Anda di halaman 1dari 4

Mengupas Keselamatan dan kesehatan kerja

(K3)
By
SafetyNet Staff
-
February 23, 2017

Pada masa globalisasi, perusahaan begitu memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai
tingkat ketrampilan spesifik juga mempunyai kemampuan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, serta berakhlak mulia yang bisa diraih lewat pendidikan.
Pendidikan berpartisipasi membina keselamatan serta kesehatan kerja tiap-tiap individu hingga
bisa membuat pribadi yang baik.

Instrumen yang memproteksi pekerja, lingkungan hidup, perusahaan, serta orang-orang sekitaran
dari bahaya karena kecelakaan kerja di sebut dengan Keselamatan serta kesehatan kerja (K3).
Perlindungan itu adalah hak asasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

K3 mempunyai tujuan menghindar, kurangi, bahkan juga menihilkan resiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penyakit karena kerja yang menggunakan banyak cost (biaya) perusahaan,
sehingga aplikasi rencana ini tidak bisa dipandang jadi usaha mencegah kecelakaan kerja, tetapi
mesti dipandang jadi bentuk investasi periode panjang yang berikan keuntungan yang berlimpah
pada saat mendatang.

Pada awal revolusi industri, K3 belum juga jadi sisi integral dalam perusahaan. Pada masa in
kecelakaan kerja cuma dipandang jadi kecelakaan atau kemungkinan kerja (personal risk),
bukanlah tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan rencana common law
defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (peran kelalaian), fellow servant rule
(ketetapan kepegawaian), serta risk assumption (anggapan kemungkinan) (Tono, Muhammad :
2002).

Lalu rencana ini berkembang jadi employers liability yakni K3 jadi tanggung jawab
entrepreneur, buruh/pekerja, serta orang-orang umum yang ada diluar lingkungan kerja. Dalam
konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sesungguhnya telah ada mulai sejak pemerintahan
kolonial Belanda. Umpamanya, pada 1908 parlemen Belanda menekan Pemerintah Belanda
memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang diikuti dengan penerbitan Veiligheids Reglement,
Staatsblad No. 406 Th. 1910. Setelah itu, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan sebagian
product hukum yang memberi perlindungan untuk keselamatan Kerja serta kesehatan kerja yang
ditata dengan terpisah berdasar pada semasing bidang ekonomi.

Sebagian salah satunya yang menyangkut bidang perhubungan yang mengatur jalan raya
perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate
van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Ketentuan umum
mengenai pendirian serta perusahaan Kereta Api serta Trem untuk jalan raya umum Indonesia)
serta Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan
Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Ketentuan Keamanan Kerja di Pabrik
serta Tempat Kerja), dsb.

Kepedulian Tinggi Pada awal jaman kemerdekaan, segi K3 belum juga jadi gosip strategis serta
jadi sisi dari problem kemanusiaan serta keadilan. Hal semacam ini bisa dipahami karna
Pemerintahan Indonesia tetap dalam masa transisi pengaturan kehidupan politik serta keamanan
nasional.

Disamping itu, gerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah serta swasta
nasional K3 baru jadi perhatian paling utama pada th. 70-an searah dengan makin ramainya
investasi modal serta pengadopsian tehnologi industri nasional (manufaktur). Perubahan itu
mendorong pemerintah lakukan regulasi dalam bagian ketenagakerjaan, termasuk juga
penyusunan problem K3.

Hal semacam ini tertuang dalam UU No. 1 Th. 1070 mengenai Keselamatan Kerja, sedang
ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan terlebih dulu seperti UU Nomor 12 Th. 1948
mengenai Kerja, UU No. 14 Th. 1969 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Tentang Tenaga
Kerja tidak menyebutkan dengan eksplisit rencana K3 yang digolongkan jadi etika kerja. Tiap-
tiap tempat kerja atau perusahaan mesti melakukan program K3.

Tempat kerja disebut berdimensi begitu luas meliputi semua tempat kerja, baik di darat, didalam
tanah, di permukaan tanah, di air, di udara ataupun di ruangan angkasa.

Penyusunan hukum K3 dalam konteks diatas yaitu sesuai sama bidang/sektor bisnis.
Umpamanya, UU No. 13 Th. 1992 mengenai Perkerataapian, UU No. 14 Th. 1992 mengenai
Lantas Lintas serta Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Th. 1992 mengenai Penerbangan
bersama beberapa ketentuan proses yang lain.
Terkecuali sekor perhubungan diatas, regulasi yang terkait dengan K3 juga didapati dalam
beberapa bidang beda seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik),
perikanan, dan sebagainya. Di masa globalisasi sekarang ini, pembangunan nasional begitu erat
dengan perubahan bebrapa gosip global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan
hidup, kemiskinan, serta buruh. Persaingan perebutan global bukan sekedar hanya kwalitas
barang namun juga meliputi kwalitas service serta layanan.

Banyak perusahaan multinasional cuma ingin berinvestasi di satu negara bila negara berkaitan
mempunyai kepedulian yang tinggi pada lingkungan hidup. Juga kepekaan pada golongan
pekerja serta orang-orang miskin. Karenanya bukanlah tidak mungkin bila ada perusahaan yang
perduli pada K3, meletakkan ini pada posisi pertama jadi prasyarat investasi.

Jadi satu diantara tubuh PBB yang konsentrasi pada problem pekerja di semua dunia adalah ILO
(International Labour Organization), mengatakan 6 kenyataan sekitar Keselamatan &
Kesehatan Kerja (K3) yang perlu di perhatikan yakni :

1. Setiap tahunnya sekitaran 24 juta orang wafat karna kecelakaan serta penyakit di
lingkungan kerja termasuk juga didalamnya 360. 000 kecelakaan fatal serta diprediksikan
1, 95 juta dikarenakan oleh penyakit fatal yang muncul di lingkungan kerja.
2. Hal itu bermakna kalau pada akhir th. nyaris 1 juta pekerja alami kecelakaan kerja serta
sekitaran 5. 500 pekerja wafat karena kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja c. 25
Trilyun dari Global Gross Domestic Product (GDP) atau dalam pojok pandang ekonomi,
4% atau sejumlah USD 1, dialokasikan utuk cost dari kehilangan saat kerja karena
kecelakaan serta penyakit di lingkunga kerja, kompensasi untuk beberapa pekerja,
terhentinya produksi, serta bebrapa cost penyembuhan pekerja.
3. Potensi bahaya kecelakaan kerja diprediksikan mengakibatkan 651. 000 angka kematian,
terlebih di Negara-Negara berkembang. Bahkan juga angka itu mungkin saja bisa
semakin besar sekali lagi bila system pelaporan serta notifikasinya tambah baik.
Data dari beberapa Negara-Negara Industri tunjukkan kalau beberapa pekerja konstruksi
mempunyai potensi wafat karena kecelakaan kerja 3 hingga 4 kali semakin besar.
4. Penyakit paru-paru yang terjangkit pada beberapa pekerja di perusahaan minyak & gas,
pertambangan, serta perusahaan perusahaan semacam, jadi karena paparan asbestos, batu
bara serta silica, masih tetap jadi perhatian di negara negara maju serta berkembang.
Bahkan juga kematian karena kecelakaan kerja dari paparan Asbestos saja telah
menjangkau angka 100. 000 serta senantiasa jadi bertambah tiap-tiap tahunnya. (www.
lorco. co. cc)
5. Angka Keselamatan serta Kesehatan Kerja (K3) perusahaan di Indonesia pada umumnya
nyatanya masih tetap rendah. Berdasar pada ILO, Indonesia menempati posisi ke-26 dari
27 negara. Diprediksikan cuma 2% saja dari 15. 000 lebih perusahaan besar di Indonesia
yang telah mengaplikasikan System Manajemen K3.

Bila kita sadari kalau volume kecelakaan kerja juga jadi peran untuk lihat kesiapan daya saing.
Bila volume masih tetap selalu tinggi, Indonesia bias kesusahan dalam hadapi pasar global.
Terang ini juga akan merugikan semuanya pihak, terlebih perekonomia kita juga. Hingga hal
semacam ini juga akan jadi pukulan berat pada pemerintah, entrepreneur, tenaga kerja serta
orang-orang (Rudi Suardi, 2005 : 3).
Sejumlah 26. 000 perusahaan yang berada di ibukota Jakarta, nyatanya 20%nya atau sekitaran 5.
200 perusahaan termasuk juga kelompok perusahaan yang berisiko tinggi pada kecelakaan kerja
karena perusahaan-perusahaan ini kurang memberdayakan keselamatan serta kesehatan kerja
dengan alas an untuk pengehematan, kelihatannya kurang diperhatikannya infrastruktur
perusahaan serta aspek keselamatan ketika berlangsung kecelakaan.

Perusahaan-perusahaan cuma baru mulai mengerti perlunya keselamatan serta kesehatan kerja
jika di sekitar lingkungan perusahaan berlangsung kecelakaan, walau sebenarnya jika
keselamatan serta kesehatan kerja diaplikasikan mulai sejak awal bisa menghindar berlangsung
kecelakaan yang jadi juga akan merugikan perusahaan. Kepala Dinas Tenaga Kerja serta
Transmigrasi DKI mengaku kalau banyak perusahaan-perusahaan yang kurang sadar keterikatan
keselamatan serta kesehatan kerja dengan keberlangsungan usahanya (Kompas, 25 Maret 2010).

Anda mungkin juga menyukai