Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan dunia bisnis yang begitu pesat saat ini telah menggeser paradigma

bisnis tradisional yang hanya berorientasi pada laba menjadi bisnis yang lebih beretika dan

bertanggung jawab sosial kepada masyarakat. Pergeseran paradigma tersebut disebabkan

karena adanya ekspektasi yang tinggi dari masyarakat terhadap kegiatan bisnis yang

dilakukan oleh suatu perusahaan agar tidak hanya mengutamakan pencarian keuntungan yang

tinggi untuk kemakmuran perusahaan semata, tetapi perusahaan dalam kegiatan bisnisnya

harus bisa memberikan kontribusi sosial baik kepada masyarakat maupun lingkungan dengan

cara meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar melalui program-program yang

dijalankannya dan ikut serta menjaga kelestarian lingkungan sekitar tempat perusahaan

beroperasi. Menurut Raditya (2012) kondisi tersebut membuat perusahaan tidak hanya

dihadapkan pada konsep single bottom line yang hanya berupa aspek keuangan, namun saat

ini juga dihadapkan pada konsep tripple bottom line yang meliputi aspek keuangan, sosial,

dan lingkungan. Dengan konsep tripple bottom line ini membuat perusahaan tidak hanya

memiliki tanggung jawab kepada shareholders semata, namun perusahaan juga memiliki

tanggung jawab sosial kepada stakeholder, termasuk masyarakat di dalamnya. Oleh karena

itu, setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya harus senantiasa memperhatikan

dan berkontribusi aktif dalam peningkatan kualitas hidup pihak internal (karyawan) dan pihak

eksternal (masyarakat) serta menjaga kelestarian lingkungan, hal tersebutlah yang dinamakan

dengan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

The World Business Council for Sustainable Development (2002) mendefinisikan

corporate social responsibility sebagai komitmen dunia bisnis untuk terus menerus bertindak

secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi dalam peningkatan ekonomi, dengan

bersamaan meningkatkan kualitas hidup para karyawan dan keluarganya, serta sekaligus

meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat sekitarnya secara luas. Saat ini,

pratik CSR memiliki peranan penting dalam menjaga keberlangsungan bisnis suatu
perusahaan, hal ini dikarenakan ketika suatu perusahaan telah menjalankan praktik CSR

dengan baik maka akan memberikan penilaian yang positif (value added) di mata masyarakat

dan konsumen, sehingga hal tersebut akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi

perusahaan tersebut. Dengan adanya keunggulan kompetitif tersebut dapat meningkatkan

penjualan dan profit perusahaan karena konsumen merasa lebih percaya dan aware terhadap

perusahaan tersebut, sehingga akhirnya perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan

usahanya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Friedman (1982) yang menyatakan bahwa

keberlanjutan suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada profit semata, namun juga

bergantung pada tindakan atau perlakuan dan kontribusi perusahaan terhadap karyawan di

dalam perusahaan maupun masyarakat sebagai pihak luar perusahaan serta lingkungan tempat

perusahaan tersebut beroperasi.

Di era globalisasi saat ini, CSR telah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan

di negara maju maupun di negara berkembang. Perkembangan CSR di Indonesia sendiri

sudah berjalan dengan cukup baik, hal ini dikarenakan praktik dan pengungkapan CSR di

Indonesia telah mendapatkan dukungan dari pemerintah (Waryanto, 2009), di mana bentuk

dukungan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang menyatakan bahwa dalam laporan tahunan perusahaan harus memuat beberapa

informasi, di mana salah satunya adalah informasi terkait laporan pelaksanaan tanggung

jawab sosial dan lingkungan. Meskipun undang-undang tersebut hanya baru mewajibkan dan

mengatur praktik dan pengungkapan CSR di perseoran terbatas, namun hal tersebut menjadi

langkah positif dalam mendorong perkembangan CSR di Indonesia. Sedangkan untuk

perusahaan atau badan usaha lainnya yang tidak termasuk dalam kriteria perseoran terbatas

dapat berpedoman pada ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility, yang

merupakan pedoman untuk mengatur pelaksanaan CSR bagi semua jenis perusahaan secara

sukarela. Pelaporan dan pengungkapan CSR ini sangat penting bagi perusahaan dikarenakan
sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholders yang menunjukkan

sejauh mana perusahaan tersebut menjalankan tanggung jawab sosialnya.

Perkembangan CSR ini tidak hanya berkembang di ekonomi konvensional, namun

juga saat ini mulai berkembang pada ekonomi syariah. Hal ini sejalan dengan semakin

banyaknya perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan bisnisnya.

Namun, yang menjadi salah satu masalah dalam perkembangan praktik dan pengungkapan

tanggung jawab sosial di entitas syariah adalah adanya perbedaan nilai-nilai dan prinsip-

prinsip untuk mengukur tanggung jawab sosial dengan entitas konvensional, di mana entitas

syariah menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang dibawa oleh Nabi

Muhammad SAW sebagai landasan tanggung jawab sosialnya. Oleh karena itu, dibuatlah

indeks Islamic Social Reporting (ISR) sebagai guidelines mengukur sejauh mana tingkat

pengungkapan tanggung jawab sosial yang sesuai dengan prinsip syariah yang disampaikan

oleh perusahaan dalam laporan tahunannya. Indeks ISR ini berfungsi sebagai tolak ukur

dalam menilai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, dimana menurut Ahzar dan

Trisnawati (2013) indeks ISR memuat kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), yang di mana

dilakukan pengembangan lebih lanjut oleh para peneliti terkait item-item CSR yang

seharusnya diungkapkan oleh entitas syariah. Islamic Social Reporting ini pertama kali

dikemukakan oleh Haniffa (2002), di mana Haniffa (2002) menemukan adanya keterbatasan

dalam laporan tanggung jawab sosial konvensional, sehingga dia mengemukakan kerangka

konseptual Islamic Social Reporting untuk membantu para stakeholders muslim dalam

pengambilan keputusan dan membantu entitas syariah dalam mengungkapkan tanggung

jawab sosialnya kepada masyarakat maupun tanggung jawabnya kepada Allah SWT.

Kemudian Othman et al (2009) mengembangkan lebih lanjut kerangka konseptual yang

dikemukakan oleh Haniffa (200) secara spesifik di Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai