Anda di halaman 1dari 50

Presentasi Kasus

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Oleh:

Eriza Dwi Indah Lestari, S.Ked 04054821719025


Septhia Imelda, S.Ked 04084821719210

Pembimbing:
dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S

BAGIAN NEUROLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Hernia Nukleus Pulposus

Oleh :
Eriza Dwi Indah Lestari, S.Ked 04054821719025
Septhia Imelda, S.Ked 04084821719210

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, November 2017

dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Hernia Nukleus Pulposus.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Neurologi RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Billy Indra Gunawan, Sp.S
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, November 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................3
Identifikasi..............................................................................................3
Anamnesis..............................................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................12
Diagnosis...............................................................................................13
Diagnosis Banding................................................................................14
Penatalaksanaan....................................................................................14
Prognosis...............................................................................................14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................15
Definisi .................................................................................................15
Epidemiologi.........................................................................................16
Etiologi .................................................................................................17
Faktor Risiko.........................................................................................18
Anatomi dan Fisiologi...........................................................................19
Klasifikasi..............................................................................................25
Patofisiologi...........................................................................................27
Manifestasi Klinis.................................................................................31
Pemeriksaan Fisik.................................................................................34
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................35
Diagnosis Banding................................................................................37
Diagnosis ..............................................................................................38
Penatalaksanaan....................................................................................39
Prognosis ..............................................................................................43
Pencegahan............................................................................................43
Komplikasi............................................................................................43
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu masalah kesehatan


yang utama. Insiden NPB di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa.
Kurang lebih 60%-80% individu setidaknya pernah mengalami nyeri punggung
dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak
di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens
tertinggi dijumpai pada usia 45-60 tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri
punggung bawah mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita, dan
menyebabkan gangguan tidur pada 20% penderita. Sebagian besar (75%)
penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% di antaranya perlu dirawat
inap untuk evaluasi lebih lanjut. Nyeri punggung bawah (NPB) pada hakekatnya
merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik. Penyebab
NPB antara lain kelainan muskuloskeletal, system saraf, vaskuler, viseral, dan
psikogenik. Salah satu penyebab yang memerlukan tindak lanjut (baik diagnostik
maupun terapi spesifik) adalah hernia nukleus pulposus (HNP).1
Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak Low
Back Pain akibat proses degeneratif discus intervertebralis. Hernia Nucleus
Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas
tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan dan
pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui
tulang belakang kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus
pulposus dari diskus melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang hebat.2
Terdapat beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan HNP yaitu, usia,
jenis kelamin, riwayat cedera punggung, pekerjaan dan aktivitas, olahraga,
merokok, berat badan berlebih dan batuk lama dan berulang. Untuk menegakkan
diagnosis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1
2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi
Nama : Tn. RBA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 53 Tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : Tidak Sekolah
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Komp. Griya sukajadi permai blok C no. 17. Talangkelapa
MRS : 09 November 2017
Rekam Medis : 000985310

2.2. Anamnesis
Penderita dirawat dibagian neurologi RSMH karena mengalami nyeri
pinggang yang bertambah berat.
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri dipinggang. Nyeri
dirasakan tajam dan terlokalisir di pinggang sebelah kiri, nyeri dirasakan tidak
mengganggu aktivitas pasien. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak 4 hari
yang lalu. Nyeri bertambah apabila berubah posisi dari duduk ke berdiri atau
sebaliknya, saat batu, mengejan, dan bersin. Penderita mengalami kelemahan
kedua tungkai dan sensibilitas berupa rasa baal kesemutan dari ujung jari kanan
sampai ke lutut kanan, gangguan komunikasi berupa tulisan dan isyarat tidak ada.
Penderita tidak mengalami keluhan BAK dan BAB
Penderita telah rutin HD sejak Desember tahun 2016, karena nyeri pinggang
penderita sedang tidak meneruskan HD. Riwayat hipertensi tidak terkontrol ada,
riwayat jatuh terduduk tidak ada, riwayat batuk lama dan demam sebelumnya

3
tidak ada, riwayat benjolan di tubuh tidak ada, atau riwayat operasi tumor
sebelumnya tidak ada. Riwayat penurunan berat badan dan nafsu makan tidak
ada. Penderita bekerja sebagai buruh dengan aktivitas sehari-hari mengangkat
beban berat.
Penyakit ini dialami untuk pertama kalinya.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E:4, M:6, V:5)
Gizi : Cukup
Suhu Badan : 36,8 C Jantung: HR 82 x/m m(-) g(-)
Nadi : 82 x/menit Paru-paru: ves (+) N R(-) W(-)
Pernapasan : 20 x/menit Hepar: tidak teraba
Tekanan Darah : 160/90 mmHg Lien: tidak teraba
Berat Badan : 60 kg Anggota Gerak: pitting edema (-/-)
Tinggi Badan : 168 cm Genitalia: tidak diperiksa
Skor VAS :3

Status Psikiatrikus
Sikap : wajar, koperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah :tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

4
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada

N.Opticus Kanan Kiri


Visus normal normal
- Anopsia tidak ada tidak ada
- Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema tidak diperiksa tidak diperiksa
- Papil atrofi tidak diperiksa tidak diperiksa
- Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata simetris simetris
Ptosis tidak ada tidak ada
Campus visi V.O.D V.O.S

