).
5) Prestasi Lingkungan Hidup, merupakan prestasi yang diperoleh
atas usaha penyelamatan lingkungan hidup. Misalnya individu
maupun kelompok mendapatkan penghargaan atas usaha
penyelamatan lingkungan hidup berupa menanam ppohon kembali
atau reboisasi di hutan.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi seseorang
Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang,
yaitu:
1) Faktor Internal
a) Intelegensi
Tingkat intelegensi seseorang dapat dengan mudah dilihat
dari prestasi belajarnya disekolah atau semua mata pelajaran.
Bagi para peserta didik yang memiliki intelegensi tinggi sangat
diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki intelegensi
kurang. Tetapi faktor ini bukan berarti sebagai faktor tertentu
karena masih adalagi banyak faktor yang mempengaruhi.
b) Motivasi
Motivasi adalah daya penggerak seseorang yang menjadi
aktif pada saat-saat tertentu dimana seseorang tersebut ingin
mencapai tujuan. Motivasi ini sendiri terbagi menjadi 3 bagian
yaitu: (1) Motivasi internal, merupakan motivasi dari dalam diri
sendiri dimana dia ingin mencapai sesuatu yang dia inginkan,
biasa disebut dengan niat; (2) Motivasi eksternal: motivasi
yang didapat dari orang lain seperti halnya pujian, atau
pemberian hadiah atas kesuksesannya; (3) Motivasi beprestasi:
dimana seseorang memiliki keinginan berjuang untuk sukses
dan memilih kegiatan yang berorientasi sukses. Motivasi ini
tidak jauh berbeda dengan motivasi internal.
c) Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis
dari sitem psikofisik yang dinamis seseorang yang menentukan
bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dan menjadi
bagian tersendiri dalam lingkungannya. Kepribadian ini dapat
berubah dan diwujudkan dengan tingkah laku.
2) Faktor Eksternal
a) Lingkungan Rumah
Lingkungan rumah dalam hal ini orang tua memiliki
peranan paling penting untuk membentuk dan menjadi guru
untuk anaknya. Orang tua merupakan pengasuh, guru juga
merupakan psikolog untuk anak dan membantu proses
sosialisasi anak.
b) Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang
nyaman dimana anak terdorong untuk beprestasi dipelajaran.
Sedangkan contoh kelas yang baik adalah kelas yang memiliki
jumlah murid yang tidak terlalu banyak sehingga guru bisa
memonitoring dan mengawasi proses belajar anak.
4. Karakter
a. Pengertian Karakter
Karakter adalah prilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Selaras dengan
pendapat Warsono dkk. (2010) mengutip Jack Corley dan Thomas
Phillip (2000) menyatakan: Karakter merupakan sikap dan kebiasaan
seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional,
2010). Nilai-nilai yang unik, baik itu kemudian dalam Disain Induk
Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 dimaknai sebagai tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata kehidupan baik.
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau
ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribasi, ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
Sementara itu The Free Dictionary dalam situs onlinenya yang dapat
diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi
kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau
suatu benda dengan yang lain. Karakter juga didefinisikan sebagai
suatu deskripsii dari atribut, ciri-ciri atau kemampuan seseorang.
Character First suatu organisasi suatu nirlaba yang ada di
Amerika Serikat dalam salah satu buletinnya bagi siswa peserta
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) membuat pengertian karakter
menjadi mudah. Jika engkau selalu berbuaut sesuatu, baik ibumu ada
atau tidak ada (whether there is your mom or not) itulah karaktermu.
American Heritage Dictionary of the English Language 4th edition
mendefinisikan karakter sebagai gabungan antara kualitas dan ciri-ciri
yang membedakan seseorang,, kelompok atau sesuatu dengan yang
lain. Robert Marine (1998) mengambil pendekatan yang berbeda
terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah gabungan yang
samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang
membangun pribadi seseorang.
Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan
nilai dasar prilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar
manusia. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai
hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai
(respect), kerja sama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan
(happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih
sayang (love), tanggung jawab (/responsibillity), kesederhanaan
(simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity).
Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak
sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Dalam bahasa
Jawa dikenal istilah Kacang ora ninggal lanjaran (Pohon kacang
panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya
melilit dan menjalar). Kecuali itu lingkungan, baik lingkungan sosial
maupun lingkungan alam ikut membentuk karakter. Di sekitar
lingkungan sosial yang keras seperti di Harlem New York, para remaja
cenderung berperilaku antisosial, keras, tega, suka bermusuhan, dan
sebagainya. Sementara itu dilingkungaan yang gersang, panas dan
tandus, penduduknya cenderung bersifat keras dan berani mati.
Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut
di atas, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka
karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan
guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya.
Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari
seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya
(Winton, 2010). Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan
pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan
emosional, dan pengembangan etik para siswa. Merupakan suatu upaya
proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk
membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etik dan
nilai-nilai ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri
sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter menurut Burke (2001)
semata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan
merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik.
Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan
yang mengembangkan karakter yang mulia (good charcter) dari
peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai
moral dan pengembalian keputusan yang beradab dalam hubungan
dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan
Tuhannya. Definisi ini dikembangkan dari definisi yang dimuat dalam
Funderstanding (2006). Dapartemen Pendidikan Amerika Serikat
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut: Pendidikan
karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang
dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama sebagai
keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat, dan bangsa. Menjelaskan
pengertian tersebut dalam brosur Pendidikan Karakter (Character
Education Brochure) dinyatakan bahwa: Pendidikan karakter adalah
suatu proses pembelajaran yang memperdayakan siswa dan orang
dewasa didalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tentang,
dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan,
kebajikan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan
bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.
Sementara itu sumber lain Wikepedia (dalam modifikasi terakhir
tanggal 27 Januari 2011) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
istilah payung (umberella term) yang acap kali digunakan dalam
mendeskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu cara yang
dapat membantu mereka mengembangkan berbagai hal terkait moral,
kearganegaraan, sikap tidak suka memalak, menunjukkan kebaikan,
sopan-santun dan etika, perilaku, bersikap sehat, kritis, keberhasilan,
menjunjung nilai tradisional, serta menjadi makhluk yang memenuhi
norma-norma sosial dan dapat diterima secara sosial.
Dipihak lain, Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu
seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-
nilai etis. Secara sederhana, Lickona (2004) mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja
untuk memperbaiki karakter para siswa. Sementara itu Alfie Kohn,
dalam Noll (2006) menyatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan
karakter dapat didefinisikan secara luas atau secara sempit. Dalam
makna yang luas pendidikan karakter mencakup hampir seluruh usaha
sekolah diluar bidang akademis terutama yang bertujuan untuk
membantu siswa tumbuh menjadi seseorang yang memiliki karakter
yang baik. Dalam makna yang sempit pendidikan karakter dimaknai
sebagai sejenis pelatihan moral yang merefleksikan nilai tertentu.
Menurut Scerenko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri
kepribadian positif dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir
besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan
hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari). Sementara itu Arthur
dalam makalahnya berjudul Traditional Approaches to Character
Educationan in Britain and America (Nucci and Narvaez, 2008),
mengutip Anne Lockwood (1997) mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai aktivitas berbasis sekolah yang mengungkap secara sistematis
bentuk prilaku dari siswa seperti ternyata dalam perkataannya:
Pendidikan karakter didefinisikan sebagai setiap rencana sekolah, yang
dirancang bersama lembaga masyarakat yang lain, untuk membentuk
secara langsung dan sistematis perilaku orang muda dengan
memengaruhi secara eksplisit nilai-nilai kepercayaan non-relativistik
(diterima luas), yang dilakukan secara langsung menerapkan nilai-nilai
tersebut.
Selanjutnya juga ditulis oleh Arthur bahwa Anne Lockwood
memerinci ada tiga proposisi sentral dalam pendidikan karakter.
Pertama, bahwa tujuan pendidikan moral dapat dikejar/dicapai, tidak
semata-mata membiarkannya sekedar sebagai kurikulum tersembunyi
yang tidak terkontrol, dan bahwa tujuan pendidikan karakter telah
memiliki dukungan yang nyata dari masyarakat dan telah menjadi
konsesus bersama. Kedua bahwa tujuan-tujuan behavioral tersebut
adalah bagian dari pendidikan karakter, dan ketiga, perilaku antisosial
sebagai bagian kehidupan anak-anak adalah sebagai hasil dari
ketidakhadiran nilai-nilai dalam pendidikan.
Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan
kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya
yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan
menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai
insan kamil. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga
sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika
tidak hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga
non-pendidik disekolah semua harus terlibat dalam pendidikan
karakter.
c. Nilai-Nilai Karakter
Dalam desain induk pendidikan karakter antara lain diutarakan
bahwa secara substantif karakter terdiri atas 3 (tiga) nilai operatif
(operative value), nilai-nilai dalam tindakan, atau tiga unjuk perilaku
yang satu sama lain saling berkaitan dan terdiri atas pengetahuan
tentang moral (moral knowing, aspek kognitif), perasaan berlandaskan
moral (moral feeling, aspek afektif), dan perilaku berlandaskan moral
(moral behavior, aspek psikomotor). Karakter yang baik (good
character) terdiri atas proses-proses yang meliputi, tahu mana yang
baik (knowing the good), keinginan melakukan yang baik (desiring
the good), dan melakukan yang baik (doing the good). Kecuali itu,
karakter yang baik juga harus ditunjang oleh kebiasaan pikir (habit of
the mind), kebiasaan kalbu (habit of the heart), dan kebiasaan
tindakan (habit of action). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa
konfigurasi karakter dalam konteks realitas psikologis dan juga sosial
kultural tersebut di kategorikan menjadi: olah hati (spiritual and
emotional development), olah pikir (intellectual development), olah
raga dan kinestik (physical and kinesthetic development), dan olah
rasa dan karsa (affective and creativity development).
Dalam kaitan implementasi nilai-nilai dan proses-proses tersebut
di atas, pendidikan bagi anak dilaksanakan dengan maksud
memfasilitasi mereka untuk menjadi orang yang memiliki kualitas
moral, kewarganegaraan, kebaikan, kesantunan, rasa hormat,
kesehatan, sikap kritis, keberhasilan, kebiasaan, insan yang
kehadirannya dapat diterima dalam masyarakat, dan kepatuhan.
Dalam hal ini mengutip Lickona (1991), pendidikan karakter secara
psikologis harus mencakup dimensi penalaran berlandaskan moral
(moral reasoning), perasaan berlandaskan moral (moral feeling), dan
perilaku berdasarkan moral (moral behavior). Dalam pendidikan
karakter diinginkan terbentuknya anak yang mampu menilai apa yang
baik, memelihara secara tulus apa yang dikatakan baik itu, dan
mewujudkan apa yang diyakini baik walaupun dalam situasi tertekan
(penuh tekanan dari luar, pressure from without) dan penuh godaan
yang muncul dari dalam hati sendiri (temptation from within).
Dalam kaitan ini pada draf Grand Design Pendidikan Karakter
diungkapkan nilai-nilai yang terutama akan dikembangkan dalam
budaya satuan pendidikan formal dan nonformal, dengan
penjelasannya adalah sebagai berikut:
2) Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang
dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat
dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no
cheating).
1) Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan
etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi
terbaik (giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi
stres, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan
yang diambil.
3) Cerdas, berpikir secara cermat dan tepat, betindak dengan penuh
perhitungan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi efektif dan
empatik, bergaul secara santun, menjunjung kebenaran dan
kebajikan, mencintai Tuhan dan lingkungan.
4) Sehat dan Bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisiplinan,
terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup
seimbang.
5) Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun,
toleransi terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain, mau
mendengar orang lain, tidak mengambil keuntungan dari orang
lain, mampu bekerja sama, mau terlibat dalam kegiatan
masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk lain, setia, cinta
damai dalam menghadapi persoalan.
6) Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes,
kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,
menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru,
ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan
peluang baru.
7) Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa
tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai jika dikerjakan
bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling berbagi
dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai
saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egoistis.
Berkaitan dengan dirasakan semakin mendesaknya implementasi
pendidikan karakter di Indonesia tersebut, Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Nasional dalam
publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter
(2011) menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetetif, berakhlakul mulia,
bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
pncasila.
