Anda di halaman 1dari 80

SAMBUTAN KEPALA PPPPTK MATEMATIKA

Assalamu`alaikum wr.wb.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya,
sehingga jurnal EDUMAT edisi ketujuh (Volume 4, Nomor 7) Tahun 2013 dapat
diselesaikan dengan baik.

Sebagai wahana publikasi karya tulis ilmiah di bidang pendidikan matematika,


Jurnal EDUMAT berusaha menampilkan karya tulis baik dari guru, pengawas,
dosen, widyaiswara maupun pendidik lainnya. Pada nomor jurnal kali ini
menampilkan berbagai topik khususnya hasil penelitian tindakan dan penelitian
pengembangan.

Kami berharap keberadaan Jurnal EDUMAT ini dapat memberi manfaat yang
sebesar-besarnya kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan (PTK),
khususnya kepada para PTK matematika, baik sebagai sumber belajar dalam
pengembangan diri maupun sebagai wahana pengembangan karir. Kami
berharap peran serta para PTK matematika dalam mengisi artikel untuk edisi
mendatang lebih banyak lagi.

Sebagai institusi publik, PPPPTK Matematika selalu berusaha memberikan


layanan prima kepada semua pihak, khususnya pendidik dan tenaga
kependidikan matematika, dalam rangka mengemban visi lembaga yaitu
Terwujudnya PPPPTK Matematika sebagai institusi yang terpercaya dan pusat
unggulan dalam pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga
kependidikan matematika.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berusaha keras dalam mewujudkan
penerbitan jurnal ilmiah ini, kami mengucapkan terima kasih dan memberikan
apresiasi yang tinggi. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan taufik,
hidayah, dan innayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Wassalaamu`alaikum wr.wb.

Kepala PPPPTK Matematika

Prof. Dr. rer.nat. Widodo, M.S.


NIP196202031982031004

437
438
PEMBELAJARAN NILAI TEMPAT
MENGGUNAKAN KEGIATAN BERTUKAR BIOTA LAUT
DI KELAS II SEKOLAH DASAR
1Christi Matitaputty, 2Ratu Ilma Indra Putri, 3Yusuf Hartono
1 Mahasiswa Pascasarjana Unsri
2 Dosen Pascasarjana Unsri
3 Dosen Pascasarjana Unsri

Abstract. Place value is an important topic in mathematics. However, primary school


students have difficulty understanding place value. This study aims to support
student learning about place value notation by using marine biota where ten shrimps
were exchanged for one crab and ten crabs were exchanged for one fish. Design
research was chosen to achieve the studies goal. Realistic Mathematics Education
(RME) underlines the design of activity. The subjects were second grade students at
SD Negeri 179 Palembang. The results showed that the activity of marine exchange
can help students to understand place value of three digits numbers.

Keywords: manipulative, place value, RME.

1. Pendahuluan berhitung dan belum lancar dalam


bahasa dan membaca. Nurmawati
Nilai tempat merupakan konsep dkk (2000) menambahkan bahwa
matematika yang fundamental bagi siswa sering salah dalam
siswa dalam belajar matematika. menuliskan lambang bilangan dan
Pemahaman nilai tempat nama bilangan, kekeliruan terjadi
memerlukan integrasi dari konsep ketika siswa menentukan nilai
pengelompokan sepuluh dengan tempat dan nilai angka, dan
pengetahuan prosedural mengenai kesalahan menuliskan lambang
bagaimana suatu himpunan dicatat bilangan berdasarkan nilai tempat.
dalam skema nilai tempat, Kesalahan ini terjadi karena
bagaimana bilangan ditulis dan dimungkinkan siswa mengalami
bagaimana bilangan tersebut kesulitan dalam memahami konsep
diucapkan (Van de Walle: 2008). nilai tempat.
Selain itu, pemahaman nilai tempat
sangat penting bagi siswa sekolah Di sisi lain, para guru di Indonesia
dasar karena dapat membantu siswa menekankan pemahaman bilangan
dalam memahami dan melakukan kepada siswa dengan mengajar
operasi penjumlahan, pengurangan, secara prosedural seperti
perkalian dan pembagian bilangan. menuliskan algoritma dibandingkan
memandu siswa untuk menemukan
Beberapa penelitian telah strategi (Marsigit, 2004). Sejalan
menginvestigasi kesulitan siswa dengan hal ini juga, proses belajar
sekolah dasar dalam memahami mengajar nilai tempat kurang
konsep nilai tempat yang terintegrasi mendapat perhatian yang
dengan membilang dan menuliskan melibatkan aplikasi yang
lambang bilangan. Menurut Lestari berhubungan dengan kehidupan
dan Triyono (2012), kesulitan siswa siswa sehari-hari. Hal ini didukung
dalam memahami konsep nilai oleh pendapat Zulkardi (2002) yang
tempat adalah dalam memahami menyatakan bahwa buku-buku teks
simbol matematika, belum lancar di Indonesia berisi seperangkat

439
aturan yang kurang aplikatif dari karena yang terbentuk adalah
pengalaman nyata yang dialami bilangan 14.
siswa. Kenyataan menunjukan
bahwa banyak siswa kelas 2 sekolah Secara singkat pengertian dari nilai
dasar memiliki tingkat tempat berdasarkan Mathematics in
perkembangan yang merupakan the New Zealand Curriculum (1992:
suatu kesatuan utuh (holistik) dan 214) adalah nilai yang diberikan
hanya mampu memahami hubungan untuk sebuah angka berdasarkan
antar konsep secara sederhana. letak angka tersebut. Seperti pada
Mereka belum mampu berpikir bilangan 57, angka 5 memiliki nilai
tentang sesuatu konsep tanpa tempat puluhan dengan nilai 50.
melihat benda konkret. Karena itu,
situasi yang berarti antara taraf Konsep nilai tempat memungkinkan
berpikir anak dengan kehidupan untuk mengekspresikan
anak sehari-hari menjadi sangat keterbatasan angka yang kita miliki
penting dalam proses pembelajaran dari sepuluh angka yang berbeda
untuk menghindari kesalahpahaman (angka 0 sampai dengan 9). Hal ini
konsep menuju pemahaman konsep didukung dengan empat
nilai tempat. karakteristik dari nilai tempat.
Beberapa karakteristik yang
Sistem bilangan yang digunakan membuat sistem bilangan Hindu-
sekarang ini adalah sistem bilangan Arab dapat digunakan antara lain
Hindu Arab. Sistem ini berkontribusi (Ross: 1989):
dengan konsep nilai tempat. Setiap 1. Sifat penjumlahan: kuantitas
angka memiliki nilai yang berbeda diwakili oleh angka keseluruhan,
tergantung dari letak angka itu yaitu jumlah dari nilai-nilai yang
berada. Sebagai contoh, pada diwakili oleh angka itu sendiri.
bilangan 234, angka 4 menempati 2. Letak atau posisi: kuantitas yang
tempat satuan dengan nilai 4, angka direpresentasikan dengan angka
3 menempati tempat puluhan tunggal ditentukan oleh posisi
dengan nilai 3 puluh, dan angka 2 angka itu berada pada lambang
menempati tempat ratusan dengan bilangan yang dimaksudkan.
nilai 2 ratus. Nilai dari angka tunggal tersebut
diberikan berdasarkan posisi dari
Dalam sistem bilangan Hindu Arab setiap angka pada lambang
kita hanya dapat menyatakan bilangan yang dimaksud.
bilangan dengan menggunakan 3. Basis sepuluh: angka yang lebih
angka 0-9. Angka yang terletak di besar dari 9 akan dibentuk
sebelah kanan disebut sebagai dengan menggunakan pangkat
angka satuan, selanjutnya angka di dari basis, yaitu sepuluh,
sebelah kiri disebut sebagai angka seratus, seribu dan seterusnya.
puluhan, dan di sebelah kiri angka Nilai dari setiap angka
puluhan terletak angka ratusan. berdasarkan letaknya memiliki
Dalam sistem bilangan ini, angka nol pangkat yang bertambah dari
memiliki peranan penting dan kanan ke kiri (
berperan sebagai pengisi kedudukan )
atau place holder. Sebagai contoh 4. Sifat perkalian: nilai suatu angka
bilangan 104 membutuhkan angka dalam lambang bilangan dapat
nol untuk mengisi kedudukan atau diperoleh dengan mengalikan
letak angka puluhan. Jika angka nol nilai angka berdasarkan letak
itu tidak ada maka akan sangat dengan angka tunggal atau angka
berbeda nilai dari setiap angka dalam lambang bilangan

440
tersebut. Sebagai contoh, ini akan digunakan blok satuan
. dengan nama udang satuan dan
blok puluhan dengan nama udang
Sangatlah penting bagi siswa untuk puluhan. Tentu saja aktivitas
mengetahui bahwa sepuluh satuan bertukar satu untuk sepuluh
sama dengan satu puluhan dan memiliki peranan penting dalam
sepuluh puluhan sama dengan satu menjelaskan konsep nilai tempat ini.
ratusan, dan selanjutnya. Untuk
itulah ide bertukar merupakan hal Aktivitas bertukar merupakan suatu
penting dan menjadi dasar bagi aktivitas yang sering ditemui siswa
siswa memahami nilai tempat. dalam kehidupan sehari-hari.
Senada dengan hal ini, Sharma Konsep nilai tempat merupakan
(1993) menekankan bahwa konsep representasi dari angka dalam
nilai tempat adalah representasi dari sebuah notasi simbolik yang dapat
angka yang berada pada sebuah dibangun dengan menggunakan
notasi simbolik dengan kegiatan bertukar. Hal ini didukung
menggunakan aktivitas bertukar. dengan pendapat Haylock (2010)
bahwa nilai tempat dapat dijelaskan
Membangun ide nilai tempat harus secara konkret melalui aktivitas
diawali dengan kegiatan menghitung pemberian bahan atau manipulatif
dan mengelompokkan. Clements yang menjelaskan sistem bilangan
dan Samara (2004) menyatakan Hindu-Arab bekerja. Manipulatif
bahwa proses pengelompokan yang digunakan dapat menjelaskan
menjadi ide dasar dan dapat nilai tempat kepada siswa dengan
berkembang membentuk unit yang menggunakan bahasa bertukar satu
lebih besar. Sebuah pengelompokan untuk sepuluh saat bergerak dari
khusus dapat mengatur sekumpulan kanan ke kiri sebanyak sepuluh kali
objek ke dalam kelompok 10. lipat dan bertukar sepuluh dari satu
Artinya, kumpulan objek ini dapat saat bergerak dari kiri ke kanan.
diukur dengan menggunakan satuan Sebelum siswa diajarkan bentuk
1, 10, 100 atau 1000. Nilai suatu formal dari konsep nilai tempat,
angka tergantung pada posisinya penting bagi mereka untuk
dalam bilangan tersebut karena mengawali dengan kegiatan
posisi angka yang berbeda mengelompokkan.
menunjukan unit yang berbeda.
Ketika siswa memahami proses
Salah satu cara yang sangat efektif bertukar ini sebagai satu puluhan
untuk mengajarkan nilai tempat berasal dari sepuluh satuan dan
adalah melalui penggunaan blok satu ratusan itu berasal dari
sepuluhan. Secara visual blok sepuluh puluhan atau seratus
sepuluhan dapat menunjukkan satuan, maka mereka tidak hanya
bagaimana kita dapat bertukar menemukan konsep nilai tempat itu
sepuluh unit untuk satu puluhan, sendiri namun dapat pula
sepuluh puluhan untuk satu diterapkan dalam operasi
ratusan, dan seterusnya. penjumlahan maupun pengurangan
bilangan bulat. Proses bertukar ini
Kita bisa menempatkan sepuluh unit merupakan ide dasar dalam
bersama-sama dan secara fisik membangun nilai tempat. Dalam
membuat "sepuluh". Kita kemudian penelitian ini pemahaman nilai
dapat menempatkan sepuluh dari tempat akan diawali dengan
"sepuluh" strip bersama-sama untuk menghitung banyak biota laut udang
membuat seratus. Dalam penelitian kemudian melakukan aktivitas

441
bertukar dengan ketentuan sepuluh dirancang siswa, diharapkan
udang dapat ditukar dengan satu siswa dapat mengkonstruksi
kepiting dan sepuluh kepiting dapat pemahamannya dalam melihat
ditukar dengan satu ikan. Siswa proses bertukar sepuluh untuk
akan fokus memperhatikan banyak sepuluh satuan sebagai puluhan
kepiting dengan nilai yang berbeda dan bertukar sepuluh puluhan
dengan udang, begitu pula banyak sebagai ratusan.
ikan merepresentasikan nilai yang
berbeda dengan kepiting dan udang. 3. Menggunakan kontruksi dan
Mereka akan memahami himpunan produksi siswa.
yang sama (banyak udang) yang Kontribusi yang besar pada proses
mewakili model kepiting dan ikan pembelajaran diharapkan datang
yang ketika dijumlahkan akan dari konstruksi siswa sendiri yang
membentuk notasi nilai tempat. mengarahkan siswa dari cara-cara
informal ke arah yang lebih
Perancangan aktivitas dalam formal. Berdasarkan aktifitas yang
penelitian ini mengacu pada lima dirancang dalam penelitian ini
karakteristik RME (de Lange dan siswa akan belajar bekerja
Zulkardi, 2002). Kelima karakteristik membuat pengelompokan dari
tersebut diuraikan sebagai berikut: sekumpulan manipulatif udang
1. Penggunaan konteks sebagai dan memahami ide
eksplorasi fenomenologikal. pengelompokan. Kebebasan dalam
Konteks digunakan sebagai titik memilih strategi diberikan kepada
tolak dari mana suatu konsep siswa untuk memecahkan
matematika yang diinginkan masalah dan menemukan solusi
dapat muncul. Masalah yang tepat. Hal ini selanjutnya
kontekstual yang digunakan akan menggiring siswa dalam
dalam rancangan penelitian ini konsep pengelompokan sepuluh
adalah konteks kegiatan bertukar dan memahami nilai tempat pada
benda dengan benda yang biasa bilangan ratusan. Prinsip
dikenal dalam kehidupan sehari- bertukar biota laut (sepuluh
hari siswa. Siswa udang untuk satu kepiting dan
menghubungkan konteks ini sepuluh kepiting untuk satu ikan)
dengan aktivitas bertukar biota akan mengkonstruksi
laut. pemahaman siswa dalam
memahami letak dan nilai dari
2. Menggunakan model dan simbol bilangan tiga angka.
untuk matematisasi progresif.
Model yang akan digunakan 4. Adanya interaktivitas.
adalah model representatif dari Interaktivitas yang terjadi di kelas
jenis-jenis biota laut yang dibuat tidak hanya antara guru dan
dalam manipulatif udang, kepiting siswa tetapi bisa juga antar
dan ikan. Penggunaan model ini sesama siswa. Proses interaksi
diharapkan dapat menggiring dapat terlihat dalam pembagian
siswa dari level informal menuju siswa menjadi beberapa kelompok
level formal. Model yang diberikan kecil dan memberi kebebasan
antara lain model udang satuan dalam bekerja dengan tetap
sebagai representasi banyaknya mengikuti aturan-aturan dari
angka satuan, model kepiting guru. Ketika siswa mengalami
sebagai representasi banyaknya kesulitan dalam mengelompokkan
angka puluhan dan model ikan jenis biota laut dengan jumlah
sebagai representasi angka yang besar maka siswa akan
ratusan. Melalui model yang membagi tugas dengan teman

442
sekelompoknya untuk Pada karakteristik PMRI yang kedua,
menghitung seluruh biota laut penggunaan model dan simbol
yang diberikan. Pembagian tugas bertujuan untuk menjembatani
dalam proses bertukar udang pikiran siswa dari tingkat konkret ke
dengan kepiting maupun dengan tingkat abstrak. Gravemaijer (1994)
ikan membuat siswa ada dalam menggambarkan bagaimana model of
kelompok bekerja sama dan saling dari situasional dapat menjadi
membantu. Di dalam model for menuju penalaran formal
interaktivitas, negosiasi eksplisit, matematika. Dalam penelitian ini
intervensi, diskusi, kerjasama, keempat level dalam emergent
dan evaluasi adalah elemen modeling dapat dideskripsikan
penting dalam proses sebagai berikut:
pembelajaran ketika metode 1. Level situasional
informal siswa dapat digunakan Pada level ini, konteks bertukar
sebagai sarana untuk benda dengan benda telah
mendapatkan pengetahuan formal diketahui siswa lewat aktivitas
(Zulkardi, 2002). sehari-hari. Melalui pengetahuan
informal siswa akan digiring
5. Terintegrasi dengan topik untuk menemukan
pembelajaran lainnya. pengelompokan sepuluh sebagai
Urutan aktivitas pembelajaran ide dasar dalam memahami nilai
dalam penelitian ini tidak hanya tempat. Aktivitas bertukar satu
menekankan makna nilai tempat untuk sepuluh akan menggiring
tetapi juga menekankan pada siswa memahami nilai suatu
hubungan antara penjumlahan angka berdasarkan letaknya.
dan pengurangan bilangan tiga
angka. Selebihnya, siswa tidak 2. Level referensial
belajar langsung secara Level referensial adalah level
prosedural memahami nilai ketika akan terlihat situasi model
tempat akan tetapi proses of dalam bentuk manipulatif biota
pembelajaran akan membangun laut ikan, kepiting dan udang.
pemahaman siswa dalam Model yang akan digunakan
memaknai nilai tempat dan dalam penelitian ini adalah model
hubungannya dengan operasi udang satuan, model udang strip
bilangan. Di sisi lain, karena yang berisi sepuluh udang
pembelajaran kelas 2 SD satuan, model udang lembaran
merupakan pembelajaran yang yang berisi seratus udang satuan,
tematik maka dalam rancangan model kepiting, dan model ikan.
penelitian ini konteks yang
digunakan telah terintegrasi 3. Level umum
secara langsung dengan Level umum merupakan level
pembelajaran sains di tingkat SD. ketika siswa mengembangkan
Proses bertukar udang, kepiting, model atau strategi yang dapat
dan ikan mengintegrasikan nilai diaplikasikan pada situasi
sosial saling membantu. Selain itu berbeda atau disebut model for.
pemahaman nilai tempat Pada penelitian ini, model for akan
merupakan dasar bagi siswa terjadi ketika siswa telah
dalam melakukan operasi melakukan pengelompokan biota
penjumlahan, pengurangan, laut dan melakukan tukar
perkalian, maupun pembagian di menukar ikan, kepiting dan
jenjang selanjutnya. udang. Proses pendataan pada
tabel akan membantu membawa
pemahaman siswa dalam

443
menentukan angka ratusan, alat untuk menjawab rumusan
puluhan dan satuan. masalah sehingga tercapai tujuan
penelitian.
4. Level formal
Proses penelitian pada design
Level formal merupakan level
research meliputi tahap-tahap
perpindahan dari situasi umum
sebagai berikut (Gravemeijer dan
menuju notasi formal matematika
Coob, 2006): (1) Tahap pertama yaitu
dengan mendata jumlah
preliminary design diwali dengan
manipulatif yang menuliskan
memformulasikan tujuan
bilangan sesuai dengan notasi
pembelajaran yang dielaborasi dan
nilai bilangan tiga angka. Pada
diperbaiki selama pelaksanaan
akhir kegiatan, ketika siswa telah
eksperimen. Hal-hal yang dilakukan
mengerti konsep nilai tempat pada
pada tahap ini adalah menganalisis
bilangan tiga angka, siswa
tujuan pembelajaran yang akan
diharapkan dapat menentukan
dicapai, menentukan dan
nilai dari angka ratusan, puluhan
menetapkan kondisi awal penelitian
dan satuan dalam notasi nilai
dengan melakukan observasi dan
tempat. Selanjutnya konsep dasar
wawancara dengan guru.
nilai tempat ini diharapkan dapat
Selanjutnya pada tahap ini
membantu siswa bekerja dalam
Hypotetical Learning Trajectory (HLT)
melakukan operasi pengurangan,
didiskusikan dan dikembangkan
perkalian, maupun pembagian di
bersama guru. Peneliti
jenjang selanjutnya.
menyampaikan peran guru selama
proses pembelajaran serta tujuan
Penelitian ini bertujuan memberikan
teoritis yang akan dicapai melalui
kontribusi pada aktivitas kelas
penelitian. Hal ini menjadi penting
dalam memahami nilai tempat
dalam menunjang setiap aktivitas
bilangan tiga angka. Dalam
pembelajaran dan membantu
penelitian ini, telah dirancang
peneliti dapat memperoleh data yang
serangkaian aktivitas yang
diharapkan.
membantu siswa untuk memahami
dan menemukan konsep nilai tempat
dalam aktivitas bertukar biota laut. Pengumpulan data yang dilakukan
Pendidikan Matematika Realistik dalam tahap ini yaitu
menjadi dasar dalam aktivitas mengumpulkan beberapa data awal
pembelajaran yang berlangsung. dengan melakukan observasi dan
wawancara dengan guru matematika
Adapun rumusan masalah dalam sekaligus wali kelas dari kelas uji
penelitian ini adalah Bagaimana coba dan kelas percobaan. Dari
pemahaman siswa dalam memahami observasi dan wawancara ini maka
konsep nilai tempat bilangan tiga guru dan peneliti menetapkan enam
angka dengan menggunakan siswa dengan tingkat pemahaman
kegiatan bertukar biota laut dapat tinggi, sedang dan rendah untuk
berkembang dari informal ke mengimplementasikan proses
formal? pembelajaran yang telah dirancang.
Selama observasi kelas peneliti
2. Metodologi Penelitian menggunakan catatan lapangan dan
menuliskan beberapa hal penting
Sesuai dengan tujuan penelitian yang terjadi selama proses
untuk memberikan kontribusi dalam pembelajaran dan berdasarkan
pembelajaran materi nilai tempat pedoman observasi kelas yang
bilangan tiga angka, maka metode digunakan. Sedangkan selama
design research digunakan sebagai wawancara peneliti menanyakan

444
pengalaman guru yang berhubungan sesungguhnya (teaching experiment)
dengan mengajarkan materi nilai pada kelas penelitian. Selama proses
tempat, beberapa kesulitan siswa pembelajaran berlangsung, peneliti
dalam memahami nilai tempat, menggunakan rekaman video dan
keberagaman tingkat pengetahuan kamera untuk merekam setiap
siswa, dan bagaimana pengaturan kejadian yang terjadi pada uji coba
tempat duduk siswa. Disamping itu, kelas kecil ini.
peneliti juga mendiskusikan HLT
Tahap ketiga adalah tahap
yang telah dirancang dengan tujuan
restrospective analysis yang
untuk melihat pandangan guru
bertujuan menganalisis data-data
apakah siswa mampu untuk
yang telah diperoleh. Data yang
menyelesaikan setiap masalah dalam
dianalisis meliputi rekaman video
LKS dalam 9 pertemuan.
proses pembelajaran dan hasil
wawancara terhadap siswa dan
Pada tahap ini peneliti menyusun
guru, lembar hasil pekerjaan siswa,
soal tes awal yang diberikan kepada
catatan lapangan serta rekaman
6 siswa kelas 2A yang merupakan
video dan audio yang memuat proses
kelas ujicoba dan 30 siswa kelas 2D
penelitian dari awal. Data yang
dari kelas penelitian. Tes awal ini
diambil dari tahap ini merupakan
diberikan setelah siswa belajar
data seluruh aktivitas pembelajaran
mengurutkan bilangan sampai
selama uji coba penelitian kelas kecil
dengan 500. Tes awal ini bertujuan
dan penelitian sesungguhnya. Pada
untuk mengetahui pengetahuan
tahap ini HLT yang telah didesain
awal siswa tentang konsep nilai
dibandingkan dengan proses
tempat dan strategi siswa dalam
pembelajaran sebenarnya sehingga
menyelesaikan soal memahami
peneliti dapat menjawab rumusan
notasi nilai tempat suatu bilangan.
masalah penelitian.
Pada akhir pembelajaran, peneliti
memberikan soal evaluasi yang
Subjek Penelitian
bertujuan untuk mengevaluasi
Penelitian ini bertempat di SD Negeri
proses pembelajaran yang telah
179 Palembang, dengan subjek
berlangsung. Setelah guru
penelitian terdiri dari 30 orang siswa
menyelesaikan sembilan pertemuan,
kelas 2D SD dan salah seorang guru
peneliti memberikan soal tes akhir.
sebagai guru model.
Soal tes akhir digunakan untuk
mengetahui pemahaman siswa
HLT
terhadap materi nilai tempat setelah
HLT adalah salah satu bagian dari
dilakukan dalam implementasi
perencanaan desain pembelajaran
pembelajaran.
matematika yang memuat tujuan
Tahap selanjutnya adalah tahap pembelajaran, aktivitas belajar dan
rancangan penelitian. Pada tahap ini dugaan tentang proses
peneliti akan melakukan uji coba pembelajaran. Dugaan peneliti
kelas penelitian. Uji coba penelitian adalah melalui pembelajaran dengan
ini dilakukan untuk 6 orang siswa aktivitas bertukar biota laut, siswa
kelas yang bukan kelas penelitian. diharapkan menemukan konsep
Hal ini bertujuan untuk melihat nilai tempat bilangan tiga angka
sejauh mana konjektur dan HLT berdasarkan posisi atau letak
yang dibuat dapat terlaksana. Hasil bilangan dalam notai nilai tempat.
uji coba kelas kecil ini akan Siswa juga diharapkan dapat
digunakan sebagai pedoman untuk memahami hubungan dari bertukar
merevisi aktivitas dan konjektur biota laut dalam representasi angka
siswa sebelum dilakukan penelitian ratusan untuk banyaknya ikan,

445
banyaknya puluhan dari udang, siswa dapat memahami
representasi kepiting dan banyaknya pengelompokan sepuluh sebagai
satuan dari representasi udang. pengelompokan yang terbaik. 2)
berdasarkan pendataan dari
Adapun dugaan lintasan
kegiatan bertukar biota laut, siswa
pembelajaran (HLT) dapat dijelaskan
dapat memahami representasi dari
pada tabel berikut:
model ikan sebagai representasi dari
angka ratusan, 3) model kepiting
Tabel 1 HLT pada Pembelajaran
sebagai representasi angka puluhan
Nilai Tempat Tiga Angka
dan model udang sebagai angka
Tujuan Aktivitas Konjektur satuan. Letak angka yang
Siswa dapat Hands-on Terdapat siswa direpresentasikan dari model dan
melakukan counting activity yang menghitung nilai dari masing-masing model
pengelompokan satu-satu,
sepuluh menghitung (udang nilainya satu, kepiting
meloncat dengan nilainya sepuluh dan ikan nilainya
kelipatan tertentu
atau dengan seratus) membantu siswa
membilang memahami nilai dari lambang
meloncat sepuluh
bilangan tiga angka. 4) pemahaman
Siswa dapat Siswa melakukan Dari proses siswa terhadap nilai dan letak dari
menemukan kegiatan bertukar pendataan siswa
banyak ikan sepuluh udang menemukan bilangan tiga angka membawa siswa
sebagai angka untuk satu banyak udang memahami nilai tempat dalam notasi
ratusan, banyak kepiting dan sebagai satuan,
kepiting lebih sepuluh kepiting kepiting sebagai penjumlahan.
sebagai angka untuk satu ikan angka puluhan Pada level situasional, siswa
puluhan dan dan mendata pada dan ikan sebagai
udang lebih tabel angka ratusan
menggunakan pengetahuan awal
sebagai angka tentang bilangan dan strateginya
satuan
melalui kegiatan menghitung dan
Siswa dapat Siswa Terdapat siswa mengelompokkan sejumlah
merepresentasikan merepresentasikan yang menyadari manipulatif udang yang diberikan
model dalam model dalam jumlah model
angka dan angka dan yang lebih dari (guru memberikan jumlah
menuliskan menuliskan sembilan akan manipulatif udang dengan jumlah
lambang bilangan lambang bilangan melakukan proses
dan nama dan nama bertukar yang beragam pada setiap
penyebutan penyebutan kemudian kelompok). Melalui aktivitas
merepresentasikan
model dalam mengelompokkan siswa dapat
angka. Ketiga menemukan beberapa strategi dalam
angka yang
terbentuk mengelompokkan manipulatif udang
membantu siswa dengan meletakkan manipulatif
menuliskan
lambang bilangan udang, beberapa siswa
dan nama menggunakan strategi menghitung
penyebutan dari
tiga angka
satu-satu dan adapula yang
dimaksud menghitung sambil membilang
Siswa memahami Siswa Setelah
meloncat dua, lima, enam dan
nilai tempat menentukan menetukan sepuluh. Hal ini menuntun mereka
berdasarkan banyaknya angka banyaknya angka menemukan jumlah manipulatif
positional notation ratusan, puluhan ratusan, puluhan
dan satuan dari dan satuan siswa udang yang mereka hitung dan
bilangan tiga dapat menuliskan menuliskan dalam angka (gambar 1).
angka bentuk panjang
dari bilangan yang Dalam diskusi kelas guru
terbentuk membimbing siswa menemukan
bahwa pengelompokan sepuluh
3. Hasil dan Analisis sebagai pengelompokan terbaik.
Guru menekankan pula
Temuan dalam penelitian ini adalah: keterbatasan angka yang kita miliki
1) berdasarkan aktivitas menghitung membuat kita perlu
dan mengelompokan sejumlah mengkombinasikan angka-angka

446
tersebut. Sebagai contoh, angka satu aturan bertukar yang diberikan
bergandengan dengan satu disebut guru. Pada saat diskusi kelas guru
bilangan sebelas. Bilangan sebelas menekankan kembali aturan
terdiri dari dua angka. Proses ini bertukar dan menjelaskan mengapa
menuntun siswa untuk memahami harus bertukar dengan keterbatasan
bahwa pengelompokan sepuluh akan angka yang dimiliki yaitu
memunculkan suatu unit baru yang 0,1,2,3,...,9 sehingga setiap kolom
diberi nama kesepakatan yaitu pada tabel diharuskan diisi dengan
puluhan. satu angka. Proses bimbingan dari
guru dapat menuntun dan
membantu siswa memahami jumlah
kepiting yang lebih dari sepuluh
harus ditukarkan dengan satu ikan.
Kepiting yang lebih (kurang dari
sepuluh) dicatat kembali dalam
kolom kepiting lebih. Proses
Gambar 1 Beberapa strategi siswa dalam mendata hasil bertukar biota laut
mengelompokan manipulatif udang pada tabel ini, membantu siswa
menemukan banyaknya ikan yang
Selanjutnya, pada aktivitas 2 siswa ditukar sebagai angka ratusan,
akan dibimbing untuk memahami banyaknya kepiting yang lebih
letak angka dan nilai tempat melalui sebagai angka puluhan dan
proses bertukar. Aktivitas 2 ini banyaknya udang yang lebih sebagai
diawali dengan proses membimbing angka satuan.
siswa menemukan banyaknya ikan
menunjukkan angka ratusan, Pada aktivitas 3 yaitu
banyaknya kepiting lebih merepresentasikan model dalam
menunjukkan angka puluhan dan angka, siswa hanya bekerja dengan
udang lebih menunjukkan angka model ikan, kepiting dan udang
satuan. Ketika guru memberikan satuan. Dengan menempelkan
sejumlah manipulatif (udang strip masing-masing representasi model,
yang terdiri dari 10 udang, udang siswa dapat menemukan tiga angka
satuan dan kepiting satuan) maka dalam cara penulisan dan nama
ada beberapa siswa yang memilih penyebutan dengan benar. Ketiga
untuk menghitung manipulatif itu angka yang dituliskan diatas
terlebih dahulu mengetahui jumlah masing-masing model menjadi
keseluruhan. Mereka mencatat lambang bilangan tiga angka dan
kemudian melakukan proses selanjutnya siswa dapat menuliskan
bertukar. Ada juga beberapa siswa dalam nama penyebutan untuk
yang langsung bertukar dan bilangan tiga angka yang
mencatat hasil bertukar sesuai dimaksudkan.
aturan yang diberikan guru. Beberapa temuan menarik yaitu
Beberapa siswa masih salah dalam siswa memiliki pemahaman yang
menuliskan hasil bertukar oleh berbeda dalam merepresentasikan
karena mereka hanya menghitung model dalam angka, namun siswa
banyak kepiting dan udang yang ada memahami dengan baik nilai tempat
tanpa bertukar. Hal ini membuat dari dua angka puluhan. Siswa
hasil presentasi kelompok bervariasi. kelompok Gurita (gambar 2 kiri)
Beberapa kelompok menuliskan dengan benar merepresentasikan
jumlah kepiting maupun udang model dalam angka serta
secara keseluruhan tanpa bertukar menuliskan lambang bilangan dan
dengan ikan. Hal ini dikarenakan nama penyebutan dengan benar.
mereka tidak menyimak dengan baik Siswa ini menyadari banyaknya

447
kotak yang tersedia pada kolom Temuan yang diperoleh pada
udang dan ikan yaitu 9 sehingga aktivitas ini adalah beberapa
meskipun mereka menerima kepiting kelompok melakukan kesalahan
dan udang lebih dari 9, mereka akan yang sama dalam menyelesaikan
merepresentasikan dengan soal 40 puluhan + 4 satuan, dengan
menggunakan manipulatif yang menjawab 40 puluhan + 4 satuan
kurang dari 10. Kelompok Kura-kura (gambar 5 kanan).
(gambar 2 kanan) merepresentasikan Jawaban siswa ini menjelaskan
banyaknya kepiting lebih dari 9, bahwa siswa memiliki alternatif
yaitu sebanyak 12 dan menjelaskan konsep lain dalam menjumlahkan
bahwa mereka tidak perlu bertukar dua digit angka puluhan dan angka
karena 12 kepiting dan 8 udang satuan. Siswa belum memahami
yang mereka tempelkan dapat ditulis nilai dari dua angka puluhan
128 dan dibaca seratus dua puluh sehingga mereka berpikir bahwa 40
delapan. puluhan sama nilainya dengan
angka 40. Melalui bimbingan guru
dan proses membilang satu-satu
dengan menggunakan nilai dari
model kepiting dapat membantu
siswa menemukan nilai dari 40
puluhan. Siswa yang menggunakan
127 128
model untuk menyelesaikan masalah
Seratus dua puluh tujuh Seratus dua puluh delapan
ii masih berada pada tahap berpikir
menggunakan model sebagai
Gambar 2 Siswa merepresentasikan model bantuan dalam merepresentasikan
dalam angka, menulis lambang bilangan dan
nama penyebutan dari bilangan tiga angka. 40 puluhan dan 4 satuan.

Selain itu masih terdapat siswa yang Beberapa siswa lainnya dapat
keliru dalam merepresentasikan menjawab dengan benar, karena
simbol dalam angka. Hal ini mereka telah memahami nilai tempat
disebabkan kelemahan dari aktivitas bilangan tiga angka. Salah satu
ini, yaitu peneliti memberikan kelompok (gambar 5 kiri)
manipulatif atau model yang terlalu menyelesaikan soal 17 puluhan + 5
banyak sehingga siswa cenderung satuan.
menggunakan/menempelkan semua
.
model tanpa berpikir aturan dan
kolom yang sudah disediakan.
Secara keseluruhan aktivitas ini
dapat berjalan baik dengan proses
pembimbingan dari guru.
175 = 100+70+5
Pada aktivitas 4 siswa akan =170+5 = 175 44
menentukan banyaknya angka
ratusan, puluhan dan satuan pada Gambar 3 Jawaban siswa yang memahami
bilangan tiga angka. Aktivitas ini nilai tempat bilangan tiga angka dan
bertujuan untuk mengembangkan menuliskan angka puluhan dan satuan
pengetahuan siswa tentang nilai dalam bentuk panjang.
tempat tiga angka. Siswa diharapkan
Secara keseluruhan proses
dapat menuliskan bentuk panjang
memahami nilai tempat bilangan tiga
atau menguraikan bilangan tiga
angka dalam notasi penjumlahan,
angka sesuai dengan nilai tempat.
dapat dipahami dengan baik oleh
sebagian besar kelompok. Bagi

448
kelompok yang masih melakukan menghitung sejumlah kuantitas dan
kesalahan, guru membimbing aktivitas bertukar barang dengan
kembali. Hal ini menunjukkan barang membantu siswa memahami
bahwa tidak semua siswa memiliki pertukaran biota laut dengan
pemahaman pada level formal. menggunakan model of yaitu model
Masih terdapat siswa yang udang satuan yang dikelompokan
memerlukan model dalam menjadi sepuluh udang dengan
memahami nilai tempat bilangan tiga nama udang strip dan kepiting
angka. sebagai sebagai representasi angka
puluhan serta ikan sebagai
4. Simpulan dan Saran representasi angka ratusan. Pada
proses pendataan masing-masing
Simpulan representasi model dalam angka
Sebelum rangkaian aktivitas ini ratusan, puluhan dan satuan
dilaksanakan, semua siswa membantu siswa menemukan
berpendapat nilai dari suatu lambang bilangan tiga angka dan
bilangan memiliki arti yang sama menuliskan dalam nama
dengan nama kesepakatan dari penyebutan. Rangkaian aktivitas ini
bilangan tiga angka, oleh karena membantu siswa dalam memahami
dalam buku teks materi nilai tempat hubungan antara penguraian
diajarkan secara prosedural dan bilangan tiga angka dalam notasi
secara langsung menentukan nilai nilai tempat. Siswa dapat
tempat dari bilangan tiga angka. menemukan arti dari nilai bilangan
Masalah yang dihadapi siswa adalah tiga angka dan mengembangkan
sulit memahami bahwa nilai angka pemikirannya menggunakan
puluhan berbeda dengan nilai angka aktivitas bertukar dalam memahami
yang melekat di depan angka nilai tempat setiap angka
puluhan. Melalui serangkaian berdasarkan letaknya.
aktivitas siswa dapat menemukan
arti nilai tempat sebagai nilai dari Saran
sebuah angka berdasarkan letak Bagi peneliti lain dapat
dalam notasi nilai tempat. menggunakan hasil penelitian ini
untuk dikembangkan dalam materi
Dapat disimpulkan bahwa aktivitas operasi penjumlahan dan
yang didesain (bertukar biota laut) pengurangan bilangan tiga angka.
dapat menjadi situasi yang Bagi guru, disarankan untuk dapat
membantu siswa dalam memahami menggunakan aktivitas yang
nilai tempat bilangan tiga angka. didesain dalam penelitian ini sebagai
Hal ini dapat membawa siswa belajar pembelajaran tematik dalam
mengembangkan pemahamannya membelajarkan materi nilai tempat
dari tahap informal menuju tahap puluhan dan satuan di kelas 1 SD
formal dari pembelajaran dan konsep nilai tempat bilangan
matematika yang bermakna. Sebagai tiga angka di kelas 2.
titik awal pembelajaran dengan

Daftar Pustaka
Clements, D. H., dan Sarama, J. (2004). Early Chilhood Mathematics Education
Research: Learning Trajectories for Young Children. New York: Routledge.
Gravemeijer, K., dan Cobb, P. (2006). Design Research from the Learning Design
Perspective. dalam J. van den Akker, K. Gravemeijer, S. McKenney, dan N.
Nieveen (Eds), Educational Design Research (pp. 17-51). London: Routledge.

449
Haylock, D. (2010). Mathematics Explained for Primary Teachers 4th Edition.
London: SAGE.
Lestari, D. P. (2012). Deskripsi Kesulitan Belajar Pada Operasi Penjumlahan
Dengan Teknik Menyimpan Siswa Kelas I SD N 3 Panjer Kecamatan
Kebumen Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal FKIP Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
Marsigit. (2004). Mathematics Program for International Cooperation in Indonesia.
Diunduh dari
http://www.criced.tsukuba.ac.jp/pdf/08_Indonesia_Marsigit.pdf tanggal 1
Januari 2012.
Ministry of Education. (1992). Mathematics in the New Zealand Curriculum.
Wellington: Learning Media.
Nurmawati, Handayani.S, Rachmiazasi, L. (2000). Pembelajaran yang
Berorientasi Pada Konstruktivistik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Nilai Tempat Bagi Siswa Kelas III SDN Kutohardjo II Rembang. Universitas
Terbuka. Diunduh dari
http://www.lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/21nurma.htm tanggal 23 November
2012.
Ross, S. (1989). Parts, Wholes and Place Value: A Developmental View.
Arithmetics Teacher, 36 (6), 47-51.
Sharma, M. C. (1993). Place Value Concept: How Children Learn It and How to
Teach It. Diunduh dari http://ezproxy.lib.ucf.edu tanggal 10 Agustus 2012.
Van de Walle, J. (2008). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah:
Pengembangan Pembelajaran, Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Zulkardi. (2002). Developing a Learning Environment on Realistic Mathematics
Education for Indonesian Student Teachers. Thesis University of Twente. The
Netherlands: PrinPartners Ipskamp-Enschede.

450
PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA PADA KOMPETENSI
PROSES KONEKSI DAN REFLEKSI PISA
1Navel O. Mangelep, 2Zulkardi, 3Yusuf Hartono

1UniversitasNegeri Manado
2Universitas Sriwijaya
3Universitas Sriwijaya

Abstract. This study aims to develop valid and practical mathematics problems in
regards to the connection and reflection cluster competence utilizing PISA and to
determine the potential effects of such problems to students' mathematics skills. The
subjects were students of grade IX SMP Xaverius 1 Palembang. The method used is
development research comprising a preliminary stage and prototyping. The
development stage generates four problems for connection cluster competence and
four problems for reflection cluster competence. Validity was fulfilled by the
qualitative and quantitative validation. Practicality is fulfilled by experts and
practitioners who apply directly the developed to junior high school students. The
problems were trialed to student on one-to-one and small group settings. The results
show that the prototype problems can be utilized effectively, thus the prototype has a
potential effect to explore students mathematics skill at ninth grade junior high
school. Students can optimally use their mathematics ability to solve these problems.
Most students also said that the problems are interesting and provoke enthusiasm in
learning mathematics because of the problems relationship to everyday life. There
were 78.6% of students who mastered the connection cluster competence and 17.9%
of students who mastered the reflection cluster competence.

Keywords: connection, PISA, problems, reflection.

1. Pendahuluan mengembangkan soal pemecahan


Pencapaian hasil belajar siswa-siswa masalah matematika model PISA
Indonesia dalam studi internasional level moderate dan most difficult,
PISA (Programme for International dimana siswa-siswa yang menjadi
Student Assesment) sangatlah subjek dalam peneltian tersebut
mengecewakan. Pada keikutsertaan hanya berada pada kategori cukup
yang pertama kali di tahun 2000, dalam menyelesaikan soal-soal
Indonesia hanya berada pada pemecahan masalah model PISA.
peringkat ke-39 dari 43 negara Senada dengan hal itu, Kamaliyah
peserta (OECD, 2003). Pada tahun (2012) pada penelitiannya yang
2003, peringkat Indonesia ada pada mengembangkan soal matematika
posisi 38 dari 41 negara peserta model PISA level 4, 5, dan 6
(OECD, 2004). Sedangkan pada PISA menunjukkan bahwa kurang dari
tahun 2006, Indonesia hanya 50% siswa mampu menyelesaikan
mampu menduduki peringkat 50 soal matematika model PISA level 4,
dari 57 negara peserta (OECD, 5, & 6, serta semakin tinggi level soal
2007). Hasil terbaru yakni PISA yang diberikan maka presentasi
tahun 2009 Indonesia berada pada keberhasilan siswa dalam
peringkat 61 dari 65 negara peserta mengerjakan soal pada level tersebut
(OECD, 2010). akan semakin kecil.
Pencapaian prestasi yang rendah Salah satu upaya dalam mengatasi
dalam PISA tersebut didukung pula persoalan di atas adalah dengan
oleh hasil penelitian Rita (2012) yang mengembangkan soal-soal yang
dapat membuat siswa aktif dan

451
kreatif. Pengembangan soal model Seperti yang telah disebutkan
PISA bisa dijadikan alternatif sebelumnya bahwa salah satu
penyelesaian karena soal PISA kemampuan yang diukur dalam
menggunakan pendekatan literasi PISA dilihat berdasakan kompetensi
yang inovatif dan berorientasi ke proses yakni kompetensi reproduksi,
masa depan (OECD 2010). Selain kompetensi koneksi, dan kompetensi
itu, berdasarkan penelitian- refleksi. Selanjutnya akan dijelaskan
penelitian sebelumnya tentang PISA ketiga komponen proses ini sebagai
seperti Annisah (2011) yang telah berikut.
mengembangkan soal matematika
a. Kompetensi proses reproduksi
model PISA untuk mengukur
(reproduction cluster)
kemampuan penalaran matematis
siswa SMP, Sri (2012) Dalam proses reproduksi, siswa
mengembangkan soal matematika diminta untuk dapat mengulang
model PISA yang dapat mengukur atau menyalin prosedur yang telah
kemampuan pemodelan matematika dia ketahui sebelumnya. Misalnya
siswa SMP, dan Eka (2012) yang siswa diminta untuk dapat
mengembangkan soal matematika mengulangi kembali definisi,
model PISA untuk mengetahui algoritma, maupun prosedur-
argumentasi siswa SMP, prosedur matematika yang ada.
menyatakan bahwa soal matematika Dalam tahap ini juga siswa diminta
model PISA memiliki efek potensial untuk dapat melakukan
(efektif) dalam meningkatkan perhitungan-perhitungan sederhana
prestasi matematika siswa. yang mungkin tidak membutuhkan
penyelesaian yang rumit dan umum
Pada PISA, pengetahuan dan
dilakukan oleh siswa. Hal ini
keterampilan matematika diukur
sangatlah umum dan sering
berdasarkan tiga dimensi yang
dilakukan pada penilaian tradisional
berkenaan dengan (1) isi atau
yang dilakukan oleh guru dalam
konten, (2) proses, dan (3) situasi
proses pembelajaran di kelas (OECD,
atau konteks (OECD, 2004).
2006).
Pencapaian kompetensi siswa dalam
dimensi proses diklasifikasikan ke b. Kompetensi proses koneksi
dalam tiga tingkatan yakni; (1) (connection cluster)
kompetensi reproduksi, (2) Dalam kompentensi ini, siswa
kompetensi koneksi, dan (3) diminta untuk dapat membuat
kompetensi refleksi (OECD, 2004). keterkaitan antara beberapa topik
Dari ketiga kompetensi proses PISA atau gagasan matematika, dan
matematika di atas, kompetensi membuat hubungan antara materi
koneksi dan refleksi merupakan ajar dengan kehidupan sehari-hari
kompetensi yang masih sulit baik dalam sekolah maupun
dikuasai oleh siswa-siswa Indonesia. masyarakat. Pada dimensi ini juga,
Hal ini terbukti karena hanya 23,2% siswa diharapkan dapat
siswa Indonesia yang mampu memecahkan permasalahan yang
menjawab soal pada kompetensi sederhana dimana mereka dapat
koneksi dan hanya 0,1% siswa yang memilih strategi atau pengetahuan
dapat menjawab soal pada matematika mereka sendiri.
kompetensi refleksi (Stacey, 2010). Pertanyaan yang termasuk ke dalam
Hal ini menandakan bahwa siswa kompetensi koneksi adalah soal-soal
masih kesulitan dalam menjawab nonrutin yang berkaitan dengan
soal-soal pada kompetensi koneksi pemecahan masalah dalam
dan refleksi. kehidupan. Dengan demikian, siswa
diharapkan dapat terlibat

452
langsung dalam pengambilan 2. Mengenali hubungan prosedur
keputusan secara matematis dengan satu representasi ke prosedur
menggunakan penalaran matematis representasi yang ekuivalen.
yang sederhana. 3. Menggunakan dan menilai
koneksi beberapa topik
c. Kompetensi proses refleksi
matematika.
(reflection cluster)
4. Menggunakan dan menilai
Kompetensi proses refleksi dalam koneksi antara matematika dan
PISA ini adalah kompetensi yang disiplin ilmu yang lain.
paling tinggi yang diukur dalam
Kemampuankemampuan yang
PISA, karena siswa akan dinilai
diharapkan setelah siswa
kemampuan bernalar dengan
mendapatkan pembelajaran yang
menggunakan penalaran dan konsep
menekankan pada aspek koneksi
matematika atau disebut
matematika menurut standar
mathematization. Di sini siswa
kurikulum NCTM adalah:
dihadapkan dengan suatu pola atau
fenomena dan siswa akan membuat 1. Siswa dapat menggunakan
model sendiri, melakukan analisis, koneksi antar topik matematika.
berpikir kritis, serta melakukan 2. Siswa dapat menggunakan
refleksi atas model tersebut. koneksi antara matematika
dengan disiplin ilmu lain.
Menurut National Council of Teacher
3. Siswa dapat mengenali
of Mathematics (NCTM) tahun 1989,
representasi ekuivalen dari
koneksi matematika merupakan
konsep yang sama.
bagian penting yang harus
4. Siswa dapat menghubungkan
mendapatkan penekanan di setiap
prosedur antar representasi
jenjang pendidikan. Koneksi
ekuivalen.
matematika adalah keterkaitan
5. Siswa dapat menggunakan ide
antara topik matematika,
ide matematika untuk
keterkaitan antara matematika
memperluas pemahaman tetang
dengan disiplin ilmu yang lain dan
ideide matematika lainnya.
keterkaitan matematika dengan
6. Siswa dapat menerapkan
dunia nyata atau dalam kehidupan
pemikiran dan pemodelan
seharihari.
matematika untuk
Secara umum ada 2 tipe koneksi menyelesaikan masalah yang
(NCTM, 1989) yaitu (1) Koneksi muncul pada disiplin ilmu lain.
pemodelan dimana terdapat 7. Siswa dapat mengeksplorasi dan
hubungan antara situasi dengan menjelaskan hasilnya dengan
masalah yang dapat muncul di grafik, aljabar, model
dunia nyata atau dalam disiplin ilmu matematika verbal atau
lain dengan representasi representasi.
matematikanya; dan (2) Koneksi
Secara umum refleksi adalah cara
matematika yakni hubungan antara
berfikir tentang apa yang baru
dua representasi yang ekuivalen dan
dipelajari atau berpikir ke belakang
antara proses penyelesaian dari
tentang apa-apa yang sudah kita
masingmasing representasi.
lakukan di masa yamg lalu (Nurhadi
Tujuan dari koneksi matematika 2004: 51). Refleksi diperlukan
menurut NCTM (1989:146) adalah karena pengetahuan harus
agar siswa dapat: dikontekstualkan agar sepenuhnya
1. Mengenali representasi yang dipahami dan diterapkan secara
ekuivalen dari suatu konsep luas.
yang sama.