Sikap bola mata


- Strabismus tidak ada tidak ada

5
- Exophtalmus tidak ada tidak ada
- Enophtalmus tidak ada tidak ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata ke segala arah ke segala arah
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi ada ada
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit normal normal
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea ada ada
Sensorik
- Dahi normal normal
- Pipi normal normal
- Dagu normal normal

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi simetris simetris
Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)
Menunjukkan gigi tidak ada kelainan tidak ada kelainan

6
Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan tidak ada kelainan

Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul simetris

Sensorik
2/3 depan lidah tidak ada kelainan

Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovsteks sign tidak ditemukan

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan tidak ada kelainan
Detik arloji tidak ada kelainan
Tes Weber tidak dilakukan
Tes Rinne tidak dilakukan
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada
N. Glossopharingeus dan N. Vagus
Kanan Kiri
Arcus pharingeus simetris
Uvula di tengah
Gangguan menelan tidak ada
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung normal
Refleks
- Muntah tidak diperiksa

7
- Batuk tidak diperiksa
- Okulokardiak tidak diperiksa
- Sinus karotikus tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak diperiksa

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu simetris
Memutar kepala tidak ada hambatan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Mengulur lidah tidak ada kelainan
Fasikulasi tidak ada
Atrofi papil tidak ada
Disartria tidak ada

MOTORIK
LENGAN Lka Lki Tka Tki
Gerakan C C K K
Kekuatan 5 5 3 4
Tonus N N
Klonus - -
Refleks fisiologis N N
Refleks patologis - - - -
- Biceps normal normal
- Triceps normal normal
- Radius normal normal
- Ulna normal normal

Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada tidak ada

8
- Leri tidak dilakukan
- Meyer tidak dilakukan

Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak ada kelainan

SENSORIK
Hipestesia dari ujung jari kaki kanan s/d lutut kanan

9
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kifosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Meningismus tidak ada tidak ada
Kaku kuduk tidak ada tidak ada
Kernig ada ada
Lasseque ada ada
Patrick ada ada
Contra Patrick ada ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

10
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Ataxia : belum dapat diperiksa
Hemiplegic : belum dapat diperiksa
Scissor : belum dapat diperiksa
Propulsion : belum dapat diperiksa
Histeric : belum dapat diperiksa
Limping : belum dapat diperiksa
Steppage : belum dapat diperiksa
Astasia-Abasia: belum dapat diperiksa

Keseimbangan dan Koordinasi


Romberg : tidak ada kelainan
Dysmetri : tidak ada kelainan
- jari-jari : tidak ada kelainan
- jari hidung : tidak ada kelainan

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada

11
Afasia nominal : tidak ada

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Lumbosacral A/P Lateral

Kesan:
1. Paravertebrae muscle spasme
2. Defect pada endplate inferior L4
3. Spondiloarthrosis lumbalis (+)
4. Suspek HNP L4-L5, L5-S1

2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinik : Paraperese inferior tipe flaksid hipestesi dari
ujung jari kaki s/d lutut kanan
Diagnosis Topik : Medula spinalis
Diagnosis Etiologi : Susp. Hernia Nukleus Pulposus

2.6 Diagnosis Banding

12
a. Tumor tulang spinalis
b. Spondylolisthesis
c. Spondylosis
d. Arthiritis
e. Anomali colum spinal

2.7 Penatalaksanaan
A. Nonfarmakologis
- Edukasi pasien (mengenai penyakitnya, hindari faktor pencetus, dan
rutin kontrol serta minum obat secara teratur)
- Pain manajemen
- Diet 2100 kkal
- Rencana fisioterapi + mobilisasi
B. Farmakologis
- IVFD NaCl 0,9% XX gtt makro
- Paracetamol 3x1000 mg (IV)
- Neurodex 1x1 tab (PO)
- Gabapentin 2x300 mg (PO)
- Metil prednisolon 1x125 mg (IV)
- Amlodipin 1x5 mg
C. Pemeriksaan Penunjang
Cek laboratorium DR, elektrolit
Rontgen lumbosacral
ENMG

2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Dalam bahasa Inggris kedokteran, pinggang dikenal sebagai Low Back,
secara anatomi pinggang adalah daerah tulang belakang L1 sampai tulang sacrum

13
dan otot-otot sekitarnya. Daerah pinggang mempunyai fungsi penting pada tubuh
manusia, yaitu membuat tubuh berdiri tegak, untuk pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting yang ada didalamnya. Peranan otot-otot erektor truski
adalah memberikan tenaga imbangan ketika mengangkat benda11
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi discus intervertebraelis,
yang sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral
radiculopathies adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat
akut, kronik atau berulang 10
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau nucleus pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam canalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf6

Penyakit HNP bisa terjadi pada seluruh ruas tulang belakang, mulai dari
tulang leher sampai tulang ekor (cervical, thoracal, lumbal atau sacrum). Herniasi
discus dapat terjadi pada dua sisi, tetapi lebih sering terjadi pada satu sisi.
Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat ke satu
sisi. Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan misalnya di leher
maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi penjepitan
di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot ketarik pada bagian paha atau
betis, kesemutan, sakit pinggang yang menjalar ke tungkai bawah sesuai dengan
distribusi dermatom saraf yang terkena terutama pada saat aktifitas mengangkat
beban yang berat dan membungkuk, bahkan bisa sampai pada kelumpuhan.

