Anda di halaman 1dari 8

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Longsor

2.1.1. Pengertian Tanah longsor


Tanah Longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa
batuan, bahan rombakan, tanah, atau material laoporan, bergerak kebawah atau keluar
lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi
pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. (Nandi; 2007).
2.1.2. Genesa Bencana Tanah Longsor
Pada prinsifnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan
dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut
lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang
meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus
sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bisang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng.
(Nandi; 2007).
2.1.3. Penyebab terjadinya Tanah Longsor
Gejala umum tanah longsor ditandai dengan munculnya retakan-retakan dilereng yang
sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru
secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. (Nandi; 2007).
Faktor penyebabnya antara lain :
a. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng
yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin.
Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 1800 apabila
ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

Universitas Sumatera Utara


8

b. Ketinggian
Semakin tinggi maka semakin besar potensi jatuhnya tanah.
c. Curah Hujan
Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air
dipermukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya
pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup kebagian yang retak sehingga
tanah dengan cepat mengambang kembali dan dapat menyebabkan terjadinya
longsor bila tanah tersebut terletak pada lereng yang terjal.
d. Jenis Tanah
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 m dari sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini
memiliki potensi terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain
itu tanah ini sangat retan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek
terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
e. Penggunaan Lahan
Tanah longsor sering terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan dan
adanya genangan air dilereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek
dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah
perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus
bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi didaerah longsoran lama.
2.2. Logika Fuzzy
Soft Computing (SC) merupakan bagian dari ilmu multidisiplin pertama kali diusulkan
oleh Prof. Lotfi A. Zadeh (1990). Pada makalah pertamanya tentang Soft Data
Analysis, Prof. Zadeh mendefinisikan SC adalah kumpulan teknik-teknik komputasi
dalam ilmu komputer, yang berusaha untuk mempelajari, memodelkan dan
menganalisis suatu fenomena tertentu guna untuk mengeksploitasi adanya toleransi
terhadap ketidaktepatan, ketidakpastian dan kebenaran parsial untuk dapat
diselesaikan dengan mudah, robustness, dan biaya penyelesaian murah. SC berusaha
untuk mengintegrasikan Fuzzy Logic, Neuro Computing, Evolutionary Computation,
dan probabilistic Computing ke dalam bidang multidisiplin (T. Sutojo, et al., 2010),

Universitas Sumatera Utara


9

sehingga Logika Fuzzy akan di terapkan pada penentuan prediksi Daerah rawan
longsor.
Konsep tentang Logika Fuzzy diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Astor Zadeh pada
tahun 1962. Logika Fuzzy adalah metodologi sistem control pemecahan masalah,
yang cocok untuk diimplementasikan pada sistem, mulai dari sistem yang sederhana,
sistem kecil, embedded system, jaringan PC, multi-channel atau workstation berbasis
akuisisi data, dan sistem kontrol. Bila dibandingkan dengan logika konvensional,
kelebihan logika fuzzy adalah kemampuannya dalam proses penalaran secara bahasa
sehingga dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan matematik yang rumit.
Beberapa alasan yang dapat diutarakan mengapa kita menggunakan logika fuzzy
diantaranya adalah mudah dimengerti, memiliki toleransi terhadap data-data yang
tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat kompleks, dapat
membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara
langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, dapat berkerjasama dengan teknik-
teknik kendali secara konvensional, dan didasarkan pada bahasa alami, (T. Sutojo, et
al., 2010).
Dalam logika konvensional nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti yaitu
benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini
dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded
Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,
tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti
yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Logika Fuzzy
merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia
nyata. Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof.
Lotfi Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul Fuzzy Sets. Ia
berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean atau konvensional tidak
dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Setelah itu, sejak pertengahan
1970-an, para peneliti Jepang berhasil mengaplikasikan teori ini ke dalam berbagai
permasalahan praktis. Tidak seperti logika boolean, logika fuzzy mempunyai nilai
yang kontinyu. Samar (fuzzy) dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan
derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan
sebagian salah pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki
derajat keanggotaan dengan nilai yang kontinyu, bukan hanya nol dan satu.