453
Berkaitan dengan proses pemecahan interpretasi dan validasi hasil antara
masalah matematika, kita dapat lain:
mendefinisikan refleksi matematik
1. Memahami perluasan dan
sebagai upaya siswa untuk
keterbatasan konsep matematika
merepresentasi permasalahan
(hubungannya dengan masalah
matematika dengan cara membuat
dunia nyata);
model sendiri, melakukan analisis,
2. Merefleksi argumen matematis
berpikir kritis, serta
serta menjelaskan hasilnya;
mengkomunikasikan dan mengambil
3. Mengkomunikasikan proses dan
keputusan untuk memecahkan
hasil yang dimiliki.
masalah tersebut (Hayat & Yusuf,
2010).
Berdasarkan deskripsi di atas, maka
Pendesainan soal pada kompetensi peneliti perlu mengembangkan soal
proses koneksi dan refleksi tidaklah matematika pada kompetensi proses
mudah. Soal pada tahap ini harus koneksi dan refleksi PISA serta
mampu membuat siswa melihat bagaimana efek potensial
mengoptimalkan kemampuan soal-soal yang dikembangkan
matematika yang dimilikinya dengan tersebut terhadap kemampuan
memodelkan suatu fenomena secara matematika siswa sekolah menegah
matematis. Atau dengan kata lain pertama. Masalah dalam penelitian
siswa harus mampu melakukan ini adalah (1) bagaimana
proses matematisasi. mengembangkan soal matematika
pada kompetensi proses koneksi dan
Pada kompetensi proses koneksi,
refleksi yang valid dan praktis?; (2)
siswa dituntut untuk melakukan
bagaimana efek potensial soal
serangkaian proses dalam dunia
matematika tersebut terhadap
matematika menggunakan konsep
kemampuan matematika siswa SMP
dan keterampilan yang sudah
Xaverius 1 Palembang
mereka kuasai seperti:
1. Menggunakan berbagai 2. Metodologi Penelitian
representasi matematika
Penelitian dilaksanakan pada
2. Menggunakan simbol, bahasa
semester satu tahun pelajaran
matematik, dan proses
2012/2013, dengan subjek
matematika formal
penelitian yakni siswa kelas IX SMP
3. Melakukan penyesuaian dan
Xaverius 1 Palembang. Penelitian ini
pengembangan model
merupakan penelitian
matematika
pengembangan (development
4. Mengkombinasikan dan
research), yaitu mengembangkan
menggabungkan berbagai model
soal matematika pada kompetensi
matematika
proses koneksi dan refleksi PISA
5. Melakukan argumentasi
yang valid dan praktis. Penelitian ini
matematis
terdiri dari dua tahap yakni
6. Melakukan generalisasi
preliminary dan tahap prototiping
Berbeda dengan kompetensi proses (formative evaluation) yang meliputi
koneksi pada kompetensi proses self-evaluation, expert reviews dan
refleksi siswa tidak hanya dituntut one-to-one (low resistance to revision)
untuk dapat mengkoneksikan dan small group serta field test (high
kemampuan matematisnya namun resistance to revision) (Tessmer 1993,
siswa harus dapat melakukan Zulkardi 2010). Berikut langkah
refleksi proses dan hasil langkah pengembangan soal dalam
matematisasi. Pada kompetensi ini, bentuk diagram alur:
siswa harus dapat melakukan

454
Gambar 1 Diagram Alur Pengembangan Soal (Zulkardi, 2010)

3. Hasil dan Pembahasan mana yang akan menjadi subjek


pada penelitian ini. Berdasarkan
Berdasarkan tahapan-tahapan analisis siswa diperoleh 3 orang
pengembangan soal matematika siswa untuk tahap one-to-one, 6
pada kompetensi proses koneksi dan orang siswa pada tahap small group,
refleksi, di sini akan jelaskan hasil dan 28 orang siswa pada tahap field
pengembangan berdasarkan setiap test.
tahapan tersebut.
Analisis Kurikulum
1. Tahap Preliminary
Analisis kurikulum bertujuan untuk
Tahap preliminary terdiri dari 2 mengidentifikasi materi
tahapan yakni persiapan dan pembelajaran matematika SMP
pendesainan sebagaimana dijelaskan sebagai acuan dalam pengembangan
sebagai berikut: soal PISA nantinya. Adapun Standar
Isi pembelajaran matematika SMP
a. Persiapan
meliputi Aljabar, Geometri, Bilangan,
Pada tahap ini, peneliti melakukan dan Pengolahan Data.
persiapan untuk pelaksanaan
Analisis Soal PISA
penelitian diantaranya menghubungi
kepala sekolah dan guru mata Analisis Soal PISA bertujuan untuk
pelajaran matematika serta mengidentifikasi karakteristik soal-
menentukan prosedur kerja sama soal PISA matematika khususnya
selama penelitian berlangsung. pada kompentensi proses koneksi
Selain itu, pada tahap ini peneliti dan refleksi, yaitu mengenai konten,
melakukan analisis siswa, analisis konteks, dan level kemampuan
kurikulum, dan analisis soal PISA matematika dalam PISA.
sebagai dasar untuk Berdasarkan hasil analisis soal PISA,
mengembangkan soal matematika peneliti mendapatkan informasi yang
pada kompetensi proses koneksi dan terperinci mengenai karakteristik
refleksi PISA sebagaimana diuraikan maupun kesesuaian soal-soal PISA
berikut ini: dengan kurikulum matematika SMP
di Indonesia.
Analisis Siswa
b. Pendesainan
Analisis siswa bertujuan untuk
mengetahui level kemampuan siswa Pada tahap desain, peneliti
yang menjadi subjek penelitian yakni melakukan pendesainan soal
siswa kelas IX SMP Xaverius 1 matematika pada kompentesi proses
Palembang. Peneliti menganalisis koneksi dan refleksi PISA
kemampuan siswa berdasarkan data berdasarkan informasi dan
dari guru matematika di sekolah pengetahuan yang diperoleh pada
tersebut untuk menentukan siswa

455
tahap analisis. Di sini diperoleh menilai prestasi siswa, dan
perangkat instrumen antara lain: berkontribusi terhadap aspek-
aspek lain dalam PISA.
1. Kisikisi soal matematika pada
2. Prof. Dr. J. H. Lolombulan, MS,
kompetensi proses koneksi dan
guru besar/dosen di jurusan
refleksi PISA berdasarkan
matematika program studi
analisis peneliti.
pendidikan matematika
2. Soal matematika pada
Universitas Negeri Manado
kompetensi proses koneksi dan
(UNIMA), yang meninjau
refleksi PISA sebanyak 8 soal.
kesesuaian konsep matematika,
3. Kartu Soal
konteks dan tatabahasa yang
4. Rubrik penilaian soal
digunakan pada soal matematika
matematika pada kompetensi
kompetensi proses koneksi dan
proses koneksi dan refleksi PISA.
refleksi PISA yang
dikembangkan.
2. Tahap Formative Evaluation
3. Prof. Dr. Mashadi, M.Si, guru
a. Self Evaluation besar/dosen di Jurusan
Pada tahap ini peneliti melakukan Matematika Universitas Riau
penilaian terhadap soal yang (UNRI), yang meninjau konsep
dikembangkan. Peneliti mengecek matematika yang digunakan
kembali kesesuaian hasil desain pada soal matematika yang
dengan framework PISA, kisi-kisi, dikembangkan.
dan rubrik penilaian yang telah 4. Moch. Lutfianto, S.Pd, pelatih
dikembangkan. Hasil penilaian oleh olimpiade matematika, guru
peneliti inilah yang kemudian di matematika, dosen STKIP
validasi oleh pembimbing dan para Sidoardjo dan mahasiswa
pakar pada tahap selanjutnya. program studi magister
pendidikan matematika FKIP
b. Expert Review UNSRI yang meninjau
Pada tahap ini dilakukan validasi kesesuaian soal yang
prototipe 1 secara kualitatif oleh tim dikembangkan dengan level
validasi yaitu Prof. Dr. Zulkardi, siswa kelas IX SMP dan
M.I.Komp, M.Sc dan Dr. Yusuf kurikulum KTSP
Hartono, M.Sc. Validasi disini c. One-to-one
berkenaan tentang konten,
konstruk, dan bahasa dari prototipe Pada one-to-one, desain soal
yang telah dikembangkan. Selain itu matematika (Prototipe 1) yang
peneliti meminta pendapat dari dikembangkan, diuji kepada 3 orang
beberapa pakar dan teman sejawat siswa kelas IX yang berkemampuan
untuk memvalidasi prototipe 1 tinggi, sedang, dan rendah secara
tersebut. Adapun validator tersebut individu. Tahap one-to-one ini
antara lain: dilaksanakan pada tanggal 23
Oktober 2012.
1. Dr. Ross Turner, Peneliti Utama
di Australian Council for Pelaksanaan tahap one-to-one ini
Educational Research (ACER) dan difokuskan pada kejelasan,
merupakan ketua tim ahli dalam kemudahan penggunaan,
PISA Matematika. Dalam PISA, kepraktisan prototipe yang
Ross Turner mengelola proses dikembangkan, dan ketertarikan
pengembangan item tes siswa terhadap soal yang diberikan.
matematika dan bertanggung Oleh karena itu setelah siswa
jawab untuk pengembangan mengerjakan soal prototipe 1,
metodologi yang cocok untuk peneliti meminta siswa memberikan

456
pendapat, komentar, dan saran dilakukan memberikan pengaruh
mereka terhadap soal-soal yang kepada tingkat pemahaman siswa
diberikan. terhadap soal yang ada, ataukah
hasil revisi tidak memberikan
d. Small Group
pengaruh apa-apa atau justru
Small Group dilaksanakan pada membuat siswa semakin sulit untuk
tanggal 19 November 2012 di SMPK memahami masksud dari soal yang
Frater Xaverisus 1 Palembang. diberikan.
Tahap ini diikuti oleh 6 orang siswa
yang memiliki kemampuan beragam Sebelum melaksanakan field test,
yakni 2 orang berkemampuan tinggi, peneliti melakukan ujicoba di kelas
2 orang berkemampuan sedang, 2 IX RSBI 2 SMP Xaverius 1 untuk
orang berkemampuan rendah. kepentingan analisis validitas dan
reliabilitas soal. Analisis dilakukan
Pada tahap ini siswa akan menjawab berdasarkan hasil jawaban 20 orang
soal prototipe 2 yang ada selama 60 siswa yang menjadi subjek uji coba.
menit, dan kemudian diminta untuk Perhitungan validitas dan reliabilitas
memberikan komentar dan saran soal dihitung menggunakan program
terhadap prototipe 2 yang ada. Hasil SPSS-16. Untuk validitas digunakan
pekerjaan, komentar, dan saran korelasi product moment dari Karl
siswa pada tahap ini kemudian Pearson, dan untuk reliabilitas soal
dianalisis untuk melihat bagaimana digunakan Cronbach-Alpha. Data
implementasi dari prototipe 2 yang hasil perhitungan validitas dan
adalah hasil revisi dari prototipe 1 reliabilitas soal ditunjukkan tabel
pada tahap sebelumnya. Di sini akan berikut.
dilihat apakah hasil revisi yang

Tabel 1 Hasil Validitas Butir Soal

Nomor Soal r-hitung r-tabel Kompetensi Keterangan


Unit 1 0.629 0.444 Refleksi Valid
Unit 2 0.715 0.444 Refleksi Valid
Unit 3 0.601 0.444 Koneksi Valid
Unit 4 0.652 0.444 Refleksi Valid
Unit 5 0.621 0.444 Koneksi Valid
Unit 6 0.594 0.444 Koneksi Valid
Unit 7 0.547 0.444 Refleksi Valid
Unit 8 0.574 0.444 Koneksi Valid

Dari hasil pengujian validitas di atas e. Field Test


terlihat bahwa soal matematika yang
Pada tahap ini hasil pengembangan
dikembangkan telah memenuhi
soal dalam prototipe 3 diujicobakan
kriteria valid. Sedangkan untuk
pada subjek penelitian yakni siswa
reliabilitas didapatkan hasil koefisien
SMP Xaverius 1 Palembang kelas IX
reliabilitas sebesar 0,743, sehingga
RSBI-2 sebanyak 28 siswa.
soal matematika yang dikembangkan
Pelaksanaan field test ini
dapat dikatakan reliabel.
dilaksanakan pada tanggal 23
Hasil revisi berdasarkan tahap small november 2012 selama 2 jam
group dan analisis butir soal, pelajaran (90 Menit). Siswa diberikan
menghasilkan prototipe 3 yang paket soal prototipe 3 dengan lembar
terdiri dari 8 soal yang akan di uji jawabannya, kemudian peneliti
cobakan pada tahap Field Test. bertindak sebagai observer yang

457
mengamati kesulitan-kesulitan dan Cronbach-Alpha 0,743 yang berarti
permasalahan yang dialami siswa soal memiliki reliabilitas tinggi.
dalam mengerjakan soal tersebut.
Selanjutnya dari hasil pelaksanaan
Berdasarkan hasil pengembangan pada tahap one-to-one dan small
soal yang telah dijelaskan group menunjukkan bahwa
sebelumnya maka telah dihasilkan perangkat soal yang dikembangkan
seperangkat soal matematika telah praktis. Dimana para
berdasarkan kompetensi koneksi ahli/praktisi telah menyatakan
dan refleksi PISA yang valid dan bahwa soal yang dikembangkan
praktis. Kevalidan dari soal yang dapat diterapkan pada siswa SMP,
dikembangkan ini dipenuhi dan sesuai kenyataan di lapangan
berdasarkan validasi secara (tahap one-to-one dan small group)
kualitatif dan secara kuantitatif. Hal semua siswa dapat menggunakan
ini dapat ditunjukkan berdasarkan perangkat soal dengan baik. Hal ini
hasil penilaian validator (kualitatif), berarti soal telah sesuai dengan alur
dimana validator menyatakan bahwa berpikir dan tingkat berpikir siswa,
soal telah baik berdasarkan konten serta penggunaan konteks yang
(sesuai dengan Framework PISA digunakan telah diketahui oleh
pada kompetensi koneksi dan siswa sehingga mudah dibaca dan
refleksi), konstruk (mengembangkan tidak menimbulkan penafsiran
kemampuan literasi matematika, ganda oleh siswa.
kaya dengan konsep, sesuai dengan
Berikut ini pembahasan beberapa
level siswa kelas IX SMP,
soal yang telah dikembangkan
mengundang pengembangan konsep
berdasarkan jawaban siswa pada
lebih jauh), dan bahasa (sesuai
tahap field test untuk melihat efek
dengan EYD, soal tidak berbelit-belit,
potensial soal dalam menggali
soal tidak mengandung penafsiran
potensi atau kemampuan siswa
ganda, batasan pertanyaan dan
dalam menyelesaikan soal, serta
jawaban jelas). Selain itu, dari hasil
melihat kreatifitas siswa dalam
analisis butir soal didapatkan bahwa
memilih dan memunculkan
soal yang dikembangkan telah valid
strateginya sendiri.
secara kuantitatif dengan nilai

1. SAWAH

Pak Lutfi memiliki sebidang sawah berbentuk persegi


panjang. Kemudian dia akan membagi sawah tersebut
kepada keempat orang anaknya.

Pak Lutfi membagi sawahnya yang berbentuk persegi


panjang sebagaimana terlihat pada gambar di bawah
menjadi 4 daerah yang sama luasnya. Ridho tidak setuju
dengan cara pembagian ayahnya. Siapakah yang benar?
Berikan argumentasi matematik untuk menunjukkan siapa
Sumber Gambar :
http://agrimaniax.blog
spot.com/2010/05/ yang benar.

458
Konten : Ruang dan bentuk dilalui oleh siswa yakni siswa harus
dapat memahami tingkatan dan
Konteks : Umum / Masyarakat
batasan solusi matematik yang
Tipe Soal : Open Constructed - merupakan konsekuensi dari model
Response matematika yang digunakan.
Sekilas soal ini terlihat sangat Dimana siswa harus mampu
mudah, namun soal ini merupakan memberikan argumentasi yang logis
soal yang kompleks dan dalam membuktikan apakah kedua
mensyaratkan pengetahuan tentang bentuk bangun datar segitiga diatas
kesebangunan yang baik oleh siswa. memiliki luas yang sama.
Siswa yang tidak memahami konsep Salah satu strategi dalam
bangunan akan menyimpulkan menyelesaikan soal diatas
bahwa Ridho yang benar dan hal ini ditunjukkan oleh Odilia (gambar 2)
juga terlihat pada saat ujicoba soal yakni dengan melakukan pemisalan.
dilaksanakan. Odilia mencoba menentukan nilai
Soal ini meminta siswa secara pada sisisisi persegi kemudian
implisit untuk dapat membuktikan 2 mencari luas setiap bentuk segitiga
segitiga tersebut memiliki luas yang dengan menggunakan rumus luas
sama atau tidak. Siswa perlu segitiga. Kemudian menunjukkan
mengidentifikasi sisisisi yang bahwa luas daerah I sama dengan
kongruen, sudutsudut, ataupun luas daerah II, sehingga Odilia
melakukan pemisalan untuk menyimpulkan bahwa yang benar
menunjukkan bahwa kedua segitiga adalah pak Lutfi.
tersebut memiliki luas yang sama. Berdasarkan strategi yang dilakukan
Soal ini adalah soal pada kompetensi oleh Odilia, terlihat bahwa Odilia
refleksi PISA dimana siswa telah dapat beragumentasi dengan
disyaratkan untuk dapat menggunakan model matematika
merefleksikan solusi matematika sederhana. Odilia menggunakan
dengan membuat penjelasan dan pembuktian secara langsung yakni
argumentasi matematika yang dengan memasukan nilai-nilai yang
mendukung atau menolak dengan dimisalkan dengan rumus luas
memenuhi persyaratan penyelesaian segitiga yang ada. Hal ini
matematis. menunjukkan bahwa Odilia telah
Berdasarkan indikator soal pada bisa memahami hubungan antara
kompetensi refleksi, disini siswa konteks dan permasalahan yang
harus mampu untuk diberikan dengan menggunakan
mengkonstruksi pengetahuan, pemahamannya mengenai luas
memberikan penjelasan, serta segitiga untuk menafsirkan solusi
memberikan argumentasi dalam terhadap permasalahan yang
permasalahan kontekstual yang diberikan. Ada sebanyak 10,71%
diberikan dalam hal ini konteks siswa yang menggunakan strategi ini
sawah. Konsekuensi yang harus dalam menyelesaikan soal unit 1 ini.

459
Gambar 2 Jawaban Odilia & Andre untuk soal unit 1

Berbeda dengan Odilia, Andre menuliskan kaidah matematika


menggunakan strategi yang berbeda mengapa kedua segitiga tersebut
dalam menyelesaikan soal tersebut dapat dikatakan sama, namun
(gambar 2). Andre telah dapat berdasarkan wawancara peneliti
menjawab soal ini dengan benar dengan siswa tersebut, terungkap
namun tidak memberikan bahwa siswa telah dapat
penjelasan yang lengkap. Andre membuktikannya. Ada sebanyak
mencoba membagi persegi panjang 32,14% siswa yang menggunakan
tersebut dengan menggunakan 1 strategi ini. Kebanyakan siswa yang
garis vertikal dan 1 garis horisontal menggunakan strategi ini
yang melalui titik pusat persegi. menunjukkan kesamaan sisi dan
Kemudian menunjukkan kesamaan sudut dalam membuktikan
antara segitiga-segitiga yang permasalahan yang diberikan
terbentuk. Sekalipun tidak
.

Gambar 3 Jawaban Yoverina untuk soal 1

Dari hasil jawaban Yoverina di atas visual dengan mengatakan bahwa


(gambar 3) terlihat bahwa Yoverina luasnya tidak sama karena bangun
tidak dapat menjelaskan tentang tersebut tidak sebangun. Pernyataan
kesamaan luas dari segitiga A dan B itupun tidak didasari oleh
ataupun segitiga A dan D. Yoverina argumentasi matematik, padahal
hanya mengambil kesimpulan secara dalam soal telah diminta

460
untuk menjelaskannya dengan sehingga siswa-siswa tersebut tidak
memberikan argumentasi bisa menyelesaikan persoalan yang
matematik. Sebanyak 62,28% siswa diberikan dengan benar.
melakukan kesalahan serupa

2. PAPAN TULIS

Untuk membuat sebuah papan tulis seperti


gambar di samping, seorang tukang kayu
membutuhkan beberapa komponen, yakni:
3 balok kayu panjang, 2 balok kayu pendek,
5 paku, 1 tripleks ukuran (2 x 1 meter)

Sumber Gambar : http://bik.110mb.com/berita3.htm

Jika tukang kayu tersebut mempunyai 29 balok kayu panjang, 17 balok kayu
pendek, 30 paku, dan 9 tripleks. Berapakah paling banyak papan tulis yang
dapat dibuat oleh tukang kayu?

Konten : Bilangan matematika sebagai solusi nyata


yang ada dalam kehidupan sehari-
Konteks : Pendidikan / hari.
Pekerjaan Sebanyak 85,71% siswa menjawab
soal ini dengan benar dan
Tipe Soal : Open Constructed
mendapatkan skor maksimal.
Response
Mereka mampu dengan baik
Soal di atas dikategorikan pada membandingkan banyaknya balok
kompetensi proses koneksi kayu panjang, balok kayu pendek,
dikarenakan soal tersebut menuntut paku, dan tripleks yang tersedia
siswa untuk dapat mengembangkan dengan banyaknya balok kayu
strategi dan mengkoneksikan setiap panjang, balok kayu pendek, paku,
informasi yang ada, seperti dan tripleks yang diperlukan.
membandingkan banyaknya balok Strategi umum yang dilakukan oleh
kayu panjang, balok kayu pendek, siswa ditunjukkan pada gambar 8.
paku, dan tripleks yang tersedia Namun demikian ada juga siswa
dengan banyaknya balok kayu yang keliru dalam menyelesaikan
panjang, balok kayu pendek, paku, soal unit 3 tersebut. Hal ini
dan tripleks yang dibutuhkan dalam menunjukkan bahwa mereka belum
membuat 1 papan tulis. Hal ini bisa mengembangkan dan bekerja
menuntut siswa untuk dapat sesuai dengan informasi pada soal
menggunakan alasan logis dalam serta salah dalam memilih strategi
menganalisis seluruh komponen penyelesaian yang digunakan.
yang ada guna mendapatkan solusi
yang dibutuhkan, serta dapat
mengkomunikasikan jawaban

461
Gambar 4 Jawaban Yoverina untuk soal 2

Gambar 5 Jawaban Rius untuk soal 2

Selain strategi di atas, terdapat satu pencacahan untuk menyelesaikan


strategi yang menarik yang soal tersebut. Celine membagi
dilakukan oleh Celine dalam banyaknya bahan yang tersedia satu
menyelesaikan soal di atas (gambar per satu sampai ketersediaan bahan
6). Celine menggunakan prinsip tersebut habis.

462
Gambar 6 Jawaban Celine untuk soal unit 3

3. SEBIDANG TANAH

Pak Ridwan mempunyai sebidang tanah yang berbentuk trapesium seperti


gambar berikut
40 m

40 m

80 m
Tanah tersebut akan diberikan kepada 4 anaknya. Setiap anak akan menerima
bagian tanah dengan luas yang sama. Tunjukkan cara Pak Ridwan membagi
tanah tersebut menjadi 4 bagian yang luasnya sama dan sebangun!

Konten : Bentuk dan ruang Gambar 7 merupakan jawaban


Konteks : Umum Odilia yang menunjukkan dia telah
Tipe Soal : Open Constructed mampu memahami, merencanakan
Response dan berpikir logis dalam membentuk
strategi pemecahan masalah dengan
Soal di atas termasuk dalam benar. Hal ini berbeda dengan Kevin
kompetensi koneksi karena siswa yang tidak mampu memberikan
diminta untuk memahami masalah, solusi yang benar pada soal
melakukan perencanaan, dan tersebut. Berikut ini jawaban kedua
berpikir logis dalam membentuk siswa tersebut:
strategi pemecahan masalah dalam
menyelesaikan soal tersebut.

463
Gambar 7 Jawaban Odilia & Kevin untuk soal 3

Berdasarkan pembahasan di atas 3. Menghubungkan prosedur antar


terlihat bahwa soal matematika pada representasi ekuivalen
kompotensi proses koneksi dan 4. Menerapkan pemikiran dan
refleksi yang dikembangkan dapat pemodelan matematika untuk
menggali potensi matematika siswa menyelesaikan masalah yang
(memiliki efek potensial). Terlihat muncul pada disiplin ilmu lain
bahwa siswa dituntut menggunakan 5. Mengeksplorasi masalah dan
seluruh kemampuan matematikanya menjelasskan hasilnya dengan
secara optimal dalam menyelesaikan grafik numeric, fisik, aljabar, dan
permasalahan matematika yang model matematika
berkaitan dengan kehidupan sehari- 6. Serta merepresentasi
hari seperti soal PISA ini. Hasil field permasalahan matematika
test di atas menunjukkan bahwa ada dengan cara membuat model
siswa yang dapat menunjukkan sendiri, melakukan analisis,
kemampuan matematika dengan berpikir kritis, serta
baik, mampu menjawab dengan mengkomunikasikan dan
benar dan memberikan penjelasan mengambil keputusan untuk
yang baik dalam menjawab soal yang memecahkan masalah
diberikan. Ada juga yang mampu
Dari hasil angket yang dilaksanakan
memahami dan merencanakan
pada tahap field test terlihat
strategi dengan benar namun sulit
sebagian besar siswa mengatakan
melakukan penyelesaiannya.
bahwa soal matematika yang pada
Namun, ada juga siswa yang tidak
kompetensi proses koneksi dan
bisa mengerjakan soal karena tidak
refleksi yang diberikan menarik dan
memahami maksud dari soal yang
dapat memacu semangat dalam
diberikan.
belajar matematika karena soal yang
Berdasarkan analisis jawaban siswa diberikan berkaitan dengan
di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam kehidupan
siswa telah mampu menyelesaikan sehari-hari.
soal dengan menggunakan
Berdasarkan hasil analisis ini dapat
kompetensi proses koneksi dan
dinyatakan bahwa aspek efektif
refleksi dalam PISA. Siswa telah
(memiliki efek potensial) dari soal
dapat memunculkan indikator
matematika yang dikembangkan
kemampuan koneksi & refleksi
dapat dikatakan baik karena
matematis, antara lain:
memanuhi kriteria Akker (1999),
1. Menggunakan koneksi antara yaitu:
matematika dengan disiplin ilmu 1. Ahli dan praktisi berdasarkan
yang lain pengalamannya menyatakan
2. Menggunakan koneksi antar bahwa perangkat soal memenuhi
topik matematika syarat efektif

464
2. Secara operasional di lapangan potensial untuk menggali potensi
soal-soal tersebut memberikan siswa kelas IX SMP Xaverius 1
hasil yang sesuai harapan. Palembang. Selain itu, diperoleh
bahwa terdapat 78,6 % siswa yang
Oleh karena itu pengembangan soal
menguasai kompetensi proses
matematika pada kompetensi proses
koneksi dan 17,9 % siswa yang
koneksi dan refleksi dapat dikatakan
menguasai kompetensi proses
memiliki efek potensial terhadap
refleksi. Ini berarti bahwa siswa
kemampuan matematika siswa.
memiliki potensi untuk
4. Kesimpulan & Saran mengembangkan pengetahuan
Berdasarkan hasil pengembangan mereka sendiri.
soal matematika pada kompetensi Berdasarkan hasil penelitian dan
proses koneksi dan refleksi PISA kesimpulan maka disarankan (1)
pada penelitian ini, maka dapat siswa agar melatih kemampuan
disimpulkan bahwa 8 soal yang matematikanya dengan
dikembangkan berdasarkan menggunakan soal model PISA
kompetensi proses koneksi dan seperti yang dikembangkan pada
refleksi PISA tersebut dapat penelitian ini; (2) guru matematika
dikategorikan valid dan praktis. hendaknya dapat menggunakan soal
Valid tergambar secara kualitatif matematika model PISA khususnya
yakni dari hasil penilaian validator, pada kompetensi proses koneksi dan
dimana semua validator menyatakan refleksi sebagai alternatif dalam
baik berdasarkan konten, konstruk, evaluasi pembelajaran dan proses
dan bahasa. Selain itu, berdasarkan pembelajaran karena dapat melatih
analisis butir soal terlihat bahwa kemampuan matematika siswa
soal yang dikembangkan telah valid dalam mengaplikasikan
secara kuantitatif. Kepraktisan dapat pengetahuannya pada kehidupan
tergambar dari hasil pelaksanaan sehari-hari. (3) hasil penelitian dapat
pada tahap one-to-one dan small digunakan sebagai masukan dan
group menunjukkan bahwa referensi dalam penelitian tentang
perangkat soal yang dikembangkan soal matematika model PISA
telah praktis. Dari hasil jawaban selanjutnya.
siswa terlihat bahwa perangkat soal
yang dikembangkan memiliki efek

Daftar Pustaka

Akker, J.v.d. (1999). Principes and Method of development research (Eds). Design
Approaches and Tools in Education and Training. Dordrecht: Kluwer
Academic Publisher
Annisah. (2011). Pengembangan Soal Matematika Model PISA pada Konten
Quantity untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
Sekolah Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan (pp.
152-164). Palembang: FKIP UNSRI
Edo. (2012). Investigating Secondary School Students' Difficulties in Modeling
Problems PISA-Model Level 5 and 6 Journal on Mathematics Education
(IndoMS-JME), July 2012, Volume 3 No. 2
Eka. (2012). Pengembangan Soal Matematika Model PISA untuk Mengetahui
Argumentasi Siswa di SMP. Tesis. Palembang: FKIP UNSRI
Hayat, B., & Yusuf, S. (2010). Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Kamaliyah. (2012). Developing the Sixth Level of PISA Like Mathematics

465
Problem for Secondary School Students. Journal on Mathematics Education
(IndoMS-JME), July 2012, Volume 3 Nomor. 2.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School
Mathematics.Reston, VA: NCTM
Nurhadi,dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan penerapanny dalam KBK.
Malang: UM Press
OECD. (2003). Literacy Skill for the World of Tommorow. Further Results from
PISA 2000. Paris: OECD.
OECD. (2004). Literacy for Tommorows World.First Result from PISA 2003. Paris:
OECD
OECD. (2007). PISA 2006: Science Competencies for Tommorow's World . Paris :
OECD
OECD. (2009). PISA 2009 Assesment Framework - Key Competencies in Reading,
Mathematics and Sciece . Paris: OECD.
OECD. (2010). PISA 2009 Result : What Students Know and Can Do. STUDENT
PERFORMANCE IN READING, MATHEMATICS, AND SCIENCE (Vol. I). Paris:
OECD.
OECD. (2010). PISA 2012 Mathematical Framework. Paris: OECD
Rita. (2012). Exploring Primary Student's Problem Solving Ability. Journal on
Mathematics Education (IndoMS-JME), July 2012, Volume 3 No. 2.
Shiel, G., dkk. 2007. PISA Mathematics: A Teacher'sGuide. Dublin 2: The
Stationery Office.
Stacey, K. (2010). The View of Mathematical Literacy in Indonesia. Journal on
Mathematics Education (IndoMS-JME), July 2011, Volume 2 , 1-24.
Tessmer, M. (1993). Planning and Conducting Formative Evaluations .
Philadelphia: Kogan Page.
Zulkardi. (2010). How to Design Mathematics Lessons based on the Realistic
Approach? http://eprints.unsri.ac.id/692/1/rme.html. Diakses tanggal 13
September 2012.

466
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI POLA BILANGAN DENGAN
PENDEKATAN PMRI MENGGUNAKAN KERAJINAN TRADISIONAL
KAIN TAJUNG PALEMBANG UNTUK KELAS IX SMP
1Zainab, 2Zulkardi, 3Yusuf Hartono

1SMP Negeri 3 Pemulutan, Sumatera Selatan


2Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri
3Prodi Magister Pendidikan Matematika FKIP Unsri

Abstract. This research aims to investigate how to use the traditional cloth Kain
Tajung Palembang to build students understanding on number patterns. Students
were required to determine the next number, the sequence of numbers and find an
idea or strategy in determining simple number patterns. Subjects were 32 ninth
grade students of SMP Negeri 1 Tanjung Raja. The study used a design research
method consisting of three stages: preliminary design, design experiment (pilot
experiment and teaching experiment) and retrospective analysis. During the
preliminary stage, a sequence of instructional activities was designed utilizing the
Indonesian Realistic Mathematics Education (PMRI) approach. The result of
experiments showed that the traditional cloth Kain Tajung Palembang could be used
as a starting point by ninth grade senior high school students to learn number
patterns.

Keywords: culture, numbers pattern, PMRI, traditional cloth.

1. Pendahuluan sebagai starting point dalam menuju


proses pembelajaran. Konteks
Paradigma baru pendidikan menjadi awal untuk pembelajaran
menekankan bahwa proses matematika (Zulkardi dan Ilma,
pendidikan formal sistem pendidikan 2006). Konteks yang digunakan
harus memiliki ciri-ciri berikut: dalam pembelajaran diusahakan
pendidikan lebih menekankan selalu bermakna bagi peserta didik.
proses pembelajaran (learning) Konteks nyata bermakna bagi
daripada mengajar (teaching), peserta didik menurut Retnowati
pendidikan diorganisir dalam suatu (2010:43) di suatu daerah mungkin
struktur yang fleksibel pendidikan berbeda dengan di daerah lain
memperlakukan peserta didik sehingga menggunakan konteks
sebagai individu yang memiliki nyata yang tepat lebih disarankan
karakteristik khusus dan mandiri, karena membantu siswa untuk
dan pendidikan merupakan proses mempersepsikan dan mengartikan
yang berkesinambungan dan informasi lebih mudah. Salah satu
senantiasa berinteraksi dengan konteks yang dekat dengan peserta
lingkungan (Zamroni dalam didik adalah konteks budaya. Hal ini
Supinah, 2008:2). Paradigma ini sejalan dengan pendapat Uy (1996,
telah banyak diteliti dalam beberapa dalam Mayadiana, 2009:49) bahwa
penelitian sehingga pendidikan pembelajaran matematika yang
selalu berinteraksi dengan menggunakan konteks budaya
lingkungan sebagai konteks yang menurut dapat memberikan
digunakan dalam proses kesempatan untuk memaknai
pembelajaran matematika dengan matematika, memperlihatkan
membuat konsep dan operasi lebih keakuratan matematika dan budaya
baik. Konteks dapat dijadikan lain, dan membuat siswa lebih

467
termotivasi dan bekerja sama dalam pemahaman konsep secara umum
mempelajari matematika. dari sifat bilangan (Stacey dan
Macgregor,1997). Selain itu, aktivitas
Penggunaan konteks budaya dalam dengan pola-pola dapat membantu
matematika yang banyak diteliti peserta didik dalam
dalam dunia pendidikan diantaranya mengembangkan keterampilan
adalah permainan tradisional, penalaran, membuat konjektur dan
anyaman, tarian tradisional, menguji ide-ide mereka (Ibid, 2005)
ornamen geometris masjid, serta mengeksplorasi kemampuan
aritmetika dalam Luo-Shu (China) berpikir peserta didik. Berdasarkan
dan lain-lain. Dari hal ini, peneliti hal tersebut diatas, maka peneliti
menggunakan konteks budaya merancang suatu pembelajaran
melalui kerajinan tradisional kain sehingga aktivitas yang dijalankan
Tajung Palembang sebagai starting peserta didik lebih terencana dan
point dan inovasi dalam membantu pemahaman peserta
pembelajaran pola bilangan. Proses didik terhadap suatu materi. Hal ini
pembelajarannya menggunakan sesuai dengan pengertian
pendekatan Pendidikan Matematika pembelajaran matematika menurut
Realistik Indonesia (PMRI) yang Kristini (2011:221) yang berarti
diadaptasi dari teori belajar Realistic proses pemberian pengalaman
Mathematics Education (RME) di belajar kepada peserta didik melalui
Belanda. PMRI dihubungkan dengan serangkaian kegiatan yang terencana
konteks budaya diantaranya sehingga peserta didik memperoleh
dilakukan oleh Wijaya (2008) dengan kompetensi terkait matematika yang
menggunakan konteks permainan dipelajari. Untuk itu, maka peneliti
tradisional berupa Gundu dan menggunakan metode penelitian
Benthik. yang merancang suatu proses
pembelajaran. Metode tersebut telah
Pada penelitian ini, materinya digunakan beberapa peneliti,
adalah pola bilangan, yang salah diantaranya oleh Wijaya (2008:731)
satu kompetensi dasarnya adalah yang mendesain suatu pembelajaran
menentukan pola barisan bilangan dengan penggunaan konteks
sederhana. Namun, kesulitan permainan tradisional berupa
peserta didik dalam pemodelan Gundu dan Benthik dalam
matematis yaitu suatu proses yang pengukuran panjang.
bermula dari fenomena nyata dan
upaya mematisasikan fenomena Berdasarkan pendahuluan tersebut,
tersebut (Kaput, 1999; Van de Walle, peneliti akan mendesain
2008). Selain itu, berdasarkan pembelajaran materi pola bilangan
catatan mengajar (Teacher Support dengan menggunakan kerajinan
Y7A, 1997) menjelaskan bahwa tradisional kain Tajung melalui
materi tersebut memiliki kesulitan pendekatan PMRI untuk kelas IX
dan dapat dilihat dari banyak SMP. Adapun rumusan masalah dari
penelitian yang didedikasikan pendahuluan tersebut adalah:
dengan memberikan ide dan konsep Bagaimana konteks kain Tajung
untuk metode pola bilangan dapat medukung peserta didik
daripada pemodelan analisis. dalam memahami konsep pola
bilangan? dan penelitian ini
Pola bilangan dapat membantu membahas penggunaan konteks
peserta didik dalam kain Tajung pada pola bilangan dan
mengembangkan fasilitas, strategi peserta didik dalam
fleksibilitas dan keakraban dengan melakukan aktivitas pembelajaran
bilangan-bilangan serta membantu yang telah dirancang peneliti.

468
2. Metode Penelitian (berulang) adalah proses dari
eksperimen pemikiran ke
Metode penelitian adalah metode eksperimen pembelajaran dalam
design research yang melalui tiga bentuk diagram dengan ilustrasi ide
tahap yaitu preliminary design, percobaan dari Gravemeijer dan
desain experiment (pilot experiment Cobb (dalam Akker, 2006) yang
dan teaching experiment), dan terlihat pada gambar dibawah ini:
analysis representative. Proses siklik

Thought Thought Thought Thought Thought


exp. exp. exp. exp. exp.

Instruction Instruction Instruction Instruction


exp. exp. exp. exp.
Gambar 1 Hubungan Refleksi antara Teori dan Percobaan

Dasar dari penelitian ini adalah dalam LIT adalah melihat aktivitas
proses siklus yang didesain berupa kerja yang telah direncanakan.
dugaan pembelajaran, tes dan Sebelum membuat lintasan belajar,
merevisi dugaan pembelajaran peneliti mempelajari literatur seperti
tersebut di kelas sehingga motif kain Tajung dan beberapa
menghasilkan lintasan belajar. buku yang berhubungan dengan
Dugaan tersebut dianalisis lalu pola bilangan. Beberapa literatur
didesain kembali dan direvisi yang dibaca akan didedikasikan
kemudian diimplementasikan lagi untuk membuat aktivitas pola
(Gravemeijer dan Cobb, 2001). bilangan dan mengembangkan
Adapun subjek dari penelitian ini konteks yang menggunakan kain
untuk: tahap pilot experiment adalah Tajung Palembang kemudian
peserta didik sebanyak 6 orang yang dikembangkan dengan papan dan
terbagi menjadi 3 kemampuan, yaitu stik es sebagai pusat model.
tinggi, sedang dan rendah dan tahap Sehingga kain Tajung dan papan
teaching experiment dikelas IX.1 SMP stik es dapat dijadikan sebagai
Negeri 1 Tanjung Raja sebanyak 32 konteks. Kain Tajung dijadikan
orang. Bagian dari design research sebagai konteks dengan alasan
adalah pengembangan teori antara berada dan tidak terlalu jauh dari
proses pembelajaran dan lingkungan peserta didik dan papan
mendukung pembelajaran. Tahapan stik es sebagai dasar dengan stik es
penelitian ini, yaitu: adalah alat untuk menghitung nilai
pada aritmetika.
1) Preliminary Design
Local Instructional Theory (LIT) yang 2) Design Experiment
dilaksanakan pada tahap pertama
Pada tahap ini, Hypothetical Learning
dalam metodologi sebelum uji coba
Trajectory (HLT) dielaborasi dan
pembelajaran. Aktivitas

469
revisi dalam percobaan mengajar. yang mungkin dalam proses
Eksplorasi literatur dan penelitian pembelajaran, sesuatu yang
dilakukan pada waktu tersebut. mendukung proses pembelajaran
Selain itu, diujicobakan desain yang berpotensi pada aktivitas
pertama untuk melihat jalannya peserta didik yang produktif, budaya
rencana aktivitas pembelajaran. Dari yang dapat dibayangkan dalam kelas
kegiatan ini, didapatkan masukan- dan guru yang berperan proaktif.
masukan yang mungkin dan Konjektur dalam LIT dimodifikasi
menggantikan serta merevisi dari dan revisi berdasarkan pada
aktivitas HLT. Uji coba desain retrospective analysis setelah
dilakukan secara bertahap. Pada teaching experiment. Tujuan
tahap pertama yaitu pilot experiment pembelajaran dari peserta didik
diujicobakan pada kelompok kecil merupakan komponen dalam
dan peneliti sebagai guru sedangkan konjektur LIT.
guru model mengobservasi
3. Hasil Penelitian
pembelajaran yang berlangsung.
Peneliti dan guru model
Proses pembelajaran yang
mengintrospeksi proses
berlangsung terdiri dari beberapa
pembelajaran yang berlangsung
aktivitas. Sebelum dan sesudah
sehingga dapat menghasilkan
aktivitas dilakukan tes awal dan tes
aktivitas yang lebih baik. Pada kelas
akhir guna mengetahui kemampuan
teaching experiment dilakukan pada
pemahaman konsep peserta didik.
kelompok besar yang dilakukan oleh
Adapun aktivitas yang dilakukan
guru model. Revisi HLT yang
adalah sebagai berikut:
menjadi Learning Trajectory (LT)
dilaksanakan pada tahap ini a. Aktivitas 1 Motif Kain Tajung
sehingga pola pikir dan strategi Aktivitas Peserta Didik:
peserta didik sangat terlihat dengan
menggunakan konteks kain Tajung Peserta didik mengeksplorasi budaya
pada materi pola bilangan. dan kerajinan tradisional di
Sumatera Selatan, secara khusus
3) Retrospective Analysis kerajinan kain Tajung. Peserta didik
Peneliti menganalisis apapun yang memperhatikan motif-motif yang ada
terjadi pada design experiment. pada kain Tajung Palembang. Selain
Retrospective analysis akan itu, peserta didik secara
dilakukan setelah design experiment berkelompok mempresentasikan
dilakukan. Apapun yang terjadi hasil lembar aktivitas yang telah
dalam kelas (dilihat dari rekaman dikerjakan dan membuat
video dan lembar observasi) akan kesimpulan secara bersama-sama.
dianalisis berdasarkan pada tujuan Tujuan Pembelajaran:
kita mendesain sehingga dapat
diarsipkan atau tidak. Metode atau Peserta didik dapat memilih motif
cara serta strategi peserta didik yang ada pada kain Tajung. Selain
dideskripisikan. itu, dapat menggambarkan salah
satu motif yang dipilih sehingga
Menurut Gravemeijer (2004), salah terbentuk pola sederhana yang
satu tujuan yang hendak dicapai kemudian digambar secara
dalam design research adalah berulang-ulang. Peserta didik juga
mengkombinasikan dua cara yaitu dapat menggambarkan pola dari
teori pengembangan local instruction motif kain Tajung lainnya untuk
dan pengembangan teori kerangka menambah wawasan budaya peserta
yang meliputi suatu masalah. LIT didik dan mengkreasikan motif yang
terdiri dari konjektur atau dugaan digambar lalu

470
digeneralisasikan ke dalam Adapun hasil dari kegiatan yang
matematika. Peserta didik dapat dilakukan adalah peserta didik
menyimpulkan materi yang telah dapat menggambar pola yang
didapatkan secara bersama-sama berulang, namun ada beberapa
dan mendiskusikan hasil aktivitas kelompok yang kurang tepat
yang dilakukan pada diskusi besar. melakukannya karena motif yang
dipilih tidak sederhana. Hal ini
Hasil Aktivitas:
dapat dilihat dari hasil kerja
aktivitas di bawah ini:

Tabel 1 Perbandingan Strategi Peserta didik pada Satu Motif Kain Tajung

Motif Kain
Pertanyaan Pythagoras Diophantus
Tajung
Nama gambar Kain Tajung Kain Tajung
Motif dasar pada kain Kotak-kotak (segi Layang-layang
Tajung empat)
Gambar motif dasar
pada kain

Lanjutan tiga pola

Lembar aktivitas pada kelompok motif sehingga menghasilkan pola


Pythagoras merupakan jawaban dari yang tepat.
peserta didik yang berpikiran untuk Selain itu, peserta didik juga diminta
menggambar pola, dimana semua untuk mengembangkan kemampuan
motif digambar sehingga berpikir dalam menggambarkan
menghasilkan lebih dari satu pola. motif yang terdiri dari beberapa pola
Sedangkan yang diinformasikan ke dalam matematika sehingga dapat
peserta didik adalah satu motif saja. dibuat suatu motif kain Tajung.
Hal ini dapat dilihat kelompok Lihat gambar dibawah ini yang
Diophantus yang fokus pada satu merupakan kinerja secara individu.

Gambar 2 Gambar Motif Peserta Didik

Beberapa kelompok, memaparkan b. Aktivitas 2 Papan Stik Es


hasil aktivitas kelompok dalam
Aktivitas Peserta Didik:
diskusi besar dan peserta didik lain
memberikan tanggapan sehingga Peserta didik membuat pola di
didapatkan kesimpulan terhadap papan yang telah disediakan dengan
aktivitas yang telah dilakukan. menggunakan stik es sebagai
aplikasidari model of. Peserta didik

471
menghitung banyaknya stik es yang yang digunakan untuk pola tertentu,
digunakan pada pola yang dan menentukan aturan dari barisan
bertingkat dan berulang sehingga bilangan tersebut.
peserta didik dapat membuat Hasil Aktivitas:
barisan bilangan dari pola tersebut.
Adapun hasil dari aktivitas yang
Tujuan Pembelajaran: dilakukan peserta didik secara
berkelompok dengan motif ada yang
Peserta didik dapat mengaplikasikan
sama dan berbeda antar kelompok
pola ke dalam model of pada papan
dapat dilihat sebagai berikut:
menggunakan stik es. Selain itu,
peserta didik dapat menentukan
barisan bilangan, banyak stik es

Gambar 3a dan 3b Papan Stik Es Hasil Karya Peserta didik

Pada kedua pola yang dibuat peserta pada gambar 3b, peserta didik
didik dari motif yang sama membuat pola menyambung
mempunyai strategi yang berbeda. sehingga terlihat memanjang
Pada gambar 3a, peserta didik lebih kesamping dan menghasilkan
membuat pola secara bertingkat dan barisan bilangan yaitu 4, 8, 12, dan
menyatu sehingga menghasilkan 16. Untuk lembar aktivitas peserta
barisan bilangan yaitu 4, 8, 10, dan didik mengerjakan secara tepat yang
12. Pola yang dibuat sama dengan dapat dilihat dari hasil lembar
motif pada kain Tajung. Sedangkan aktivitas berikut:

Gambar 4 Hasil Aktivitas 2 Peserta Didik

Hasil aktivitas peserta didik pada motif yaitu motif segitiga dan belah
motif yang sama menghasilkan pola ketupat. Pada motif segitiga, ada
yang berbeda berdasarkan strategi kelompok yang menggambarkan pola
yang mereka gunakan masing- secara bertingkat dan menyambung
masing. Hal ini terlihat pada dua sedangkan kelompok lain secara

472
bersambung saja. Hal ini juga es pada pola pertama, kedua, ketiga,
terlihat pada pola belah ketupat dan seterusnya.
yang strategi peserta didik berbeda. Selain itu, peserta didik juga diminta
Ada yang membuat secara untuk membuat pola berulang dan
bertingkat dan ada pula yang bertingkat sehingga menghasilkan
membuat secara menyambung. barisan bilangan berdasarkan pola
Untuk pola bertingkat, terlihat yang dibuat secara individu
bahwa pola tersebut menyerupai sebelumnya. Berikut strategi peserta
motif lembar aktivitas. Peserta didik didik dalam menggambarkan pola
juga menentukan barisan bilangan dan menentukan barisan bilangan:
dengan menghitung banyaknya stik

Aktivitas Peserta Didik:


Peserta didik membuat pola yang
dihasilkan pada aktivitas
sebelumnya kedalam bentuk tabel
dan menguraikan pola tersebut.
Peserta didik mengerjakan lembar
aktivitas secara berkelompok
berdasarkan pola pada papan stik
es. Peserta didik memaparkan hasil
dari aktivitas kelompok.
Tujuan Pembelajaran:
Peserta didik dapat menentukan
uraian pola yang terbentuk
Gambar 5 Strategi Fikri Al-Kausar sebelumnya berdasarkan strategi,
ideatau gagasan mereka. Peserta
didik juga dapat menentukan pola
Terlihat dari pola yang dibuat, barisan bilangan berdasarkan pola
segienam sehingga menghasilkan masing-masing. Selain itu, peserta
kelipatan 6. Strategi yang digunakan didik dapat menentukan barisan
Fikri adalah menggambar motif kain bilangan dari pola yang diketahui
Tajung dengan pola segienam. Fikri maupun menentukan urutan pola
menggambar berulang pola tersebut jika diketahui bilangan pada pola
sehingga menghasilkan barisan tersebut.
bilangan 6, 12, 18, 24, 30. Dari Hasil Aktivitas:
aktivitas ini, pemahaman konsep
Hasil yang diperoleh dari aktivitas
peserta didik dapat terlihat dengan
ini adalah peserta didik dapat
dapat menggambar pola berulang
menguraikan pola bertingkat dan
dan bertingkat serta menentukan
berulang yang telah mereka lakukan
barisan bilangan.
pada aktivitas sebelumnya. Hal ini
terlihat dari gambar dibawah ini:
c. Aktivitas 3 Pemodelan
Matematika

473
Gambar 6 Strategi Pola Peserta Didik

Adapun strategi yang digunakan pola barisan bilangan sederhana


peserta didik dalam menemukan adalah sebagai berikut:

Gambar 7a dan 7b Strategi Penguraian Pola Segitiga

Terlihat dari strategi yang digunakan gambar 7.2 lebih tepat


peserta didik tiap kelompok berbeda. pengerjaannya karena terlihat pola
Pada gambar 7a terlihat bahwa yang dibentuk.
peserta didik menguraikan dengan Adapun strategi yang digunakan
mengambil satu-satu tiap segitiga setiap kelompok berbeda-beda. Hal
sedangkan gambar 7b ini dapat dilihat dari hasil coretan
mengelompokkan dua-dua sehingga peserta didik pada pola belah
pada akhir selalu lebih satu. Kedua ketupat dan persegi memiliki cara
strategi digunakan beraneka ragam yang berbeda yaitu:
sehingga dapat dilihat bahwa pada

- Pola Persegi

Gambar 8a dan 8b Strategi Peserta Didik Menguraikan Pola Persegi

Pada pola yang diuraikan kedua menjadi perkalian sedangkan


kelompok dilakukan hampir sama. gambar 8b terlihat bahwa peserta
Namun, pada gambar 8a, semua didik langsung mengubah pola
pola diuraikan sehingga pemahaman kedalam perkalian yang didapatkan
konsep terdiri dari penjumlahan rumus pola persegi tersebut, .

474
- Pola Belah Ketupat

Gambar 9a dan 9b Strategi Peserta Didik Menguraikan Pola Belah Ketupat

Terlihat juga pada pola belah yang merupakan aplikasi dari pola
ketupat, strategi yang digunakan barisan bilangan.
sedikit berbeda dengan gambar
pertama menghitung belah ketupat
4. Pembahasan
secara terpisah sedangkan gambar Dari hasil design research yang telah
kedua, belah ketupat tersusun dilakukan, diperoleh lintasan belajar
rapidan bersambung namun pada pola bilangan menggunakan kain
pola kelima terpisah. Kedua strategi Tajung dengan pendekatan PMRI
pada pola belah ketupat dilakukan dikelas IX SMP. Selain itu,
menghasilkan rumus pola yang diperoleh strategi-strategi pemikiran
sama. peserta didik dalam menyelesaikan
materi pola bilangan. Strategi
d. Aktivitas 4 Pemecahan Masalah tersebut merupakan dampak dari
Pola Bilangan penerapan HLT yang telah didesain
dan diujicobakan pada tahap pilot
Aktivitas Peserta Didik:
experiment kemudian direvisi
Peserta didik menyimak informasi sehingga dapat diterapkan pada
dari guru tentang pola jumlah teaching experiment yang
bilangan ganjil dan secara individu menghasilkan LT. Pembelajaran
diberi latihan untuk yang dilaksanakan menggunakan
mengaplikasikan dengan materi pola konteks kain Tajung Palembang
bilangan yang telah dipelajari sebagai starting point untuk
sebelumnya. mengawali materi pola bilangan.
Tujuan Pembelajaran: Motif-motif kain Tajung yang
beraneka ragam membuat pola pikir
Peserta didik dapat menentukan peserta didik lebih luas dalam
unsur dari pola bilangan dan menjangkau materi tersebut. Untuk
menentukan pola jumlah pada mendukung konteks tersebut, maka
bilangan ganjil dan genap. pendekatan PMRI berperan sangat
Hasil Aktivitas: besar dalam proses pembelajaran
yang berlangsung lebih aktif dan
Peserta didik secara kelompok efisien.
menentukan pola jumlah bilangan
genap sehingga menghasilkan pola Aktivitas peserta didik lebih terlihat
yang terlihat dari hasil kerja peserta sesuai dengan karakteristik PMRI.
didik. Selain itu terlihat juga bahwa Karakteristik PMRI yang muncul
peserta didik dapat menjawab dalam proses pembelajaran ini
beberapa soal pemecahan masalah sejalan dengan aktivitas berpikir.
Van den HeuvelPanhuizen (dalam

475
Marpaung, 2006: 2), merumuskan kontekstual yang realistik bagi
karakteristik RME sebagai berikut: siswa) merupakan bagian yang
sangat penting. Peserta didik
a) Menggunakan masalah
mengamati dan menganalisis
kontekstual, yaitu matematika
motif kain Tajung untuk
dipandang sebagai kegiatan
menggambarkan pola yang
sehari-hari manusia, sehingga
beraturan. Kegiatan ini terlihat
memecahkan masalah
pada gambar berikut:
kehidupan yang dihadapi atau
dialami oleh siswa (masalah

Gambar 10 Strategi Peserta didik Mengubah Motif kedalam Pola

b) Menggunakan model, yaitu digambar dari motif kain Tajung


model belajar matematika berarti ke dalam papan dengan
bekerja dengan matematika(alat menggunakan stik es sehingga
matematis hasil matematisasi dapat menentukan barisan
horisontal). Peserta didik bilangannya.
mengembangkan pola yang telah

Gambar 11 Strategi Peserta didik Membuat Model of

c) Menggunakan hasil dan guru. Peserta didik dengan


konstruksi siswa sendiri, yaitu bimbingan guru dapat
siswa diberi kesempatan untuk menentukan pola barisan
menemukan konsep-konsep bilangan yang telah mereka
matematis, di bawah bimbingan uraikan.

Tahap General
Tahap Formal

Gambar 12 Strategi Peserta didik Menentukan Pola Bilangan

476
d) Pembelajaran terfokus pada Setelah selesai, tahap terakhir
siswa. Proses pembelajaran yang peserta didik mempresentasikan
terjadi terfokus pada peserta hasil aktivitas yang mereka lakukan.
didik dengan melihat aktivitas Peserta didik yang presentasi
yang dilakukan. memiliki kesempatan untuk
e) Terjadi interaksi antara peserta mengemukakan pendapat mereka,
didik dan guru, yaitu aktivitas mempertahankan pendapat yang
belajar meliputi kegiatan mereka miliki. Presentasi
memecahkan masalah memberikan kesempatan kepada
kontekstual yang realistik, siswa untuk mengungkapkan
mengorganisasikan pengalaman pendapat mereka sehingga mereka
matematis, dan mendiskusikan merasa dihargai dan akhirnya akan
hasil-hasil pemecahan masalah merasa senang mengikuti
tersebut. Pada penelitian ini, pembelajaran (Suherman, 2003:261;
proses pembelajaran yang Muzayyanah, 2009).
berpusat pada peserta didik
sehingga terjadi interaksi
5. Kesimpulan
sesama mereka dan guru. Hal ini Design research merupakan
dapat dilihat dari aktivitas yang pengembangan LIT pada pola
mereka lakukan dan pada tahap bilangan yang mendesain kegiatan-
presentasi. kegiatan sehingga dapat membantu
peserta didik dalam menentukan
Dalam proses pembelajaran
pola bilangan sederhana. Motifkain
menggunakan Lembar Kerja Siswa
Tajung yang digeneralisasikan
(LKS) yang dalam hal ini adalah
kepapan stik es sehingga
lembar aktivitas. Penggunaan LKS
mempunyai kekuatan yang dapat
mempercepat proses pembelajaran.
merepresentasikan pikiran peserta
Hal ini sesuai dengan pendapat
didik dalam menentukan strategi
Bakrudin (2002:10; Muzayyanah:
yang digunakan. Pengembangan
2009) bahwa kegunaan LKS salah
pola bilangan menggunakan konteks
satu alternatif bagi guru untuk
yang nyata sehingga diharapkan
mengarahkan pengajaran, dapat
dapat membantu dalam
mempercepat proses pembelajaran,
mengembangkan strategi berpikir
dapat mempermudah penyelesaian
peserta didik untuk mengemukakan
bagi perorangan atau kelompok kecil
ide atau gagasan dalam
dan dapat meningkatkan kerja guru
menyelesaikan pemecahan masalah.
dalam memberikan bantuan atau
mendidik, terutama untuk
mengelolah kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Akker, et al. (2006). Education design research. London: Routledge Taylor and
Francis Group.
Gravemeijer, K. (2004). Local instructional theories as means of support for
teacher in reform mathematics education. Mathematical Thinking and
Learning, 6(2), 105 128, Lawrence Erlbaum Association, Inc.
Meds Roebuck, K.I. (2005). Coloring formulas for growing patterns. Mathematics
Teacher, 98(7): 472 475.
Mayadiana, D.S. (2009). Suatu alternative pembelajaran kemampuan berpikir
kritis matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.

477
Muzayyanah, Arifah. (2009). Peningkatan kemampuan komunikasi matematika
siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran
kooperatif tipe think-pair-share (TPS) di SMA Negeri 1 Godean. Dalam
Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah, 6 Desember
2009, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 300 318.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Retnowati, Endah. (2010). Pendidikan matematika realistik: Sebuah tinjauan
teoritik. Majalah PMRI/vol. viii No. 3/Juli 2010. Bandung: Institut
Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (IP-PMRI).
Stacey, K. dan M. Macgregor. (1997). Building foundations for algebra.
Mathematics Teaching in The Middle School, 2(4): 252 260.
Sumardyono. (2004). Karakteristik matematika dan implikasinya terhadap
pembelajaran matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Supinah. (2008). Pembelajaran matematika SD dengan pendekatan kontekstual
dalam melaksanakan KTSP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
Teacher Support Y7A. (1997). Number patterns and sequences. Dalam Teaching
Notes, MEP: Demonstration Project. (On Line). Tersedia: http://y7s7tn.pdf.
The Gatsby Charitable Foundation.
Van De Walle, John A. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah:
Pengembangan pengajaran. Jilid Pertama. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, Ariyadi. (2008). Design research in mathematics education Indonesian
traditional games as preliminaries in learning measurement of length.
Dalam Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIV, Palembang, tanggal
24 s.d. 27 Juli 2008, hal. 731-738. Universitas Sriwijaya.
Zulkardi dan Ilma, R. (2006). Mendesain sendiri soal kontekstual matematika.
Paper terseleksi dan dipublikasikan pada prosiding KNM13 Semarang
2006.

478
THE ENHANCEMENT OF STUDENTS SELF-REGULATED
LEARNING THROUGH METACOGNITIVE INNER SPEECH (MIS)
LEARNING APPROACH
1 2
Dina Ladysa & Yaya S. Kusumah
1
SMAN 2 Gedongtataan, Lampung
2
Departement of Mathematics Education UPI, Bandung

Abstract. This quasi experimental study aims to compare the enhancement of self-
regulated learning of junior high school students who have learned mathematics by
means of the Metacognitive Inner Speech (MIS) learning approach and those who
have learned by means of a conventional approach. The population is students in
SMPN 1 Gedongtataan, and the samples are students in class VII B and VII D. The
research instrument consists of students mathematical communication test,
students mathematics scale of self-regulated learning, interview sheet for students
and teachers and observation sheets of students activity. The data analysis used
are MSI (Method of Successive Interval), Shapiro-Wilk test, Levene test, Mann-
Whitney test, and Friedman test. The results of this research are: (1) students who
have learned mathematics by means of MIS have higher enhancement in self-
regulated learning than students who have learned by means of a conventional
approach; (2) students who have learned mathematics by means of MIS approach or
the students who have learned mathematics by means of conventional learning show
different enhancement in terms of self-regulated learning.

Keywords: self-regulated learning, MIS

1. Pendahuluan Terkait dengan peningkatan


A. Latar Belakang Masalah kualitas kompetensi siswa,
Pendidikan memegang peranan matematika merupakan salah satu
yang sangat penting bagi pelajaran yang cukup penting,
keberlangsungan suatu negara. karena matematika merupakan
Begitu pentingnya, hingga inovasi pelajaran yang melatih kemampuan
dalam pendidikan terus menerus berpikir logis dan sistematis, yang
dikembangkan demi meningkatnya penerapannya dalam kehidupan
kualitas pendidikan. Objek yang sehari-hari dapat menghasilkan
menjadi fokus perhatian dan generasi yang berkualitas.
penelitian dalam kualitas Aspek afektif yang perlu
pendidikan baik dari pemerintah diperhatikan untuk menunjang
maupun peneliti adalah siswa. Hal keberhasilan belajar siswa adalah
ini disebabkan indikator self-regulated learning (kemandirian
pengukuran dari keberhasilan belajar). Kemandirian belajar belum
suatu pembelajaran yaitu prestasi dimiliki oleh sebagian besar siswa.
belajar siswa. Hal tersebut dapat Hal ini terlihat dari masih
dilihat dari berbagai pengukuran rendahnya inisiatif siswa untuk
yang menunjukkan kompetensi bertanya, mengerjakan soal, dan
siswa seperti Trends in International membaca buku. Siswa menunggu
Mathematics and Science Study instruksi dari guru untuk
(TIMSS) dan Programme for melakukan aktivitas pembelajaran.
International Student Assessment Hal tersebut diperkuat oleh
(PISA). penelitian Fauzi (2011) yang
menyatakan bahwa rata-rata

479
kemandirian belajar siswa yang memperoleh pemahaman yang lebih
menggunakan pendekatan dalam, dan apresiasi dari proses
konvensional masih rendah. berpikir mereka sendiri (Moffet
Fenomena ini tampak dari dalam Andrea Zakin, 2007).
kurangnya inisiatif siswa dalam
Pada dasarnya pendekatan
belajar.
metacognitive inner speech pada
Dalam penelitian ini, selain dari pembelajaran matematika
aspek pembelajaran, aspek menitikberatkan pada aktivitas
Kemampuan Awal Matematis (KAM) belajar siswa. Pendekatan ini
siswa juga dijadikan sebagai fokus membantu dan membimbing siswa
penelitian. Hal itu terkait dengan jika mereka menghadapi kesulitan,
efektivitas implementasinya pada serta membantu siswa untuk
proses pembelajaran. mengembangkan kesadaran
metakognisinya. Menurut Elawar
Kemandirian seorang siswa
(dalam Nindiasari, 2004), proses
diperkuat melalui proses sosialisasi
metakognisi adalah strategi
yang terjadi antara siswa dan teman
pengaturan diri siswa dalam
sebaya. Hurlock (dalam Zainun,
memilih, mengingat, mengenali
2002) mengatakan bahwa melalui
kembali, mengorganisasi informasi
hubungan dengan teman sebaya,
yang dihadapinya, dan
siswa belajar berpikir secara
menyelesaikan masalah.
mandiri, mengambil keputusan
Metakognisi diartikan pula sebagai
sendiri, menerima (bahkan dapat
teori yang menyusun kesadaran
juga menolak) pandangan dan nilai
individu terhadap proses
yang berasal dari keluarga dan
berpikirnya sendiri. Dengan
mempelajari pola perilaku yang
memiliki pengetahuan metakognisi,
diterima di dalam kelompoknya.
diharapkan para siswa sadar akan
Kelompok teman sebaya merupakan
kelebihan dan keterbatasannya
lingkungan sosial pertama dimana
dalam belajar. Artinya saat siswa
siswa belajar untuk hidup bersama
mengetahui kesalahannya, mereka
dengan orang lain yang bukan
sadar kemudian memperbaikinya
angota keluarganya. Ini dilakukan
dan segera menyadari bagaimana
siswa dengan tujuan untuk
seharusnya.
mendapatkan pengakuan dan
penerimaan kelompok teman Teori kognitif sosial dalam
sebayanya sehingga tercipta rasa metakognitif mendorong siswa
aman. untuk berinisiatif melakukan proses
belajar mandiri dari berbagai
Berdasarkan uraian di atas,
sumber belajar. Teori tersebut
pendekatan yang diduga bisa
menjelaskan kemandirian belajar
diterapkan untuk mengatasi
seperti model siklis kemandirian
masalah kesulitan belajar siswa
belajar Schunk dan Zimmerman
adalah pendekatan yang mampu
(dalam Fahinu, 2007) yang
memfasilitasi siswa dalam
memosisikan pengetahuan dan
memonitor proses berpikir mereka
keterampilan metakognitif di luar
sendiri. Pendekatan yang relevan
sikliknya, dan sebagai penggantinya
dengan kebutuhan siswa tersebut
disertakan perasaan diri sendiri
adalah pendekatan metacognitive
dalam mengatur sumber-sumber
inner speech. Pendekatan ini
pengaruh pribadi, tingkah laku, dan
semacam self-talk yang
lingkungan sosial. Dalam teori ini
memungkinkan siswa untuk
diusulkan bahwa dalam rangka
mengarahkan dan memantau
mengualifikasikan siswa yang
proses kognitifnya sendiri, serta
mandiri, siswa harus menggunakan

480
strategi kemandirian belajar, Dari penjelasan di atas metode
menunjukkan kepercayaan diri ekspositori yang merupakan
terhadap keterampilan yang dicapai, pembelajaran biasa adalah metode
dan menunjukkan komitmen untuk yang biasa dipakai dalam
mengatur tujuan akademik mereka pengajaran matematika. Walaupun
sendiri. demikian, Ruseffendi (1991)
menyatakan bahwa cara ekspositori
Dari beberapa uraian di atas,
merupakan cara mengajar yang
pembelajaran dengan pendekatan
paling efektif dan efesien dalam
metacognitive inner speech relevan
menanamkan belajar bermakna
untuk menjadi solusi atas
(meaningful), sehingga jika metode
permasalahan yang dihadapi yaitu
ekspositori dipergunakan
kemandirian belajar siswa.
sebagaimanamestinya dan sesuai
Pada kegiatan pembelajaran dengan kondisinya maka akan
matematika di kelas, pembelajaran menjadi metode yang paling efektif.
biasa juga masih baik untuk
B. Rumusan Masalah
digunakan. Pembelajaran biasa atau
pembelajaran konvensional identik Merujuk kepada latar belakang
dengan pembelajaran yang masalah, masalah utama yang
didominasi oleh guru (teacher dikaji dalam penelitian ini adalah
centered). Pendekatan langsung pengaruh pembelajaran pendekatan
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran metacognitive inner
yang cocok digunakan untuk materi speech terhadap terbentuknya
yang baru dikenal siswa dan kemandirian belajar siswa, yang
membutuhkan pemaparan untuk dibandingkan dengan pembelajaran
membimbing siswa langkah demi biasa.Permasalahan penelitian ini
langkah. dapat disajikan dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
Menurut Ruseffendi (1991)
pembelajaran biasa yang sering 1. Apakah terdapat perbedaan
dipakai dalam pengajaran peningkatan kemandirian belajar
matematika diawali dengan antara siswa yang memperoleh
pemberian informasi atau ceramah. pembelajaran dengan pendekatan
Oleh karena itu, dalam metacognitive inner speech dan
menyampaikannya digunakan siswa yang memperoleh
metode ceramah atau ekspositori. pembelajaran biasa?
Guru memulai dengan 2. Apakah terdapat perbedaan
menerangkan suatu konsep, peningkatan kemandirian belajar
mendemonstrasikan keterampilan antara siswa yang memperoleh
mengenai pola/aturan/dalil tentang pembelajaran dengan pendekatan
sebuah konsep. Kemudian siswa metacognitive inner speech dan
bertanya, guru memeriksa apakah siswa yang memperoleh
siswa sudah mengerti atau belum. pembelajaran biasa ditinjau dari
Kegiatan selanjutnya ialah guru kemampuan awal matematis
memberikan contoh-contoh soal siswa (KAM Baik, KAM cukup,
aplikasi konsep dan kemudian dan KAM kurang)?
meminta siswa menyelesaikannya.
Siswa juga berkesempatan untuk 2. Metode Penelitian
saling berdiskusi dengan temannya A. Desain Penelitian
dan terlibat dalam tanya jawab
Penelitian ini bertujuan untuk
dalam kegiatan pembelajaran
melihat perbedaan peningkatan
tersebut.
kemampuan kemandirian belajar
siswa melalui sebuah treatment

481
yang diuji yaitu pendekatan MIS Sampel pada penelitian ini dipilih
terhadap variabel terikat yaitu dari kelas yang telah ada yaitu
kemandirian belajar siswa. siswa kelas VII B dan VII D.
Penentuan kelas eksperimen dan
Penelitian ini merupakan penelitian
kontrol dengan teknik purposive
kuasi eksperimen. Desain penelitian
sampling yaitu dengan penimbang.
yang digunakan adalah desain
Dalam hal ini, kepala sekolah dan
faktor 2 2 yaitu dua metode
guru bidang studi matematika yang
pembelajaran dan dua kelas yaitu
mengajar sebagai penimbang,
kelompok eksperimen dan kelompok
dengan pertimbangan bahwa
kontrol. Pada penelitian ini
penyebaran siswa untuk kedua
digunakan angket di awal
kelas tersebut merata ditinjau dari
pembelajaran, perlakuan yang
segi kemampuan akademisnya.
berbeda (treatment), dan pemberian
angket di akhir pembelajaran. C. Variabel Penelitian dan
Definisi Operasional
Pembelajaran yang dilakukan baik
pada kelompok eksperimen maupun Variabel dalam penelitian ini adalah
kontrol dilakukan oleh peneliti agar pembelajaran dengan pendekatan
tindakan pembelajaran yang telah metacognitive inner speech dan
direncanakan oleh peneliti dapat pembelajaran biasa/konvensional
terlaksana dengan maksimal. sebagai variabel bebas, sedangkan
kemandirian belajar siswa sebagai
B. Populasi dan Sampel
variabel terikat.
Penelitian
Definisi Operasional dari masing-
Penelitian ini dilaksanakan pada
masing variabel sebagai berikut.
semester II (genap) Tahun Ajaran
2011/2012. Populasi dalam 1. Pembelajaran matematika dengan
penelitian ini adalah siswa SMPN 1 pendekatan metacognitive inner
Gedongtataan di Kabupaten speech
Pesawaran, Lampung. SMPN 1
Yaitu penyajian pembelajaran yang
Gedongtataan merupakan SMPN
menanamkan kepada siswa suatu
terbaik di lingkungan kabupaten
proses bagaimana merancang (plan),
Pesawaran. Tetapi menurut Kepala
memonitor (monitor), serta
Seksi Pendidikan Dasar Dinas
mengevaluasi (evaluate) informasi
Pendidikan Kabupaten Pesawaran,
atau pengetahuan yang dimiliki
keseragaman kemampuan sekolah
untuk kemudian dikembangkan
ini memiliki cluster sedang. Peneliti
menjadi tindakan (action) dalam
memilih sekolah ini agar efektifitas
menyelesaikan suatu masalah
penggunaan pembelajaran MIS
matematika. Penyajian dalam tiga
untuk meningkatkan kemandirian
tahapan, yaitu: (1) Guru
belajar siswa dapat terlihat secara
mendemonstrasikan dan
proporsional.
memodelkan suatu bentuk inner
Subjek dalam penelitian ini adalah speech; (2) Siswa membentuk
siswa SMP kelas VII dengan kelompok-kelompok kecil;
pertimbangan Siswa SMP kelas VII (3) guru meminta siswa
semester dua merupakan siswa mengungkapakan komentar-
yang sudah dapat menyesuaikan komentar mereka pada kertas yang
diri dengan kondisi lingkungan kemudian didiskusikan dan
sekolahnya dan merupakan masa dievaluasi menggunakan The Inner
transisi dari SD sehingga gaya Speech Cognitive Problem Solving
belajar dan motivasi cukup mudah Assesment Tool.
untuk diarahkan.

482
2. Pembelajaran biasa metacognitive inner speech (MIS) dan
siswa yang belajar melalui
Yaitu pembelajaran yang pembelajaran konvensional.
menekankan pada penggunaan Penelitian ini menganalisis tentang
metode ekspositori. Proses kemandirian belajar siswa pada
pembelajarannya dimulai dengan kelas MIS dan konvensional ditinjau
guru menjelaskan konsep-konsep secara keseluruhan maupun dari
materi yang dipelajari dan beberapa KAM siswa.
contoh soal, guru memberikan
1. Data Deskripif Hasil
kesempatan kepada siswa untuk
Pengolahan Kemandirian
bertanya, kemudian siswa diminta
Belajar Siswa
untuk mengerjakan latihan soal,
dan pada akhir pembelajaran siswa Berdasarkan hasil skor angket
diberi pekerjaan rumah (PR). kemandirian belajar siswa di awal
dan di akhir, serta gain diperoleh
3. Kemandirian belajar siswa skor minimum (xmin), skor
maksimum (xmaks), skor rataan ( )
Yaitu kemampuan siswa berinisiatif
dan deviasi standar (Sd). Statistik
dalam belajar dan memiliki
deskriptif dari kemandirian belajar
pengetahuan tentang strategi
siswa disajikan dalam tabel 1.
belajar efektif serta kapan
menggunakan pengetahuan itu. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa
Indikator kemandirian belajar siswa rerata skor awal kelompok
yaitu (1) inisiatif belajar; (2) eksperimen 122.1495 sedangkan
mendiagnosa kebutuhan belajar; (3) untuk kelas kontrol adalah 102,82.
menetapkan tujuan belajar; (4) Selanjutnya, rerata skor akhir kelas
memonitor, mengatur, dan eksperimen 134,55 dan untuk kelas
mengontrol belajar; (5) memandang kotrol 96.66. Hal ini menunjukkan
kesulitan sebagai tantangan; (6) bahwa rerata skor awal dan akhir
memanfaatkan dan mencari sumber kelas eksperimen lebih baik
yang relevan; (7) memilih dan dibandingkan kelas kontrol. Untuk
menerapkan strategi belajar; (8) penyebaran kemandirian belajar
mengevaluasi proses dan hasil setelah adanya pembelajaran, kelas
belajar; dan (9) konsep diri. eksperimen lebih menyebar
dibandingkan kelas kontrol karena
D. Instrumen Penelitian
simpangan baku kelas eksperimen
Instrumen yang digunakan dalam lebih besar daripada kelas kontrol.
penelitian berupa:
Tabel 1 Statistik Deskriptif Skor
1. Angket dan skala sikap Kemandirian
2. Lembar wawancara Awal- Awal- Akhir- Akhir-
3. Lembar observasi Kon Eks Kon Eks
N Valid
36 36 36 36
3. Hasil Penelitian dan
Missing
Pembahasan 109 109 109 109
A. Hasil Penelitian Mean
102.83 122.15 96.67 134.56
Tujuan penelitian ini adalah untuk
St.deviasi
menganalisis perbedaan 5.86 11.41 4.57 7.8
peningkatan kemampuan Max
91.61 102.94 90.10 120.05
kemandirian belajar siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) yang Min
112.75 142.99 111.86 151.46
mendapat perlakuan yaitu dengan
pendekatan pembelajaran

483
2. Analisis Hasil Angket b. Uji Kesamaan Rataan Hasil
Kemandirian Belajar Siswa Angket Kemandirian Belajar
Pada Awal Pembelajaran Siswa Pada Awal Pembelajaran
Analisis uji kesamaan rataan hasil Uji ini untuk membuktikan bahwa
angket awal bertujuan untuk tidak ada perbedaan signifikan
memperlihatkan bahwa tidak kemampuan awal antara kelompok
terdapat perbedaan yang signifikan eksperimen dan kelompok kontrol.
antarkedua kelompok sebelum Selanjutnya apabila terdapat
pembelajaran. Sebelum menguji perbedaan dalam kemandirian
kesamaan rataan, terlebih dahulu belajar siswa antara dua kelompok,
dilakukan uji normalitas dan akan dikemukakan konsekuensi-
homogenitas. konsekuensi yang dilakukan.
Adapun hipotesisnya adalah:
a. Uji Normalitas
H0: Tidak terdapat perbedaan yang
Uji ini dilakukan untuk menetukan
signifikan mengenai
apakah data angket awal
kemampuan kemandirian
kemandirian belajar kelompok
belajar siswa dari kelompok
eksperimen maupun kelompok
kontrol dan eksperimen
kontrol berdistribusi normal atau
H 1: Terdapat perbedaan yang
tidak. Hal tersebut digunakan
signifikan mengenai
untuk menentukan jenis uji yang
kemampuan awal kemandirian
dilakukan pada kemandirian
belajar siswa dari kelompok
belajar, yaitu uji parametrik untuk
kontrol dan eksperimen
data berdistribusi normal dan uji
non-parametrik untuk data tidak Adapun hipotesis statistiknya
berdistribusi normal. Adapun adalah sebagai berikut:
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H 0:
H0: kemandirian belajar siswa H 1:
berdistribusi normal.
H1: kemandirian belajar siswa Tabel 3 Uji Kesamaan Kemandirian
berdistribusi tidak normal. Belajar Siswa Secara Keseluruhan

Tabel 2 Uji Normalitas Skor Awal kemampuan awal


Kemandirian Belajar Siswa kemandirian
belajar
Shapiro-Wilk Asymp. Sig. (2-
Kelas 0.0001
Statistic Df Sig. tailed)
Pre- Eksperi Berdasarkan Tabel 3 karena sig <
0.94 36 0.12
Keman men
0,05, maka dapat disimpulkan
dirian Kontrol 0.89 36 0.002 bahwa terdapat perbedaan yang
Dari tabel 2 terlihat bahwa nilai signifikan antara kemandirian
signifikansi yang lebih besar dari belajar siswa dari kelompok
0,05 hanya skor awal kemandirian eksperimen dan kelompok kontrol.
belajar kelompok eksperimen, Konsekuensi yang terjadi yaitu skor
sedangkan sisanya lebih kecil dari akhir kemandirian belajar siswa
0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak dibandingkan. Skor yang
data skor awal tidak berdistribusi dibandingkan adalah peningkatan
normal. kemandirian belajar setelah
pembelajaran, dilihat secara
keseluruhan siswa dan dilihat dari
KAM siswa.

