Anda di halaman 1dari 65

Analisis Keseimbangan Air untuk Pertanian Pada

Daerah Irigasi Pammukkulu Kabupaten Takalar.


Abstrak

Arsyuni Ali Mustary

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat ketersediaan air dan


keseimbangannya untuk keperluan pertanian pada DI. Pammukkulu Kab. Takalar.
D.I Pamukulu yang menjadi obyek studi mempunyai luas areal pertanian yang akan
diairi yaitu 6.430 ha dimana mencakup 3 area irigasi yang mengambil air dari sungai
Pamukulu yang mempunyai fasilitas pengambilan dengan kapasitas desain 8,3
m/dtk. Fasilitas pengambilan tersebut saat ini telah mengalami penurunan mutu
sehingga kapasitas aktualnya jatuh sangat jauh dari kapasitas desainnya yang
mengakibatkan areal pertanian yang dapat terairi maupun intensitas tanamannya
telah semakin menurun.Sehingga perlu menganalisis besarnya kebutuhan air untuk
pertanian dan pengaruh keseimbangan air terhadap hasil produksi pertanian
tersebut.

Metode yang digunakan adalah metode pengumpulan data Curah Hujan,


Klimatologi, Data Debit dan skema Pola tanam, selanjutnya dari data-data tersebut
dianalisis sehingga diketahui tingkat ketersediaan air dan kebutuhan air irigasi.

Hasil analisis yang diperoleh adalah ; kebutuhan air irigasi sawah pada D.I
Pamukulu dengan menggunakan perhitungan curah hujan efektif adalah sebesar
10.987,02 l/dt sedangkan debit yang tersedia yang didapatkan dengan
menggunakan metode F.J.Mock adalah sebesar 41.916 l/dt. Pengaruh terhadap
hasil produksi pertanian khususnya padi dan jagung berdasarkan sumber Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan
dimana padi dari 3,0 ton/ha menjadi 6,0 ton/ha sedangkan jagung dari 3,7 ton/ha
menjadi 5,0 ton/ha.

Kata Kunci : Irigasi Pertanian, Ketersediaan air, kebutuhan air

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai kekayaan alam yang
sangat berlimpah baik rempah-rempah maupun mineral yang terkandung
didalamnya. Seperti kita ketahui, bidang pertanian sangat erat kaitannya dengan
tersedianya air, dimana air sangat diperlukan untuk mengairi areal pertanian

I1
dalam usaha peningkatan produksi pertanian yang umumnya menggunakan
irigasi. Namun masalah yang sering timbul adalah tidak tersedianya air yang
cukup untuk mengairi areal pertanian tersebut.
Kabupaten Takalar terletak kurang lebih 30 km sebelah selatan kota
Makassar mempunyai areal pertanian cukup luas yaitu 23.949 ha. Areal
tersebut sebahagian sudah menggunakan sistem irigasi teknis, namun
selebihnya masih menggunakan sistem sawah tadah hujan dimana air hanya
tersedia dalam musim penghujan saja.
D.I Pamukulu yang menjadi obyek studi mempunyai luas areal
pertanian yang akan diairi yaitu 6.430 ha dimana mencakup 3 area irigasi yaitu
Pamukulu, Jenemarrung Kiri dan Dingau yang mengambil air dari sungai
Pamukulu yang mempunyai fasilitas pengambilan dengan kapasitas desain 8,3
m/dtk. Fasilitas pengambilan tersebut saat ini telah mengalami penurunan mutu
sehingga kapasitas aktualnya jatuh sangat jauh dari kapasitas desainnya yang
mengakibatkan areal pertanian yang dapat terairi maupun intensitas
tanamannya telah semakin menurun. Berkaitan dengan hal itu, maka dipandang
perlu untuk mengadakan analisa keseimbangan air pada daerah irigasi tersebut
sehingga pengelolaan air dapat terlaksana dengan baik dimasa sekarang
maupun dimasa yang akan datang.
Pada tulisan ini, obyek studi adalah D.I Pamukulu yang terletak di
Kabupaten Takalar yang memiliki areal pertanian yang cukup luas namun hasil
pertanian yang diperoleh belum optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka
penulis merasa tertarik membahas dan mengangkat masalah tersebut dalam
penulisan tugas akhir dengan judul Analisa Keseimbangan Air Pada Daerah
Irigasi Pamukulu untuk Kebutuhan Air Pertanian di Kabupaten Takalar.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah analisa keseimbangan air dalam wilayah studi
adalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar kebutuhan air untuk pertanian pada D.I Pamukulu ?
2. Seberapa besar pengaruh keseimbangan air terhadap hasil produksi
pertanian setelah diadakan analisa keseimbangan air pada D.I Pamukulu?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


Maksud dari penulisan ini adalah memberikan gambaran tentang
perencanaan irigasi melalui penyediaan air pada masing- masing bendung yang
terdapat pada D.I Pamukulu untuk memenuhi kebutuhan air irigasi untuk
pertanian.
Sedangkan tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk menganalisa pola kebutuhan air irigasi untuk pertanian dan
pengaturan airnya pada D.I Pamukulu.
2. Untuk mengevaluasi ketersediaan air pada D.I Pamukulu.

I2
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini antara lain :
1. Sebagai suatu upaya untuk mengetahui besarnya kebutuhan dan
ketersediaan air irigasi untuk areal pertanian pada D.I Pamukulu dan sejauh
mana pengaruh ketersediaan air dengan adanya sistem pengelolaan air
yang lebih baik bagi produksi pertanian.
2. Sebagai suatu upaya untuk menyusun suatu sistem pengelolaan air dengan
memanfaatkan kebutuhan dan ketersediaan air irigasi pada D.I Pamukulu
sehingga tercapai suatu keseimbangan air.

E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan pada tugas akhir ini adalah :
1. Library Research ( Penulisan Kepustakaan )
Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dalam mengumpulkan data-
data dengan jalan membaca buku- buku berupa karangan ilmiah atau
bahan- bahan kuliah yang ada hubungannya dengan penyusunan tugas
akhir ini, baik yang dilakukan di perpustakaan maupun di tempat lain dengan
menggunakan teknik- teknik kutipan langsung atau kutipan tak langsung.
2. Field Research ( Penulisan Lapangan )
Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dalam mengumpulkan data-
data, langsung diambil pada lokasi yang merupakan tempat untuk meneliti
atau obyek yang menjadi topik dalam pembahasan tugas akhir.

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI DAN DATA PENULISAN

A. Lokasi Studi
Daerah Irigasi Pamukulu berada dalam wilayah administrasi
Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan.
Lokasi daerah irigasi ini terletak 30 km sebelah selatan kota
Makassar ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut dapat ditempuh
lewat jalan darat dengan lama perjalanan 1-2 jam. Peta lokasi studi dapat dilihat
pada lampiran 1.
Berdasarkan koordinat geografi, daerah studi terletak : 05 30 02-
05 38 25 LS dan 119 22 03 - 119 39 03 BT.

B. Kondisi Daerah Studi


1. Batas Administrasi
Batas- batas lokasi studi adalah :

I3
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kota
Makassar
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Gowa
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Makassar
D.I Pamukulu terdiri dari 3 cakupan area yang masing- masing
mempunyai bendung sendiri yang terdiri dari :
1. Pamukulu (Sistem Irigasi Teknis)
- Area irigasi : 4.440 ha
- Bendung : 3 area (Pamukulu, Cakura dan Jenemarrung)
- Saluran Primer : 17 km
- Saluran Sekunder : 32 km
2. Jenemarrung Kiri (Sistem Irigasi Semi Teknis)
- Area irigasi : 1.380 ha
- Bendung : 1 area (Jenemarrung)
- Saluran Sekunder : 6 km
3. Dingau (Sistem Irigasi Non Teknis)
- Area irigasi : 610 ha
D.I Pamukulu mengairi areal pertanian seluas 6.430 ha yang dapat
kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1. Luas Areal Pertanian D.I Pamukulu


Area Lahan Pertanian Area Irigasi

Tanaman Saat Ini Rencana Saat Ini Rencana

Pamukulu Padi 4.190 4.440 3.000 4.440


Tebu 250 0 0 0
SubTotal 4.440 4.440 3.000 4.440

Jenemarrung Padi 1.380 1.380 0 1.380


Kiri
Dingau Padi 510 610 0 610
Tebu 100 0 0 0
Sub Total 610 610 0 610

Total 6.430 6.430 3.000 6.430

Sumber : Dinas PU Pengairan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop.


Sulawesi Selatan.
Peta jaringan Daerah Irigasi Pamukulu dapat dilihat pada lampiran 2.
2. Sumber Air Irigasi
Sumber air bagi areal pertanian pada Daerah Irigasi Pamukulu
diambil dari Sungai Pamukulu anak sungai Pappa melalui Bendung

I4
Pamukulu, Cakura dan Jenemarung. Persediaan air inilah yang mendasari
sistem pemberian air pada daerah irigasi ini, dengan menggunakan sistem
bergilir sebab air yang tersedia lebih kecil dari kebutuhan rencana.
Sedangkan di daerah tersebut masih terdapat area irigasi yang
menggunakan sistem sawah tadah hujan.

3. Topografi
Kondisi topografi Daerah Irigasi Pamukulu sebahagian besar daerah
yang terdapat di sekitar sungai sedikit bergelombang dengan ketinggian
bervariasi antara 5 sampai 40 m. Pada tempat tertentu terdapat bagian yang
datar yang merupakan areal persawahan/ desa. Beberapa bagian wilayah
berada pada daerah datar yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2. Luas Lereng


Kemiringan Lereng ( % ) Luas Wilayah ( km )

0-2 489,80

2-15 29,91

15-40 25,32

>40 19,09

Total 566,51

(Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi Selatan).

4. Geologi
Kondisi geologi wilayah studi terdiri dari batu gamping dan napal,
selain itu juga terdiri dari vulkanis baturape- cindako dimana batuannya
biasanya keras, berukuran besar dan tidak mudah tertembus air.
Dasar sungai dalam wilayah studi pada hulu berbatu sedangkan tengah
sampai ke hilir berpasir dan berlumpur. Pada tebing sungai tanahnya adalah
tanah liat dan di sekitar bantaran sungai terdapat perkampungan dan
perkebunan/ persawahan.

5. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah pengaliran sungai Pamukulu mempunyai panjang sungai
57 km dan luas daerah pengaliran sungai sekitar 146,8 km.
Sungai Pamukulu merupakan sungai yang dimulai dari gunung
Paowang dengan elevasi +1.133 m, melewati kota Takalar dan akhirnya
bermuara di selat Makassar. Bagian hulu disebut sungai Pamukulu, tetapi

I5
berubah nama menjadi sungai Cambaya setelah sungai Pamukulu bertemu
dengan sungai Dingau sebagai anak sungai utama. Selanjutnya sungai ini
kemudian berganti nama lagi menjadi sungai Pappa sepanjang daerah
muara. Intrusi kadar garam dari laut mencapai 12 km ke arah hulu pada
musim kemarau yang disebabkan karena sangat landainya kemiringan aliran
sungai. Selain itu, daerah hilir sangat mudah digenangi luapan air
khususnya selama pasang naik pada musim hujan.
Airnya bersumber dari pegunungan Baturape dan mengalir ke lahan
datar sekitar 2 km dari hulu bendung Pamukulu. Lebar dasar sungai di lokasi
bendung cukup sempit dan sisi lerengnya landai dan berkelok. Sungai ini
mempunyai batuan yang keras dan tidak terlalu tembus air jadi memiliki
cukup kekuatan untuk dijadikan bendungan tipe rockfill dan bendungan tipe
gravity concrete. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Pamukulu dapat dilihat
pada lampiran 3.

6. Intensitas Tanam dan Kondisi Usaha Tani


Intensitas tanam adalah tingkat pengusahaan usaha tani pada lahan
persawahan. Rata- rata intensitas tanam areal persawahan (tidak termasuk
palawija dan sayur- sayuran) diperkirakan sebesar 146 % berdasarkan data
Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan. Skema irigasi teknis pada daerah
Irigasi Pamukulu mempunyai intensitas tanam yang lebih tinggi yaitu 178 %
sesuai dengan tabel berikut ini :

Tabel 2.3. Intensitas Tanam Areal Persawahan Perjenis Irigasi


Skema irigasi Intensitas tanam (%)

- Irigasi teknis 178


- Irigasi semi teknis
- Irigasi sederhana 119
- Irigasi desa 140
- Tadah hujan
120

110

Total 146

(Sumber : Statistik Pertanian Tanaman Pangan ; Dinas Pertanian


Tanaman Pangan Sulawesi Selatan).

Intensitas tanam tersebut berorientasi pada kebutuhan air pertanian.


Untuk menambah ketersediaan air, maka sejak tahun 1988 pemerintah telah
membangun skema irigasi air tanah yang bisa mengairi areal persawahan.
Air tanah ini diangkat dengan menggunakan stasiun pompa yang

I6
dioperasikan dan dikelola oleh P3A masing- masing sehingga intensitas
tanam bisa mencapai 200%.
Kondisi usaha tani secara umum masih sebahagian menggunakan
sistem sawah tadah hujan dan direncanakan untuk menggunakan sistem
irigasi teknis dalam upaya meningkatkan hasil produksi pertanian dalam
wilayah studi. Adapun produksi pertanian dalam wilayah studi adalah
sebagai berikut :

Tabel 2.4. Hasil Produksi Pertanian dalam Wilayah Studi


(tahun 2000)
No. Jenis Produksi Pertanian Hasil Produksi (ton/ha)

1. Padi
3,8
- Padi musim hujan (sistem irigasi) 3,0
- Padi musim kemarau (sistem irigasi) 3,3
- Padi musim hujan (sistem tadah hujan)
2. Palawija
- Kedelai
- Kacang tanah 1,3
- Kacang- kacangan 1,0
- Jagung
0,8

3,7

3. Tebu 50,0

(Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Selatan).

C. Tata Guna Lahan


Variasi dan intensitas penggunaan lahan pada suatu daerah
merupakan salah satu bentuk indikator yang merefleksikan tingkat dinamisasi
dan penguasaan teknologi penduduk dalam mengeksploitasi sumber daya alam
sekaligus menampakkan pencerminan potensi daerah yang bersangkutan,
terutama dalam kaitannya dengan potensi sumber daya alam. Tata guna lahan
sangat penting dalam analisa keseimbangan air.
Pemanfaatan lahan daratan Kabupaten Takalar dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2.5. Pemanfaatan Lahan

(tahun 2000)

I7
No Jenis Pemanfaatan Kabupate Kecamatan
n Takalar
(km) Polombang Polombang Mangarabom
keng Utara keng bang
Selatan

1. Kawasan 32,76 2,13 0,00 0,00


2. Perkotaan 241,68
3. Lahan Pertanian 145,75 84,48 48,27 63,53
4. Kawasan Hutan 42,23 95,83 8,05 0,00
5. Area Tambak 104,09
Lain- lain 0,00 0,78 8,60

29,81 30,97 28,37

Total 566,51 212,25 88,07 100,50

(Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Selatan).

D. Data Penunjang
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan di daerah studi adalah data curah
setengah bulanan dari stasiun Malolo, stasiun Bontocinde dan stasiun
Komara yang dapat kita lihat pada lampiran 5.
2. Data Klimatologi
Kabupaten Takalar berada dibawah iklim tropis yang menunjukkan
temperatur udara yang sangat tinggi dengan variasi kecil sepanjang tahun
dan perbedaan temperatur yang sangat kecil pula antara musim kemarau
dan musim hujan dalam satu tahun. Namun demikian terdapat variasi yang
cukup besar antara curah hujan tahunan dengan variasi temperatur curah
hujan bulanan. Variasi ini disebabkan oleh variasi angin musim dan kondisi
topografi.
Dalam wilayah studi, angin barat laut terjadi dari bulan November
sampai bulan Maret, sedangkan angin tenggara terjadi dalam bulan April
sampai bulan Oktober. Angin barat laut mengandung kadar kelembaban
tinggi yang dilepaskan dari daerah pegunungan dari utara ke selatan yang
mengakibatkan daerah pegunungan mempunyai curah hujan yang
volumenya sangat tinggi selama periode angin barat daya. Disisi lain, area ini
menerima curah hujan yang sangat sedikit selama periode angin timur yang
disebabkan karena area tersebut terlindungi oleh pegunungan. Sehingga
dapat kita ketahui bahwa musim hujan terjadi pada bulan November- Maret
sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April- Oktober.
Berdasarkan data klimatologi dari stasiun Bontosunggu diperoleh
beberapa parameter klimatologi sebagai berikut :

I8
1. Suhu Udara ( Temperatur )
Suhu udara tahunan rerata adalah 26,9C. Suhu bulanan rerata
tertinggi adalah 27,6C pada bulan November dan terendah adalah
26,2C pada bulan Agustus.
2. Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif bulanan rerata adalah 85,2 % dengan rerata
tertinggi adalah 90,5 % pada bulan Februari dan terendah 77,5 % pada
bulan September.
3. Kecepatan Angin
Kecepatan angin tahunan rerata adalah 56,55 km/ d dan yang terjadi
pada umumnya berfluktuasi antara 42,13 km/ d sampai 75,90 km/ dt.
4. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari tahunan rerata adalah 7,0 jam/ hari dan
penyinaran terlama adalah 9,2 jam/ hari pada bulan Agustus dan
terpendek adalah 4,3 jam/ hari pada bulan Januari.
5. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan
proses transpirasi. Evaporasi adalah jumlah air yang menguap dari
permukaan sedangkan transpirasi adalah data hasil pengolahan stasiun
klimatologi yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi
Selatan.
Kondisi klimatologi lokasi studi secara lengkap disajikan pada tabel berikut ini
:

Tabel 2.6. Kondisi Klimatologi Rerata Bulanan Stasiun Bontosunggu (1998-


2007)
Ja
Data Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
n
Tempera
26, 26, 26, 27, 27, 27, 26, 26, 26, 27, 27, 26,
tur 7
6 5 8 3 5 0 3 2 9 3 6
(C)
Kelemba
89, 90, 89, 87, 85, 84, 83, 81, 77, 80, 84, 88,
ban 2
4 5 1 4 7 8 8 3 5 4 8
(%)
Kecepat
66, 55, 45, 42, 43, 43, 45, 58, 69, 75, 66, 66,
an Angin 81
4 01 75 13 69 21 18 45 82 90 22
(m/d)
Penyinar
an 4,3 5,0 5,7 6,7 7,6 7,4 8,2 9,2 8,7 8,5 7,1 5,0
Matahari

I9
(%)
(Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi Selatan).

3. Data Debit
Pada sungai Pamukulu tidak terdapat stasiun pengukur debit sungai .
Berdasarkan KP-01, jika tidak terdapat data debit sungai, untuk
memperkirakan Debit Aliran Sungai dihitung dengan metode F.J. Mock
dengan menggunakan parameter- parameter antara lain data curah hujan,
data meteorologi, luas DAS, pola tanam dan lain-lain sehingga dapat
diketahui berapa nilai debit bulanan.

4. Skema Pola Tanam Daerah Irigasi Pamukulu


Skema pola tanam Daerah Irigasi Pamukulu selama satu tahun
digambarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.7. Skema Pola Tanam


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Padi Gol 1 Palawija

Padi Gol 2

1. Tanaman Padi
Untuk Padi Golongan 1, penyiapan lahan dimulai pada November 1.
Musim tanam pertama berakhir pada Maret 1 sebab padi yang
digunakan berumur tiga bulan. Untuk Padi Golongan 2, penyiapan lahan
dimulai Desember 1.Musim tanam kedua berakhir pada April 1.
2. Tanaman Palawija
Palawija mulai ditanam pada Juni 1 sebab curah hujan kurang pada
bulan tersebut. Umur palawija sekitar tiga bulan sehingga berakhir pada
September 1.

BAB II

I 10
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI DAN DATA PENULISAN

E. Lokasi Studi
Daerah Irigasi Pamukulu berada dalam wilayah administrasi
Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan.
Lokasi daerah irigasi ini terletak 30 km sebelah selatan kota
Makassar ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Lokasi tersebut dapat ditempuh
lewat jalan darat dengan lama perjalanan 1-2 jam. Peta lokasi studi dapat dilihat
pada lampiran 1.
Berdasarkan koordinat geografi, daerah studi terletak : 05 30 02-
05 38 25 LS dan 119 22 03 - 119 39 03 BT.

F. Kondisi Daerah Studi


7. Batas Administrasi
Batas- batas lokasi studi adalah :
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kota
Makassar
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Gowa
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Makassar
D.I Pamukulu terdiri dari 3 cakupan area yang masing- masing
mempunyai bendung sendiri yang terdiri dari :
1. Pamukulu (Sistem Irigasi Teknis)
- Area irigasi : 4.440 ha
- Bendung : 3 area (Pamukulu, Cakura dan Jenemarrung)
- Saluran Primer : 17 km
- Saluran Sekunder : 32 km
2. Jenemarrung Kiri (Sistem Irigasi Semi Teknis)
- Area irigasi : 1.380 ha
- Bendung : 1 area (Jenemarrung)
- Saluran Sekunder : 6 km
3. Dingau (Sistem Irigasi Non Teknis)
- Area irigasi : 610 ha
D.I Pamukulu mengairi areal pertanian seluas 6.430 ha yang dapat
kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1. Luas Areal Pertanian D.I Pamukulu


Area Lahan Pertanian Area Irigasi

Tanaman Saat Ini Rencana Saat Ini Rencana

Pamukulu Padi 4.190 4.440 3.000 4.440


Tebu 250 0 0 0

I 11
SubTotal 4.440 4.440 3.000 4.440

Jenemarrung Padi 1.380 1.380 0 1.380


Kiri
Dingau Padi 510 610 0 610
Tebu 100 0 0 0
Sub Total 610 610 0 610

Total 6.430 6.430 3.000 6.430

Sumber : Dinas PU Pengairan dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prop.


Sulawesi Selatan.

Peta jaringan Daerah Irigasi Pamukulu dapat dilihat pada lampiran 2.

8. Sumber Air Irigasi


Sumber air bagi areal pertanian pada Daerah Irigasi Pamukulu
diambil dari Sungai Pamukulu anak sungai Pappa melalui Bendung
Pamukulu, Cakura dan Jenemarung. Persediaan air inilah yang mendasari
sistem pemberian air pada daerah irigasi ini, dengan menggunakan sistem
bergilir sebab air yang tersedia lebih kecil dari kebutuhan rencana.
Sedangkan di daerah tersebut masih terdapat area irigasi yang
menggunakan sistem sawah tadah hujan.

9. Topografi
Kondisi topografi Daerah Irigasi Pamukulu sebahagian besar daerah
yang terdapat di sekitar sungai sedikit bergelombang dengan ketinggian
bervariasi antara 5 sampai 40 m. Pada tempat tertentu terdapat bagian yang
datar yang merupakan areal persawahan/ desa. Beberapa bagian wilayah
berada pada daerah datar yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2. Luas Lereng


Kemiringan Lereng ( % ) Luas Wilayah ( km )

0-2 489,80

2-15 29,91

15-40 25,32

I 12
>40 19,09

Total 566,51

(Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi Selatan).

10. Geologi
Kondisi geologi wilayah studi terdiri dari batu gamping dan napal,
selain itu juga terdiri dari vulkanis baturape- cindako dimana batuannya
biasanya keras, berukuran besar dan tidak mudah tertembus air.
Dasar sungai dalam wilayah studi pada hulu berbatu sedangkan tengah
sampai ke hilir berpasir dan berlumpur. Pada tebing sungai tanahnya adalah
tanah liat dan di sekitar bantaran sungai terdapat perkampungan dan
perkebunan/ persawahan.

11. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah pengaliran sungai Pamukulu mempunyai panjang sungai
57 km dan luas daerah pengaliran sungai sekitar 146,8 km.
Sungai Pamukulu merupakan sungai yang dimulai dari gunung
Paowang dengan elevasi +1.133 m, melewati kota Takalar dan akhirnya
bermuara di selat Makassar. Bagian hulu disebut sungai Pamukulu, tetapi
berubah nama menjadi sungai Cambaya setelah sungai Pamukulu bertemu
dengan sungai Dingau sebagai anak sungai utama. Selanjutnya sungai ini
kemudian berganti nama lagi menjadi sungai Pappa sepanjang daerah
muara. Intrusi kadar garam dari laut mencapai 12 km ke arah hulu pada
musim kemarau yang disebabkan karena sangat landainya kemiringan aliran
sungai. Selain itu, daerah hilir sangat mudah digenangi luapan air
khususnya selama pasang naik pada musim hujan.
Airnya bersumber dari pegunungan Baturape dan mengalir ke lahan
datar sekitar 2 km dari hulu bendung Pamukulu. Lebar dasar sungai di lokasi
bendung cukup sempit dan sisi lerengnya landai dan berkelok. Sungai ini
mempunyai batuan yang keras dan tidak terlalu tembus air jadi memiliki
cukup kekuatan untuk dijadikan bendungan tipe rockfill dan bendungan tipe
gravity concrete. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Pamukulu dapat dilihat
pada lampiran 3.

12. Intensitas Tanam dan Kondisi Usaha Tani


Intensitas tanam adalah tingkat pengusahaan usaha tani pada lahan
persawahan. Rata- rata intensitas tanam areal persawahan (tidak termasuk
palawija dan sayur- sayuran) diperkirakan sebesar 146 % berdasarkan data
Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan. Skema irigasi teknis pada daerah

I 13
Irigasi Pamukulu mempunyai intensitas tanam yang lebih tinggi yaitu 178 %
sesuai dengan tabel berikut ini :

Tabel 2.3. Intensitas Tanam Areal Persawahan Perjenis Irigasi


Skema irigasi Intensitas tanam (%)

- Irigasi teknis 178


- Irigasi semi teknis
- Irigasi sederhana 119
- Irigasi desa 140
- Tadah hujan
120

110

Total 146

(Sumber : Statistik Pertanian Tanaman Pangan ; Dinas Pertanian


Tanaman Pangan Sulawesi Selatan).

Intensitas tanam tersebut berorientasi pada kebutuhan air pertanian.


Untuk menambah ketersediaan air, maka sejak tahun 1988 pemerintah telah
membangun skema irigasi air tanah yang bisa mengairi areal persawahan.
Air tanah ini diangkat dengan menggunakan stasiun pompa yang
dioperasikan dan dikelola oleh P3A masing- masing sehingga intensitas
tanam bisa mencapai 200%.
Kondisi usaha tani secara umum masih sebahagian menggunakan
sistem sawah tadah hujan dan direncanakan untuk menggunakan sistem
irigasi teknis dalam upaya meningkatkan hasil produksi pertanian dalam
wilayah studi. Adapun produksi pertanian dalam wilayah studi adalah
sebagai berikut :

Tabel 2.4. Hasil Produksi Pertanian dalam Wilayah Studi


(tahun 2000)
No. Jenis Produksi Pertanian Hasil Produksi (ton/ha)

1. Padi
3,8
- Padi musim hujan (sistem irigasi) 3,0
- Padi musim kemarau (sistem irigasi) 3,3
- Padi musim hujan (sistem tadah hujan)
2. Palawija
- Kedelai
- Kacang tanah 1,3

I 14
- Kacang- kacangan 1,0
- Jagung
0,8

3,7

3. Tebu 50,0

(Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Selatan).

G. Tata Guna Lahan


Variasi dan intensitas penggunaan lahan pada suatu daerah
merupakan salah satu bentuk indikator yang merefleksikan tingkat dinamisasi
dan penguasaan teknologi penduduk dalam mengeksploitasi sumber daya alam
sekaligus menampakkan pencerminan potensi daerah yang bersangkutan,
terutama dalam kaitannya dengan potensi sumber daya alam. Tata guna lahan
sangat penting dalam analisa keseimbangan air.
Pemanfaatan lahan daratan Kabupaten Takalar dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 2.5. Pemanfaatan Lahan

(tahun 2000)
No Jenis Pemanfaatan Kabupate Kecamatan
n Takalar
(km) Polombang Polombang Mangarabom
keng Utara keng bang
Selatan

1. Kawasan 32,76 2,13 0,00 0,00


2. Perkotaan 241,68
3. Lahan Pertanian 145,75 84,48 48,27 63,53
4. Kawasan Hutan 42,23 95,83 8,05 0,00
5. Area Tambak 104,09
Lain- lain 0,00 0,78 8,60

29,81 30,97 28,37

Total 566,51 212,25 88,07 100,50

(Sumber : BPS Propinsi Sulawesi Selatan).

H. Data Penunjang
5. Data Curah Hujan

I 15
Data curah hujan yang digunakan di daerah studi adalah data curah
setengah bulanan dari stasiun Malolo, stasiun Bontocinde dan stasiun
Komara yang dapat kita lihat pada lampiran 5.
6. Data Klimatologi
Kabupaten Takalar berada dibawah iklim tropis yang menunjukkan
temperatur udara yang sangat tinggi dengan variasi kecil sepanjang tahun
dan perbedaan temperatur yang sangat kecil pula antara musim kemarau
dan musim hujan dalam satu tahun. Namun demikian terdapat variasi yang
cukup besar antara curah hujan tahunan dengan variasi temperatur curah
hujan bulanan. Variasi ini disebabkan oleh variasi angin musim dan kondisi
topografi.
Dalam wilayah studi, angin barat laut terjadi dari bulan November
sampai bulan Maret, sedangkan angin tenggara terjadi dalam bulan April
sampai bulan Oktober. Angin barat laut mengandung kadar kelembaban
tinggi yang dilepaskan dari daerah pegunungan dari utara ke selatan yang
mengakibatkan daerah pegunungan mempunyai curah hujan yang
volumenya sangat tinggi selama periode angin barat daya. Disisi lain, area ini
menerima curah hujan yang sangat sedikit selama periode angin timur yang
disebabkan karena area tersebut terlindungi oleh pegunungan. Sehingga
dapat kita ketahui bahwa musim hujan terjadi pada bulan November- Maret
sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April- Oktober.
Berdasarkan data klimatologi dari stasiun Bontosunggu diperoleh
beberapa parameter klimatologi sebagai berikut :

6. Suhu Udara ( Temperatur )


Suhu udara tahunan rerata adalah 26,9C. Suhu bulanan rerata
tertinggi adalah 27,6C pada bulan November dan terendah adalah
26,2C pada bulan Agustus.
7. Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif bulanan rerata adalah 85,2 % dengan rerata
tertinggi adalah 90,5 % pada bulan Februari dan terendah 77,5 % pada
bulan September.
8. Kecepatan Angin
Kecepatan angin tahunan rerata adalah 56,55 km/ d dan yang terjadi
pada umumnya berfluktuasi antara 42,13 km/ d sampai 75,90 km/ dt.
9. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari tahunan rerata adalah 7,0 jam/ hari dan
penyinaran terlama adalah 9,2 jam/ hari pada bulan Agustus dan
terpendek adalah 4,3 jam/ hari pada bulan Januari.
10. Evapotranspirasi

I 16
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan
proses transpirasi. Evaporasi adalah jumlah air yang menguap dari
permukaan sedangkan transpirasi adalah data hasil pengolahan stasiun
klimatologi yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi
Selatan.
Kondisi klimatologi lokasi studi secara lengkap disajikan pada tabel berikut ini
:

Tabel 2.6. Kondisi Klimatologi Rerata Bulanan Stasiun Bontosunggu (1998-


2007)
Ja
Data Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
n
Tempera
26, 26, 26, 27, 27, 27, 26, 26, 26, 27, 27, 26,
tur 7
6 5 8 3 5 0 3 2 9 3 6
(C)
Kelemba
89, 90, 89, 87, 85, 84, 83, 81, 77, 80, 84, 88,
ban 2
4 5 1 4 7 8 8 3 5 4 8
(%)
Kecepat
66, 55, 45, 42, 43, 43, 45, 58, 69, 75, 66, 66,
an Angin 81
4 01 75 13 69 21 18 45 82 90 22
(m/d)
Penyinar
an
4,3 5,0 5,7 6,7 7,6 7,4 8,2 9,2 8,7 8,5 7,1 5,0
Matahari
(%)
(Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi Selatan).

7. Data Debit
Pada sungai Pamukulu tidak terdapat stasiun pengukur debit sungai .
Berdasarkan KP-01, jika tidak terdapat data debit sungai, untuk
memperkirakan Debit Aliran Sungai dihitung dengan metode F.J. Mock
dengan menggunakan parameter- parameter antara lain data curah hujan,
data meteorologi, luas DAS, pola tanam dan lain-lain sehingga dapat
diketahui berapa nilai debit bulanan.

8. Skema Pola Tanam Daerah Irigasi Pamukulu


Skema pola tanam Daerah Irigasi Pamukulu selama satu tahun
digambarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.7. Skema Pola Tanam


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

I 17
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Padi Gol 1 Palawija

Padi Gol 2

3. Tanaman Padi
Untuk Padi Golongan 1, penyiapan lahan dimulai pada November 1.
Musim tanam pertama berakhir pada Maret 1 sebab padi yang
digunakan berumur tiga bulan. Untuk Padi Golongan 2, penyiapan lahan
dimulai Desember 1.Musim tanam kedua berakhir pada April 1.
4. Tanaman Palawija
Palawija mulai ditanam pada Juni 1 sebab curah hujan kurang pada
bulan tersebut. Umur palawija sekitar tiga bulan sehingga berakhir pada
September 1.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Umum
Air adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, hewan dan
proses pertumbuhan tanaman. Adapun air yang diperoleh dalam usaha
pemenuhan kebutuhan pertumbuhan tanaman serta keperluan pertanian
umumnya menggunakan irigasi, telah dilakukan sejak lama seiring dengan
perkembangan kebudayaan manusia.
Irigasi adalah semua tindakan yang dilakukan sehubungan dengan
pengaliran air dan pembagian ke bidang-bidang secara teratur serta kelebihan
air yang tidak diperlukan lagi dimana sejumlah air tersebut diambil dari sungai
atau waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi guna menjaga
keseimbangan jumlah air di lahan pertanian. Tujuan irigasi adalah sebagai
berikut :
- Untuk membasahi tanah
- Untuk menambah kesuburan tanah
- Untuk mengatur suhu tanah
- Untuk memberantas hama
- Membersihkan zat-zat berbahaya bagi tanaman
- Mempertinggi muka air tanah
- Koltamasi.

I 18
B. Sumber Air
Sumber air adalah tempat dan wadah air, baik yang terdapat di atas
maupun di bawah permukaan tanah. Sumber-sumber air alamiah antara
lain adalah; air sungai, air laut, air hujan, mata air, air tanah, dll. Akan tetapi
besarnya air yang tersedia berbeda-beda tergantung dari musim dan
lokasinya. Besarnya air yang tersedia yang menjadi sumber air daerah
tersebut adalah besarnya air yang akan dikurangi dan besarnya air yang
telah digunakan berdasarkan peraturan air. Harga minimum besarnya air
yang tersedia juga menjadi indeks untuk menelaah tersedianya jumlah air
alamiah. Jika besarnya air yang diperlukan itu tidak dapat disediakan oleh
sumber air alamiah, maka untuk meningkatkan harga minimum dan jumlah
air yang tersedia, harus dipikirkan penyediaan sumber-sumber air yang
baru yang dapat menyimpan air yang tidak efektif dari sumber air alamiah
itu.
Beberapa alternatif penyediaan sumber-sumber air dapat ditempuh
sebagai berikut :
1. Membangun bendungan dan waduk-waduk besar terutama yang multi
purposel ganda baik untuk keperluan irigasi, PLTA, air bersih, air rumah
tangga, industri, perikanan serta transportasi air.
2. Membangun bendungan, waduk-waduk kecil, telaga dan embung.
3. Memanfaatkan mata air.
4. Membangun sumur air tanah.
5. Mengambil air langsung dari sungai.
6. Menampung dan menyimpan air sungai.
7. Menjernihkan air payau atau air kotor,
8. Menyuling air laut.

Lokasi sumber air dan pengambilan air adalah faktor-faktor penting


yang sangat mempengaruhi skala dan fasilitas penyaluran air dan besarnya
air yang tersedia. Pemilihan sumber air itu harus ditelaah dengan
memperhatikan kondisi-kondisi dasar sebagai berikut :
1. Debit minimum air yang tersedia adalah besar
2. Jumlah air yang tersedia adalah besar
3. Kualitas dan suhu air yang baik
4. Pengambilannya mudah
5. Lokasinya terletak di dekat daerah yang akan diirigasi.
(Sumber : Hidrologi untuk Pengairan Hal 226).

C. Peranan Hidrologi dalam Analisa Keseimbangan Air


Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
sirkulasi air meliputi kejadian, perputaran dan penyebaran air di atmosfer di
permukaan serta di bawah permukaan bumi, juga mempelajari sifat alam

I 19
dan kimianya serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya
dengan kehidupan. Maka dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu
untuk mempelajari :
- Presipitasi
- Evaporasi dan transpirasi
- Aliran permukaan (run off) dan
- Air tanah (ground water).

Siklus hidrologi adalah siklus dimana air menguap ke udara dari


permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui
beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke
permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebahagian
langsung menguap ke udara dan sebahagian lagi tiba di permukaan bumi.
Namun tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai
permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh- tumbuhan dimana
sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir
melalui dahan- dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke
permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang
merupakan kelebihan akan mengisi lekuk- lekuk permukaan tanah,
kemudian mengalir ke daerah- daerah yang rendah (run off), masuk ke
sungai- sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian
akan menguap dan kembali ke udara (evaporasi). Sebagian air yang masuk
ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai- sungai disebut aliran
intra/ interflow dan sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah yang
akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke
permukaan tanah di daerah- daerah yang rendah disebut limpasan air
tanah/ ground water run off seperti terlihat pada gambar siklus hidrologi
(Buku Hidrologi untuk Pengairan Hal.2) berikut ini :

Gambar 3.1. Siklus Hidrologi

I 20
Sirkulasi air dalam proses siklus hidrologi khususnya di kabupaten
Takalar dimana curah hujannya yang turun dari bulan November- Maret
sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April- Oktober tidak selalu
merata dimana kita melihat perbedaan besar presipitasi dari tahun ke
tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke
wilayah yang lain. Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi
dan topografi dalam suatu wilayah studi. Air permukaan tanah dan air
tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air yang
terdapat dalam proses sirkulasi tersebut. Jadi jika proses sirkulasi tidak
merata, maka akan terjadi bermacam- macam kesulitan. Jika terjadi
sirkulasi berlebih, seperti banjir, maka harus diadakan pengendalian
banjir sedangkan jika terjadi sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air
harus ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air.