14
Penderita penyakit ini sering mengeluh hernia discus lebih banyak terjadi pada
daerah lumbosacral, namun juga dapat terjadi pada daerah servical dan thoracal
tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP dapat terjadi pada semua usia, rata-rata 35 -
45 tahun 6,11

3.2. Epidemiologi
Di Amerika hampir 80% dari populasi dewasa pernah mengalami nyeri pinggang
dalam kehidupannya1. Dari poliklinik unit penyakit saraf RSCM Jakarta
dilaporkan bahwa penderita nyeri pinggang bawah pada tahun 1976 sebanyak
5,8% 4. Dari poliklinik rematologi RS Sutomo Surabaya pada tahun 1980
sebanyak 17,7% 2. Dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta
melaporkan penderita nyeri pinggang bawah yang datang berobat ke RSUP Dr.
Sardjito sebanyak 190 penderita, 43 diantaranya adalah penderita nyeri pinggang
bawah yang disertai nyeri radikuler, ditinjau dari keseluruhan penderita baru
(3,75%) maka 190 penderita nyeri pinggang bawah adalah merupakan sebagian
kecil saja (5,63%)14. Tidak dijumpai nyeri pinggang bawah pada pada anak 6-10
tahun, kemudian diikuti 41-50 tahun, kemudian 31-40 tahun dan 51-60 tahun.
Tahun 1986 didapatkan dari 49 orang penderita nyeri pinggang belakang sebanyak
19 orang menderita HNP (45,24%).
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerahthoracal, sangat jarang terjadi pada anak-anak
dan remaja tetapi kejadiannya meningkat setelah umur 20 tahun. Dengan insidens
hernia lumbosacral lebih dari 90% sedangkan hernia servicalis sekitar 5-10% 10
3.3. Etiologi
Penyebab utama terjadinya HNP adalah cedera yang dapat terjadi karena
terjatuh tetapi lebih sering karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada
posisi gerakan tulang belakang yang tidak tepat maka sekat tulang belakang
akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang mendorong cukup
besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang melingkari
nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia
nucleus pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi

15
pada pasien tertentu di bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang
lemah (locus minoris resistentiae).

Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah sebagai
berikut:
o Mengambil benda yang jatuh dilantai.
o Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat
o Saat bermain tennis.
o Mengepel lantai.
o Tergelincir saat berjalan.
o Melompat.
o Mengambil sesuatu di atas lemari.
o Membungkuk tiba-tiba.
o Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
o Berpijit dan punggungnya di injak-injak.

Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja


terjadi, tidak disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba
memainkan peran menonjol dalam terjadinya HNP 3
Selain itu, HNP dapat terjadi juga karena adanya spinal stenosis,
ketidakstabilan vertebrae karena salah posisi, mengangkat, pembentukan
osteophyte, degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan

16
nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi
dari nucleus hingga annulus3,6

3.4. Faktor Risiko15


Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur : makin bertambah umur risiko makin tinggi.
b. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak dari wanita.
c. Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.

Faktor risiko yang dapat dirubah


a. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang
konstan seperti supir.
b. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
discus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
e. Batuk lama dan berulang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi:


a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
c. Keterampilan pekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.

3.5. Anatomi dan Fisiologi12


Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah dan
diantara ruas-ruas dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram
sehingga tulang belakang dapat tegak dan membungkuk disebelah depan dan
belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas
tulang belakang. Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas :
Vertebrae servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil dan lubang
ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen

17
transversalis. Ruas pertama disebut atlas yang memungkinkan kepala
mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis) yang
memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.
Vertebrae thoracal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju
durinya panjang dan melengkung.
Vertebrae lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, taju
durinya agak picak. Bagian ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.
Vertebrae sacralis sebanyak 5 ruas. Ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
menyerupai sebuah tulang.
Vertebraecoccygialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan menjadi sebuah
tulang yang disebut os coccygialis dan dapat bergerak sedikit karena
membentuk persendian dengan sacrum.

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :

18
Kolom corpus vertebraee beserta semua discus intervetebrae yang berada di
antaranya.
Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina, pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,
ligamentum-ligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum
flavum, serta kapsul sendi.

Corpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebraee, berbentuk silindris yang
mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk
konvexdari arah samping dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies
superior berbentuk konkaf pada lumbal 4-5

Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada corpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radix arcus vertebraeedan ada tonjolan ke
arah lateral yang disebut processus spinosus.

Foramen vertebraee
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus
biladilihat dari columna vetebralis, foramen vetebraeini membentuk suatu
saluranyang disebut canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula
spinalis. Stabilitas pada vertebraeeada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan
stabilisasi aktif. Untuk stabilisasi pasif adalah ligamenyang terdiri dari :

ligamen longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
discus dan anterior corpus vertebraee, ligamenini mengontrol gerakan
ekstensi.

19

Ligamenlongitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posterior discus dan posterior corpus vertebraee. Ligamenini berfungsi
untuk mengontrol gerakanfleksi.

Ligamen flavum terletak di dorsal vertebraeedi antara lamina yang
berfungsi melindungi medulla spinalis dariposterior.