484
3. Uji Normalitas N-Gain Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa
Kemandirian Belajar Siswa nilai sig gain kemandirian belajar
Setelah Pembelajaran kelompok eksperimen untuk KAM
sedang< 0,05. Tetapi selain itu nilai
H 0:Data N-Gain kemandirian
sig> 0,05. Jadi dapat disimpulkan
belajar siswa berdistribusi
bahwa N-gain kemandirian belajar
normal
siswa ditinjau dari KAM
H1: Data N-Gain kemandirian
berdistribusi tidak normal.
belajar siswa tidak
berdistribusi normal
Hipotesis 1
Tabel 4 Uji Normalitas N-Gain
Terdapat perbedaan peningkatan
Kemandirian Belajar
kemandirian belajar siswa yang
menggunakan pendekatan
Shapiro-Wilk
pembelajaran Metacognitive Inner
Statistic Df Sig. Speech terhadap siswa yang
gain memperoleh pembelajaran
kemandirian 0.952 72 0.08 konvensional.
belajar
Berdasarkan tabel 4 dapat
Berdasarkan tabel 4, nilai sig <0,05, diketahui bahwa data kemandirian
sehingga haruslah menolak H0. Hal belajar siswa setelah pembelajaran
ini menunjukkan bahwa N-gain berdistribusi tidak normal. Jadi,
kemandirian belajar kedua kelas untuk menguji hipotesis ini
memiliki data yang berdistribusi digunakan uji non-parametrik
tidak normal. Mann-Whitney U.
Untuk menguji hipotesis di atas,
dirumuskan hipotesis statistik
4. Uji Normalitas N-Gain sebagai berikut:
Kemandirian Belajar Siswa
ditinjau secara KAM H 0: tidak terdapat perbedaan
peningkatan yang signifikan
H0: Data N-Gain kemandirian mengenai kemandirian belajar
belajar siswa berdistribusi antara siswa yang memperoleh
normal ditinjau secara KAM pendekatan pembelajaran
H1: Data N-Gain kemandirian Metacognitive Inner Speech
belajar siswa tidak berdistribusi dengan siswa yang memperoleh
normal ditinjau secara KAM pembelajaran konvensional.
H1:terdapat perbedaan peningkatan
Tabel 5 Uji Normalitas N-Gain yang signifikan mengenai
Kemandirian Belajar Siswa secara kemandirian belajar antara siswa
KAM yang memperoleh pendekatan
KAM Shapiro-Wilk
pembelajaran Metacognitive Inner
Statistic df Sig Speech dengan siswa yang
Gain tinggi 0.84 10 0.04 memperoleh pembelajaran
kem- sedang 0.82 16 0.005
eksperi rendah 0.83 10 0.03 konvensional
men
Gain tinggi 0.95 10 0.7 Hipotesis statistik yang diajukan
kem- sedang 0.94 16 0.32 sebagai berikut:
konvensi rendah 0.92 10 0.33
onal H 0:
H 1:

485
Tabel 6 Uji perbedaan N-Gain H0 :
kemandirian belajar siswa H1 : minimal ada satu
i = 1, 2, , 6, j = 1, 2,
Asymp. Sig. (2- Kesimpulan , 6.
tailed)
0,0001 Terdapat Keterangan:
perbedaan
= rerata KAM baik kelas MIS
Hal ini menunjukkan bahwa Ho = rerata KAM cukup kelas MIS
ditolak, sehingga dapat disimpulkan = rerata KAM kurang kelas MIS
bahwa kemandirian belajar siswa = interaksi rerata KAM baik
yang memperoleh pembelajaran kelas MIS
dengan MIS berbeda dengan siswa = interaksi rerata KAM cukup
yang memperoleh pembelajaran kelas MIS
konvensional.
= interaksi rerata KAM kurang
Hipotesis 2 kelas konvensional

Terdapat perbedaan peningkatan Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa


kemandirian belajar siswa antara data N-gain kemandirian belajar
siswa yang memperoleh ditinjau secara KAM berdistribusi
pembelajaran Metacognitive Inner tidak normal. Sehingga uji yang
Speech dan siswa yang memperoleh harus dilakukan yaitu uji Friedman.
pembelajaran konvensioanl ditinjau
Tabel 7 Uji Perbedaan Peningkatan
dari KAM siswa (Baik,
Kemandirian Belajar Siswa
Cukup,Kurang).
Berdasarkan KAM Siswa
Untuk menguji hipotesis di atas,
dirumuskan hipotesis sebagai N 72
berikut: Chi-Square 123.88
H0: tidak terdapat perbedaan Df 2
peningkatan kemandirian Asymp. Sig. 0.0001
belajar siswa antara siswa yang Monte Sig. 0.0001
memperoleh pembelajaran Carlo Sig. 95% Lower
metacognitive inner speech dan 0.0001
Confide Bound
siswa yang memperoleh nce Upper
pembelajaran konvensioanl Interval 0.0001
Bound
ditinjau dari KAM siswa (Baik, a. Friedman Test
Cukup,Kurang)
H1: terdapat perbedaan peningkatan Berdasarkan tabel 7 nilai sig =
kemandirian belajar siswa 0,0001. Karena sig lebih kecil dari
antara siswa yang memperoleh , maka H0 ditolak. Kesimpulannya
pembelajaran Metacognitive adalah terdapat perbedaan dalam
Inner Speech dan siswa yang peningkatan kemandirian belajar
memperoleh pembelajaran siswa dilihat dari KAM siswa.
konvensioanl ditinjau dari KAM Artinya Pembelajaran MIS dan
siswa (Baik, Cukup, Kurang). konvensional menunjukkan
perbedaan di kategori KAM siswa
Hipotesis statistik yang diajukan
pada kemandirian belajar siswa
sebagai berikut:
1) H0:
H1 : minimal ada satu
i 1, 2, 3.

486
B. Pembahasan dari inner speech, mereka terbiasa
Temuan dan pembahasan hasil belajar hanya dengan
penelitian ini didasarkan pada mendengarkan penjelasan guru,
faktor-faktor yang dicermati dalam latihan soal, kemudian diikuti
studi ini. Faktor-faktor tersebut dengan PR. Memberikan komentar
meliputi pembelajaran MIS dan sebagai bentuk dari inner speech
kemandirian belajar siswa.
agar membiasakan siswa untuk
1. Pembelajaran Metacognitive berpikir sadar dan mengetahui
Inner Speech kekuatan dan kelemahan diri
Secara umum pelaksanaan melalui inner speech memang terasa
pembelajaran MIS telah berjalan sulit. Namun, dengan pertanyaan-
dengan baik. Meskipun untuk pertanyaan yang dapat memacu
pertemuan pertama dan kedua inner speech mereka, siswa mulai
peneliti agak kesulitan karena
terbiasa untuk mengomunikasikan
pembelajaran ini masih merupakan
hal yang asing bagi siswa. Beberapa gumaman mereka, meskipun
hal yang peneliti temukan dalam dengan bantuan dari guru agar
pelaksanaan penelitian dapat mencapai konsep yang
pembelajaran MIS diuraikan sebagai diinginkan. Dalam hal ini, peneliti
berikut. juga mengaitkan gumaman mereka
Sebelum memulai pembelajaran, dengan jejaring sosial yang saat ini
peneliti dan guru matematika cukup intens mereka ikuti. Peneliti
berdiskusi dan melakukan tinjauan menganalogikan hobi mereka yang
pada pembelajaran yang akan dan sering comment status pada jejaring
telah dilakukan. Pada kesempatan sosial merupakan salah satu bentuk
ini peneliti melakukan observasi komentar yang apabila
dan sosialisasi pembelajaran yang diaplikasikan pada pembelajaran
akan diterapkan. Observasi matematika akan memudahkan
dilakukan untuk mengamati mereka dalam memahami pelajaran
kemandirian belajar siswa serta matematika.
pembelajaran yang biasa dilakukan
Kepiawaian guru dalam
oleh guru. Sedangkan sosialisasi
mengorganisasi kelas juga sangat
dilakukan agar siswa tidak merasa
diperlukan, sehingga siswa dengan
asing dan canggung dengan
kemampuan rendah pun
kehadiran peneliti dan dapat
mempunyai kesempatan yang sama
bekerjasama dengan menunjukkan
untuk menyampaikan komentar
perilaku yang sewajarnya.
mereka. Sekalipun pada awal-awal
Pembelajaran MIS ini merupakan pertemuan sering ditemukan
pembelajaran yang baru bagi siswa, komentar-komentar mereka yang
sehingga pada pembelajaran MIS tidak sesuai dengan materi yang
untuk pertemuan pertama dan diajarkan. Dalam hal ini
kedua siswa masih agak bingung kemampuan guru untuk menggiring
dalam memahami tugas yang harus siswa pada komentar-komentar
mereka selesaikan. Siswa belum yang sesuai sangat diperlukan. Oleh
terbiasa dengan memberikan sebab itu, pertanyaan inner speech
komentar-komentar sebagai bentuk

487
yang tepat sangat membantu untuk ini terlihat lebih yakin dalam
implementasi MIS. memberi jawaban-jawaban atas
pertanyaan dari guru, lebih
2. Kemandirian Belajar Siswa antusias dan menyukai
Berdasarkan skor awal diketahui pembelajaran matematika karena
bahwa siswa kelompok eksperimen tidak teks book, lebih konsentrasi
dan kelompok kontrol mempunyai dalam belajar serta lebih dapat
kemampuan awal kemandirian mengontrol pengetahuan yang
belajar yang berbeda secara dimiliki
signifikan. Tetapi menurut hasil Hasil tersebut relevan dengan hasil
observasi peneliti dan wawancara penelitian Astuti (2009) dan Fauzi
dengan guru kelas, kemandirian (2011). Kedua hasil penelitian
belajar kedua kelompok tidak tersebut menyebutkan bahwa
berbeda secara signifikan. terdapat peningkatan kemandirian
Perbedaan kemampuan awal belajar siswa setelah memperoleh
didapatkan dari hasil isian skala perlakuan dalam pembelajaran.
sikap siswa. Hal tersebut Menurut Astuti (2009) kemandirian
dimungkinkan belum terbiasanya belajar siswa pada kelompok yang
siswa dengan skala yang diberikan memperoleh pembelajaran model
guru, sehingga dalam pengisian reciprocal teaching dengan
terjadi kesalahan penafsiran. Oleh pendekatan metakognitif adalah
sebab itu, untuk pengisian skala positif, sedangkan kemandirian
selanjutnya yaitu saat pembelajaran belajar siswa pada kelompok yang
MIS telah dilaksanakan, peneliti memperoleh pembelajaran biasa
dibantu obeserver benar-benar adalah negatif. Sementara itu,
memandu siswa dalam menjawab menurut Fauzi kemandirian belajar
pertanyaan agar tidak terjadi siswa yang memperoleh
kesalahan seperti pada saat pembelajaran metakognitif grup dan
pengisian angket awal. metakognitif klasikal lebih baik
Hasil penelitian menunjukkan daripada siswa yang memperoleh
kemandirian siswa kelompok pembelajaran konvensional.
eksperimen (memperoleh Berdasarkan kedua penelitian di
pembelajaran MIS) mengalami atas, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan yang signifikan. Hal ini kemandirian belajar siswa dapat
menunjukaan pengaruh yang positif terbentuk melalui pembelajaran
terhadap kemandirian belajar yang memiliki sintaks yang relevan
melalui pembelajaran MIS. Data dengan indikator-indikator dari
tersebut diperkuat dengan kemandirian belajar. Hal tersebut
wawancara terhadap guru dan disebabkan jika pembelajaran yang
perwakilan KAM siswa kelas diterapkan tidak mengacu pada
eksperimen. Hasilnya menunjukkan kemandirian belajar, maka akan
respon yang positif. Semua siswa sulit untuk membentuk
yang diwawancarai (responden) kemandirian belajar siswa.
mengaku lebih dapat mengontrol
pengetahuan yang dimiliki, serta Pada pembelajaran MIS, siswa
lebih yakin dalam belajar maupun dibiasakan untuk menerapkan
mengerjakan soal setelah strategi belajar yang sesuai dengan
memperoleh pembelajaran MIS. mereka berdasarkan gumaman dan
Wawancara pada guru pengetahuan yang dimiliki, bukan
menunjukkan hasil yang juga berdasarkan transfer ilmu dari guru
positif. Guru menyatakan bahwa atau menghafal rumus. Selain itu,
siswa yang belajar dengan metode peneliti juga dibiasakan untuk

488
mengevalusi proses serta A. Kesimpulan
mengontrol cara berpikir mereka.
Hal tersebut juga merupakan 1. Terdapat perbedaan peningkatan
bagian dari indikator kemandirian kemandirian belajar antara
belajar. Jadi, sudah sepatutnya siswa yang memperoleh
peningkatan kemandirian belajar pembelajaran MIS dan
kelas eksperimen lebih baik pembelajaran biasa. Siswa yang
daripada kelas konvensional, karena memperoleh pembelajaran MIS
sintaks dari pembelajaran MIS yang memiliki peningkatan
mengarah kepada kemandirian kemandirian belajar yang lebih
belajar. baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa.
Pengaruh pembelajaran MIS juga
dilihat terhadap peningkatan 2. Terdapat perbedaan peningkatan
kemandirian belajar pada siswa kemandirian belajar antara
yang memiliki KAM (baik, cukup, siswa yang memperoleh
kurang). Penerimaan H0 mengenai pembelajaran MIS dan
perbedaan peningkatan pembelajaran biasa ditinjau dari
peningkatan kemandirian belajar KAM siswa.
siswa (hipotesis 2) mengindikasikan
B. Keterbatasan
bahwa kategori kemampuan siswa
berpengaruh secara signifikan Dalam penelitian ini terdapat
terhadap peningkatan kemandirian keterbatasan-keterbatasan yang
belajar pada siswa. Jadi, dapat diharapkan akan membuka peluang
disimpulkan bahwa pembelajaran bagi peneliti lainnya untuk
ini tidak merata di semua KAM melakukan penelitian sejenis yang
siswa. akan berguna bagi perluasan
wawasan keilmuan. Keterbatasan-
Hasil penelitian tersebut relevan
keterbatasan tersebut antara lain
dengan hasil penelitian sebelumnya
sebagai berikut:
yaitu menurut Fauzi (2011) dan
Tandiling (2011). Mereka 1. Perlakuan terhadap subjek
menyebutkan bahwa kemandirian penelitian hanya dilakukan
belajar siswa meningkat secara dalam waktu sekitar satu
signifikan setelah memperoleh bulan. Waktu yang relatif
perlakuan. Kemandirian belajar singkat ini tentunya memiliki
siswa memang seharusnya dampak pada proses
difasilitasi dengan pembelajaran pembelajaran dan pelayanan,
yang memiliki sintaks yang relevan sehingga hasil yang dicapai
dengan indikator pembelajaran itu belum maksimal.
sendiri. Dalam hal ini pembelajaran 2. Bahasan matematika yang
MIS seperti diketahui memiliki dikembangkan dalam penelitian
sintaks pembelajaran yang memacu ini hanya terdiri dari dua
kemandirian belajar siswa. standar kompetensi yaitu
4. Kesimpulan, Keterbatasan, mengidentifikasi sifat-sifat
dan Rekomendasi segiempat dan menghitung
besaran pada segiempat. Masih
Berdasarkan rumusan masalah terbuka peluang untuk
serta pembahasan terhadap hasil- melakukan eksperimen pada
hasil penelitian yang telah diuraikan standar kompetensi yang
pada bab sebelumnya, maka lainnya.
diperoleh kesimpulan dan saran
dari hasil-hasil penelitian tersebut. 3. Subjek sampel hanya dilakukan
pada satu sekolah, yaitu SMP N

489
di Pesawaran, Lampung. Pada 3. Memunculkan inner speech
kesempatan lain, para peneliti siswa dengan cara-cara yang
dapat melakukan penelitian di lebih menarik. Misalnya lewat
provinsi lain, atau meneliti pemutaran video atau aksi
sekolah dengan kategori tinggi, drama dari siswa.
sedang dan rendah serta dapat
Rekomendasi Riset, yaitu
juga meneliti di level SD atau
SMA sehingga terlihat lebih 1. Hasil penelitian yang
jelas efektifitas penggunaan menunjukkan bahwa
pendekatan ini dilihat dari kemandirian belajar siswa
berbagai kategori meningkat signifikan setelah
menggunakan pendekatan MIS.
C. Rekomendasi
Akan menjadi tantangan riset,
Berdasarkan hasil-hasil dalam jika pendekatan MIS diterapkan
penelitian ini, peneliti untuk mengukur aspek-aspek
mengemukakan beberapa afektif lainnya seperti self-
rekomendasi, terdiri dari awarness, self-knowledge, self-
rekomendasi teoritis dan control, self-discrepancies dan
rekomendasi riset. self-critisism.
2. Perlu adanya upaya
Rekomendasi Teoritis, yaitu
menerapkan strategi kolaboratif
1. Perlu adanya bimbingan intens antara pendekatan MIS dan
diawal pemberian skala debate scientific untuk
kemandirian agar tidak terjadi mengukur berpikir kritis siwa,
kesalahan penafsiran pada item self-critisism dan self-control
pertanyaan. Hal tersebut siswa Hal tersebut disebabkan
dilakukan agar jawaban yang karakteristik dari pendekatan
diberikan siswa benar-benar MIS dan debate scientific yang
terpercaya. cukup relevan yaitu sama-sama
2. Sebaiknya digunakan media menuntut kesadaran dan
yang lebih menarik pada kontrol siswa terhadap
pembelajaran agar siswa lebih pengetahuan yang ada dalam
tertarik dengan pembelajaran dirinya.
MIS.

Daftar Pustaka

Astuti, R. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika dan


Kemandirian Belajar Matematika Siswa Melalui Model Reciprocal Teaching
dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H.
Freeman & Company.
Ehrich, E.J. (2006). Vygotskian Inner Speech and Reading Proccess. Australian
Journal of Educational & Developmental Psychology Vol. 6, pp 12-25.
Queensland University of Technology.
Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian
Belajar Matematika Pada Mahasiswa Melalui Pembelajaran Generatif.
Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Dipublikasikan.

490
Fauzi, A. (2011). Peningkatan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa
Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Metakognitif. Disertasi
Doktor pada PPS UPI: Tidak Dipublikasikan.
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif Untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Koneksi Matematika Siswa SMU Ditinjau dari
Perkembangan Kognisi Siswa. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah Disajikan pada Seminar
Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA
Universitas Yogyakarta tangggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan.
Tandiling, Edy. (2011). The Enhancement of Mathematical Communicatin and Self-
Regulated Learning of Senior High School Students through PQ4R Strategies
Accompanied Refutation Text Reading. Collection of Papers. International
Seminar and the fourth National Conference on Mathematics Education.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Zainun, M. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja.
[Online]. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/remaja/250602.htm. (29
November 2008).
Zakin, Andrea. 2007. Metacognition and the Use of Inner Speech in Childrens
Thinking: A Tool Teachers Can Use. Journal of Education and Human
Development. ISSN 1934-2700.

491
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BENTUK ALJABAR DENGAN
MODEL STAD MENGGUNAKAN ALAT PERMAINAN KARTU
DOMINO PADA SISWA KELAS VII.2 SMP N 1 MAKASSAR T.A
2012-2013

Sri Budiarti, S.Pd. M.Pd

SMP N 1 Makassar Sulawesi Selatan

Abstract. The purpose of this study was to improve seventh grade students ability
to solve algebra equation problems using a modification of a domino game. Classroom
Action Research (CAR) was considered as the suitable methodology. The procedure
comprises two cycles involving several steps: plan, implementation, evaluation,
observation, analysis, reflection and follow up. The first cycle was conducted using
the Students Teams Achievement Development (STAD) model in which the learning
outcomes were low. This might be caused by the fact that students were not
accustomed to playing with the domino cards. The learning outcomes were improved
during the second cycle. The results suggest that teachers should not prohibit
students from playing appropriate domino cards with their peers during their spare
and leisure time.

Keywords: algebra form, manipulative, STAD

1. Pendahuluan pembelajaran matematika, misalnya


cerita, canda tawa, dan bermain
Guru menyajikan materi pelajaran sambil bengong, bahkan ada yang
tentang kesamaan bentuk aljabar mengantuk lalu tertidur.
pada siswa kelas VII.2 SMP N I
Makassar Semester Ganjil Tahun Upaya untuk mengatasi rendahnya
Ajaran, T.A 2012-2013. Selama hasil belajar siswa tersebut
proses pembelajaran kesamaan dilakukan dengan memperbaiki cara
bentuk aljabar, guru matematika pembelajaran menggunakan
menjumpai rendahnya hasil belajar permainan domino bilangan pecahan
siswa disebabkan adanya kesulitan aljabar. Tujuan pembelajaran
siswa pada penyelesaikan soal dengan menggunakan permainan
kesamaan bentuk aljabar dalam domino agar siswa senang belajar
tahap penerapan. Guru matematika sambil bermain. Kegiatan
membimbing siswa dengan pembelajaran agar terjadi interaksi
memperbanyak contoh-contoh antara guru dengan siswa dan siswa
penyelesaian soal sesuai prosedur dengan teman siswa yang lain.
penyelesaian buku paket yang Penggunaan kartu domino bilangan
tersedia di Perpustakaan Sekolah pecahan aljabar dalam pembelajaran
yakni Buku Matematika Kurikulum melalui divisi prestasi tim siswa
Tingkat Satuan Pendidikan Standar untuk meningkatkan hasil belajar
Isi 2006 untuk Sekolah Menengah siswa kelas VII.2 SMP N I Makassar
Pertama Kelas VII Penerbit Erlangga. T.A 2012-2013.
Teknik tersebut membuat siswa Sistem permainan kartu domino
semakin bingung dan bertele-tele. bilangan pecahan aljabar adalah alat
Siswa sering memberi jawaban salah peraga yang sesuai untuk penyajian
dalam penyelesaian soal. Pada materi kesamaan bentuk aljabar.
situasi pembelajaran matematika Siswa dapat melakukan permainan
siswa sering melakukan kegiatan kesamaan bentuk aljabar melalui
yang tidak ada kaitannya dengan sistem kartu domino secara

492
langsung bersama sekelompok perhatian (motivasi) dan aktivitas
teman. Situasi pembelajaran dapat belajar.
tercipta Pembelajaran Aktif, Kreatif, Mulyasa (2006) menguraikan
Efektif, dan Menyenangkan yang tentang pembelajaran kontekstual
biasa disingkat PAKEM. yaitu tugas guru adalah memberikan
Pelaksanaan Penelitian Tindakan kemudahan belajar kepada siswa,
Kelas, PTK melalui sistem permainan dengan menyediakan berbagi sarana
kartu domino pada penyajian dan sumber belajar yang memadai.
kesamaan bentuk aljabar sebagai Guru bukan hanya menyampaikan
upaya perbaikan pembelajaran materi pembelajaran yang berupa
untuk meningkatkan hasil belajar hafalan, tetapi mengatur lingkungan
siswa kelas VII.2 SMP N I Makassar dan strategi pembelajaran yang
T.A 2012-2013 memungkinkan siswa belajar.
Beberapa elemen yang harus
PTK dilakukan pada siswa kelas
diperhatikan dalam pembelajaran
VII.2 SMP N I Makassar T.A 2012-
kontekstual melalui permainan
2013. Pelaksanaan pembelajaran
domino bilangan pecahan aljabar
pada semester ganjil yaitu pada
yaitu : 1). Siswa sudah terampil
bulan Oktober minggu ke-4 sampai
main kartu domino, 2). Permainan
bulan November minggu ke-1.
kartu domino bilangan pecahan
Pembatasan materi pelajaran yaitu
aljabar mencantumkan operasi
kesamaan bentuk aljabar
bilangan pecahan dengan sistem
menggunakan alat peraga berbentuk
kartu domino, 3). Permainan kartu
kartu domino bilangan pecahan
domino bilangan pecahan aljabar
aljabar melalui divisi prestasi tim
menekankan pemahaman dengan
siswa.
cara : (a). menyusun konsep
Rumusan masalah pada penelitian sementara, (b). melakukan sharing
ini adalah: Apakah penggunaan untuk memperoleh masukan dan
sistem permainan kartu domino tanggapan dari orang lain. (c).
bilangan pecahan aljabar pada merevisi dan mengembangkan
penyajian materi kesamaan bentuk konsep. 4). Pembelajaran kesamaan
aljabar melalui divisi prestasi tim bentuk aljabar mempraktekkan
siswa dapat meningkatkan hasil secara langsung melalui permainan
belajar siswa kelas VII.2 SMP N I karu domino bilangan pecahan
Makassar T.A 2012-2013?. aljabar. 5). Mengadakan refleksi
terhadap strategi pembelajaran dan
2. Metode Permainan Kartu
pengembangan pengetahuan tentang
Domino kesamaan bentuk aljabar.
Tim Dedaktik Metodik Kurikulum
IKIP Surabaya (1989) menyatakan Berdasarkan prinsip permainan
tentang faedah atau nilai model kartu domino yang dijumpai dalam
peragaan dalam pembelajaran sehari-hari selanjutnya dibuat model
sebagai alat bantu mengajar efektif dengan menggunakan aturan
dapat: (1) menambah kegiatan siswa, sebagai berikut:
(2) mengemas waktu belajar (efisien), a. Bagian sisi kosong diisi setiap
(3) menambah keadaan permanen bentuk aljabar berikut ini.
dari hasil belajar, (4) menambah
kecerdasan siswa dalam
menyelesaikan masalah soal
matematika, (5) memberikan balasan
yang sewajarnya untuk belajar
dengan membangkitkan minat

493
b. Bagian sisi dengan satu Untuk menjaga kebenaran
bulatan/noktah diganti dengan kesamaan bentuk-bentuk aljabar di
setiap bentuk aljabar berikut ini. atas, maka dipersyaratkan semua
bagian pembilang tidak nol.

Contoh:
Model kartu domino bilangan
c. Bagian sisi dengan dua pecahan aljabar seperti berikut ini :
bulatan/noktah diganti dengan
setiap bentuk aljabar berikut ini.

d. Bagian sisi dengan tiga


bulatan/noktah diganti dengan
setiap bentuk aljabar berikut ini.

e. Bagian sisi dengan empat


bulatan/noktah diganti dengan
setiap bentuk aljabar berikut ini.

Bagian sisi dengan lima


f. bulatan/noktah diganti dengan
setiap bentuk aljabar berikut ini.

g. Bagian sisi dengan enam


bulatan/noktah diganti dengan
setiap bentuk aljabar berikut ini.

494
3. Students Team dan lembar jawaban yang bisa untuk
Achievement Division mempraktekkan keterampilan yang
diajarkan dan untuk menilai diri
mereka sendiri bersama tim. 3).
Students Team Achievemnt Division Ketika memperkenalkan divisi
(STAD) atau pembelajaran divisi prestasi tim siswa di kelas yang
prestasi tim siswa merupakan akan di ajar, bacalah tugas-tugas
sebuah metode pembelajaran tim antara lain : a). Mengatur tempat
kooperatif efektif (Slavin, 1996 duduk harus ada jarak dan beri
diterjemahkan: Pasca UNM 2003). waktu kepada siswa untuk memberi
Pembelajaran divisi prestasi tim nama tim. b). Bagilah lembar kerja
siswa terdiri atas sebuah siklus atau kuis. c). Ingatkan kuis
pengajaran reguler, kajian kooperatif dikerjakan secara tim, bila ada yang
di dalam tim-tim dengan tidak bisa menjawab pertanyaan
kemampuan campuran dan kuis- maka rekan-rekan tim dari siswa
kuis, dengan pengakuan dan bersangkutan mempunyai tanggung
imbalan lain yang disediakan untuk jawab untuk menjelaskan kepada
tim-tim yang anggotanya jauh teman yang belum bisa menjawab
melampaui rekornya sendiri pada kuis. Para anggota pasangan tim
masa lalunya. Kegiatan bergilir memegang lembar jawaban
pembelajaran devisi prestasi tim atau berusaha untuk menjawab
siswa terdiri atas sebuah siklus pertanyaan. d). Tekankan kepada
yaitu: 1).Mengajar dengan tim siswa harus selesai mengkaji
menyajikan materi pelajaran yang hingga yakin tim mampu
bersangkutan. 2). Kajian tim yaitu menyelesaikan semua kuis. e).
Para siswa mengerjakan kertas kerja Pastikan kepada tim siswa
di dalam tim untuk menguasai memahami bahwa lembar kerja
bahan materi pembelajaran. 3). untuk dikaji dan bukan untuk
Melakukan tes yaitu siswa mengisi lalu menyerahkannya. f).
mengerjakan kuis individual Mintalah tim siswa saling
selanjutnya didiskusikan secara tim menjelaskan jawaban, saling
kelompok untuk di buat laporan memeriksa dengan menggunakan
jawaban yang benar. 4). Pengakuan lembar jawaban. g). Bila siswa
tim. Skor tim dihitung atas dasar mendapat pertanyaan, maka
skor kemajuan anggota tim, dan mintalah siswa bertanya kepada
sertifikat, laporan berkala kelas, seorang rekan tim sebelum bertanya
atau paparan buletin yang kepada guru. h). Sementara tim
memberikan pengakuan terhadap siswa sedang bekerja dalam tim,
tim dengan skor tinggi. guru berkeliling di kelas, berikan
Selanjutnya dikatakan pula cara pujian kepada tim yang sedang
memperkenalkan siswa dengan divisi bekerja dengan baik dan duduklah
prestasi tim siswa antara lain: 1). dengan setiap tim untuk
Buatlah tim siswa yang anggotanya mendengarkan cara siswa
antara 5 sampai 7 orang. Urutkan mengerjakan kuis. 4). Bagilah kuis
siswa berdasarkan ukuran prestasi dan berikan waktu untuk
akademik. Pastikan masingmasing menyelesaikan kuis. Beri
tim berimbang dalam jenis kelamin kesempatan siswa menjawab kuis
dan etnis. 2). Buatlah lembar kerja secara individu dan jangan diberi
atau kuis singkat dalam kesempatan untuk bekerjasama.
pembelajaran matematika. Tugas tim Setelah lembar jawaban dikumpul
siswa yaitu menguasai bahan yang dan diperiksa guru memberi poin
disajikan dalam pembelajaran. Para skor nilai secara individu.
siswa mendapatkan lembar kerja Selanjutnya kuis dibahas bersama

495
tim siswa dan biarkan siswa pecahan aljabar melalui divisi
bertukar lembar jawaban dari tim prestasi tim siswa. Guru
lain. 5). Hitunglah skor individu dan membimbing dan memantau siswa
skor tim siswa. Skor divisi prestasi melakukan permainan kartu domino
tim siswa didasarkan pada bilangan pecahan aljabar melalui
kemajuan para anggota tim divisi prestasi tim siswa dalam
dibanding skor mereka sendiri di pembelajaran matematika di kelas.
masa lalu. Pengumuman skor tim Keadaan intelektual yang dimiliki
dibuat pada periode pertama setelah siswa relatif homogen. Jumlah siswa
kuis. Cara ini membuat hubungan adalah 44 orang yang terdiri dari 18
antara bekerja dengan baik dan orang siswa laki-laki dan 26 siswa
menerima pengakuan menjadi jelas perempuan.
bagi para tim yang meningkatkan
Data PTK yaitu data kuantitatif dan
perhatian siswa untuk bekerja
data kualitatif.
sebaik-baiknya. 6). Mengakui
prestasi tim. Guru setelah a. Data kuantitatif
mengalkulasi poin-poin untuk setiap Pengumpulan data kuantitatif
siswa dan menghitung skor-skor menggunakan instrumen tes hasil
tim, maka guru harus memberikan belajar yang telebih dahulu
pengakuan kepada tim yang dibuatkan kisi-kisi penilaian
mempunyai rata-rata dua poin kesamaan bentuk aljabar.
kemajuan atau lebih. Guru menulis Selanjutnya dibuat rincian skor
laporan berkala untuk mengakui tim siklus 1 dan soal tes siklus 1.
yang sukses. Guru memberi Setelah pelaksanaan tes siklus 1
kesempatan kepada siwa tim skor dilakukan pengumpulan lembar
rendah untuk bekerja sama dengan jawaban dan diperiksa berdasarkan
rekan lainnya dan memelihara skor. Prosentase ketercapaian
program untuk berjalan dengan baik ketuntasan hasil belajar siklus I
dan tetap segar. sebesar 22,72%. Rendahnya
4. Metodologi perolehan ketuntasan hasil belajar
pada siklus 1, maka PTK perlu
Objek tindakan, PTK dilakukan ditindak lanjuti ke siklus 2.
dengan merujuk Kurikulum Tingkat Pelaksanaan siklus 2 melalui
Satuan Pendidikan Sekolah sistem: perencanaan, pelaksanaan,
Menengah Pertama Mata Pelajaran obsevasi dan evaluasi, analisis dan
Matematika Berstandar Isi 2006. refleksi, dan tindakan lanjutan.
Penyajian materi pelajaran Setelah pelaksanaan pembelajaran
kesamaan bentuk aljabar berdasarkan perencanaan berupa
menggunakan permainan kartu silabus dan rencana pelaksanan
domino bilangan pecahan aljabar pelajaran, selanjutnya di analisis
melalui divisi prestasi tim siswa, dengan menggunakan rincian skor
dilakukan pada semester ganjil T.A dan soal tes siklus 2. Lembar
2012-2013. Pada pelaksanaan jawaban soal tes siklus 2 dikumpul
pembelajaran permainan kartu dan diperiksa berdasarkan rincian
domino bilangan pecahan aljabar, skor. Hasil analisis: 1). Daya
guru matematika terlebih dahulu pembeda, 2). Diskriptif, 3). Validitas
mengenalkan pola kartu domino item soal, dan 4). Reliabilitas soal.
bilangan pecahan aljabar kepada Perolehan skor dan nilai siklus 2
siswa. Selanjutnya guru prosentase ketercapaian ketuntasan
menjelaskan cara melakukan hasil belajar sebesar 75% .
permainan kartu domino bilangan

496
b. Data Kualitatif
Selama permainan kartu domino
bilangan pecahan aljabar
berlangsung maka diadakan
observasi dengan dibuatkan table
cheklist. Hasil observasi siklus 1
dan siklus 2 dicatat tentang
kegiatan guru dan siswa. Prosentase
keaktifan siswa, jumlah siswa yang
hadir, masalah yang dijumpai serta
solusi yang diberikan oleh guru Gambar 1 Permainan kartu domino
matematika sesuai kesulitan siswa bilangan aljabar siklus 1
dalam penyelesaian kesamaan
bentuk aljabar. Pada siklus 1, perencanaan tindakan
kelas merujuk pada Silabus dan
5. Pembahasan Rencana Pelaksanaan Pelajaran
Siswa kelas VII.2 berdasarkan (RPP). Pelaksanaan siklus 1
peringkat kelas pada urutan ke 7 sebanyak 2 pertemuan dengan
dari 9 kelas siswa kelas VII SMP N I perincian sebagai berikut: 1).
Makassar T.A 2012-2013. Siswa Pertemuan pertama : 240 menit; 2)
kelas VII.7 memiliki ciri khas kreatif, Pertemuan kedua : 340 menit.
berani berbicara, kompak, dan Hasil observasi pada siklus 1
senang situasi bersifat menunjukkan siswa masih
pembaharuan. mengalami kesulitan dalam
Pelaksanaan PTK yaitu guru penyelesaian kesamaan bentuk
memperkenalkan permainan kartu aljabar sehingga siswa belum
domino bilangan pecahan aljabar terampil melakukan permainan
melalui divisi prestasi tim siswa dan kartu domino bilangan pecahan
siswa melakukan permainan kartu aljabar.
domino bilangan pecahan aljabar. Evaluasi menggunakan tes hasil
Sebelum permainan kartu domino belajar selanjutnya lembar jawaban
bilangan pecahan aljabar dilakukan, diberi skor dan dianalisis secara
masing-masing tim siswa komputerisasi. Perolehan analisis
mempelajari penyelesaian daya pembeda pada siklus 1
perhitungan pecahan aljabar yang menunjukkan ketercapaian hasil
tetulis pada kartu. Pada belajar sbesar 22,72%. Hasil analisis
pelaksanaan permainan, setiap tim daya pembeda menunjukkan nomor
terdapat 9 orang atau 8 orang terdiri 1 dan nomor 2 memberi keterangan
atas perempuan dan laki laki. Satu baik dan nomor 3, 4, 5 memberi
kali permainan yang pegang kartu keterangan cukup. Analisis validitas
bilangan pecahan aljabar adalah 4 item soal dilakukan untuk
orang dan masing-masing punya mendapatkan data yang valid,
pendamping untuk membantu artinya instrumen dapat digunakan
penyelesaian soal pada kartu. untuk mengukur sesuatu yang
Selama pembelajaran matematika hendak diukur (Sugiyono, 2003).
melalui permainan kartu domino Hasil analisis validitas soal soal
bilangan pecahan aljabar diadakan nomor 3 memberi keterangan tidak
observasi dengan dibuatkan gambar valid dan nomor lainnya memberi
table chek list. keterangan valid. Selanjutnya
reliabel untuk menentukan
ketetapan/keajegan data. Data
penelitian dianalisis melalui sistem

497
komputerisasi. Analisis reliabilitas
menunjukkan soal siklus 1 memberi
keterangan valid dan reliable karena
rhitung>rkriteria (0,979>0,29) dengan
jumlah sampel sebesar 44 orang
dengan taraf kesalahan 5%. Menurut
Sugiyono, perolehan validitas dan
reliabilitas ini menyatakan bahwa
instrumen sudah layak dijadikan
alat ukur untuk menguji data dalam
PTK. Analisis diskriptif untuk
menentukan ukuran gejala pusat Gambar 2 Permainan kartu domino
antara lain modus, median, mean, bilangan aljabar siklus 2
standar deviasi, dan variansi.
Pelaksanaan pembelajaran dalam
Analasis diskriptif siklus 1
PTK yaitu guru matematika
menunjukkan modus>median>mean
menjelaskan kesamaan bentuk
(70 > 50 > 49,09). Perolehan standar
aljabar berdasarkan kesulitan siswa
deviasi=17,76; varian=315,43;
yang dijumpai pada siklus 1. Siswa
koefisien kemiringan=-1,1773.
mengulang melakukan permainan
Hasil refleksi menunjukkan keadaan kartu domino bilangan pecahan
perolehan hasil belajar ini artinya aljabar.
banyak siswa memperoleh nilai
Hasil observasi pada siklus 2
cukup tinggi karena siswa tidak
menunjukkan siswa sudah mampu
terlalu sulit mengerjakan soal
menyelesaikan kesamaan bentuk
kesamaan bentuk aljabar (Tiro M
aljabar sehingga siswa terampil
Arif, 1999) karena siswa sudah
melakukan permainan kartu domino
melakukan permainan kartu domino
bilangan pecahan aljabar melalui
bilangan pecahan aljabar melalui
divisi prestasi tim siswa di kelas.
divisi prestasi tim siswa dalam
Siswa sudah terampil melalukan
pembelajaran matematika di kelas.
permainan kartu domino bilangan
PTK masih dilanjutkan pada siklus 2
pecahan aljabar melalui divisi
karena perolehan analisis daya
prestasi tim.
pembeda pada siklus 1
menunjukkan ketercapaian hasil Evaluasi menggunakan instrumen
belajar sebesar 22,72% dan perlu berbentuk tes hasil belajar siklus 2.
ditingkatkan hasil belajar siswa Banyak soal 5 nomor dan berbentuk
kelas VII.2 SMP N I Makassar T.A uraian. Waktu yang digunakan
2012-2013. untuk tes hasil belajar yaitu 70
menit. Lembar jawaban yang
Pada siklus 2, perencanaan PTK
diperoleh dari siswa dikumpul,
dilakukan oleh guru matematika
diperiksa dan diberi skor dan bobot
siklus 2 merujuk Silabus dan RPP.
oleh guru matematika. Hasil analisis
Pelaksanaan pembelajaran dalam
skor perolehan analisis daya
PTK pada siklus 2 sebanyak
pembeda pada siklus 2
2pertemuan sesuai dengan
menunjukkan ketercapaian hasil
rancangan pada RPP yaitu dengan
belajar sebesar 75%. Hasil analisis
rincian: 1). Pertemuan pertama:
daya pembeda menunjukkan nomor
240 menit; 2) pertemuan kedua:
1, 2, 3, 4, 5 memberi keterangan
340 menit.
baik. Analisis validitas item soal
dilakukan untuk mendapatkan data
yang valid, artinya instrumen dapat
digunakan untuk mengukur sesuatu

498
yang hendak diukur (Sugiyono, T.A 2012-2013. PTK dapat
2003). Hasil analisis validitas soal dinyatakan selesai pada siklus 2 dan
soal nomor 3 memberi keterangan tidak ada tindakan lanjut.
tidak valid dan nomor lainnya
6. Kesimpulan dan Saran
memberi keterangan valid.
Selanjutnya reliabel untuk Kesimpulan yang diberikan yaitu: 1).
menentukan ketetapan/keajegan Hasil belajar siklus 1 perolehan skor
data. Data penelitian dianalisis masih rendah disebabkan siswa
melalui sistem komputerisasi. belum terampil melakukan
Analisis reliabilitas menunjukkan permainan kartu bilangan pecahan
soal siklus 1 memberi keterangan aljabar dan belum mampu
valid dan reliable karena rhitung>rkriteria menyelesaikan perhitungan
(0,974>0,297) menggunakan jumlah kesamaan bentuk aljabar pada kartu
sampel sebesar 44 orang dengan melalui divisi prestasi tim siswa. 2).
taraf kesalahan 5%. Menurut Hasil belajar siklus 2 perolehan skor
Sugiyono perolehan validitas dan tinggi disebabkan siswa sudah
reliabilitas ini menyatakan bahwa mampu melakukan permainan kartu
instrumen sudah layak dijadikan domino bilangan pecahan aljabar
alat ukur untuk menguji data dalam dan sudah mampu menyelesaikan
PTK. Analisis diskriptif untuk perhitungan kesamaan bentuk
menentukan ukuran gejala pusat aljabar melalui divisi prestasi tim
antara lain modus, median, mean, siswa. 3). Pembelajaran kesamaan
standar deviasi, dan variansi. bentuk aljabar dengan
Analasis diskriptif siklus 2 menggunakan permainan kartu
menunjukkan modus>median>mean domino bilangan pecahan aljabar
(76,67>80>75,76). Perolehan standar melalui divisi prestasi tim siswa
deviasi=20,172; varian=406,91, dapat meningkatkan hasil belajar
koefisien kemiringan=-0,0451. siswa kelas VII. SMP N I Makassar
Keadaan perolehan hasil belajar ini T.A 2012-2013.
artinya banyak siswa memperoleh Beberapa saran untuk tindakan
nilai cukup tinggi karena siswa tidak lebih lanjut dalam PTK
terlalu sulit mengerjakan soal menggunakan permainan kartu
kesamaan bentuk aljabar (Tiro M domino bilangan pecahan aljabar
Arif, 1999) karena siswa sudah melalui divisi prestasi tim siswa
terbiasa melakukan permainan dalam pembelajaran di kelas: 1).
kartu domino bilangan pecahan Guru matematika dapat membuat
aljabar melalui divisi prestasi tim kata kunci bilangan pecahan aljabar
siswa dalam pembelajaran yang lainnya untuk menambah
matematika di kelas. PTK berakhir pengembangan jenis soal
pada siklus 2 karena menunjukkan penyelesaian kesamaan bentuk
ketercapaian hasil belajar sbesar aljabar. 2). Pada jam pelajaran
75% dan tidak perlu ditingkatkan kosong (tidak ada guru mata
hasil belajar siswa kelas VII.2 SMP N pelajaran yang lain tidak memberi
I Makassar T.A 2012-2013. materi pelajaran), hendaknya guru
Hasil refleksi menyatakan hasil tidak melarang siswa melakukan
belajar siswa sudah mengalami permainan kartu domino bilangan
peningkatan sebanyak 44 orang pecahan aljabar bersama
siswa kelas VII.2 SMP N I Makassar sekelompok teman di dalam kelas.

499
Daftar Pustaka

Abdurahman. (1994). Pengelolaan Pengajaran. Ujung Pandang : Bintang Selatan.


Ainis, Ballohe. (2001). Beberapa Faktor yang memperngaruhi Tingkat
Kemampuan Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran. Tesis UNM: Tidak
diterbitkan.
Ali, Mohammad. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Bayu, dkk. (2005). Pelajaran Matematika untuk SMP Kelas IX. Depok : Arya Duta.
Bukka, Muhammad. (2000). Pengaruh Tes Formatif dan Minat Belajar Terhadap
Hasil Belajar Matematika. Disertasi UNJ : Tidak Diterbitkan.
Brumelen. (2002). Batu Loncatan Kurikulum. Jakarta: Universitas Pelita Harapan
Pers.
Depdikbud. (1982). Buku Panduan Evaluasi Belajar Untuk Sekolah Lanjutan
Umum. Jakarta: Titi Rahayu.
...................... (1987). Beberapa Metode dan Keterampilan Dalam Pengajaran
Matematika. Jogjakarta: Tim Instruktur PKG Matematika.
Erman. (1995). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka, Depdikbud.
E. Koswara. (1991). Teori Teori Kepribadian. Bandung: PT. Eresco.
Hasibuan dan Moedjiono. (1992). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Hudoyono. (1990). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang : IKIP Malang.
Jalaludin. (1997). Filsafat Pendidikan. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Lou Anne Johnson. (2009). Pengajaran yang Kreatif dan Menarik melalui
terjemahan Cara Membangkitkan Minat Siswa Melalui Pemikiran. Jakarta:
PT Indeks.

500
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PEMBELAJARAN
MATERI OPERASI MATRIKS DI KELAS XII IPA-2 SMA N 3
MOJOKERTO
Mohammad Sodiqun

SMA N 3 Mojokerto

Abstract. This study aims to improve twelth grade students achievements and
motivation to learning Matrices Operation using cooperative learning model type
Student Teams Achievement Division (STAD). The study used an action research
method consisted of three cycles. Each cycle consists of four phases: planning, action
and observation, reflection and revision. Data was obtained from the results of post-
test and observation sheets of teaching and learning activities. The analysis showed
that student achievements gradually increased from the first to third cycle, the first
cycle (31%), the second cycle (66%), and the third cycle (97%). This suggested that 1)
cooperative learning model type STAD has a positive effect on students achievement
and motivation and 2) the model can be used as an alternative model on learning
mathematics.

Keyword: achievement, matrix, STAD.

1. Pendahuluan matematika adalah sulit. Bahkan, di


sekolah matematika juga dianggap
Pendidikan sangatlah penting dan sebagai pelajaran yang paling
tidak dapat dipisahkan dari ditakuti oleh siswanya. Seolah-olah
kehidupan seseorang. Pendidikan dengan matematika, manusia bisa
merupakan salah satu tolok ukur dibagi menjadi dua kelompok;
kemajuan bangsa. Maju mundurnya kelompok pertama beranggotakan
mutu suatu bangsa ditentukan oleh orang-orang yang berminat
maju mundurnya mutu pendidikan. mengerjakan matematika,
Menurut Maria Motessori (1870) sedangkan kelompok kedua adalah
dalam Zainal Aqib (2002: 10) orang-orang yang tidak menyukai
pendidikan adalah alat pertolongan matematika dan tidak
bagi perkembangan anak didik. mengerjakannya (Sujono, 1988: 1).
Berkembangnya pola pikir seorang Seharusnya, dalam pengajaran
anak didik memang sangat matematika guru lebih menekankan
dipengaruhi oleh baik tidaknya pada teknik pemberian motivasi
pendidikan yang ia terima disekolah pada siswa. Hal ini dilakukan agar
maupun diluar sekolah. Adapun siswa merasa tertarik, tergantung
tujuan pendidikan menurut Jan dan ingin tahu tentang matematika.
Lighart dalam Zainal Aqib (2002: 10) Akan tetapi, selain menumbuhkan
adalah pembentukan manusia yang motivasi dalam proses belajar
berbudi pekerti. Selain tujuan mengajar, guru juga harus
pendidikan untuk kecerdasan otak, memperhatikan bagaimana cara
pendidikan juga digunakan untuk menyampaikan materi matematika
pembentukan budi pekerti anak agar lebih mudah diterima, dipahami
didik. siswa serta dapat memilih dengan
Dalam belajar matematika, sebagian tepat metode apa yang digunakan
besar orang mengatakan bahwa dalam pembelajaran. Model
pembelajaran yang tepat juga akan

501
lebih meningkatkan minat dan mengerjakan postes setelah kegiatan
motivasi siswa untuk terlibat aktif kelompok berakhir.
dalam pembelajaran, sehingga
2. Kajian Pustaka
perhatian siswa terfokus pada materi
ajar saat kegiatan belajar mengajar. a. Definisi Pembelajaran
Menurut Donald dalam Oemar Pembelajaran adalah proses, cara,
Hamalik (2001: 158), motivasi menjadikan orang atau makhluk
adalah perubahan energi dalam hidup belajar. Sedangkan belajar
pribadi seseorang yang ditandai adalah berusaha memperoleh
dengan timbulnya perasaan dan kepandaian atau ilmu, berubah
reaksi untuk mencapai tujuan. tingka laku atau tanggapan yang
Selama mengajar di kelas XII-IPA-2 disebabkan oleh pengalaman. (KBBI,
SMA N 3 Mojokerto diperoleh 1996: 14).
gambaran kondisi sebagai berikut:
Sependapat dengan pernyataan
1) selama proses belajar mengajar tersebut Sutomo (1993: 68)
siswa cenderung pasif. mengemukakan bahwa
2) dalam mengajar guru hanya pembelajaran adalah proses
menggunakan metode ceramah pengelolaan lingkungan seseorang
dengan sedikit tugas, sehingga yang dengan sengaja dilakukan
menciptakan suasana yang sehingga memungkinkan orang
monoton. tersebut belajar untuk melakukan
3) nilai siswa masih jauh dari yang atau mempertunjukkan tingkah laku
diharapkan. tertentu pula. Sedangkan belajar
Dengan latar belakang di atas, guru adalah suatu proses yang
mencoba memberikan alternatif menyebabkan perubahan tingkah
model pembelajaran yang dapat laku yang bukan disebabkan oleh
dijadikan pilihan saat kegiatan proses pertumbuhan yang bersifat
belajar mengajar. Guru melakukan fisik, tetapi perubahan dalam
suatu penelitian tindakan kelas guna kebiasaan, kecakapan, bertambah,
meningkatkan hasil belajar berkembang daya pikir, sikap dan
matematika siswa pada materi lain-lain. (Soetomo, 1993: 120).
operasi matriks melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jadi pembelajaran adalah proses
yang disengaja yang menyebabkan
Pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa belajar pada suatu lingkungan
yang ditawarkan penulis sebagai belajar untuk melakukan kegiatan
pilihan dapat diterapkan di kelas pada situasi tertentu.
untuk mengetahui secara langsung
keaktifan siswa dalam belajar. Pada
STAD siswa dilatih umtuk bekerja b. Pembelajaran Kooperatif
sama dan aktif dalam diskusi
kelompok lalu mempresentasikan Pembelajaran kooperatif adalah
hasil diskusi dalam kelompok. suatu pengajaran yang melibatkan
Penilaian dilakukan secara bertahap siswa untuk bekerja dalam
yaitu dengan skor kelompok kelompok-kelompok untuk
(penghargaan kelompok) dan skor menetapkan tujuan bersama.
pengembangan individu (kuis/tes). (Felder, 1994: 2).
Saat dalam kelompok, siswa dituntut Wahyuni (2001: 8) menyebutkan
untuk dapat mengerjakan LKS bahwa pembelajaran kooperatif
sebagai lembar untuk mengetahui merupakan strategi pembelajaran
aktivitas dan pemahaman siswa dengan cara menempatkan siswa
tentang materi ajar. Saat dalam kelompok-kelompok kecil
pengembangan individu, siswa