D. Keseimbangan Air
Analisa keseimbangan air dilakukan untuk mendapatkan suatu kondisi
yang optimum dari rencana jaringan irigasi dengan komponen utama inflow
(curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan hujan) dengan outflow yang
dipengaruhi oleh luas area irigasi dan pola tanam.
Dalam perhitungan keseimbangan air, kebutuhan pengambilan yang
dihasilkan untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan

I 21
ketersediaan air dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila ketersediaan air
melimpah maka luas daerah proyek irigasi akan menjadi maksimum.
1. Ketersediaan Air
Ketersediaan air adalah banyaknya air yang tersedia pada
sumbernya dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sesuai
dengan kebutuhan. Air yang tersedia mencakup dua pengertian, yaitu :
a. Kualitas air (Water quality), adalah kecocokan air untuk pertanian.
Untuk mengetahui kualitas air, maka dapat dilakukan dengan
penelitian langsung di lapangan untuk menyelidiki apakah sudah ada
daerah persawahan atau pertanian yang telah memanfaatkan air dari
sumber air tersebut dengan hasil panen yang cukup baik atau tidak.
Cara lain yang lebih teliti adalah dengan penelitian air di laboratorium.
b. Kuantitas air (Water quantity), adalah banyaknya air yang tersedia.
Untuk mengetahui kuantitas air atau banyaknya air yang tersedia di
sumber air, maka diperlukan data seperti data debit sungai dan data
curah hujan. Pada musim hujan, air tersedia baik di permukaan tanah
maupun di bawah permukaan tanah sedangkan musim kemarau,
curah hujan relatif lebih rendah sehingga persediaan air tanah
menjadi berkurang sehingga lahanpun menjadi kering yang
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi
terganggu.

Jumlah air yang tersedia adalah jumlah air yang diperkirakan terus
menerus ada dan dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan tanaman. Faktor
penting yang mempengaruhi jumlah air yang tersedia yaitu :
a. Curah hujan andalan.
b. Debit andalan dari sumber- sumber air di sekitar daerah irigasi seperti
sungai, danau, waduk dan mata air.
Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air dalam wilayah studi
salah satunya dengan menganalisa kebutuhan dan ketersediaan air
yang ada di wilayah studi agar penggunaan air dapat dimanfaatkan
sesuai dengan peruntukannya.
Untuk mengetahui ketersediaan air pada suatu sungai, maka harus
diadakan analisa frekuensi curah hujan rencana. Pada dasarnya curah
hujan rencana adalah curah hujan maksimum yang didasarkan pada
kala ulang tertentu yang dipergunakan untuk mengetahui berapa besar
curah hujan rencana pada suatu sungai yaitu :
1.1. Curah Hujan Harian Maksimum
Curah hujan harian maksimum tahunan dihitung dengan
mengambil nilai rata- rata curah hujan harian maksimum yang terjadi
pada hari yang dari data tahunan yang sama dari masing- masing
stasiun yang dianggap memberi pengaruh. Jika kondisi letak stasiun

I 22
penakar curah hujan di sekitar lokasi tidak memungkinkan untuk
menentukan hujan rata- rata daerah dengan metode Thieseen
Poligon, maka metode yang digunakan adalah rata- rata aljabar.
Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air tanaman.
Makin banyak curah hujan, makin sedikit kebutuhan air tanaman.
Sebaliknya jika curah hujan kurang, maka kebutuhan air meningkat.
Rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan dengan
metode rata- rata Aljabar adalah :
+++.
d =
(3.1)
= = /

Dimana : d = Nilai curah hujan rata- rata


d1+d2+d3+dn = Nilai curah hujan pada titik
pengamatan
n = Banyaknya titik pengamatan.

Dari hasil perhitungan curah hujan harian maksimum rerata


dari suatu daerah yang kita tinjau maka dapat dilakukan analisa
frekuensi untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode
Gumbel, Log-Person Type III dan Haspers dengan periode ulang
tertentu.

1.2. Analisa curah hujan dengan Metode Gumbel, Log Pearson Type
III dan Haspers
Metode Gumbel
Metode Gumbel menggunakan teori harga ekstrim untuk
menunjukkan bahwa deret harga-harga ekstrim X1, X2,.Xn,
dimana sampel-sampelnya sama besar dan X merupakan
variabel berdistribusi eksponensial. Adapun rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
X = X + Sx (0.78y 0.45)(3.2)

Sx
( Xi x)
(n 1)
y = -ln (-ln (t-1) / t))

Dimana: X = Curah hujan rata-rata tahunan


Sx = Simpangan baku
y = Perubahan reduksi
n = Jumlah data
Xi = Seri data maksimum setiap tahun
t = Kala ulang dalam tahun

I 23
Dalam bentuk rumus lain dapat dituliskan sebagai berikut :

Xt = Xr+Sr
k = (Yt Yn) / Sn

Dimana:
Xt = Besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang t
Sr = Harga rata-rata dari data debit banjir maksimum.
k = Faktor frekuensi
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n)
Sn = Reduced standard deviasi sebagai fungsi dari banyak data
(n)
Yt = Reduced Variate dapat dilihat pada Tabel 3.1..
t = Kala ulang

Tabel 3.1. Nilai Yt sebagai fungsi dari nilai t


T Yt t Yt

1.01 -1.53 20 2.97


1.58 0.00 50 3.90
2.00 0.37 100 4.60
5.00 1.50 200 5.30
10.00 2.25
(Sumber : Metode perhitungan curah hujan SK-SNI-M-18-1989-F Hal.17).

Tabel 3.2. Simpangan baku tereduksi Sn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

I 24
10 0.94 0.98 0.98 0.99 1.00 1.02 1.03 1.03 1.04 1.05
20 1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.08 1.09 1.10 1.10 1.10
30 1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13
40 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15
50 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.17 1.17 1.17 1.17
60 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18
70 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19
80 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19
90 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
100 1.20

(Sumber : Metode perhitungan curah hujan SK-SNI-M-18-1989-F Hal.17).

Tabel 3.3. Simpanan baku tereduksi Yn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.495 0.449 0.503 0.507 0.510 0.512 0.515 0.518 0.520 0.522
20
30 0.523 0.525 0.526 0.528 0.529 0.530 0.532 0.533 0.534 0.535
40 0.536 0.537 0.538 0.538 0.539 0.510 0.541 0.541 0.542 0.543
50
60 0.543 0.544 0.544 0.545 0.545 0.546 0.546 0.547 0.547 0.547
70
80 0.548 0.549 0.549 0.549 0.550 0.550 0.550 0.551 0.551 0.551
90
0.552 0.552 0.552 0.553 0.553 0.553 0.553 0.554 0.554 0.554
100
0.554 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556

0.556 0.557 0.557 0.557 0.557 0.558 0.558 0.558 0.558 0.558

0.558 0.558 0.558 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559

0.560

(Sumber : Metode perhitungan curah hujan SK-SNI-M-18-1989-F Hal.17).

Metode Log Person Type III


Adapun langkah-langkah perhitungan curah hujan dengan
metode Log Person III adalah sebagai berikut:
1. Nilai Rata-rata :
in

( LogXi)
in
LogX
n

I 25
2. Standar deviasi :
i n

( LogXi LogXi) 2

Sx 2 i n

n 1
3. Koefisien kepencengan :
in

LogXi LogXi 3

in
Cs .............(3.3)
(n 1)( n 2)( Sx) 3
4. Curah Hujan Rencana :
LogX Log X G . Sx .....(3.4)
X = anti Log X

Dimana:
Log X = Logaritma curah hujan yang di cari
LogX = Logaritma rerata dari curah hujan
Log Xi = Logaritma curah hujan tahun ke i
G = Konstanta Log Person III berdasarkan
koefisien kepencengan besarnya yang telah
di sajikan
Sx = Simpanan Baku
n = Jumlah Data

Metode Haspers
Pada penerapan metode Haspers, langkah perhitungan
adalah sebagai berikut :

- Hitung besarnya koefisien aliran dengan rumus:


1 0,12 . A 0,70

1 0,075 . A 0,70

- Hitung waktu konsentrasi dengan rumus:


t 0,10 . L0,80 . I0,30

- Hitung koefisien reduksi dengan rumus:


t ( 3,7 . 10 4t A 4
3
1
1 .
12 15 12

- Hitung curah hujan maksimum dengan rumus:

I 26
Rt
q
3,6 . t

- Sehingga debit puncak banjir rencana dapat dihitung dengan


rumus:
Qt . . q . A .(3.5)

Dimana :

Qt = Debit puncak dalam periode tertentu (m3/det)


= Koefisien aliran
= Koefisien
q = Hujan maksimum setempat dalam sehari (m3/km2/det)
A = Luas daerah pengaliran sungai (DAS) (km2)
T,t = Lamanya hujan (jam)
R = Hujan harian rata-rata (mm)
Rt = Curah hujan pada kala ulang T tahun (mm)
Sn = Simpangan baku
Ut = Variabel simpangan

1.3. Uji Kesesuaian Distribusi


Uji kesesuaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
hipotesa tersebut benar sesuai dengan distribusi teoritis yang dipilih,
sehingga dapat ditentukan bahwa distribusi tersebut dapat atau tidak
dapat untuk digunakan untuk proses perhitungan selanjutnya. Dalam
uji kesesuaian ini digunakan Sminov- Kolmogrov dan uji Chi- kuadrat
( Chi-Square ).
Uji Sminov- Kolmogrov
Metode ini digunakan untuk menguji simpangan secara
mendatar. Uji ini dilakukan mengikuti tahapan sebagai berikut :
1. Data curah hujan disusun dengan urutan data terkecil hingga
data terbesar
2. Menghitung besarnya harga propabilitas dengan persamaan
Weibull sebagai berikut :

P = %

Dimana : P = Propabilitas (%)


m = Nomor urut data
n = Jumlah data
3. Dari grafik pengeplotan data curah hujan di kertas propabilitas
didapat perbedaan yang maksimum antara distribusi empiris
yang disebut dengan hit. Kemudian dibandingkan dengan

I 27
cr. Yang didapat dari tabel untuk derajat tertentu ( ). Dalam
desain bangunan- bangunan pengairan nilai diambil 5 %.
Bila harga hit < cr, maka dapat disimpulkan bahwa
penyimpangan yang terjadi masih dalam batas- batas yang
diizinkan.

Tabel 3.4. Nilai kritis ( cr ) dari Sminor- Kolmogrof


Jumlah Derajat Kepercayaan ( )
data ( n )
0.20 0.10 0.05 0.01

5 0.45 0.51 0.56 0.67


10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.23 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23

n > 50 1.07 1.22 1.36 1.63


(Sumber : Hidrologi Soewarno, 1995 Hal 199).


Uji Chi- Kuadrat
Uji kesesuaian distribusi dengan metode Chi- Kuadrat
merupakan satu ukuran mengenai perbedaan yang terdapat
antara frekuensi yang diamati dengan yang diharapkan. Misalnya
terdapat K kelas frekuensi, maka rumus Chi- Square ( X2 ) adalah
:
=( )
=

2
Dimana : = Parameter Chi- Kuadrat terhitung
Ej = Frekuensi teoritis
Oj = Frekuensi pengamatan

Langkah- langkah pengujian Chi- Kuadrat dilakukan sebagai


berikut :

1. Nilai X2 cr didapat dari tabel 3.4 dengan taraf signifikan ( )


dan derajat kebebasan ( DK ), dengan rumus :

I 28
DK = n ( m + 1 )

Dimana : DK = Nilai derajat beban


n = Jumlah data
m = Jumlah parameter untuk X2 hit
2. Bila nilai X2 hit < X2 cr dapat disimpulkan bahwa
penyimpangan yang terjadi masih dalam batas- batas yang
diizinkan.
Ploting data pada kertas propabilitas dan hasil perhitungan Uji
Sirnov- Kolmograf dan Uji Chi- Kuadrat ( X2- Tes ) dari analisa
frekuensi untuk masing- masing metode Gumbel, Log Person Type
III dan Haspers disajikan pada tabel serta gambar dan rekapitulasi
besaran curah hujan rencana untuk masing- masing metode.

1.4. Debit Andalan


Debit andalan dapat diartikan sebagai debit yang tersedia
guna keperluan tertentu seperti irigasi dan lain-lain sepanjang
tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam
perencanaan proyek- proyek irigasi biasanya terlebih dahulu harus
dicari besarnya debit andalan dengan probabilitas keberhasilan
tertentu. Hal ini digunakan untuk menentukan debit perencanaan
yang diharapkan tersedia di sungai untuk memperkirakan luas
daerah irigasi yang dapat diairi. Nilai debit andalan (R80), yakni
curah hujan rata- rata setengah bulanan (mm/15 hari) dengan
kemungkinan terpenuhinya 80 % dan kemungkinan tidak terpenuhi
20 %, dengan menggunakan rumus analitis :

(Sumber : KP Penunjang, Hal 17)



R80 = + (3.6)

Dimana : R80 = Debit andalan


n = Jumlah tahun pengamatan
1 = Kemungkinan tak terpenuhi 20 %
5

Ada beberapa cara yang dipakai dalam menganalisa potensi


air. Masing- masing cara mempunyai ciri khas tersendiri, pemilihan
metode yang sesuai umumnya berdasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan yaitu data yang tersedia, jenis kepentingan dan
pengalaman perencana. Dalam penulisan tugas akhir ini, metode
yang kami gunakan dalam menganalisa debit andalan adalah
dengan menggunakan metode F.J.Mock.