Ligamen tranfersum melekat pada tiap processus tranversus yang
berfungsi mengontrol gerakan fleksi5,12

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh
karena adanya dua sendi di posterolateral dan discus intervertebraelis di anterior.
Bila dilihat dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servical, thoracal dan lumbal. Keseluruhan vertebraee maupun
masing-masing tulang vertebraee berikut discus intervertebraelisnya bukanlah
merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh
dengan discus yang memungkinkan gerakan bergesek antarcorpus ruas tulang
belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebraeecervical adalah yang terbesar.
Vertebraeethoracalberlingkup gerakan yang sedikit karena adanya tulang rusuk

20
yang membentuk thorax, sedangkan vertebraee lumbal mempunyai ruang lingkup
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya
makin kecil7
Columna vertebraelis tersusun atas seperangkat sendi antar corpus
vertebraee yang berdekatan, sendi antararcus vertebraee, sendi cortovertebraelis
dan sendi sakroiliaka. ligamentum longitudinal dan discus intervertebraelis
menghubungkan corpusvertebraee yang berdekatan.
Diantara corpus vertebraee mulai dari cervikalis kedua sampai vertebraee
sacralis terdapat discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi
fibrocartilagoyang lentur antara dua vertebraee. Discus dipisahkan dari tulang
yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Discus
intervertebralis menghubungkan corpus vertebraee satu sama lain dari cervikal
sampai lumbal atau sacral. Discus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber).Discus intervertebralis terdiri dari tiga bagian
utama yaitu:
Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
Lapisan terluar terdiri dari lamella fibrocolagen yang berjalan menyilang
konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-
akan menyerupai gulungan (coiled spring)
Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrocartilagenus
Daerah transisi.
Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-
sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan
pembuluh-pembuluh kapiler.
Vertebrael endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis corpus vertebraee, membentuk
batas atas dan bawah dari discus6
Discusintervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada
nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya
vertebrael end plates. Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan
cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan
bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan

21
oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya
lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus3.
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan
mempunyaisifat sangat higroskopis.Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan
danberperan menahan tekanan atau beban.
Discus intervertebraelis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :
Ligamentum longitudinal anterior
Ligamentum longitudinal posterior
Corpus vertebraee dan periosteumnya
Ligamentum supraspinosum
Fascia dan otot

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang


terbentang dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital
magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal 2. medulla spinalis
terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
8 pasang saraf servical.
15 pasang saraf thoracal.
5 pasang saraf lumbal.
5 pasang saraf sacral.
1 pasang saraf coccygeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian


yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea
mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna
lateralis dan columna ventralis. Columna ini menyerupai tanduk yang disebut
conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Sumsum tulang belakang berjalan melalui tiap-tiap vertebraee dan
membawa saraf yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai
area tubuh. Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas
trauma yang diakibatkan. Misal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah
leher, hal ini dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan
seseorang lumpuh pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat

22
sensasi di bawah leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sakral
mengakibatkan sedikit kehilangan fungsi 7

3.6. Klasifikasi
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari discus melewati batas
discus tetapi anulus tetap intak.

Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari discus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan yang tidak komplit.

Extruded Disc, suatu penonjolan dari discus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.

Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus
fibrosus yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus
yang berada didalam discus dan telah berada dalam canal.

Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :

23

Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan
gangguan pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau mielopati
apabila mengenai medula spinalis.

Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebraee lumbalis sehubungan


dengan menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut,
misal HNP vertebraee L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.

Far-lateral foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah.


Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebrae L4-L5 akan
mengenai akar saraf L43

Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :


Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus
pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus dapat diam di
tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan dengan ringan, penyakit
lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya atau
jumbainya dan melemahkan annulus posterior. Pada kasus berat penyakit
sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi extruded dan
melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebraelis. Lebih sering,
fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya
terjadi pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka
mengenai sebuah serabut atau beberapa serabut saraf. Tonjolan yang besar
dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.

Hernia Servicalis
Keluhan utama nyeri radikuler plexus servikobrachialis. Penggerakan
columna vertebraelis servical menjadi terbatas, sedang kurvatural yang
normal menghilang. Otot-ototleher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang
menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang
belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini

24
menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf.
Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali dengan
beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.

Hernia Thoracalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu beradadigaris tengah hernia. Gejala-
gejalanya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesi. Hernia
dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat
kejang paraparesis, terkadang serangannya mendadak dengan paraparesis

3.7. Patofisiologi
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya
atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang
merenggang sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebraelis, hanya yang terdorong ke belakang
yang menimbulkan nyeri, sebab pada bagian belakang vertebrae terdapat serabut
saraf spinal serta akarnya, dan apabila tertekan oleh prolapsus discus
intervertebraelis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada bagian pinggang,
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah 13.
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebrae adalah protrusi nucleus pulposus
bersama beberapa bagian anulus ke dalam canalis spinalis atau foramen
intervertebraelis. Karena ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat
daripada ligamentum longitudinalis posterior, maka herniasi discus hampir
selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut biasanya
menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan discus,
walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam
kanalis spinalis. Perubahan morfologi pertama yang terjadi pada discus adalah
memisahnya lempeng tulang rawan dari corpusvertebrae di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traurnatik berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan
timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya
menunggu waktu dan bisa terjadi pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu

25
dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke corpus
tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke canalis
vertebraelis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus discus
intervertebraelis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl atau merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau
sciatica. Menjebolnya nukleus pulposus ke canalis vertebraelis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radix yang bersama-sama dengan arteri radikularis
yang berada dalam lapisan duramater. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi
lateral. Tidak akan ada radix yang terkena jika tempat herniasinya berada di
tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula spinalis lagi,
maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
columna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa discus intervertebraelis ini mengalami
lisis, sehingga dua corpora vertebraee bertumpang tindih tanpa ganjalan.

26
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang
ditandai dengan penurunan vaskularisasi ke dalam discus disertai berkurangnya
kadar air dalam nucleus sehingga discus mengkerut dan menjadi kurang elastis.

Sela intervertebraee lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering
terkena, terutama L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur
discus lumbal yang lebih tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif.
Karena hubungan anatomis pada vertebraee lumbal, protrusi discus biasanya
menekan radix saraf yang muncul satu vertebraee di bawahnya. Jika terdapat
fragmen discus bebas, biasanya mengenai radix yang muncul di atas discus yang
mengalami herniasi.

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:


Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi
L5-S1.
Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum
longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior discus.
Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu
perubahan yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui annulus dengan
menekan akarakar saraf spinal. Pada umumnya herniasi paling besar

27
kemungkinan terjadi di bagian columa yang lebih banyak bergerak (Perbatasan
Lumbo sacralis dan servicothoracalis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VLqqq4 sampai L5, atau
L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena
radix saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui
foramena neuralis, maka herniasi discus antara L5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan
intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada annulus dengan stres yang relatif
kecil 9
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung
atau tidak langsung pada discus intervertebraelis akan menyebabkan kompresi
hebat dan HNP. Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan
melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal maka
terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida
dalam discus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan
pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus.
Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)
kartilago dapat cedera.

28
Gambar 7. Patofisiologi HNP

3.8. Manisfestasi Klinis

29
Manifestasi klinis HNP tergantung dari radix saraf yang terkena. Gejala
klinis yang paling sering adalah ischialgia (nyeri radikular sepanjang perjalanan
nervus ischiadicus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan
timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus
berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan
Achilles (APR). Bila mengenai tonus atau cauda equina dapat terjadi gangguan
miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Sindrom cauda equinadimana terjadi saddle anasthesia sehingga
menyebabkan nyeri kaki bilateral, hilangnya sensasi perianal (anus), paralisis
kandung kemih, dan kelemahan sfingter ani. Sakit pinggang yang diderita pun
akan semakin parah jika duduk, membungkuk, mengangkat beban, batuk,
meregangkan badan, dan bergerak. Istirahat dan penggunaan analgetik akan
menghilangkan sakit yang diderita.
Keluhan awal biasanya nyeri punggung bawah (low back pain) yang
onsetnya perlahan-lahan, bersifat tumpul atau terasa tidak enak, sering intermitten,
walaupun kadang-kadang nyeri tersebut onsetnya mendadak dan berat. Nyeri ini
terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior, karena discus itu
sendiri tidak memiliki serabut nyeri. Nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh
aktivitas dan pengerahan tenaga serta mengedan, batuk, atau bersin. Nyeri ini
biasanya menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai
yang sakit difleksikan. Sering terdapat spasme refleks otot-otot paravertebraee

30
yang menyebabkan nyeri dan membuat pasien tidak dapat berdiri tegak secara
penuh.
Ada jenis yang akut dan ada jenis yang berlangsung perlahan. Jenis yang
berlangsung perlahan kadang-kadang lebih lama sembuhnya. Nyeri bersifat
tumpul dan semakin bertambah bila pinggang bergerak, ketika berjalan pasien
akan memiringkan tubuh ke arah badan yang sehat semata-mata bertujuan
untuk membuka ruang lebih luas bagi bagian ruas tulang belakang yang
bermasalah.
Setelah periode waktu tertentu, timbul nyeri pinggul dan sisi posterior atau
posterolateral paha serta tungkai sisi yang terkena, yang biasanya disebut skiatika
atau iskialgia. Ada kalanya pasien mengeluh nyeri pada tepi luar telapak kaki
(S1) dan tepi luar betis dan paha dalam (L3-L4-L5). Ini semua bergantung pada
radian saraf pinggang yang terkena dorongan dari nucleus pulposus yang merosot
tersebut. Pasien tidak tahan duduk lama apalagi bila duduk bersila. Sebentar-
sebentar pasien akan menjulurkan kaki, gejala ini sering disertai rasa baal dan
kesemutan yang menjalar ke bagian kaki yang dipersarafi oleh serabut sensorik
radiks yang terkena. Kekuatan otot tungkai pada umumnya tidak terlalu
terganggu, namun sensasi raba mungkin dapat berkurang.
Pada keadaan yang tidak lazim dimana protrusi discus sentral terjadi
dengan adanya kanalis spinalis yang sempit pada regio lumbal, kompresi kauda
ekuina dapat timbul, dengan paraparesis dan hilangnya tonus sfingter. Sindrom
klaudikasio palsu telah dilaporkan dengan nyeri tungkai bila beraktivitas, akibat
sekunder dari kompresi intermitten kauda ekuina8
Tanda dan gejala yang spesifik pada berbagai jenis HNP adalah: 10
a. Henia Lumbosacralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan
tertentu, ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga
kadang-kadang terdapat skoliosis. Gejala patognomonis adalah nyeri lokal pada
tekanan atau ketokan yang terbatas antara dua processus spinosus dan disertai
nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri
yang menjalar ke daerah ischialgia sebelah tungkai (nyeri radicular) dan secara
refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam

31
bentuk skilosis lumbal. Sindrom sendi intervertebraelis lumbalis yang prolaps
terdiri dari:
Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki.
Kombinasi paresthesia, lemah dan kelemahan refleks.
b. Hernia Servicalis
Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
(cervicoobrachialis).
Atrofi di daerah biceps dan triceps.
Refleks biceps yang menurun atau menghilang.
Otot-otot leher spastik dan kaku kuduk.
c. Hernia thorakalis
Nyeri radical.
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis.
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.

3.9. Pemeriksaan Fisik


Secara klinis dapat dilakukan beberapa gerakan seperti:
a. Tes Lasegue
Tes Lasegue disebut juga tes Straight Leg Raising (SLR) test. Caranya
dengan membaringkan pasien dan kemudian satu tungkai lurus diatas
pembaringan meja periksa dan satu tungkai diangkat keatas. Pasien akan menjerit
kesakitan pada saat tungkai diangkat tinggi sebelum mencapai sudut 70 derajat.
Pada keadaan seperti ini dikatakan tes Laseque positif. Bila tes Lasegue positif
maka hampir dapat dikatakan HNP positif. Bila tungkai kanan diangkat terasa
sakit maka disebut tes Lasegue kanan positif berarti lesi HNP di kanan.
Sebaliknya bila tes Lasegue kiri yang positif maka lesi HNP ada di sisi kiri pula.

32
b. Tes Braggard
Tes Braggard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Laseque
namun ketika tungkai diangkat maka telapak kaki pasien di dorong kuat keatas
(dorsofleksi maksimal), maka akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

c. Tes Siccard
Tes Siccard dilakukan dengan posisi sama seperti pada tes Braggard
namun dengan ibu jari di dorong maksimal ke arah atas (dorsofleksi maksimal)
dan akan terasa nyeri sepanjang tungkai.

Terdapat tes lain yaitu tes Patrick dan contrapatrick tetapi tes ini untuk
menunjukkan penyebab nyeri pinggang bukan HNP tetapi suatu proses arthritis.
Tes yang lain adalah valsalva, dimana pasien diminta untuk menahan nafas. Bila
terasa nyeri di pinggang dan menjalar ke tungkai disebut tes valsalva positif dan
HNP positif. Tes Naffziger dengan menekan vena jugularis jika setelah ditekan
terasa nyeri bertambah berarti terdapat HNP8

3.10. Pemeriksaan Penunjang8

33
Diagnosis herniasi discus antarvertebraee sering dibuat hanya berdasarkan
anamnesis dan dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik. Perasat-perasat
untuk evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit di atas tumit juga
bermanfaat untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari hernia nucleus pulposus yaitu :
a. Foto pinggang polos
Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan indikasi HNP
bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu sisi. Pada umumnya bila
pasien cenderung memiringkan tubuh ke kiri maka berarti HNP di kanan.
Foto polos vertebraee tidak lagi dilakukan sesering masa sebelum CT-scan.
Kadang pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan anomali atau
deformitas kongenital, penyakit reumatik tulang belakang, tumor metastatik
atau primer. Pada penyakit discus, foto ini normal atau memperlihatkan
perubahan degeneratif denganpenyempitan sela intervertebraee dan
pembentukan osteofit.
b. Foto caudografi
Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke dalam rongga
subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum pungsi lumbal antara L3-L4,
L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras dimasukkan maka dilakukan foto dan
akan terlihat pada foto ada bagian yang tidak terisi kontras yaitu daerah yang
terkena HNP (filling defects).
c. Foto MRI
MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan jelas
tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup lama dan biaya besar.
MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau
kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti bila dibandingkan dengan CT scan
dalam hal mengevaluasi gangguan radix saraf.
d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta kadar gula harus
diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit tulang metabolik, tumor
metastatik, dan mononeurotis diabetik dapat menyerupai penyakit discus
intervertebraee
e. Pungsi lumbal
Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan peningkatan kadar
protein ringan dengan adanya penyakit discus, pungsi lumbal biasanya hanya

34
kecil manfaatnya untuk diagnostik. Jika terdapat blok spinal total, kadar
protein dapat meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt yang
abnormal.
f. Pemeriksaan neurofisiologis
EMG dapat normal pada penyakit discus, atau potensial fibrilasi dan
gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang dipersarafi
radiks yang terkena setelah beberapa minggu.
g. Mielografi
Bila diagnosis sindrom discus sudah pasti, dan tidak ada kemungkinan
tumor cauda equina atau beberapa kelainan lain, mielografi tidak perlu
dilakukan kecuali operasi dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan
tingkat protrusi discus.
h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena hasilnya sulit
ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak discus intervertebraee

3.11. DIAGNOSIS BANDING


a. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
b. Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kelainan yang disebabkan perpindahan ke depan
(masuk; tergelincir) satu bodi vertebraee terhadap vertebrae di bawahnya.
Tersering L4-L5.
c. Spondylosis
Spondylosis adalah kelainan degeneratif yang menyebabkan
hilangnya struktur dan fungsi normal spinal. Walaupun peran proses
penuaan adalah penyebab utama, lokasi dan percepatan degenerasi bersifat
individual. Proses degeneratif pada regio cervical, thorax, atau lumbal dapat
mempengaruhi discus intervertebraelis dan sendifacet.
d. Arthiritis.
e. Anomali colum spinal.

3.12. Diagnosis 8,9

Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,


pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Ada adanya riwayat

35
mengangkat beban yang berat dan berulang kali, timbulnya low back pain.
Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
A. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya, bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita
diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada
riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang
sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti
adanya nyeri radikular, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya
saddle anestesi.
B. Pemeriksaan klinik umum
Inspeksi dapat di mulai saat penderita jalan masuk ke ruang pemeriksaan. Cara
berjalan (tungkai sedikit di fleksikan dan kaki pada sisi sakit di jinjit), duduk
(pada sisi yang sehat). Palpasi, untuk mencari spasme otot, nyeri tekan,
adanya skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.
C. Pemeriksaan neurologik
o Pemeriksaan sensorik.
o Pemeriksaan motorik adalah dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot.
o Pemeriksaan tendon.
o Pemeriksaan yang sering dilakukan.
- Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes
sicard).
- Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes nafzigger, tes valsava).
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
- Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena
dan sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap
kompresi.
- Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi discus intervetebralis
sehingga ruang antarvertebraelis tampak menyempit
- Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI

36
Untuk membuktikan HNP dan menetukan lokasinya. MRI merupakan
standar baku emas untuk HNP.

3.13. Penatalaksanaan
A. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. Perawatan utama untuk discus hernia adalah diawali dengan
istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi
fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan kembali pada
aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi
konservatif meliputi;
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,lama
yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot
melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi
tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung,lutut dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebraee
lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi
jaringan yang meradang.
a. Medikamentosa
- Analgetik dan NSAID.
- Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
- Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan.
- Cortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
- Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

2. Terapi Fisik
- Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti
bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi

37
dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
- Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan
spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin,
termasuk bila terdapat edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres
panas maupun dingin.
- Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP
kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban discus serta dapat
mengurangi spasme.
- Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan
dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologis,
kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat
terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin
meningkat.
- Proper Body Mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik
untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam
menjaga posisipunggung adalah sebagai berikut:
a. Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak
danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
b. Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke
pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat
panggul danberubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan
tangan pada pahauntuk membantu posisi berdiri.
c. Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan menggeser
posisipanggul.
d. Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
e. Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan

38
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan dada.
f. Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung
dan kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
g. Hindari gerakan yang memutar vertebraee. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat sakit.
- Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi
saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif
HNP harus berdasarkanalasan yang kuat yaitu berupa:
a. Defisit neurologik memburuk.
b. Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
c. Paresis otot tungkai bawah

d.1. Disektomi
Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari discusintervertebrael.
d.2. Laminektomi
Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada canalis
spinalismemungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi
medula dan radix.

d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebraee.


d.4. Disektomi dengan peleburan.

39
Pada discectomi, sebagian dari discus intervertebralis diangkat
untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomi dilakukan untuk
memindahkan bagian yang menonjol dengan general anestesi. Hanya sekitar 2
3 hari tinggal dirumah sakit. Diajurkan untuk berjalan pada hari pertama
setelah operasi untuk mengurangi risiko pengumpulan darah. Untuk sembuh
total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu discus yang harus
ditangani jika ada masalah lain selain herniasi discus. Operasi yang lebih
ekstensif mungkin diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih
lama untuk sembuh (recovery).
d.5. Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomi, prosedur memindahkan
fragmen nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan
raydan chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim ke dalam
herniasi discus untuk melarutkan substansia gelatin.

3.14. Prognosis8
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif.Sebagian kecil berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
Pada pasien yang dioperasi : 90% membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan
terjadinya kekambuhan adalah 5%.

3.15. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari hernia nucleus pulposus adalah atrofi
otot-otot ekstremitas inferior. Otot-otot yang mengalami atrofi tergantung dari
radix saraf yang mengalami lesi. Lesi pada radix saraf L4 menyebabkan atrofi
pada m.quadriceps femoris, lesi pada radix saraf S1 menyebabkan atrofi pada
m.gastronemius dan m.soleus. Atrofi yang tidak mendaptkan rehabilitasi akan
menyebabkan kelumpuhan ekstremitas inferior13
3.16. Pencegahan15
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
herniasi nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti
mengangkat barang yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang
lanjut usia.

40
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasinya terhadap discus intervertebraelis yang pada akhirnya
memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi nucleus pulposus.

Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :


A. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari
pembebanan.
B. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Hal-hal yang harus diperhatikan:


- Pegangan harus tepat.
- Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
- Punggung harus diluruskan.
- Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan
gerakan. Dengan mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh
belakang diluar.
- Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
- Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk
gerakan dan perimbangan.
- Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
- Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
a) Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
b) Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya
untuk gerakan dan perimbangan.
c) Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
d) Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu
hindari manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan
mengangkut.