Dalam publikasi Pusat Kurikulum tersebut dinyatakan bahwa
pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetetif dalam pergaulan dunia. Dalam kaitan itu telah
diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter yang merupakan hasil
kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber dari
agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional tersebut
adalah: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja
keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu,
(10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) menghargai
Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar
Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18)
Tanggung Jawab. Selanjutnya dalam implementasi di satuan
pendidikan, Pusat Kurikulum menyarankan agar dimulai dari nilai
esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai kondisi masing-
masing sekolah, misalnya bersih, rapi, nyaman, disiplin, sopan dan
santun.
5. Visi
a. Pengertian Visi
Visi adalah pandangan jauh ke depan dan juga merupakan
gambaran masa depan yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu
tertentu. Hal ini dukung oleh teori Pradiansyah (Bennis dan Nanus,
1997: 19) mendefinisikan visi sebagai Something that articulates a
view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a
condition that is better in some important ways than what how exist.
Secara umum dapat kita kemukakan bahwa visi adalah suatu
gambaran mengenai masa depan yang kita inginkan bersama.
Definisi tersebut senada dengan Gaffar, (1995: 22) visi adalah
daya pandang jauh ke depan, mendalam, dan luas yang merupakan
daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dahsyat dan dapat
menerobos segala batas-batas fisik, waktu dan tempat. Gerak dimensi
waktu tersebut tergantung daya imajinasi manusia, didasari alasan dan
melalui argumen yang rasional.
Visi adalah suatu inovasi didalam dunia manajemen modern,
terutama manajemen strategik. Istilah strategik ini merujuk pada
posisi pemimpin puncak sebuaah organisasi, termasuk organisasi
pendidikan, juga sekolah. Gaffar (1995) berpendapat bahwa visi
dipandang sebagai suatu inovasi dalam proses manajemen strategik
karena baru pada akhir-akhir ini diasadari dan ditemukan bahwa visi
itu amat dominan perannya dalam proses pembuatan keputusan,
termasuk dalam setiap pembuatan kebijakan dan penyusunan strategi.
Cortada (1993) mendefinisikan visi sebagai A view of our
environment will enable our tremendous future success. Definisi ini
menyiratkan bahwa kesuksesan yang bermakna pada masa depan
sangat ditentukan oleh kemampuan orang dalam memandang
lingkungan secara cermat. Faktor-faktor lingkungan itu amat
menentukan kesuksesan menggapai masa depan itu.
Masa depan itu dapat dikreasi, setidaknya pada tingkat
pemikiran optimis. Perumusan visi merupakan satu bentuk upaya
mengkreasi masa depan. Dalam kaitan ini, Kotter (1996) menulis:
Vision refers to a picture of the future with some implicit or explicit
commentary on why people should strive to create that future. Visi
merujuk pada gambaran tentang masa depan dan didalamnya juga
terkandung makna tentang hal-hal yang harus dikreasi oleh manusia
organisasional pada masa depan itu, baik implisit maupun eksplisit.
Visi masa depan yang lahir dewasa ini sifatnya terbuka dan
melihat pada potensi-potensi yang mungkin terjadi tanpa mempunyai
kepastian mengenai hasil-hasilnya (Tilaar, 1997: 33). Masa depan
adalah masa kini yang sedang diarahkan oleh manusia itu sendiri.
Namun demikian, visi masa depan ini harus dimiliki oleh setiap
pendidik, terutama kepala sekolah karena pada sekolahlah masa depan
itu diperjelas dan diwujudkan. Setidak-tidaknya visi masa depan yang
kita kembangkan akan menjadi referensi mengontrol kekuatan-
kekuatan yang dapat dijadikan sebagai banchmark untuk menentukan
posisi kita dalam arus globalisasi. Pertama, dalam kaitan ini visi masa
depan yang jelas akan memberikan kepada kita wawasan global
(global mindset) yang dapat dijadikan dasar bertindak bagi kita dalam
era globalisasi ini (Tilaar, 1997: 34). Kedua berkenaan dengan daya
pikir yang memiliki kekuatan yang dahsyat dan menerobos batas-
batas fisik, waktu dan tempat seperti dijelaskan oleh Gisela Hageman
(1993: 8) bahwa bervisi tidak dibatasi oleh kemungkinan investigasi
secara ilmiah, tetapi juga merangsang citra kejiwaan, fantasi dan
intuisi, memberanikan kita untuk mencapai sasaran. Visi adalah
semacam sasaran kuat yang dapat kita umpamakan dengan suatu
cahaya yang menyinari jalan gelap.
Mulyadi (1998: 3) mengatakan bahwa visi adalah suatu pikiran
yang melampaui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang
belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita
wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya.
Menurut Beach (1993: 50) visi merupakan masa datang yang
ideal, bisa berupa retensi budaya dan kegiatan organisasi yang sedang
berjalan, atau bisa pula yang berupa perubahan. Dengan demikian,
mungkin saja visi itu memerlukan evolusi masa kini yang alamiah
atau mungkin saja memerlukan perubahan yang radikal dari organisasi
yang sedang berjalan, seperti misalnya perubahan dalam budaya
organisasi.
Sallis (1993: 96) menjelaskan bahwa pernyataan visi
mengkomunikasikan pokok-pokok tujuan lembaga dan untuk apa
lembaga tersebut berdiri. Pernyataan pokok visi tersebut harus lugas
dan langsung menunjuk pada tujuan pokok lembaga. Contoh:
Seluruh peserta didik harus berhasil. Menyediakan standar belajar
tertinggi, Pendidikan menciptakan kesejajaran, persaingan global,
dan kerja sama, dan sebagainya. Dengan demikian visi adalah
wawasan ke depan yang merupakan statement of power humaniora,
dapat berupa daya imajinasi, daya tembus, daya pandang, dan daya
rekayasa. Sanusi mengungkapkan bahwa visi atau wawasan adalah
pengalihan yang mendalam, mengandung pengetahuan (kognitif),
kecintaan (afektif), dan kepedulian terhadap profesi serta kemampuan
(konatif).
Visi atau wawasan adalah pandangan yang merupakan
kristalisasi dan intisari dari kemampuan (competency), kebolehan
(ability), dan kebiasan (self efficacy) dalam melihat, menganalisis, dan
menafsirkan. Di dalamnya mengandung intisari dari arah dan tujuan,
misi, norma, dan nilai yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa
visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan mengenai
organisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi.
Kerangka pemikiran ini menciptakan budaya dan perilaku organisasi
yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global sebagai
tantangan zaman.
b. Visi Sekolah
Visi sekolah adalah imajinasi moral yang menggambarkan
profil sekolah yang diinginkan di masa datang, imajinasi ke depan
seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang
diyakini akan terjadi dimasa mendatang. Dalam menentukan visi
tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan
masa depan.
Visi merupakan atribut kunci kepemimpinan, termasuk
kepemimpinan akademik disekolah. Di lingkungan lembaga sekolah,
visi ditetapkan oleh pemimpin lembaga pendidikan formal itu, meski
proses penetapannya umumnya dilakukan secara bersama oleh guru-
guru yang ada atau satuan tugas yang dibentuk untuk itu. Penetapan
visi sekolah sangat esensial karena lembaga ini bukanlah institusi
akademik semata, melainkan sebagai bagian integral dari entitas
masyarakat tempat dia berada.
Visi merupakan atribut kunci kepemimpinan dan pembuat
keputusan yang strategik, efektif, efesien, dan dengan akuntabilitas
tertentu. Dengan visi itu warga sekolah dimotivasi, dipandu arah
kerjanya, dan di artikulasikan hal-hal yang mereka inginkan. Fokus
orientasi tugasnya adalah kegiatan akademik dan kegiatan lain yang
relevan dengan menjadikan kegiatan akademik sebagai inti program
yang harus didukung oleh seluruh warga sekolah dan pihak-pihak lain
yang ikut bertanggung jawab.
Dilihat dari perspektif waktu, visi pada intinya menyoal
tentang masa depan, dengan rentang waktu (time frame) tertentu.
McLaughlin (1995) mendefinisikan visi sebagai berikut: Vision: The
long term future desired state of an organization, usually expressed in
a 7 20 years tie frame. Often included in the vision statement are the
areas that organization needs to care about in order to succeed. The
vision should inspire and motivate. Merujuk pada definisi ini, tidaklah
tepat, jika berganti kepala sekolah, berganti pula visi sekolah yang
dipimpinnya.
Visi sekolah pada intinya adalah statemen paling fundamental
(fundamental statement) mengenai nilai, aspirasi dan tujuan institusi
persekolahan. Oleh karena itu, visi sekolah merupakan kunci
keberhasilan sebuah lembaga sekolah yang dikelola secara
profesional. Salah satu contoh visi sekolah adalah Unggul Prestasi
Akademik dan Ekstrakulikuler. Dengan visi itu seluruh komunitas
sekolah (kepala sekolah, guru, staf tata usaha, laboran, teknisi sumber
belajar, dan sebagainya) harus tampil secara unggul. Oleh karena itu
visi mewarnai perilaku semua komunitas sekolah.
c. Ciri-Ciri Visi yang Baik
Locke (1997: 73) mengatakan bahwa kendati visi sangat
bervariasi, pernyataan visi yang mengakibatkan inspirasi dan
memotivasi mempunyai persamaan karakteristik tertentu, yaitu
sebagai berikut:
1) Ringkas; bahwa statement visi tidak dirumuskan dalam kalimat
yang panjang lebar, tetapi secara ringkas, mudah dibaca, mudah
dipahami dan dapat sering dikomunikasikan.
2) Kejelasan; visi yang jelas, tidak mengandung penafsiran yang
berbeda-beda dari pembacanya. Pernyataan visi yang jelas dapat
mempengaruhi penerimaan dan pemahaman yang menerimanya.
3) Abstraksi; bahwa visi bukan tujuan operasional yang hanya dapat
diupayakan dan diraih dalam waktu yang pendek, tetapi pernyataan
ideal tentang cita-cita organisasi yang mengakomodasi kemajuan
organisasi.
4) Tantangan; sebuah visi yang baik dirumuskan dengan pernyataan
yang menantang kemampuan personel. Personel yang tertantang
dapat menunjukkan kinerjanya secara optimal dan membentuk rasa
percaya diri yang besar.
5) Orientasi masa depan; visi adalah masa depan. Masa depan visi
adalah kualitas dari seluruh aspek organisasi.
6) Stabilitas; visi bukan statement yang mudah berubah karena ia
dapat mengakomodasi perubahan, kepentingan dan keinginan
organisasi dan individu dalam jangka waktu yang relatif panjang
sehingga perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi tidak
membuat terancamnya visi organisasi.
7) Disukai; visi harus disukai, Bennis (1990) menyatakan bahwa
leader bekerja manage the dream. Kemampuan pemimpin
menciptakan visi dan menerjemahkannya dalam kenyataan yang
disebut visionary leadership merupakan sasaran yang menarik
sehingga terjadi komitmen dari seluruh personel untuk meraihnya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, secara sederhana dapat
diungkapkan ciri-ciri visi yang baik sebagai berikut:
a) Memperjelas arah dan tujuan
b) Mudah dimengerti dan diartikulasikan
c) Mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standard of
excellence
d) Menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen.
e) Menciptakan makna bagi anggota organisasi
f) Merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi
g) Menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi
h) Kontekstual dalam arti memerhatikan secara saksama hubungan
organisasi dengan lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi
yang bersangkutan.
Visi yang baik dirumuskan secara sederhana dan terfokus, dapat
ditangkap maknanya oleh staf atau tenaga pelaksana, menggambarkan
kepastian, dapat dilaksanakan, serta realistis. Visi tersebut sebagai
berikut:
1. Visi yang mampu merangsang kreativitas dan bermakna secara
fisik psikologis bagi kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan
anggota komite sekolah.
2. Visi yang dapat menumbuhkan kebersamaan dan pencarian kolektif
bagi kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan anggota komite
sekolah untuk tumbuh secara profesional.
3. Visi yang mampu mereduksi sikap egoistik-individual atau
egeoistik-unit ke format berpikir kolegialitas, komprehensif dan
bekerja dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang lain.
4. Visi yang mampu merangsang kesamaan sikap dan sifat dalam
aneka perbedaan pada diri kepala sekolah, guru, staf tata usaha, dan
anggota komite sekolah, sekaligus menghargai perbedaan dan
menjadikan perbedaan itu sebagai potensi untuk maju secara
sinergis.
5. Visi yang mampu merangsang seluruh anggota, dari hanya bekerja
secara proforma ke kinerja rill yang bermaslahat, efektif, efisien,
dan dengan akuntabilitas tertentu.
Rumusan visi sekolah yang baik seharusnya memberikan isyarat
berikut:
a. Visi sekolah berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang
lama (bila perlu dibuat jangka waktunya).
b. Menunjukkan keyakinann masa depan yang jauh lebih baik, sesuai
dengan norma dan harapan masyarakat.
c. Visi sekolah harus mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita
yang ingin dicapai.
d. Visi sekolah harus mencerminkan dorongan yang kuat akan
tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen bagi stakeholder.
e. Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan
pengembangan sekolah kearah yang lebih baik.
f. Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.
g. Dalam merumuskan visi harus disertai indikator pencapaian visi.
Bila dikaitkan dalam proses perubahan, menurut Kotter (1998:
68-69) visi yang baik memiliki tujuan utama, yaitu:
1) Memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi
2) Memotivasi karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar
3) Membantu proses mengoorganasi tindakan-tindakan tertentu dari
orang yang berbeda-beda.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini mengenai peran kepala sekolah dalam membentuk siswa
yang berprestasi dan berkarakter melalui visi SDN Cipocok Jaya 1.
Berdasarkan eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa tulisan yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Penelitian yang pertama adalah penelitian dari Zaenal Mustofa,
mahasiswa jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang. Penelitian dibuat pada tahun 2009 yang
berjudul Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Prestasi
Siswa di SMP Pondok Modern Selamat Kendal. Dilaksanakannya
penelelitian ini bertujuan untuk mengetahui prestasi siswa smp baik yang
bersifat akademik maupun non akademik serta untuk mengetahui
kepemimpinan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dalam
mengelola pendidikan disekolah. Metode yang digunakan penelitian ini
adalah metode kualitatif.
Kedua, penelitian dari Kasmi, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
Penelitian di buat pada tahun 2015 yang berjudul Peran Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Prestasi Siswa. Dilaksanakannya
penelelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana
model kepemimpinan kepala sekolah dalam membentuk lingkungan sebagai
upaya mewujudkan prestasi siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP
Muhammadiyah 4 Balong Ponorogo. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif.
Ketiga, penelitian dari Syunu Trihanto, mahasiswa jurusan Manajemen
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya.
Penelitian ini berjudul Peranan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Menumbuhkan Nilai Karakter. Metode yang digunakan penelitian ini adalah
metode kualitatif.
Penelitian keempat, penelitian dari Komariyah mahasiswa jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dibuat
pada 2014 dengan judul Upaya Kepala Sekolah dan Guru PAI dalam
Membentuk Karakter Peserta Didik di SMAN 12 Kota Tanggerang Selatan.
Peneliltian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kepala sekolah dan guru
pendidikan agama islam yang melakukan pengembangan karakter telah
berhasil terbenntuk pada diri siswa atau siswi SMAN 12 Kota Tanggerang
Selatan. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif.
Dari keempat hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas,
terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu
peran kepala sekolah dalam membentuk siswa yang berprestasi dan
berkarakter. Akan tetapi dari keempat penelitian tersebut tidak ada yang
benar-benar sama dengan masalah yang diteliti.
Untuk hasil penelitian yang pertama dan kedua persamaannya terletak
pada peran kepala sekolah dalam membentuk siswa yang berprestasi serta
metode yang digunakan pun metode kualitatif. Sedangkan pada hasil
penelitian ketiga dan keempat persamaannya terletak pada peran kepala
sekoah dalam membentuk siswa yang berkarakter serta metode yang
digunakan yaitu metode kualitatif. tetapi pada penelitian ke empat terdapat
sedikit perbedaan yaitu, peneliti tidak melibatkan guru agama dalam
membentuk karakter siswa melainkan peran kepala sekolah dalam
membentuk karakter melalui visi sekolah.
Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan
antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitan-penelitian yang
sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul Peran Kepala
Sekolah dalam Membentuk Siswa yang Berprestasi dan Berkarakter Melalui
Visi SDN Cipocok Jaya 1 dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti
bukan duplikasi dari penelitian-penelitian yang sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai