Disusun oleh:
David Sethia Perdana
030.11.064
2.1 Hazard
2.1.1 Hazard morfologis
Salah satu hazard morfologi pada daerah Leuwiliang, Kabupaten Bogor
adalah sifat batuan yang relatif lolos air di mana kemampuannya meresapkan air
hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan
tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah
penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka
terhadap erosi. Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor.
2.1.2 Hazard klimatologis
Hazard klimatologis pada wilayah Leuwiliang, Kabupaten Bogor adalah
curah hujan yang tinggi. Rata -rata curah hujan tahunan di wilayah Kabupaten
Bogor yakni 2.500 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan
sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.
2.2 Vulnerability
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan, sifat atau perilaku manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan di daerah rawan longsor di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor
diantaranya adalah :
a. Kerentanan Fisik : ditinjau dari struktur fisik desa-desa di kecamatan
Leuwiliang, bangunan sudah terbentuk dari batu bata dan semen, namun
pondasi bangunan berada di tanah yang relatif tidak stabil. Hal tersebut
meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap bencana tanah longsor
b. Kerentanan Ekonomi : tingkat pendapatan yang rendah, investasi lokal yang
masih rendah
c. Kerentanan Sosial : banyaknya penduduk lokal, tingkat pengetahuan
masyarakat yang masih rendah, belum ada desa siaga aktif
2.3 Capacity
Secara umum kapasitas atau kemampuan masyarakat untuk tanggap dan
dapat mengatasi bencana dapat dikategorikan kurang. Tingkat pendidikan menjadi
salah satu faktor penyebabnya. Banyaknya penduduk lokal, tingkat pengetahuan
masyarakat yang masih rendah banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui
pentingnya hutan untuk menjaga stabilitas tanah, masyarakat cenderung sering
membabat hutan untuk membuka lahan pertanian. Meskipun musim hujan
berlangsung setiap tahun, masyarakat cenderung tidak menunjukkan adanya
perkembangan mengenai siaga bencana tanah longsor.