I 29
2. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif tanaman yang terjadi pada petak sawah
dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui
hujan dan kontribusi air tanah. Kebutuhan air irigasi di sawah meliputi :
- Penggunaan konsumtif (Etc)
- Penyiapan lahan (LP)
- Perkolasi (P)
- Penggantian lapisan air (WLR)
- Curah hujan efektif.

2.1. Penggunaan Konsumtif (Etc)


Air dapat menguap melalui permukaan air maupun melalui
daun- daun tanaman. Bila kedua proses penguapan tersebut
terjadi bersama- sama terjadilah proses evapotranspirasi yaitu
gabungan dari proses penguapan muka air bebas (evaporasi) dan
penguapan melalui tanaman (transpirasi). Disamping dipengaruhi
oleh keadaan iklim, juga berhubungan erat dengan faktor tanaman
(jenis tanaman, macam dan umur pertumbuhan tanaman).
Penggunaan konsumtif dapat diartikan sebagai kehilangan air
melalui tanah dan tanaman yang dapat diasumsikan sebagai
jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk proses fotosintesis dari
tanaman tersebut.
Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut :
(Sumber : KP 01,Hal 162)
Etc = kc . Eto(3.7)

Dimana : Etc =Evapotranspirasi konsumtif tanaman (mm/hari)


Eto =Evapotranspirasi tanaman acuan/potensial
(mm/hari)
kc =Koefisien tanaman (Faktor kc adalah angka pengali
untuk menjadikan Eto menjadi Etc).

Faktor kc adalah angka pengali untuk menjadikan


evapotranspirasi potensial (Eto) menjadi evapotranspirasi yang
sebenarnya (Etc).

a. Evapotranspirasi (Eto)
Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses
evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah jumlah air yang
menguap dari permukaan sedangkan transpirasi adalah jumlah
air yang menguap melalui tumbuhan. Untuk memperkirakan

I 30
besarnya evapotranspirasi potensial digunakan rumus
Penmann Modifikasi dengan memperhitungkan keempat faktor
meteorologi secara lengkap antara lain temperatur udara,
kelembaban, kecepatan angin dan penyinaran matahari dalam
dua metode yaitu :
1) Metode Nedeco/ Prosida terbitan Dirjen Pengairan, Bina
Program PSA 010, 1985.
2) Metode FAO lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam
terbitan FAO (Crop Water Requirements), 1975.

Adapun rumus Penmann Modifikasi adalah sebagai berikut :


(Sumber : DPU Direktorat SDA Wilayah Timur Proyek Irigasi
Sul-Sel,Hal. 16)
Eto = Et* . c..(3.8)

Et* = w(0,75.Rs-Rn1) + (1-w) . F(u) . (ea-ed)(3.9)

Dimana :
Eto = Evapotranspirasi potensial
w = Faktor yang berhubungan dengan
temperatur dan elevasi daerah
` Rs = Radiasi gelombang pendek dalam satuan
mm/hari (0,25+0,54.n/N).Ra
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi
batas luar atmosfir (angka angot) yang
dipengaruhi oleh letak lintang arah, harga
Ra
Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang
(mm/hari),f(t).f(ed).f(n/N)
f(t) = Fungsi suhu (.Ta4)
= Konstanta
Ta = Suhu (C)
f(ed) = Fungsi tekanan uap (0,34-(0,44 ))
f(n/N) = Fungsi kecerahan (0,1+(0,9.(n/N)))
n = Jumlah jam yang sebenarnya dalam satu
hari matahari bersinar (jam)
N = Jumlah jam yang dimungkinkan dalam satu
hari matahari bersinar (jam)
f(u) = Fungsi dari kecepatan angin dari ketinggian
2 m (m/dt),(0,27(1+0,864.u))
u = Kecepatan mm angin (m/dt)
(ea-ed) = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan
tekanan uap yang sebenarnya

I 31
ed = ea.Rh
Rh = Kelembaban udara relative
ea = Tekanan uap jenuh (mbar)
ed = Tekanan uap sebenarnya
c = Angka koreksi Penmann.
b. Koefisien Tanaman (kc)
Harga- harga koefisien tanaman padi dan palawija, diberikan
pada lampiran 10.

2.2. Penyiapan Lahan (LP)


Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan
kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor- faktor
penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan penyiapan lahan, yang dipengaruhi oleh :
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor
untuk menggarap tanah.
- Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia
cukup waktu untuk menanam padi sawah atau padi ladang
kedua.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan
lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de
Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju
air konstan dalam liter/dtk selama periode penyiapan lahan
dan menghasilkan rumus sebagai berikut :

(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air ,Hal 29)


IR = M. / ( )(3.10)

Dimana : IR = Kebutuhan air ditingkat persawahan (mm/hari)


M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang
sudah dijenuhkan. (M=Eo+P (mm/hari))
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama
penyiapan lahan (mm/hari)
P = Perkolasi

K = M.
T = Jangka waktu penyiapan lahan
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan 200 mm ditambah
dengan lapisan air 50 mm, yaitu 200+50=250 mm

I 32
E = 2,7183

Tabel 3.5. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan


Eo+P (mm/hari) T 30 hari T 45 hari

S 250 mm S 300 mm S 250 mm S 300 mm

5,0 11,1 12,7 8,4 9,5


5.5 11,4 13,0 8,8 9,8

6,0 11,7 13,3 9,1 10,1


6,5 12,0 13,6 9,4 10,4

7,0 12,3 13,9 9,8 10,8


7,5 12,6 14,2 10,1 11,1

8,0 13,6 14,5 10,5 11,4


8,5 13,3 14,8 10,8 11,8

9,0 13,6 15,2 11,2 12,1


9,5 14,0 15,5 11,6 12,5

10,0 14,3 15,8 12,0 12,9


10,5 14,7 16,2 12,4 13,2

11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

(Sumber : Dirjen Pengairan Bina Program PSA (1986)).

2.3. Perkolasi (P)


Perkolasi dapat diartikan sebagai kecepatan air, yang meresap
ke bawah atau ke samping tanah atau gerakan air ke bawah dari
zona tidak jenuh, yang terletak diantara permukaan tanah sampai
ke permukaan air tanah (zona jenuh).

I 33
Laju perkolasi dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak
jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan
air tanah. Tanah yang teksturnya halus mempunyai perkolasi
rendah sedangkan tanah dengan tekstur lebih kasar mempunyai
angka perkolasi yang besar. Selain tekstur tanah, laju perkolasi
juga dipengaruhi oleh keadaan topografi.
Laju perkolasi normal pada tanah lempung di daerah datar
sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1-3 mm/ hari. Di
daerah- daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat
mengakibatkan banyak kehilangan air. Pada daerah dengan
kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/
hari akibat perkolasi dan perembesan.

2.4. Penggantian Lapisan Air (WLR)


Penggantian lapisan air dilakukan :
a. Setelah pemupukan, diusahakan untuk menjadwalkan dan
mengganti lapisan air menurut kebutuhan sehingga terjadi
keseimbangan air.
b. Jika tidak ada penjadwalan, sebaiknya dilakukan penggantian
sebanyak 2 kali, masing- masing 50 mm (atau 3,3 mm/ hari
selama setengah bulan), dilakukan selama sebulan dan dua
bulan setelah transplantasi (penanaman).

Tabel 3.6. Penggantian Lapisan Air (WLR)

Sep
Nov

Des

Mar
Feb

Ags
Mei
Jan

Jun
Okt

Apr

Jul

2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
WLR

3,3

3,3

3,3

3,3
WL

3,3

3,3

3,3

3,3
R
WL

3,3

3,3

3,3

3,3
R
WL

1,1
1,1
2,2
1,1
1,1

1,1
1,1
2,2
1,1
1,1
R

(Sumber : Petunjuk Perencanaan Irigasi, Hal. 12).

I 34
2.5. Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif adalah jumlah curah hujan yang secara
efektif dipergunakan di sawah.
Curah hujan efektif dihitung dengan rumus :
(Sumber : Pedoman dan Kriteria Perencanaan Teknis Irigasi, Hal
26)
Re = 0,70 . . R80..(3.11)

Dimana : Re = Curah hujan efektif (mm/hari)


R80 = Curah hujan andalan tengah bulanan (mm/hari)
1
15 = Faktor pembagi dari nilai tengah bulanan ke
nilai harian.
Banyaknya air yang dibutuhkan tanaman tergantung pada jenis
tanaman dan iklim saat tanaman itu tumbuh. Tanaman seperti padi,
banyak memerlukan air. Hal- hal lain yang mempengaruhi kebutuhan air
irigasi adalah :
a. Luas areal pertanian
Makin luas areal pertanian maka makin besar pula kebutuhan airnya.
b. Tekstur tanah
Tekstur tanah mempengaruhi kebutuhan air pada areal pertanian. Hal
ini didasarkan pada daya meloloskan air yang berdampak pada
tingkat laju perkolasi. Tanah yang baik memberi kesempatan pada
akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah dan menjamin sirkulasi
air dan udara.
c. Curah hujan
Perhitungan curah hujan rata- rata dengan metode Rata- rata Aljabar.
Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air tanaman. Makin
banyak curah hujan, makin sedikit kebutuhan air tanaman. Sebaliknya
jika curah hujan kurang, maka kebutuhan air meningkat.
d. Debit Sungai
Pengaliran air untuk daerah irigasi dipengaruhi oleh debit sungai,
dimana keadaan aliran sungai tidak tetap sepanjang tahun karena
adanya musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti.

Sehingga perkiraan kebutuhan air irigasi dibuat sebagai berikut :


Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR)
Besarnya kebutuhan bersih air irigasi di sawah dapat dituliskan
dengan persamaan sebagai berikut :
(Sumber : KP 01, Hal 167)
NFR = LP+ Etc + P Re + WLR(3.12)

I 35
Dimana : LP = Jumlah air yang dipakai untuk pengolahan lahan
(mm/hari)
Etc = Kebutuhan komsumtif tanaman (mm/hari)
P = Kehilangan air akibat perkolasi dan rembesan
(mm/hari)
Re = Curah hujan efektif (mm/hari).
WLR = Penambahan air untuk penggenangan (mm/hari).
Kebutuhan air irigasi untuk padi (IR)
Kebutuhan air irigasi dihitung dengan cara membagi kebutuhan
bersih di sawah (NFR) dengan keseluruhan efisiensi irigasi, debit
rencana pada ruas pertama saluran utama sama dengan kebutuhan
pengambilan. Kebutuhan air irigasi dapat dihitung dengan persamaan :

IR = .,(3.13)

Dimana : IR = Kebutuhan pengambilan (l/dt/ha).


NFR = Kebutuhan bersih air di sawah (mm/hari).
e = Efisiensi irigasi.
8,64 = Faktor konversi satuan.

Efisiensi irigasi (e) merupakan angka perbandingan dari jumlah debit


air irigasi yang dipakai dengan jumlah debit air irigasi yang dialirkan dan
dinyatakan dalam persen (%).
Pada suatu jaringan irigasi terdapat saluran- saluran pembawa yang
terdiri atas saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier yang
mengalirkan air sampai ke petak- petak sawah. Selama pengaliran
tersebut terjadi kehilangan air.
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya kehilangan air tersebut
adalah eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat
evaporasi dan perembesan umumnya lebih kecil dibandingkan kegiatan
eksploitasi. Kehilangan tersebut dinyatakan dalam nilai efisiensi irigasi
sebagai berikut :

Tabel 3.7. Nilai Efisiensi Irigasi


Saluran Efisiensi

Saluran Tersier 80 % = 0,8

Saluran Sekunder 90 % = 0,9

Saluran Primer 90 % = 0,9

(Sumber : Petunjuk Perencanaan Irigasi, Hal : 10).

I 36
E. Cara Pemberian Air Irigasi
Cara pemberian air pada lahan pertanian juga sangat mempengaruhi
kebutuhan air untuk irigasi. Dalam satu tahun pemberian air irigasi dapat
digolongkan menjadi dua yaitu pemberian air dalam musim hujan dan
musim kemarau. Pada musim hujan persediaan air dianggap cukup, tapi
bila pada musim kemarau ketersediaannya dianggap kurang. Pemberian air
irigasi pada musim hujan dapat dilakukan secara terus menerus. Pada
musim kemarau terkadang persediaan air sangat sedikit. Oleh karena itu
pihak pengairan membuat penetapan mengenai masalah tersebut agar
dapat memudahkan cara pemberian air. Berdasarkan caranya, pemberian
air dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Pemberian air secara terus-menerus
Yaitu pemberian air yang dilakukan secara serentak untuk suatu
tanaman dan persiapan penggolongan tanahnya di dalam suatu daerah
irigasi. Hal ini dilakukan bilamana persediaan air cukup banyak sehingga
air yang ada dapat diberikan kepada semua lahan yang memerlukan.
b. Pemberian air dengan aturan golongan
Seperti telah diketahui bahwa dalam persediaan air dalam jangka
waktu satu tahun tidak tetap, artinya pada bulan-bulan tertentu persediaan
air sangat kecil dan kadang-kadang persediaan airnya tidak cukup. Oleh
karena itu, dalam menghadapi musim tanam lahan pertanian biasanya
dibagi menjadi beberapa golongan antara lain :
- Golongan untuk saluran primer terdiri dari saluran primer, sekunder dan
tersier.
- Golongan untuk saluran sekunder terdiri dari saluran sekunder dan
tersier.
- Golongan untuk saluran tersier pembagiannya dalam petak tersier itu
sendiri.
c. Pemberian air secara bergilir
Yaitu pemberian air yang dilakukan secara bergantian atau bergiliran
antara lahan-lahan di dalam suatu irigasi. Ini dilakukan bilamana jumlah
persediaan air yang ada sangat kecil sehingga tidak memungkinkan
apabila dilakukan pemberian air secara serentak. Cara ini ada beberapa
macam tergantung dari jumlah air yang ada antara lain: giliran jam, giliran
antara saluran, giliran antara desa, dan giliran antara kelompok. Sistem
gilir antara saluran diterapkan bilamana saluran tersebut berada dalam
suatu desa, sedangkan sistem gilir desa diterapkan bila saluran / petak
tersier tersebut terbagi dalam beberapa desa.

F. Tata Guna Lahan


Tata guna lahan adalah variasi dan intensitas penggunaan lahan pada
suatu daerah yang merupakan salah satu bentuk indikator yang

I 37
merefleksikan tingkat dinamisasi dan penguasaan teknologi penduduk dalam
mengeksploitasi sumber daya alam sekaligus menampakkan pencerminan
potensi daerah yang bersangkutan, terutama dalam kaitannya dengan
potensi sumber daya alam. Tata guna lahan sangat penting dalam
menganalisa keseimbangan air untuk pertanian pada suatu daerah irigasi.
Tata guna lahan terdiri dari pola tanam dan tata tanam.
1. Pola Tanam
Pola tanam adalah cara pengaturan dan pemilihan jenis tanaman
yang diusahakan pada sebidang lahan dalam waktu tertentu. Penanaman
dilakukan secara bergiliran pada suatu lahan tertentu, baik untuk
tanaman yang sama maupun jenis tanaman yang berbeda. Iklim sangat
menentukan jenis tanaman yang diusahakan pada suatu daerah, karena
iklim sangat besar pengaruhnya terhadap ketersediaan air bagi tanaman.
Suatu pola tanaman merupakan dasar dalam merencanakan eksploitasi
pengairan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pola tanam yaitu :
a. Umur tanaman
Perhitungan waktu dan fase pertumbuhan tanaman berbeda-beda.
b. Sistem pengolahan tanah
Menyangkut penyiapan lahan dan sebagainya.
Oleh karena jumlah air yang tersedia selalu berubah dari waktu ke
waktu, maka perlu adanya pengaturan dan perencanaan pola tanam
yang sebaik-baiknya,seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.8. Pola Tanam


No. Ketersediaan air untuk jaringan irigasi Pola tanam dalam satu tahun

1. Tersedia air cukup banyak Padi-Padi-Padi


Padi-Padi-Palawija

2. Tersedia air dalam jumlah cukup Padi-Padi-Bero


Padi-Palawija-Palawija

3. Daerah yang cenderung kekurangan Padi-Palawija-Bero


air Palawija-Padi-Bero

(Sumber : Irigasi dan Bangunan Air, Hal 25).

Tujuan pola tanam yaitu :


a. Agar keseimbangan antara persediaan air dan kebutuhan air dapat
dijaga.
b. Agar dalam musim kemarau dimana air yang tersedia agak terbatas,
diharapkan seluruh daerah masih dapat ditanami dengan jenis-jenis
tanaman yang kebutuhan airnya lebih kecil sehingga pemanfaatan air

I 38
dan tanah dapat dicapai secara optimal dan azas pemerataan dapat
terpenuhi.
c. Agar penanaman secara serentak dapat dilaksanakan pada daerah
yang sudah ditetapkan, yang berarti akhir musim tanam dapat
berakhir secara serentak pula sehingga siklus kehidupan hama bisa
diputuskan.
d. Agar pengeringan jaringan irigasi secara periodik dapat dilakukan
guna keperluan pemeriksaan dan perbaikan pada bagian- bagian
bangunan yang berada di bawah permukaan air.
e. Agar peremajaan tanah tetap terjaga.
Untuk meningkatkan intensitas tanaman pada lahan persawahan,
perlu diupayakan tanaman yang cocok pada musim tertentu. Misalnya
padi pada musim hujan dan palawija pada musim kemarau. Dengan
demikian penanaman dapat dilakukan setiap musim.

2. Tata Tanam
Tata tanam adalah pengaturan serta jadwal tanam yang lebih
terperinci dimana menggambarkan kegiatan- kegiatan mulai dari
pengolahan, waktu tanam, akhir tanam, luas tanah dari masing- masing
tanaman serta jumlah air yang diperlukan.
Air pengairan diberikan ditambah atau dikurangi berdasarkan
kebutuhan air pada tata tanam yang telah disesuaikan dengan iklim,
kesukaran lahan, cara bercocok tanam, luas area tanam, topografi dan
periode pertumbuhan serta jenis tanaman.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Ketersediaan Air


1. Pengolahan Data Curah Hujan
a. Curah Hujan Harian Maksimum
Data curah hujan untuk perhitungan ketersediaan air diambil dari
stasiun hujan terdekat yang mempengaruhi D.I Pamukulu yaitu Stasiun
Malolo, Stasiun Bontocinde dan Stasiun Komara dengan lama tahun
pengamatan 10 tahun (1998-2007).
Data curah hujan kemudian diolah menjadi data curah hujan
setengah bulanan.
Data curah hujan untuk bulan Januari 1998 Stasiun Malolo :
Setengah bulanan kesatu :

I 39
Pencatatan Curah Hujan
Tgl 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15
2

80, 3 46, 2 12, 1 3 52,


R(mm) - 3 - - 65 54 52
5 0 5 0 5 0 0 5

Setengah bulanan kedua :

Pencatatan Curah Hujan


Tgl 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3
16 17 18 29 31
9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0

35, 12, 4
R(mm) 26 - 3 - - - - - - - - - -
5 5 8

Dimana curah hujan setengah bulanan = d1+d2+dn


Setengah bulanan kesatu :
80,5+30+46,5+20+12,5+10+3+65+30+54+52,5+52= 456 mm
Setengah bulanan kedua :
26+35,5+12,5+48+3= 125 mm

Hasil perhitungan curah hujan setengah bulanan ketiga stasiun


selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.1.
Untuk perhitungan curah hujan rata- rata DAS dari ketiga stasiun
tersebut digunakan metode rata- rata aljabar ( mean arithmetic method ).

+++
R=

Dimana, R = Tinggi curah hujan rata- rata


R1,R2 = Tinggi curah hujan stasiun
n = Jumlah stasiun curah hujan.

Data curah hujan stasiun Malolo, Bontocinde dan Komara untuk tahun 1998 sebagai
berikut:
Stasiun Malolo

I 40
Bulan

Tah Ag Se
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Okt Nov Des
un s p

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

45 12 247, 11 5 65, 26, 7 87, 1 2 18, 58 141 129, 539,


1998 - - - - - - - -
6 5 5 2 2 5 5 1 5 5 0 5 ,5 ,5 5 5

Stasiun Bontocinde

Bulan

Tahu Ag Se
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Okt Nov Des
n s p

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

14 10 9 3 4 6 2, 1 54, 10 44,
1998 90 - - - - - - - - - - - 70
0 9 8 0 0 0 5 0 5 0 5

Stasiun Komara

Bulan
Tah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
un
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2 1 1 1 4 1 3
14 18 4 6 30 6 5 3 8 2 3 2 29 9
1998 6 6 1 0 1 0 0 4 5 0
1 5 5 6 0 5 1 7 9 1 1 3 5 1
4 0 1 1 6 8 6

Curah hujan rerata kedua stasiun untuk Januari 1 :


. ( 1)+ . ( 1)+ .
R=
456+140+264
R=
3
R = 286,67 mm.

I 41
Hasil perhitungan curah hujan rata- rata setengah bulanan dengan
metode rata- rata aljabar dapat dilihat pada lampiran 5.2 dan curah hujan
bulanan ketiga stasiun dapat dilihat pada lampiran 5.3.

b. Analisa Frekuensi Curah Hujan dengan Metode Gumbel, Log


Pearson Type III dan Haspers
Metode Gumbel
Langkah Kerja Perhitungan Metode Gumbel
Perhitungan rata - rata curah hujan ( Xr )
Untuk t = 1,25 tahun
Diketahui : X = 647,94
n = 10
X 647,9
Xr = = = 64,79
n 10
Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama

Perhitungan simpangan baku ( Sx )


Untuk t = 1,25 tahun
Diketahui : ( Xi - Xr ) = 2664,9
n = 10

S(Xi-Xr) 2664,9
Sx = = = 17,21
n-1 9

Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama.

Perhitungan faktor frekuensi ( K )


Untuk t = 1.25 tahun
Diketahui : Yt = -0,8860
Yn = 0,4950
Sn = 0,94

Yt - Yn -0,8860 - 0,4950
K = = =
Sn 0,94
= -1,47
Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama

Perhitungan besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang t ( Xt )

I 42
Untuk t = Xr = 64,79
Sx = 17,21
K = -1,47
Xt = Xr + ( Sx . K )
= 39,51
Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama.

Tabel 4.1. Perhitungan dengan Metode Gumbel

Xt = Xr + K *
T Xr Sx K K * Sx Sx
1,25 64,79 17,21 -1,47 -25,28 39,51
2 64,79 17,21 -0,13 -2,29 62,51
5 64,79 17,21 1,07 18,40 83,19
10 64,79 17,21 1,87 32,13 96,92
25 64,79 17,21 2,63 45,31 110,10
50 64,79 17,21 2,80 48,14 112,94
100 64,79 17,21 3,62 62,33 127,13
200 64,79 17,21 4,37 75,15 139,94
(Sumber : Hasil Perhitungan).
Metode Log Person Type III
Langkah Kerja Perhitungan Metode Log Pearson Type III

Perhitungan rata - rata curah hujan ( Log X )


Diketahui : ( Log Xi ) = 18,47
n = 10

( Log Xi )
= = 1,85
Log X
n
Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama

Perhitungan simpangan baku ( Sx )


Untuk t = 1.25
Diketahui : ( log Xi - log X ) = 0,13
n = 10

Sx = (log Xi-logX) = 0,11

I 43
n

Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama

Perhitungan besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang t ( Log Xt )


Untuk t = 1.25 tahun

Diketahui : Log X = 1,80


Sx = 0,11
-
G = 0,8420

Log Xt = Log X + ( Sx.G )


= 1,70

Untuk t selanjutnya dihitung dengan cara yang sama.

Tabel 4.2. Perhitungan dengan Metode Log Pearson Type III


Periode Xt
No G Log Xt
ulang ( mm )
1 1,25 -0,8420 1,71 50,89
2 2 0,0000 1,80 62,91
3 5 0,8420 1,89 77,78
4 10 1,2820 1,94 86,90
5 25 1,7510 1,99 97,80
6 50 2,0540 2,02 105,56
7 100 2,3260 2,05 113,05
8 200 2,5760 2,08 120,40
(Sumber: Hasil Perhitungan).

Metode Haspers
Perhitungan Dengan Metode Haspers :
Diketahui data-data sebagai berikut :
Panjang Sungai L = 57 km
Luas DAS A = 146,8 km2
Kemiringan dasar saluran i = 0,013 km2

I 44
0,7
1 + 0,012 . A
=
0,7
1 + 0,075 . A
0,7
1 + 0,012 . 146,8
=
0,7
1 + 0,075 . 146,8
1,3944
=
3,4647
= 0,4024
0,8 -0
t = 0,1 . L . i
0,8 -0
= 0,1 . 57 . 0,013

= 9 Jam

-0 t 0,75
1 t + 3,7 . 10 A
= 1 + X
t2 + 15 12
-0 9 0,75
1 9 + 3,7 . 10 146,8
= 1 + X
9 2
+ 15 12

1 = 1 + 9 + 3,7 . 2E-04 X 42,17


89 + 15 9

1 9,432 42,17
= 1 + X
104 9

1
= 1,4057

= 0,7114

R
R24 =
4 . t
139,940 127,126 R24 = 112,938
R24 = R24 =
4 . 9 4 . 9 4

= 3,709 = 3,370 = 2,994

I 45
t . R24
R =
t + 1

9 . 3,370 9 .
9 . 3,709 R = R =
R =
9 + 1 9 + 1 9 +
= 3,3537 = 3,047 = 2,707

Q200 = . . R . A
= 0,402 . 0,711 . 3,354 . 146,8
3
= 140,9485 m /dtk 128,0419

Tabel 4.3. Perhitungan dengan Metode Haspers

Kala t Q
R R24 R 3
Ulang Jam m /dtk
5 83,19 2,205 1,994 83,79079
10 96,92 2,569 2,323 97,6193
25 110,10 2,918 2,639 110,8946
0,4024 9 0,711
50 112,94 2,994 2,707 113,7525
100 127,13 3,370 3,047 128,0419
200 139,94 3,709 3,354 140,9485
(Sumber : Hasil Perhitungan)

Ket. :
Diambil dari perhitungan curah hujan rencana dengan
Nilai ( R )
Metode Gumbel.

Selengkapnya, perhitungan curah hujan rencana dengan metode


Gumbel, Log Pearson Type III dan Haspers dapat kita lihat pada lampiran 5.4,
setelah itu diadakan Uji Kesesuaian Distribusi yang dapat kita lihat pada
lampiran 5.5 .
Sehingga dapat diketahui nilai curah hujan rencana dengan metode Gumbel,
Log Pearson Type III dan Haspers pada tabel berikut ini :

I 46
Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan
Metode Gumbel, Log Pearson Type III dan Haspers
Periode M .Log Pearson M
No M .Gumbel
Ulang Type III .Haspers
1 1,25 39,51 50,89
2 2 62,51 62,91
3 5 83,19 77,78 83,79
4 10 96,92 86,90 97,62
5 25 110,10 97,80 110,89
6 50 112,94 105,56 113,75
7 100 127,13 113,05 128,04
8 200 139,94 120,40 140,95

2. Perhitungan Debit Sungai dengan Metode F.J.Mock


Untuk memperkirakan debit aliran sungai dihitung dengan metode
F.J.Mock. Perhitungan debit aliran sungai tahun 2007 seperti pada tabel 4.5
berikut ini :

TERDAPAT PADA PERHITUNGAN CURAH HUJAN

I 47
Pembahasan
Perhitungan debit sungai pada bulan Januari tahun 2007 dengan metode
F.J.Mock adalah sebagai berikut :
1. Data Meteorologi.
a. Hujan bulanan (Rn) diambil dari data hasil perhitungan hujan bulanan.
Januari = 669,83 mm.
b. Jumlah hari hujan (n), diambil dari rata- rata jumlah hari hujan kedua
stasiun.
Januari = 16 hari.
c. Jumlah hari untuk Januari = 31 hari.

2. Evapotranspirasi Aktual.
d. Evapotranspirasi Potensial, diambil dari data evapotranspirasi.
Januari = 3,92 mm/hr.
e. ETo bulanan = Evapotranspirasi x jumlah hari setiap setengah
bulanan.
Januari = 3,92 x 31 = 121,52 mm/ bln.
f. Permukaan lahan yang terbuka (m) = 30 %
g. ETo/ Ea.
Januari = m/ 20 (18- n) = 0,3/ 20 (18- 16) = 0,03 %.
h. E = ETo x (m/ 20 (18- n)).
Januari = 121,52 x 0,03 = 3,65 mm/ bln.
i. Ea = ETo E.
Januari = 121,52 3,65 = 117,87 mm/ bln.
3. Keseimbangan Air.
a. S = Rn- Ea.
Januari = 669,83 117,87 = 551,96 mm/ bln.
b. Tampungan air oleh tanah, merupakan perubahan volume air yang
ditahan oleh tanah dimana besarnya tergantung dari S dan simpanan
air oleh tanah bulan sebelumnya yang nilainya 0 bila kelembaban
tanah mencapai maksimum = 100 mm.
Januari = 0 mm/ bln, karena kelembaban tanah = 100 mm.

I 48
c. Kapasitas kelembaban tanah, adalah volume air untuk melembabkan
tanah, dimana kapasitas maksimumnya = 100 mm.
Januari = Kelembaban tanah awal + S
= 100 + 551,96 = 651,96 mm/ bln 100 mm/ bln.
d. Kelebihan air (Ws) = S Kandungan air tanah.
Ws nilainya 0 jika S < Tampungan air oleh tanah.
Januari = 551,96 0 = 551,96 mm/ bln.

4. Limpasan dan Penyimpanan Air Tanah.


a. Faktor I = Koefisien infiltrasi = 0,2 0,5 ; diambil I = 0,3.
b. Faktor k = Faktor resesi aliran tanah, k = 0,4 0,7; diambil k = 0,6.
c. Infiltrasi (I) = Ws x i
Januari = 551,96 x 0,3 = 165,59.
d. Volume penyimpanan = Volume air tanah = (0,5(1+k)I) + (k.V(n-1)).
Untuk Januari nilai tampungan awal dianggap 50 mm.
Januari = (0,5(1+0,6)165,59) + (0,6.(50)) = 245,26
e. Vn = Vn V (n-1).
Volume tampungan untuk Januari dan Februari = Vn V (n-1).
Januari = 30 50 = -20.
f. Aliran dasar (Base flow), Bn = I Vn.
Januari = 165,59 + 20 = 185,59 mm/ bln.
g. Aliran langsung (Direct run off) = Ws I.
Januari = 551,96 165,59 = 386,37 mm/ bln.
h. Limpasan (Run off), qn = Dro + Bn
Januari = 386,37 + 185,59 = 571,96 mm/ bln.
i. Debit efektif (Qn) = Run off x Luas DAS = qn x A.
Januari = (571,96/1000/31/24/3600) x (146,8.106) = 3,13 m3/ dt.

Perhitungan debit dapat dilihat pada lampiran 8.1 8.10. Setelah


diperoleh debit bulanan, selanjutnya nilai tersebut dimasukkan dalam tabel.
Kemudian direngking dan dicari nilai debit andalan (R80).

R80 = n/5 + 1
= 10/5 + 1
= 3.diambil data urutan ketiga.

Seperti pada tabel 4.6 4.7 berikut :

TERDAPAT PADA PERHITUNGAN CURAH HUJAN

I 49
B. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
1. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi di Sawah
a. Evapotranspirasi
Untuk memperkirakan besarnya evapotranspirasi (Eto)
dipakai cara Penmann. Perhitungan evapotranspirasi untuk bulan
Januari adalah sebagai berikut :
1. Suhu (t) = 26,6C (Data)
2. Kelembaban relatif Rh = 89,4 % (Data)
3. Kecepatan angin (u) = 66,4 m/dt (Data)
4. Angka angot (Ra) = 15,64 mm/dt (Lampiran 7.2)
5. Fungsi suhu (f(t)) = 16,13 (Lampiran 7.1)
6. Faktor yang berhubungan dengan temperatur dan elevasi daerah
(w) = 0,761 (Lampiran 7.1)
7. Tekanan uap jenuh (ea) = 34,83 mbar (Lampiran 7.1)
8. Penyinaran matahari (n/N) = 4,3 % (Data)
9. Angka koreksi penanaman (c) = 1,10 (Lampiran 7.3)
10. Rs = (0,25+0,54.n/N).Ra
= (0,25+0,54.0,043).15,64
= 0,53 mm/hari
11. ed = ea.Rh
= 34,83.0,894
= 31,14 mbar
12. f(ed) = (0,34-(0,44 ))
= (0,34-(0,44. 0,3114))

I 50
= 0,315 mbar
13. f(n/N) = 0,1+(0,9.(n/N))
= 0,1+(0,9.(0,043))
= 0,14
14. Rn1 = f(t).f(ed).f(n/N)
= 16,13.0,315.0,14
= 0,71 mm/hari
15. f(u)= 0,27(1+(0,864.u))
= 0,27(1+(0,864.66,4))
= 0,58 m/dt
16. (ea-ed) = 34,83-31,14
= 3,69 mbar
17. Et* = w((0,75.Rs)-Rn1) + (1-w) . f(u) . (ea-ed)
= 0,761((0,75.0,53)-0,71) + (1-0,761) . 0,58 . 0,0369
= 3,56 mm/hari
18. Eto = Et*.c
= 3,56.1,10
= 3,92 mm/hari.

Hasil perhitungan evapotranspirasi bulanan (Eto)


selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.4.

b. Perhitungan Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif diperoleh dari :

Re = 0,70 . 115 . R80

Tabel 4.8. Curah Hujan Efektif

Periode Frekuensi Re (mm/ hr)


(0,70 . 115 . R80)
80 %
Jan 105 0,49

I 51
1 384,8 1,79

2
Feb 114,5 0,53
1 47,4 0,22

2
Mar 1 61,5 0,29
84 0,39
2
Apr 1 116,7 0,55
38,5 0,18
2
Mei 53,67 0,25
1 22,33 0,10

2
Jun 3,667 0,02
1 16 0,07

2
Jul 1 6,667 0,03
0 0,00
2
Ags 0 0,00
1 0 0,00

2
Sep 3,333 0,02
1 4,333 0,02

2
Okt 1 15,17 0,07
48,33 0,23
2
Nov 1 74,33 0,35
95,8 0,45
2
Des 67,33 0,31
1 233,5 1,09

I 52
(Sumber : Hasil Perhitungan)

C. Pola Tanam Daerah Irigasi Pamukulu


Skema pola tanam selama satu tahun digambarkan pada tabel 4.9
berikut ini :

Tabel 4.9. Skema Pola Tanam


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Padi Gol 1 Palawija


Padi Gol 2

(Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Sulawesi Selatan).

5. Tanaman Padi
Untuk pembahasan perhitungan kebutuhan air padi diambil padi yang
skema pola tanamnya dapat dilihat pada tabel 4.10. Untuk Golongan 1,
penyiapan lahan dimulai pada November 1. Musim tanam 1 berakhir
pada Maret 1 sebab padi yang digunakan berumur tiga bulan. Untuk
Golongan 2, penyiapan lahan dimulai Desember 1.

Tabel 4.10. Skema Pola Tanam Padi


Nov Des Jan Feb Mar Apr
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Padi Gol 1

Padi Gol 2

Padi yang digunakan adalah padi varietas unggul dari FAO dengan
koefisien padi seperti pada tabel 4.11. LP merupakan masa penyiapan
lahan.
Tabel 4.11. Koefisien Tanaman Padi
Golongan 1
Nov Des Jan Feb Mar
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C2 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0
C1 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0

I 53
C LP LP LP 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0

Golongan 2
Nov Des Jan Feb Mar
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C2 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0
C1 LP LP 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0
C LP LP LP 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0

Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali, masing- masing 50


mm (atau 3,3 mm/ hari selama setengah bulan) dimulai pada januari 1
karena dilakukan satu dan dua bulan setelah transplantasi (penanaman),
seperti pada tabel 4.12.

Tabel 4.12. Penggantian Lapisan Air


Golongan 1
Nov Des Jan Feb Mar
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
WLR2 3,3 3,3
WLR1 3,3 3,3
WLR 1,65 1,65 1,65 1,65

Golongan 2
Nov Des Jan Feb Mar
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
WLR2 3,3 3,3
WLR1 3,3 3,3
WLR 1,65 1,65 1,65 1,65

Hasil perhitungan kebutuhan air di sawah untuk tanaman padi seperti


pada tabel 4.13.1 dan tabel 4.13.2 Nilai- nilai yang telah diperoleh
dimasukkan ke dalam tabel lalu dihitung nilai kebutuhan air di sawah
untuk tanaman padi.

I 54
TERDAPAT PADA PERHITUNGAN CURAH HUJAN

TERDAPAT PADA PERHITUNGAN CURAH HUJAN

I 55
a. Masa Penyiapan Lahan
Perhitungan untuk Padi Golongan 1 Desember 1 :
Diketahui :
Eto = 4,26 mm/hari Re = 0,31 mm/hari
P = 2,0 mm/hari S = 250 mm
T = 30 hari e = Bil.Euler (2,7183)
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan :

M.
Etc = IR = ( 1)

M = Eo + P
Dimana, Eo = 1,1 . Eto
M = (1,1.Eto) + P
= (1,1. 4,26) + 2,0
= 6,69 mm/hari.
M.T
k = S
6,69.30
= 250
= 0,80
4,59.2,71830,80
Jadi, Etc = IR = (2,71830,80 1) = 7,20 mm/hari.
Kebutuhan air netto (NFR) :
NFR = IR Re
= 7,20- 0,31
= 8,9 mm/hari
= 1,03 l/dt/ha.
b. Masa Pertumbuhan

I 56
Perhitungan untuk Padi Golongan 1 Januari 1 :
Diketahui :
Eto = 3,92 mm/hari Re = 0,49 mm/hari
P = 2,0 mm/hari c = 1,05
WLR = 1,65
Kebutuhan konsumtif :
Etc = Eto . c
= 3,92 . 1,05
= 4,23 mm/hari.
Kebutuhan air netto (NFR) :
NFR = Etc + P Re + WLR
= 4,23 + 2,0 0,49+ 1,65
= 7,39 mm/hari
= 0,86 l/dt/ha.

6. Tanaman Palawija
Palawija mulai ditanam pada Juni 1 sebab curah hujan kurang pada
bulan tersebut. Umur palawija sekitar tiga bulan sehingga berakhir pada
September 1. Skema pola tanamnya dapat dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14. Skema Pola Tanam Palawija
Jun Jul Ags Sep
1 2 1 2 1 2 1 2

Palawija

Palawija yang digunakan adalah palawija jenis unggul dengan umur


tanaman sekitar tiga bulan. Koefisien yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 4.15.

Tabel 4.15. Koefisien Tanaman Palawija


Jun Jul Ags Sep
1 2 1 2 1 2 1 2
C2 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45
C1 0,5 0,75 1,0 1 0,82 0,45
C 0,25 0,625 0,875 1 0,91 0.635 0,225

Hasil perhitungan kebutuhan air tanaman palawija seperti pada tabel


4.16. Nilai- nilai yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam tabel
sehingga diperoleh besarnya kebutuhan air untuk tanaman palawija.

I 57
Tabel 4.16. Perhitungan Kebutuhan Air di Sawah untuk Tanaman Palawija
Re Etc NFR NFR
Eto P Palawija
Periode Plwj Plwj Plwj Plwj
mm/hr mm/hr mm/hr c1 c2 c mm/hr mm/hr l/dt/ha
1 2,98 0,02 0,50 0,25 0,75 0,73 0,08
Jun 2,0
2 2,98 0,07 0,75 0,50 0,63 1,88 1,81 0,21
1 3,32 0,03 1,00 0,75 0,88 2,92 2,89 0,33
Jul 2,0
2 3,32 0,00 1,00 1,00 1,00 3,32 3,32 0,38
1 5,68 0,00 0,82 1,00 0,91 5,17 5,17 0,60
Ags 2,0
2 5,68 0,00 0,45 0,82 0,64 3,64 3,64 0,42
1 9,26 0,02 0,23 2,13 2,11 0,24
Sep 2,0
2 9,26

Perhitungan untuk Juni 1 :


Diketahui :
Eto = 2,98 mm/hari Re = 0,02 mm/hari
c = 0,25
Kebutuhan konsumtif :
Etc = Eto . c
= 2,98 . 0,25
= 0,75 mm/hari.
Kebutuhan air netto (NFR) :
NFR = Etc Re
= 0,75 0,02
= 0,73 mm/hari
= 0,08 l/dt/ha.

D. Analisa Keseimbangan Air


Hasil perhitungan keseimbangan air dapat dilihat pada lampiran 12
dan untuk hasil perhitungan kebutuhan air irigasi di sawah setengah bulanan
pada D.I Pamukulu dapat dilihat pada tabel 4.17 dan gambar 4.1 berikut ini :

Tabel 4.17. Kebutuhan Air Irigasi di Sawah Setengah Bulanan


Bulan Kebutuhan Air Debit
(l/dt) (l/dt)
Jan 718,96 1252,0
564,92 1252,0
Feb 578,24 1052,0
473,12 1052,0

I 58
Mar 209,17 2012,0
39,27 2012,0
Apr 11,92 2920,0
0,00 2920,0
Mei 0,00 2255,0
0,00 2255,0
Jun 3,85 4774,0
10,11 4774,0
Jul 15,88 1131,0
18,29 1131,0
Ags 28,88 0,0
20,21 0,0
Sep 11,55 1450,0
0,00 1450,0
Okt 0,00 0,0
0,00 0,0
Nov 3186,04 3604,0
3132,43 3604,0
Des 861,08 508,0
542,70 508,0
Jumlah 10426,62 41916
(Sumber : Hasil Perhitungan).

Gambar 4.1. Grafik Keseimbangan Air

I 59
6000

5000

4000
Debit(l/dt)

3000

2000

1000

0
Apr
Apr

Ags
Ags

Okt
Okt
Mar
Mar

Mei
Mei

Nov
Jul
Jul

Nov
Jun
Jun

Des
Des
Feb
Feb

Sep
Sep
Jan
Jan

1/2 Bulanan
Debit(l/dt)
Kebutuhan Air(l/dt)

Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa air yang tersedia telah
mampu memenuhi kebutuhan air pada areal pertanian yang ada meskipun
pada bulan Desember 1 terdapat kekurangan air yang cukup besar. Tetapi
kekurangan air ini masih bisa ditanggulangi dengan kelebihan air pada bulan
sebelumnya sehingga hasil produksi pertanian dapat optimal sesuai dengan
yang diharapkan.

E. Sistem Pengaturan Pola Tanam Daerah Irigasi Pamukulu


1. Pola Tanam Saat Ini
Pola tanam yang dilaksanakan di Daerah Irigasi Pamukulu adalah
Padi-Padi-Palawija dengan intensitas tanam 146 % serta tata tanam
sebagai berikut :
I. November s/d Maret
II. Desember s/d April
Adapun perhitungan kebutuhan air irigasi sawah dan pola tanam D.I
Pamukulu dapat dilihat pada Tabel 4.13.1 dan 4.13.2.

I 60
2. Usulan Pola Tanam
Berdasarkan tabel 4.17 dan gambar 4.1, ketersediaan air untuk D.I
Pamukulu dengan memanfaatkan sumber air sungai Pamukulu secara
keseluruhan dapat terpenuhi, tetapi dalam operasional pemberian air
harus dilakukan secara optimal dengan cara bergiliran terutama pada
bulan- bulan dimana kebutuhan air irigasi melebihi potensi ketersediaan
air yang ada.
Melihat kondisi klimatologi, curah hujan dan ketersediaan air yang
ada, maka penulis mengusulkan pola tanam untuk D.I Pamukulu sebagai
berikut :
i. Pola tanam yang digunakan yaitu Padi-Padi-Palawija dengan
intensitas tanam 200 % dan jenis tanaman varietas unggul.

ii. Tata tanam yaitu :


1. Desember s/d April (Padi 100 %)
2. Januari s/d Mei (Padi 100 %)
Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi dan usulan pola tanamnya
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.1 dan 13.2.
Hasil produksi pertanian dapat pula kita lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.18. Hasil Produksi Pertanian Sebelum dan Setelah Analisa


Keseimbangan Air.
(dalam : ton/ha)

Jenis Sebelum Setelah


1. Padi
- Padi musim hujan (sistem irigasi) 3.8 6.0
- Padi musim kemarau (sistem irigasi) 3.0 6.0
- Padi musim hujan (sistem tadah hujan) 3.3 -
2. Palawija
- Kedelai 1.3 1.7
- Kacang tanah 1.0 1.8
- Kacang-kacangan 0.8 1.2
- Jagung 3.7 5.0
3. Tebu 50.0 -

(Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Selatan).

Jadi, dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa terjadi peningkatan
produksi pertanian yang cukup besar dalam wilayah studi setelah
mengadakan analisa keseimbangan air pada D.I. Pamukulu sehingga

I 61
dengan demikian dapat pula meningkatkan pendapatan para petani di
wilayah tersebut.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari keseluruhan hasil pembahasan penulisan ini maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil perhitungan, kebutuhan air irigasi sawah pada D.I
Pamukulu dengan menggunakan perhitungan curah hujan efektif adalah
sebesar 10.987,02 l/dt sedangkan debit yang tersedia yang didapatkan
dengan menggunakan metode F.J.Mock adalah sebesar 41.916 l/dt.
2. Pengaruh keseimbangan air terhadap hasil produksi pertanian setelah
diadakan analisa keseimbangan air pada D.I Pamukulu yaitu :
- Pengaruh terhadap hasil produksi pertanian khususnya padi dan jagung
berdasarkan sumber Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi
Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dimana padi dari 3,0 ton/ha
menjadi 6,0 ton/ha sedangkan jagung dari 3,7 ton/ha menjadi 5,0 ton/ha.
- Berdasarkan kondisi klimatologi, curah hujan serta ketersediaan air pada
sungai Pamukulu, maka pengaruhnya terhadap pola tanam yang
sebelumnya Padi- Padi- Palawija dengan intensitas tanam 146% serta
tata tanam ; penanaman pertama pada bulan Desember s/d Maret dan
kedua pada bulan Januari s/d April, maka diusulkan pola tanam Padi-
Padi- Palawija dengan intensitas tanam 200% dengan musim tanam
yaitu ; penanaman pertama pada bulan Januari s/d April (Padi 100%)
dan penanaman kedua pada bulan Februari s/d Mei (padi 100%).
Dengan asumsi pola tanam dan tata tanam yang diusulkan di atas serta
melihat ketersediaan air yang ada maka pemberian air harus dilakukan
secara optimal dengan cara bergilir terutama pada bulan Desember
dimana kebutuhan air irigasi melebihi potensi ketersediaan air yang ada.
Dengan demikian diharapkan ketersediaan air secara keseluruhan dapat
terpenuhi.

B. Saran- saran
1. Agar debit yang tersedia dapat mengairi keseluruhan areal pertanian
khususnya pada bulan Desember dimana kebutuhan air irigasi melebihi
ketersediaan air yang ada, maka disarankan agar dilakukan pemberian air
secara bergilir.
2. Karena tidak ada data debit sungai, data debit sungai yang digunakan dari
penulisan ini merupakan hasil pengalihragaman hujan menjadi aliran

I 62
dengan menggunakan metode F.J Mock, oleh karena itu sebaiknya stasiun-
stasiun yang terdapat pada sungai Pamukulu Kabupaten Takalar dapat
dipelihara dan diadakan pencatatan secara kontinyu atau berkelanjutan
yang berguna untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

A.Mutmainah, Zulhida. 2005. Analisis Keseimbangan Air pada Embung untuk


Kebutuhan Air Irigasi pada Daerah Irigasi Pokobulo Kiri Kab. Jeneponto.
Skripsi tidak diterbitkan. Makassar : Program Sarjana UNHAS.

Anonymous, Departemen Pekerjaan Umum, 2002. Draft Main Report for Detailed
Design of Irrigation. Makassar. PT. Indra Karya, PT. Arkonin Engineering
MP, PT. Buana Archicon, PT. DDC Consultants dan PT. Virama Karya.

Anonymous, Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan 01.


Cetakan Pertama Bagian Perencanaan Irigasi. CV. Galang Persada.
Bandung, CV. Putera Gombong dan diterbitkan oleh Badan penerbit PU
Jakarta.

Anonymous, Departemen Pekerjaan Umum, 2001. Laporan Interim Studi Rencana


Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Wilayah Sungai Maros- Jeneponto.
Makassar . PT. Virama Karya, PT. Indra Karya dan PT. DDC
Consultants.

C. B. Soemarto. 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.

Effendi Pasandaran, Donald C Tailor. 1984. Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan.


PT. Gramedia. Jakarta.

Nurhasana. 2002. Analisa Kebutuhan Air Jaringan Irigasi Sawah, Paku Kab. Polmas.
Skripsi tidak diterbitkan. Makassar : Program Sarjana Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Makassar.

O.F. Patty. 1994. Tenaga Air. PT. Erlangga. Jakarta.

Ray K. Linsey, Joseph B Fransini, Djoko Sasongko. 1994. Teknik Sumber Daya Air.
Erlangga. Jakarta.

Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Pustaka Utama Gramedia. Jakarta.

Sosrodarsono. Suyono, Dr. Ir, Tominaga. Masateru, Dr (editor). 1985. Perbaikan dan
Pengaturan Sungai. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

I 63
Sosrodarsono . Suyono. Dr. Ir, Takeda. Kensaku (editor). 1997). Hidrologi untuk
Pengairan. Dicetak oleh PT. Dainippon Gitakarya Printing. Jakarta dan
diterbitkan oleh PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

I 64
FLOW CHART KESEIMBANGAN AIR

Mulai
Mulai

Pengumpulan Data
1. Data Curah Hujan
2. Data Klimatologi
3. Data Debit
4. Skema Pola Tanam D.I Pamukulu

Ketersediaan Air Irigasi Kebutuhan Air Irigasi

1. Pengolahan Data Curah Hujan 1. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi di Sawah (NFR)
Data CH harian Sta(R1,R1Rn) Penggunaan Konsumtif (Etc)
CH bulanan (R1+R1++Rn Etc = kc. Eto
CH Rencana dengan metode Gumbel,Log Pearson Eto = Et* . c
Type III dan Haspers Et* = w(0,75.Rs-Rn-1) + (1-w) . F(u) . (ea-ed)
Uji Kesesuaian Distribusi Penyiapan Lahan
Debit Andalan IR = M.ek/ (ek-1)
n M = Eo + P
R80 = + 1
5 Eo = 1,1 . Eto
M.T
2. Perhitungan Debit Sungai (Metode F.J.Mock) k =

Rn,n,Z hari hujan,Eto,m,l,k,A Perkolasi (P)
Evapotranspirasi Aktual Penggantian Lapisan Air (WLR)
Eto/Ea =m/20(18-n) Curah Hujan Efektif
E =Etox(Eto/Ea) Re =(0,70. 115 . R80)
Ea =Eto-E Kebutuhan Air Irigasi untuk Padi (IR)
Keseimbangan Air NFR
S =Rn-Ea IR =
.8,64
,atau
Tampungan air oleh tanah NFR = LP + Etc + P Re + WLR
Kelembaban tanah Kebutuhan Air Irigasi untuk Palawija
Ws =S-Ea NFR =Etc-Re
Limpasan dan penyimpanan air tanah
Infiltrasi =Wsxi,
Vol.penyimpanan=0,5(1+k)l)+(k. V(n-1))
Vn =Vn-V(n-1)
Bn =I-Vn
Dro =Ws-I
Qn =Dro+Bn
Qn =qn.A,
Qand =n/5 +1

Ketersediaan Air Kebutuhan Air

Tidak
Memenuhi

Ya

Meningkatnya Hasil Produksi Pertanian

Selesai

I 65

Anda mungkin juga menyukai