Disusun Oleh:
Nama : Maharani Rindu Widara
NIM : 212170007
Eksepepsi tergugat: segala sengketa yang timbul antara NMR dan PEMERINTAH
Indonesia seharusnya diselesaikan menurut ketentuan dalam kontrak karya yang
telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dalam pasal 21 kontrak disebutkan
bahwa segala sengketa antar kedua belah pihak diselesaikan di arbitrase
internasional yang dalam hal ini united nation commision on international trade
law (UNCITRAL)
Pertimbangan hukum hakim: majelis berpendapat sebagai salah satu piha dalam
kontrak karya, pemerintah Indonesia sudah sepatutnya tunduk pada kontrak karya
termasuk dalam hal penyelesaian sengketa.
Putusan hakim: PN Jakarta selatan tida berwenang untuk memeriksa perkara ini.
Tanggapan:
Langkah MA untuk menutup kasus ini adalah tindakan yang tepat dan adil karena
tidak tepat jika PT NMR dituntut dengan Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009 yang
tidak memberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa PT NMR tidak
bersalah. Dan Pengadilan Indonesia pun tidak berhak untuk menyelesaikan kasus
ini karena sebelumnya telah ada kesepakatan untuk menunjuk UNCITRAL
sebagai pilihan forum penyelesaian sengketa. Seharusnya masalah ini diselesaikan
dengan mengacu kepada Kontrak Karya yang telah dibuat sebelumnya dan
masalah tersebut diselesaikan oleh pihak yang telah ditunjuk yaitu UNCITRAL.
Tuduhan warga Teluk Buyat dan LSM menuntut PT NMR dengan Pasal 88 UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) yang berbunyi Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), menghasilkan
dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Dalam Pasal 88 UU PPLH ini
disebutkan secara tegas mengenai konsep strict liability.
Penjelasan pasal ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan bertanggung jawab
mutlak atau strict liability yaitu unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh
pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan dalam pasal ini
dijelaskan merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar
hukum pada umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan
terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat
ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan sampai batas waktu
tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan
ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
KLH melakukan gugatan perdata terhadap NMR dengan tuntuan ganti rugi
materiel sebesar USD 117,680,000 (e.q.Rp 1,058 triliun) dan immaterial sebesar
Rp 150 miliar. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang atas gugatan
perdata, sehingga penyelesaian sengketa dilakukan melalui musyawarah.