502
yang memiliki kemampuan berbeda. Berdasarkan unsur-unsur dalam
Sependapat dengan pernyataan pembelajaran kooperatif, Johnson
tersebut Setyaningsih (2001: 8) dalam Wahyuni (2001: 10)
mengemukakan bahwa metode menyebutkan peranan guru dalam
pembelajaran kooperatif pembelajaran kooperatif sebagai
memusatkan aktivitas di kelas pada berikut:
siswa dengan cara pengelompokan
1) Menentukan objek pembelajaran.
siswa untuk bekerjasama dalam
proses pembelajaran. 2) Membuat keputusan
menempatkan siswa dalam
Dari tiga pengertian di atas, dapat
kelompok-kelompok belajar
disimpulkan bahwa pembelajaran
sebelum pembelajaran dimulai.
kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran dengan cara 3) Menerangkan tugas dan tujuan
mengelompokkan siswa ke dalam akhir pada siswa.
kelompok-kelompok kecil untuk 4) Menguasai kelompok belajar dan
bekerja sama dalam memecahkan menyediakan keperluan tugas.
masalah. Kemampuan siswa dalam
setiap kelompok adalah heterogen. 5) Mengevaluasi prestasi siswa dan
Pembelajaran kooperatif mempunyai membantu siswa dengan cara
unsur-unsur yang perlu mendiskusikan cara kerjasama.
diperhatikan. Unsur-unsur tersebut
sebagai berikut:
c. Metode Pembelajaran
1) siswa harus memiliki persepsi Kooperatif Model STAD
bahwa mereka tenggelam atau (Student Teams Achievement
berenang bersama. Division)
2) siswa memiliki tanggung jawab
terhadap siswa lain dalam Langkah-langkah dalam
kelompoknya, disamping pembelajaran kooperatif mode STAD
tanggungjawab terhadap dirinya sebagai berikut:
sendiri, dalam mempelajari materi 1) Kelompokkan siswa dengan
yang dihadapi. masing-masing kelompok terdiri
3) siswa harus berpandangan bahwa dari tiga sampai dengan lima
mereka semuanya memiliki orang. Anggota-anggota kelompok
tujuan yang sama. dibuat heterogen meliputi
4) siswa harus membagi tugas dan karakteristik kecerdasan,
berbagai tanggungjawab sama kemampuan awal matematika,
besarnya diantara para anggota motivasi belajar, jenis kelamin,
kelompok. atupun latar belakang etnis yang
5) siswa akan diberikan satu berbeda.
evaluasi atau penghargaan yang
akan ikut berpengaruh terhadap 2) Kegiatan pembelajaran dimulai
evaluasi seluruh anggota dengan presentasi guru dalam
kelompok. menjelaskan pelajaran berupa
6) siswa berbagi kepemimpinan paparan masalah, pemberian
sementara mereka memperoleh data, pemberian contoh. Tujuan
keterampilan bekerjasama selama presentasi adalah untuk
belajar. mengenalkan konsep dan
7) siswa akan diminta mendorong rasa ingin tahu siswa.
mempertanggungjawabkan secara 3) Pemahaman konsep dilakukan
individual materi yang ditangani dengan cara siswa diberi tugas-
dalam kelompok kooperatif. tugas kelompok. Mereka boleh
mengerjakan tugas-tugas

503
tersebut secara serentak atau mereka harus membantu teman
saling bergantian menanyakan sekelompoknya mempelajari materi
kepada temannya yang lain atau yang diberikan. Mereka harus
mendiskusikan masalah dalam mendorong teman mereka untuk
kelompok atau apa saja untuk melakukan yang terbaik dan
menguasai materi pelajaran menyatakan suatu norma bahwa
tersebut. Para siswa tidak hanya belajar itu merupakan suatu yang
dituntut untuk mengisi lembar penting, berharga dan
jawaban tetapi juga untuk menyenangkan.
mempelajari konsepnya. Anggota
d. Hasil Belajar Matematika
kelompok diberitahu bahwa
mereka dianggap belum selesai Penekanan pembelajaran
mempelajari materi sampai matematika lebih diutamakan pada
semua anggota kelompok proses dengan tidak melupakan
memahami materi pelajaran pencapaian tujuan. Proses ini lebih
tersebut. ditekankan pada proses belajar
matematika seseorang. Tujuan yang
4) Siswa diberi tes atau kuis
paling utama dalam pembelajaran
individual dan teman
matematika adalah mengatur jalan
sekelompoknya tidak boleh
pikiran untuk memecahkan masalah
menolong satu sama lain. Tes
bukan hanya menguasai konsep dan
individual ini bertujuan untuk
perhitungan walaupun sebagian
mengetahui tingkat penguasaaan
besar belajar matematika adalah
siswa terhadap suatu konsep
belajar konsep struktur
dengan cara siswa diberikan soal
keterampilan menghitung dan
yang dapat diselesaikan dengan
menghubungkan konsep-konsep
cara menerapkan konsep yang
tersebut. Andi Hakim Nasution
dimiliki sebelumnya.
(1982: 12) mengemukakan bahwa
5) Hasil tes atau kuis selanjutnya dengan menguasai matematika
dibandingkan dengan rata-rata orang akan belajar menambah
sebelumnya dan poin akan kepandaiannya.
diberikan berdasarkan tingkat
Gagne dan Briggs (1978: 49-55)
keberhasilan siswa mencapai
menerangkan bahwa hasil belajar
atau melebihi kinerja
yang berkaitan dengan lima kategori
sebelumnya. Poin ini selanjutnya
berikut: (1) keterampilan intelektual
dijumlahkan untuk membentuk
adalah kecakapan yang berkenaan
skor kelompok.
dengan pengetahuan prosedural
6) Setelah itu guru memberikan yang terdiri atas deskriminasi jamak,
penghargaan kepada kelompok konsep konkret dan terdefinisi
yang terbaik prestasinya atau kaidah serta prinsip, (2) strategi
yang telah memenuhi kriteria kognitif adalah kemampuan untuk
tertentu. Penghargaan disini memecahkan masalahmasalah baru
dapat berupa hadiah, sertifikat, dengan jalan mengatur proses
dan lain-lain. internal masingmasing individu
dalam memperlihatkan, mengingat
Gagasan utama dibalik model STAD
dan berpikir, (3) informasi verbal
adalah untuk memotivasi para siswa
adalah kemampuan untuk
untuk mendorong dan membantu
mendeskripsikan sesuatu dengan
satu sama lain dalam menguasai
kata-kata dengan jalan mengatur
keterampilan-keterampilan yang
informasiinformasi yang relevan, (4)
disajikan oleh guru. Jika para siswa
keterampilan motorik adalah
menginginkan agar kelompok
kemampuan untuk melaksanakan
mereka memperoleh penghargaan,

504
dan mengkoordinasikan gerakan 1. Tes Tertulis
gerakan yang berhubungan dengan
Tes tertulis digunakan untuk
otot, (5) sikap merupakan
mengumpulkan data hasil
kemampuan internal yang berperan
pengusaan materi matriks siswa.
dalam mengambil tindakan untuk
Setelah siswa mengikuti suatu
menerima atau menolak
proses perlakuan dalam 3 siklus
berdasarkan penilaian terhadap
yang dilakukan oleh peneliti,
obyek tersebut. Bloom (1976: 201-
didapatkan hasil yang akurat dan
207) membagi hasil belajar menjadi
dapat menggambarkan secara jelas
3 kawasan yaitu kognitif, afektif dan
kemampuan siswa dalam menguasai
psikomotor. Kawasan kognitif
materi matriks tersebut.
berkenaan dengan ingatan atau
pengetahuan dan kemampuan 2. Alat Pengumpulan Data
intelektual serta keterampilan. Perkembangan Skor Individu dan
Kawasan afektif menggambarkan Kelompok
sikap, minat dan nilai serta Arah penelitian ini yaitu
pengembangan pengertian atau mengaktifkan dan memberi
pengetahuan dan penyesuaian diri pemahaman pada siswa dalam
yang memadai. Kawasan psikomotor penguasaan materi matriks dengan
adalah kemampuan menggiatkan efektif. Dan untuk pengukuran
dan mengkoordinasikan gerak. masalah peneliti menggunakan alat
Kawasan kognitif dibagi atas enam pengumpulan data sebagai berikut:
macam kemampuan intelektual
mengenai lingkungan yang disusun a) Lembar Observasi Keaktifan
secara hirarkis dari yang paling Siswa.
sederhana sampai kepada yang Lembar ini digunakan untuk
paling kompleks. mengetahui keaktifan, aktivitas
Berdasarkan pandangan-pandangan dan keterlibatan siswa dalam
dari para ahli tersebut diatas maka kelompok kooperatif. Serta untuk
yang dimaksud dengan hasil belajar melihat peningkatan motivasi
matematika dalam penelitian ini siswa. Lembar tersebut dianalisis
adalah hasil dari seorang siswa dengan menampilkan prosentase
dalam mengikuti proses belajar keaktifan siswa dengan 4
mengajar matematika yang diukur kategori, sebagai berikut:
dari kemampuan siswa tersebut Tabel 1 Kategori Keaktifan Siswa
dalam menyelesaikan suatu
permasalahan matematika. Kategori Nilai Siswa

3. Metode Penelitian A 4 Sangat aktif


B 3 Aktif
a. Setting Penelitian
C 2 Cukup Aktif
Penelitian tindakan kelas ini
mengambil subjek siswa Kelas XII D 1 Kurang Aktif
IPA-2 SMA N 3 Mojokerto pada b) Tes Tertulis
semester genap tahun ajaran
2009/2010 dalam 3 siklus. Berupa soal dan dilengkapi
dengan kisi-kisi soal secara
b. Teknik dan Alat Pengumpul lengkap untuk melihat
Data peningkatan hasil belajar.
Dalam penelitian tindakan kelas ini c) Penilaian dan penghargaan
digunakan teknik pengumpulan data kelompok kooperatif tipe STAD.
antara lain sebagai berikut:

505
Tabel 2 Sistem poin atau kriteria pengamatan sejauh mana peneliti
penentuan penghargaan kelompok melakukan pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Ibrahim,
3) Refleksi
2000:62).
Pada tahap ini peneliti membuat
Rata-rata kelompok Penghargaan
(x)
revisi perencanaan untuk dilakukan
15 < x 20 Tim baik pada siklus berikutnya.
20 < x 25 Tim hebat 4. Hasil Penelitian dan
x 25 Tim Super Pembahasan
a. Deskripsi Siklus 1
c. Validasi Data
1) Perencanaan
Pada penelitian tindakan kelas ini
proses validasi data dilakukan Untuk melakukan penelitian pada
dengan meminta penilaian terhadap siklus 1 ini peneliti sekaligus
para guru senior dan pengawas pengajar merencanakan tindakan
berkenaan dengan isi dan kisikisi yang meliputi:
dari tes tertulis yang digunakan a. membuat silabus materi
sebagai alat pengumpul data yang pembelajaran.
digunakan untuk mengukur b. membuat rencana pelaksanaan
kemampuan siswa . pembelajaran (RPP) yang
d. Indikator Keberhasilan diperuntukkan untuk pengajaran
1) Penguasaan materi operasi pada kelompok.
matriks kelas XIIIPA-2 SMA c. membuat nama kelompok dan
Negeri 3 Mojokerto pada akhir membagi siswa dalam kelompok.
penelitian ini meningkat hingga d. membuat lembar kerja siswa
mencapai 90%. yang digunakan untuk
2) Dengan menggunakan model pembelajaran dalam kelompok,
pembelajaran kooperatif Tipe dengan penyusunan tahap demi
STAD terjadi peningkatan hasil tahap yang membawa siswa
nilai yang didapatkan masing- dalam penemuan masalah atau
masing siswa dan peningkatan penyelesaian suatu masalah.
motivasi siswa yang ditandai e. Membuat alat evaluasi yang
dengan partisipasi keaktifan digunakan untuk mendapatkan
dalam kelompok. data kemampuan siswa setelah
mendapatkan tindakan dengan
e. Prosedur Penelitian Tiap Siklus menggunakan strategi
pembelajaran aktif dalam
Dalam PTK terdiri dari 3 siklus kelompok.
sebagai berikut: f. Membuat solusi dan langkah
untuk disampaikan pada siswa
1) Perencanaan
berkaitan kelemahan siswa
Tahap ini meliputi persiapan dalam menyelesaikan masalah
instrumen yaitu soal tes, lembar yang telah diujikan oleh guru.
observasi dan lembar kerja siswa
(LKS) pada setiap siklus 2) Pelaksanaan Tindakan Materi
pembelajaran. subpokok bahasan Penjumlahan
Dua Matriks.
2) Pelaksanaan dan Pengamatan
Pada tahap ini peneliti melakukan Kegiatan mengacu pada rencana
pembelajaran dan dibantu seorang pelajaran yang telah dipersiapkan
pengamat untuk melakukan pada RPP .

506
3) Hasil Pengamatan Histogram Nilai Tes
Dalam proses belajar mengajar pada Setelah dihitung didapatkan rata-
siklus 1 dengan materi penjumlahan rata nilai tes siklus 1 sebesar 64,82
dua matriks diperoleh hasil dengan ketuntasan 31%.
observasi tingkat keaktifan siswa
dan pengelolaan kelas saat 4) Refleksi
kooperatif sebagai berikut. Dari pelaksanaan siklus 1 diperoleh:
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Nilai masih banyak siswa yang kurang
Tingkat Keaktifan dan Keterlibatan paham dengan materi ajar,
Siswa dikarenakan keaktifan siswa kurang.
Pada tes akhir siklus terlihat
Nilai Frekuensi Prosentase sebagian siswa yang belum
D=1 13 37% memahami materi. Siswa sangat
C=2 14 40% tertarik dengan contoh dan soal dari
guru. Siswa antusias dengan
B=3 7 20%
pembelajaran penjumlahan dua
A=4 1 3% matriks.
Jumlah 35 100% Kesimpulan refleksi 1:
Untuk meningkatkan kualitas
Tabel 4 Skor dan Penghargaan pembelajaran maka pada siklus 2
Kelompok Siklus 1 diusahakan untuk membenahi
No Kelompok Skor Penghar kekurangan yang terjadi pada siklus
Perkem- - pertama sebagai berikut:
bangan gaan
Kelompo
Dalam proses belajar mengajar para
k guru harus selalu memberi motivasi
1 Persegi 15 Baik yang lebih, terutama pada siswa
2 Persegi 25 Super yang kurang aktif. Keaktifan siswa
Panjang perlu diperhatikan agar siswa selalu
3 Trapesium 17.5 Baik berada dalam tugas pembelajaran.
Siku-Siku Penegasan konsep secara merata
4 Belah 22.5 Hebat kepada masing-masing siswa
Ketupat diharapkan mendapatkan perhatian
5 Layang- 12.5 Baik pada siklus pertama. Menciptakan
Layang suasana demokratis dalam diskusi,
6 Trapesium 30 Super cegahlah pembicaraan yang
7 Segitiga 15 Baik berlebihan serta menyimpang dari
Siku-Siku pembicaraan dan tujuan
8 Segitiga 22.5 Hebat
pembelajaran.
Sama Sisi
9 Segitiga 26.7 Super
b. Deskripsi Siklus 2
Sama Kaki
1) Perencanaan
Untuk melakukan tindakan pada
siklus 2 ini peneliti sekaligus
pengajar merencanakan tindakan
sebagai berikut :
a. Membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran yang diperuntukkan
untuk pengajaran pada kelompok.
Gambar 1 Distribusi Frekuensi dan

507
b. Membuat lembar kerja siswa yang
digunakan dalam pembelajaran Tabel 5 Skor dan Penghargaan
dengan penyusunan tahap demi Kelompok Siklus 2
tahap yang membawa siswa dalam No Kelompok Skor Penghar-
penemuan masalah atau Perkem- gaan
penyelesaian suatu masalah. bangan Kelompok
c. Membuat alat evaluasi yang 1 Persegi 20 Hebat
digunakan untuk mendapatkan 2 Persegi 25 Super
data kemampuan siswa setelah Panjang
mendapatkan tindakan dengan 3 Trapesium 20 Hebat
menggunakan strategi Siku-Siku
pembelajaran aktif yang 4 Belah 20 Hebat
diperuntukkan untuk kelompok Ketupat
besar. 5 Layang- 26.5 Super
d. Membuat solusi dan langkah Layang
6 Trapesium 20 Hebat
untuk disampaikan pada siswa
berkaitan kelemahan siswa dalam 7 Segitiga 20 Hebat
Siku-Siku
menyelesaikan masalah yang telah
8 Segitiga 20 Hebat
diujikan oleh guru. Sama Sisi
9 Segitiga 20 Hebat
2) Pelaksanaan Tindakan Sama Kaki

Kegiatan ini dilaksanakan dalam


waktu 2 jam pelajaran dengan
materi Pengurangan Dua Matriks.
Pada siklus 2 kegiatan dan
pengamatan dilaksanakan sama
dengan pada siklus 1 dengan
memperhatikan revisi rancangan
pada siklus 1, dan proses
pembelajaran mengacu pada
rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan pada RPP 2.

3) Hasil Pengamatan Gambar 2 Distribusi Frekuensi


dan Histogram Nilai Tes
Hasil observasi keaktifan siswa
dalam pengelolaan kelas secara Setelah dihitung didapatkan rata-
kooperatif dalam proses belajar rata nilai tes siklus 2 sebesar 73,59
mengajar pada siklus 2 dengan dengan ketuntasan 66 %.
memberi materi Pengurangan Dua 4) Refleksi
Matriks sebagai berikut :
Dari pelaksanaan siklus 2 diperoleh
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Nilai siswa semakin paham dengan materi
Tingkat Keaktifan dan Keterlibatan ajar, dikarenakan keaktifan siswa
Siswa Pada Siklus 2 bertambah. Pada tes akhir siklus
terlihat hanya sebagian kecil siswa
Nilai Frekuensi Prosentase
yang belum memahami materi.
D=1 3 9% Siswa sangat tertarik dengan model
C=2 14 40% pembelajaran karena dalam
B=3 15 43% pemberian motivasi berjalan baik.
A=4 3 9% Siswa antusias dengan pembelajaran
35 100%

508
pengurangan dua matriks. dengan waktu 2 jam pelajaran. Pada
Siklus 3 kegiatan dan pengamatan
Kesimpulan Refleksi 2: dilaksanakan sama dengan siklus 2
Kegiatan belajar mengajar semakin dengan memperhatikan revisi
baik atau selalu terjadi peningkatan rancangan pada siklus 2, dan
pada setiap siklus. proses pembelajaran mengacu pada
rencana pelajaran yang telah
Pada setiap pembelajaran guru dipersiapkan pada RPP 3.
sudah melaksanakan pembelajaran
sesuai rencana pembelajaran. Hasil 3) Hasil Pengamatan
nilai siswa pada saat dalam Pada pelaksanaan siklus 3 ini
kelompok (pengerjaan LKS tampak sekali bahwa siswa sangat
kelompok) terlihat peningkatan pada antusias dalam mengerjakan tugas
setiap siklus. Hasil nilai postes kelompok, semua siswa terlihat aktif
setiap siklus semakin meningkat. bersama kelompoknya dalam
Keterlibatan dan keaktifan siswa menyelesaikan lembar kerja yang
dengan pembelajaran kooperatif tipe diberikan peneliti. Frekuensi dan
STAD semakin meningkat. persentase tingkat keaktifan siswa
saat berada dalam kelompok
c. Deskripsi Siklus 3 ditunjukkan dalam tabel sebagai
1) Perencanaan berikut :
Pada perencanaan siklus 3 ini guru Tabel 6 Distribusi Frekuensi Nilai
merencanakan tindakan sebagai Tingkat Keaktifan dan Keterlibatan
berikut : Siswa Pada Siklus 3
a. Membuat kelompok kecil yang Nilai Frekuensi Prosentase
terdiri dari 4 anak dan masing D=1 0 0%
masing kelompok dipimpin oleh C=2 15 43%
anak yang dipilih dari anak yang B=3 16 46%
mempunyai kemampuan lebih A=4 4 11%
dan mampu memimpin.
35 100%
b. Membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran materi matriks sub Tabel 7 Skor dan Penghargaan
perkalian matriks dengan Kelompok Siklus 3
bilangan real untuk kelompok
yang digunakan dalam No Kelompok Skor Penghar-
pengajaran selama 90 menit. Perkem- gaan
bangan Kelompok
c. Membuat lembar kerja yang 1 Persegi 20 Hebat
dipergunakan untuk diskusi 2 Persegi 20 Hebat
kelompok . Panjang
3 Trapesium 20 Hebat
d. Merencanakan alat evaluasi
Siku-Siku
berupa soal tes yang digunakan 4 Belah 20 Hebat
untuk mengukur kemampuan Ketupat
siswa. 5 Layang- 20 Hebat
Layang
6 Trapesium 20 Hebat
2) Pelaksanaan Tindakan 7 Segitiga 20 Hebat
Materi yang disajikan perkalian Siku-Siku
8 Segitiga 20 Hebat
matriks dengan bilangan real.
Sama Sisi
Kegiatan ini dilaksanakan pada 9 Segitiga 20 Hebat
tanggal 3 November 2009 Sama Kaki

509
Hasil belajar siswa yang memuat memahami model pembelajaran yang
nilai, frekuensi, dan presentase hasil diterapkan oleh guru. Pada setiap
belajar ada siklus 3 ditunjukkan siklus, tingkat ketuntasan belajar
dalam gambar berikut. siswa menjadi lebih baik dan
meningkat. Dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD,
siswa telah mampu mengembangkan
kemampuan kognitifnya dan mampu
mengelola dirinya sendiri dalam
kelompok kooperatif.

5. Simpulan dan Saran


a. Simpulan

Gambar 3 Distribusi Berdasarkan hasil penelitian diatas


Frekuensi dan Histogram simpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
Setelah dihitung didapatkan rata- 1) Dengan menerapkan
rata nilai tes siklus 3 sebesar 78,84 pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan ketuntasan 97%. pada subpokok bahasan operasi
4) Refleksi Siklus 3 matriks, hasil ketuntasan belajar
siswa menjadi lebih baik dan
Selama berlangsung pembelajaran, meningkat.
program yang direncanakan dalam 2) Dengan menerapkan
rencana pembelajaran berjalan pembelajaran kooperatif tipe STAD
sesuai dengan yang diharapkan. pada subpokok bahasan operasi
Pemberian motivasi sudah berjalan matriks diperoleh peningkatan
baik dan dalam pemberian contoh motivasi siswa pada setiap siklus,
serta soal sudah sesuai dengan hal ini ditandai dengan
pemahaman siswa SMA. Tujuan peningkatan keaktifan kelompok
pembelajaran tercapai dengan baik. sehingga penghargaan kelompok
Jumlah siswa yang kurang aktif dan meningkat.
tidak berada dalam tugas jumlahnya
menurun. 3) Hasil belajar siswa pada setiap
siklus meningkat. Serta
Kesimpulan Refleksi Siklus 3: ketuntasan belajar siswa secara
klasikal naik.
Pada setiap pembelajaran guru telah
melaksanakan pembelajaran sesuai b. Saran
dengan rencana pembelajaran. Hasil Berdasarkan analisis dan
nilai siswa pada saat dalam kesimpulan yang diperoleh maka
kelompok (pengerjaan LKS dapat dirumuskan saran-saran
kelompok) terlihat adanya sebagai berikut :
peningkatan pada setiap siklus.
Hasil nilai postes setiap siklus 1) Sebelum menerapkan
meningkat. pembelajaran kooperatif tipe STAD
guru harus memilih pembelajaran
Keterlibatan dan keaktifan siswa kooperatif yang tepat untuk
dengan pembelajaran kooperatif tipe materi yang benar-benar sesuai.
STAD semakin meningkat. 2) Mengingat model pembelajaran
kooperatif tipe STAD efektif pada
Hal ini dapat diartikan bahwa siswa subpokok bahasan operasi
telah mampu mengikuti dan matriks maka guru dapat

510
menggunakan model ini sebagai fasilitator dan motivator agar
alternatif strategi pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar
dalam proses belajar mengajar. siswa termotivasi untuk lebih
3) Dalam pelaksanaan pembelajaran aktif.
kooperatif tipe STAD guru harus
dapat memfungsikan diri sebagai

Daftar Pustaka
Aqib Zainal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan
Cendikia.
Ibrahim, dkk. (2002). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unipress Surabaya.
Jito. (2003). Penerapan Pendekatan Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual
(CTL) untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPAFisika di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Marthen Kanginan. (2004). Matematika untuk SMA Kelas 3 Semester 2. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Noormandiri. (2004). Buku Pelajaran Matematika SMA untuk Kelas XII. Jakarta:
Erlangga.
Nur Mohamad. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unipress.
Nurul Muwahidiyah. (2003). Hubungan Antara Motivasi Belajar Siswa dan
Prestasi Belajar Matematika dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di
Kelas II SLTP Khodijah Surabaya. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Oemar Hamalik. (2001). Proses belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Poerwodarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Shairiah. (2003). Pembelajaran Model Induktif Menggunakan Metode Demontrasi
dengan bantuan Alat Peraga Sederhana pada pokok Bahasan Fluida TAk
Bergerak di SMUN I Galis Pamekasan. Skripsi tidak dipublikasikan.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Sujono. (1988). Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Menengah. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tresna, S.A. (1997). Dasardasar Pendidikan MIPA. Surabaya: Unipress IKIP
Surabaya.

511
512

Anda mungkin juga menyukai