Universitas Sumatera Utara


10

Fuzzy inference system adalah proses merumuskan pemetaan dari input yang
diberikan ke ouput dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan tersebut akan
menjadi dasar dari keputusan yang akan dibuat. Proses fuzzy logic melibatkan fungsi
keanggotaan, operator logika fuzzy, dan aturan jika-maka (if-then rule) (Goupeng Z,
2006). Dalam membangun sistem yang berbasis pada aturan fuzzy maka akan
digunakan variabel linguistik. Variabel linguistik adalah suatu interval numerik dan
mempunyai nilai-nilai linguistik, yang semantiknya didefinisikan oleh fungsi
keanggotaannya. Misalnya, Suhu adalah suatu variabel linguistik yang bisa
didefinisikan pada interval (-100C, 400C). Variabel tersebut bisa memiliki nilai-nilai
linguistik seperti Dingin, Hangat, Panas yang semantiknya didefinisikan oleh
fungsi-fungsi keanggotaan tertentu.
Suatu sistem berbasis aturan fuzzy logic terdiri dari tiga komponen utama:
Fuzzification, Inference dan Defuzzification (Suyanto, 2008, p. 28), terlihat
seperti gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Berbasis Aturan Fuzzy Logic

2.2.1. Fuzzyfication
Fuzzifikasi merupakan proses pemetaan nilai-nilai input (crisp input) yang berasal dari
sistem yang dikontrol ke dalam himpunan fuzzy menurut fungsi keanggotaannya.
Himpunan fuzzy tersebut merupakan fuzzy input yang akan diolah secara fuzzy pada
proses berikutnya. Untuk mengubah crisp input menjadi fuzzy input, terlebih dahulu
harus menentukan membership function untuk setiap crisp input, kemudian proses

Universitas Sumatera Utara


11

fuzzyfikasi akan mengambil crisp input dan membandingkan dengan membership


function yang telah ada untuk menghasilkan harga fuzzy input.
2.2.2. Inference
Firstorder logic mereprentasikan fakta dan aturan di dunia nyata dengan
menggunakan objek, predikat(relasi), dan conectives serta quantifier sehingga
beberapa fakta sederhana dapat direprentasikan ke dalam suatu kalimat logika, dan
semua relasi bersifat tetap. Menurut (Suyanto, 2008, p. 29) untuk membedakan First-
Order Logic secara sintaks aturan Fuzzy Logic dituliskan seperti di bawah ini:
IF antecendent THEN consequent
Pada tahap inference diproses hubungan antara nilai-nilai input (crisp input) dan
nilai-nilai output (crisp output) yang dikehendaki dengan aturan-aturan (rules). Aturan
ini nantinya yang akan menentukan respon sistem terhadap berbagai kondisi setting
point dan gangguan yang terjadi pada sistem.
Terdapat beberapa model aturan fuzzy logic yang dapat digunakan:
a. Model Mamdani
Pada model ini aturan fuzzy logic didefinisikan sebagai :
IF x1 is A1 AND AND xn is An THEN y is B
Dimana A1,, An, B adalah nilai linguistic (atau fuzzy set), dan x1 is A1
yang menyatakan nilai variable x1 adalah anggota fuzzy set A1.
b. Model Sugeno
Model ini merupakan warisan model Mamdani. Pada model ini mengunakan aturan
yang berbentuk :
IF x1 is A1 AND AND xn is An THEN y=f(x1,,xn)
Dimana f bisa berupa fungsi dari variabel input yang nilainya berada di dalam
interval variable output. Fungsi ini dibatasi dengan menyatakan f sebagai kombinasi
linier dari variabel sebuah input:
f(x1, , xn) = w0+w1.x1++wn.xn
Dimana w0,w1,,wn adalah konstanta yang berupa bilangan real yang
merupakan bagian dari spesifikasi aturan fuzzy. Dalam model Sugeno terdapat dua
macam kategori yaitu orde nol dan orde satu. Orde nol, fungsi f berupa konstanta
sehingga dapat dituliskan sebagai f(x1,.,xn) = w0. Sedangkan order satu merupakan
fungsi kombinasi linear dari beberapa variable input.

Universitas Sumatera Utara


12

2.2.3. Defuzzyfication
Pada tahap ini dilakukan pemetaan bagi nilai-nilai fuzzy output yang dihasilkan pada
tahap inference ke nilai-nilai output kuantitatif yang sesuai dengan sistem yang
diharapkan. Menurut (Suyanto, 2008, p. 28) ada lima metode untuk melakukan proses
defuzzyfication, diantaranya yaitu :
a. Centroid method
Metode Centroid method dinamakan juga sebagai Center of Area (CoA) atau Center
of Gravity (CoG). Jika y* bernilai crisp pada metode ini akan dihitung menggunakan
rumus:

Y* =  =
 

 


Dan Jika y* bernilai diskrit maka dapat diganti dengan persamaan berikut:

Y* =  =


Dimana y adalah nilai crisp dan  adalah derajat keanggotaan y.


b. Height method
Metode ini memilih nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan maksimun. Metode
ini hanya bisa dipakai oleh fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1
pada nilai crisp tunggal dan 0 pada nilai crisp yang lain. Fungsi seperti ini disebut
fungsi singleton.
c. First (or Last ) of maxima
Pada metode First (or Last ) of maxima fungsi keanggotaan output memiliki lebih dari
satu nilai maksimun. Sehingga nilai crisp yang digunakan adalah salah satu dari nilai
yang dihasilkan dari nilai maksimun pertama ataupun yang terakhir.
d. Mean-max method
Mean-max method merupakan bentuk umun dari height method dimana terdapat lebih
dari satu nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan maksimun.
Didefinisikan y* sebagai titik tengah antara nilai crisp yang paling kecil dan nilai

+
crisp yang paling besar. Berikut fungsi Mean-max method:

 =
2
Dimana M merupakan nilai crisp paling besar dan m adalah nilai crisp input paling
kecil.

Universitas Sumatera Utara


13

e. Weighted Average
Weighted Average merupakan suatu metode dengan menggunakan pembobotan pada
derajat keanggotaan. Di definisikan sebagai berikut:

 
 = 

Dimana y merupakan nilai crisp dan  adalah derajat keanggotaan dari
nilai crisp y. Secara garis besar proses Fuzzy logic digambarkan pada gambar 2.2.

Gambar. 2.2 Wighted Average


2.6. Riset Terkait
Agus Wuryanta, et al, (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi Tanah
Longsor Dan Upaya Penanggulangannya Studi Kasus Di Kulonprogo, Purworejo Dan
Kebumen mengidentifikasi lahan berpotensi longsor sangat diperlukan untuk
mengetahui sebaran daerah yang rawan longsor sehingga dapat dilakukan upaya
penanganannya. Adapun langkah yang digunakan adalah dengan mengambil Data
yang diperoleh dari teknologi PJ dalam hal ini Citra Landsat 7 ETM+ yang dilakukan
penajaman dengan filter 7 x 7 dapat digunakan untuk identifikasi lahan berpotensi
longsor.
Adi Susilo et, al, (2011) dalam penelitiannya Design Of Early Warning System
For Landslide By Using Sensor Of Humidity And Vibration On The Soil membuat
sistem peringatan dini zona rawan longsor dengan menggunakan alat sensor getaran
yang dibuat dari accelerometer komersial jenis MMA 7260 QT.
Bagus Sulistiarto, (2010) dalam Penelitiannya berjudul Studi tentang
identifikasi longsor dengan menggunakan Citra Landsat dan Aster bertujuan

Universitas Sumatera Utara


14

mengidentifikasi longsor berdasarkan tutupan lahan dari citra landsat dan Aster
dengan menggunakan tumpang susu dengan peta tematik lain.
Himan Shahabi, et, al, (2012) Application of Satellite remote sensing for
detailed landslide inventories using Frequency ratio model and GIS Makalah ini
menyajikan analisis kerentanan longsor di pusat Zab cekungan di pegunungan barat
daya dari West-Azerbaijan provinsi di Iran menggunakan data penginderaan jauh dan
Geografis Informasi Sistem. Database Longsor dihasilkan menggunakan citra satelit
dan foto udara disertai dengan bidang investigasi menggunakan Differential Global
Positioning System untuk menghasilkan peta longsor persediaan.
Jefri Ardin Nugroho, et, al (2010) Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis makalah ini menyajikan suatu
cara yang bertujuan memetakan daerah rawan longsor dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis, citra satelit SPOT 4 tahun 2008,
dengan cara tersebut didapat parameter rawan longsor dan nilai skornya. Adapun
parameter yang akan hitung nilai skornya adalah Kelerengan, Ketinggian, Curah
Hujan, Jenis Tanah, Penggunaan Lahan, nilai skor inilah yang akan menentukan
tingkat kerentanan terhadap longsor. Penelitian ini dilakukan didaerah hutan lindung
Mojokerto secara keseluruhan tidak menggunakan sampel dibeberapa titik daerah.
2.7. Perbedaan dengan riset yang Lain
Dalam Penelitian ini, untuk menentukan tingkat kerawanan longsor pada daerah
tertentu dengan cara memasukkan input kedalam sistem cerdas berbasis Logika Fuzzy
berupa variabel-variabel pendukung yang bersumber dari titik-titik koordinat yang
telah ditentukan pada Peta Wilayah Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012.
2.8. Kontribusi Riset
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah Kelerengan, ketinggian, Curah
Hujan, Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan. Semua variabel ini diinput kedalam
sistem yang dibuat dan dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Fuzzy
Logic untuk menentukan tingkat kebenaran dari prediksi longsor sehingga dapat
memberikan informasi tentang daerah yang rawan longsor dengan tingkat kebenaran
yang baik.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai