PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Pola pikir yang telah berkembang dikalangan praktisi pertanian saat ini adalah
berkebun dengan tanah harus selalu digemburkan dengan cangkul, dibalik atau
dibajak. Disamping itu, kebun harus selalu bersih dari sisa tanaman sehingga
pembakaran sisa tanaman merupakan praktek yang sangat lazim di tengah
masyarakat. Membalik tanah, mencangkul, membajak pada hakekatnya juga adalah
merusak struktur tanah, membuat tanah menjadi sangat mudah tererosi terutama di
lahan miring, tanah akan lebih cepat kering. Pembuangan dan pembakaran sisa
tanaman akan membut tanah sangat terbuka, makin mudah tererosi, bahan organik
tanah akan semakin menurun, daya serap air rendah, daya pegang air dan
kelembaban tanah menurun sehingga kelembaban tanah tidak dapat mendukung
pertumbuhan tanaman. Hal ini akan menjadi lebih parah dengan musim dan curah
hujan yang tidak menentu. Kegagalan panen selalu membayang yang akan
berakibat ketidaktersediaan pangan. Bencana lingkungan pun sangat mudah terjadi,
pada musim hujan ada ancaman banjir, erosi dan longsor. Dari sisi pembalikan
tanah, pembuangan serta pembakaran sisa tanaman dan dipadukan dengan upaya
pergiliran tanaman pada lahan yang sama antara tanaman penghasil pangan utama
seperti jagung dengan tanaman kacang-kacangan yang dapat memberikan
kontribusi kesuburan tanah dari sisi penambatan nitrogen dan juga pelapukan sisa
tanaman. Pendekatan ini akan mempertahankan dan atau meningkatkan kesuburan
tanah, meningkatkan daya serap air, mengurangi aliran air di permukaan tanah,
mempertahankan kelembaban tanah sehingga daya dukung tanah untuk
pertumbuhan tanaman akan lebih baik walaupun sedikit ada gejolak curah hujan
tidak menentu. Pendekatan ini yang dikenal dengan pertanian konservasi yang
diperkenalkan di beberapa negara di Amerika dan Afrika. Di Indonesia
diperkenalkan dalam 2 tahun terakhir oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO),
PBB perwakilan Indonesia, bersama Pemerintah Daerah dan LSM lokal Provinsi
Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 2014. Saat ini pertanian
konversi sedang diuji coba dan dikembangkan baik ditingkat penelitian maupun di
tingkat demplot kelompok tani dan telah memberikan hasil positip.
Petani yang biasa mengolah tanah dengan cangkul atau alat lainnya, hanya
membuat lubang tanam sesuai keperluan tanaman. Sebelum ditanami jagung atau
tanaman lainnya, setiap lubang tanam diberi pupuk kompos. Lahan diantara lubang
ditanami tanaman tumpangsari seperti kacang-kacangan yang dapat memberikan
hasil dan sebagai penutup tanah, mencegah erosi, menghambat gulma dan penyubur
tanah. Sebelum permukaan tanah tertutup sempurna dengan tanaman utama dan
tanaman penutup tanah, gulma perlu dibersihkan. Pada musim berikutnya petani
dapat menanam tanaman yang berbeda pada lubang tanam yang sama. Sisa tanaman
dijadikan penutup tanah. Lahan diantara tanaman utama ditanami dengan tanaman
lain yang berfungsi sebagai penutup tanah. Begitu selanjutnya dilaksanakan secara
berulang sepanjang musim sepanjang tahun. Bagi petani yang menggunakan tenaga
ternak, dapat merubah bajak menjadi alat pembuat alur tanam yang juga dapat
sekaligus meletakan benih serta pupuk. Lahan diantara alur tanaman dibiarkan tidak
diolah dan ditanami dengan tanaman penutup tanah. Pada saat panen, sisa tanaman
dibiarkan sebagai penutup tanah. Sedangkan pertanian dengan mekanisasi maka
alat bajak dan garu diganti dengan alat pembuat alur tanam dan dilengkapi dengan
alat tanam. Proses selanjutnya dilakukan seperti menggunakan tenaga ternak.
2. Lahan dengan curah hujan tinggi (basah). Tanaman utama ditanam lebih
rapat dan penutup lebih ditingkatkan untuk menahan erosi dan menghambat gulma
yang mungkin menjadi tantangan utama.
3. Lahan miring. Perlu diintegrasikan dengan konservasi lahan miring
seperti teras gulud, penanaman tanam penguat gulud searah kontur (gamal,
kaliandra, turi, rumput gajah dan lain-lain), pola tanam searah kontur, penutup
permukaan tanah harus dilakukan sejak awal persiapan lahan pertanian konservasi.
4. Lahan subur. Pada lahan yang masih subur, praktek pertanian konservasi
dapat mempertahankan kesuburan, kesehatan tanah dan meningkatkan hasil
tanaman. Pengolahan Tanah dalam Pertanian Konservasi. Tanah yang kering dan
keras dirubah menjadi media tanam yang dapat dibuat lubang tanam, parit tanam
atau alur tanam.
Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam
untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk
memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
a. Menahan atau mengurangin daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan
aliran air di atas permukaan tanah
b. Menambah bahan organic tanah melui batang, ranting dan daun mati yang
jatuh
c. Melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah.
Tanaman penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan
merambat atau menjalar:
Dayang, Kirinyuh)
Digunakan dalam pola teratur di antara baris tanaman utama: Albizia falcata
(sengon laut, jeunjing), Grevillea robusta A Cum, Pithecellobium saman
benth (pohon hujan), Erythrina sp (dadap), Gliricidia sepium
Banyak tumbuhan yang termasuk dalam tumbuhan pengganggu atau tidak disukai
yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah atau pelindung tanah terhadap ancaman
erosi. Tumbuh-tumbuhan itu tidak disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan
tanaman pokok dan sulit diberantas atau dibersihkan dari lahan usaha pertanian:
Imperata cylindrica, Panicum repens (lampuyangan), Leersia hexandra
(kalamento), Saccharum spontaneum (gelagah), Anastrophus compressus dan
Paspalum compressum (tumput pahit).
DAFTAR PUSTAKA