41
42
BAB IV
ANALISIS KASUS

Penderita dirawat dibagian neurologi RSMH karena mengalami nyeri


pinggang yang bertambah berat.
Dari hasil anamnesis didapatkan 1 bulan yang lalu penderita mengeluh
nyeri pinggang yang dirasakan tajam dan terlokalisir, nyeri dirasakan ketika
penderita berubah posisi dari duduk ke berdiri, kadang-kadang nyeri menjalar
sampai ke tungkai kanan bawah yang terjadi secara perlahan-lahan. Keluhan
tersebut sering terjadi pada kasus Low Back Pain (LBP). 4 hari yang lalu
keluhan bertambah berat terutama ketika pasien melakukan perubahan posisi dari
tidur ke duduk atau sebaliknya, saat batuk, mengejan, dan bersin serta nyeri
dirasakan berkurang dengan berbaring. 2 hari yang lalu, nyeri bertambah berat
bila bergerak. Keluhan awal pada HNP biasanya nyeri punggung bawah/Low
Back Pain yang onsetnya perlahan-lahan, intermitten walaupun terkadang nyeri
tersebut mendadak dan berat. Dari keluhan diatas dapat disimpulkan bahwa
penderita mengalami iskhialgia yaitu nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus
iskhiadikus yang merupakan gejala klinis dari dari HNP. HNP merupakan suatu
keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis
vertebralis atau ruptur pada diskus vertebra yang diakibatkan menonjolnya
nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus yang menyebabkan kompresi
pada syaraf terutama terjadi didaerah lumbal, seperti pada kasus ini sehingga
menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri).
Diketahui bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki, 53 tahun dan bekerja
sebagai buruh dengan aktivitas sehari-hari mengangkat benda-benda berat. Hal ini
menjelaskan adanya faktor risiko terjadinya HNP.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Lasseque sign (+), Kerniq sign (+),
Patrick Sign (+), Contra Patrick Sign (+), penurunan refleks fisiologis pada
tungkai. Hal ini mendukung dari temuan anamnesis dalam mendiagnosis HNP.
Ditemukan juga adanya parestesia, penderita mengeluhkan adanya rasa

43
kesemutan dan rasa baal hal ini disebabkan karena terkenanya saraf sensorik yang
besar A (beta), sehingga menimbulkan gejala parestesia sesuai dermatomnya.
Tidak didapatkan keluhan BAK dan BAB, menunjukkan bahwa HNP tidak
mengenai konus atau kauda ekuina. Dikonfirmasi juga dengan hasil rontgen
lumbosacral yang menunjukkan lesi pada vertebarae L4-L5, dan L5-S1, sehingga
diagnosis HNP dapat ditegakkan.
Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini berupa edukasi pasien mengenai
penyakitnya, hindari faktor pencetus, rutin kontrol serta minum obat secara
teratur) serta direncanakan fisioterapi penggunaan korset lumbal juga dapat
membantu untuk mencegah terjadinya cedera pada lumbal dan diberikan juga
terapi farmakologis yaitu paracetamol 3x1000 mg (IV), neurodex 1x1 tab (PO),
gabapentin 2x300 mg (PO) dan metil prednisolon 3x125 mg (IV) dan amlodipin
1x5 mg (IV).

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Bose K, Lee EH. 1986. Symtomatic Treatment of Lower Back Pain. Med.
Progress; 13 (10):25-30.

2. Effendi Z & Santosa CH. 1980. Low Back Pain di Poliklinik RematologiRS Dr
Sutomo. Surabaya: Naskah lengkap Simposium Low Back Pain.

3. Jong, Syamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

4. Judana A & Diwirjo S. 1983. Peranan Neurologi dalam masalah LowBack Pain.
Jakarta: Simposium Nyeri Pinggang Bawah. Fakultas Kedokteran UI.

5. Kapandji, I. A. 1990. The Physiologi of Joints; Volume three. Churchill


Livingstone, USA.

6. Kevin. 2011. Hernia Nucleus Pulposus (Saraf terjepit). http://Klinik Ortopedi


Singapura.htm. diakses tanggal 5 September 2017.

7. Langran, Mike. 2006. Spinal Injuries. http://www.ski-injury.com/spinal1.htm.


diakses tanggal 5 September 2017.

8. Mansjoer, Arief, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Penerbit FK UI.

9. Partono M. 2009. Mengenal Nyeri pinggang.


http://mukipartono.com/mengenalnyeri-pinggang-hnp.htm, diakses tanggal 5
September 2017.

10. Ratihastarida. 2009. Hernia Nukleus Pulposus. http:// patofisiologi-hernia-


nucleus-pulposus.html, diakses tanggal 4 September 2017.

11.Sidharta Priguna. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Edisi IV. Jakarta: PT Dian
Rakyat. 87-95.

12. Snell, S.Richard. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian
Ketiga. Alih Bahasa Jan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan.

13. Sufitni. 1996. Diagnosis topik Neurologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.

14. Suharso & Harsono. 1985. Epidemiologi Nyeri Pinggang Bawah di Poliklinik
Saraf RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Simposium Nyeri Pinggang
Bawah Pertemuan regional II.

45
15. Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. http://rumah-sakit-islam-cempaka-putih-
Index2.php.htm, diakses tanggal 4 September 2017.

46

Anda mungkin juga menyukai