Anda di halaman 1dari 4

Pemanfaatan Energi Pasang Surut

Dalam kebijakan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi di Indonesia yang
disusun Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebutkan, secara umum
potensi energi samudera memiliki syarat untuk dikembangkan, tetapi masih memerlukan
penelitian secara mendalam. Bila energi gelombang laut lebih mudah diidentifikasi sebagai
penghasil energi listrik maka jenis energi samudera yang kedua yaitu energi pasang surut
memerlukan telaah dan pengamatan yang lebih mendalam.

Energi pasang surut adalah energi gerak laut yang diakibatkan oleh fenomena pasang surut air
laut. Fenomena pasang surut air laut merupakan perbedaan ketinggian permukaan air laut pada
sebuah tempat yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi bulan dan matahari serta
gerakan revolusi bumi. Pengaruh gaya gravitasi bulan lebih besar dari gaya gravitasi matahari.
Hal ini terjadi karena walaupun bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke
bumi.

Air laut yang merupakan 70% penyusun permukaan bumi menggelembung pada sumbu yang
menghadap ke bulan. Kombinasi rotasi bumi dan revolusi bulan mengakibatkan
penggelembungan ini berlangsung secara periodik (lihat gambar 1). Akibatnya daerah-daerah
pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam.

Energi pasang surut yang dapat dimanfaatkan membangkitkan energi listrik adalah energi
pasang surut yang memiliki arus pasang surut yang relatif cepat dengan perpindahan massa
yang besar. Energi pasang surut dengan tipologi demikian dipengaruhi oleh topografi teluk
atau selat yang sempit. Perpindahan massa yang besar bisa diamati dengan melihat perbedaan
ketinggian permukaan air laut pada saat pasang dan pada saat surut.

Di Indonesia, umumnya perbedaan itu berkisar antara 1 m sampai 3 m. Meskipun demikian


terdapat daerah-daerah tertentu yang memiliki perbedaan kisaran pasang surut yang melebihi
rata-rata seperti muara Sungai Digul dan Sungai Muli di Papua Selatan yang perbedaannya
mencapai sekitar 7 - 8 m. Perbedaan pasang surut yang tertinggi di dunia ditemukan di Teluk
Fundy, Kanada. Perbedaan pasang surutnya bisa mencapai 20 m.

Kecepatan arus pasang-surut di pantai-pantai Indonesia umumnya kurang dari 1,5 m/detik.
Kecuali di selat-selat diantara pulau-pulau Nusa Tenggara, kecepatannya bisa mencapai 2,5 -
3 m/detik. Arus pasang-surut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat antara Pulau
Taliabu dan Pulau Mangole di Kepulauan Sula, Propinsi Maluku Utara. Arus pasang-surutnya
dapat mencapai 5 m/detik. Berbeda dengan arus gelombang laut yang disebabkan oleh angin
yang hanya terjadi pada air di lapisan permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai lapisan yang
lebih dalam. Karakter ini memungkinkan pemanfaatan optimal dalam proses pembangkitan
energi listrik.

Berdasarkan karakter energi pasang surut maka teknologi pembangkit energi listrik yang
memanfaatkan energi pasang surut laut dapat dikelompokkan kedalam 2 kelompok besar yaitu
teknologi yang memanfaatkan arus pasang surut dan teknologi yang memanfaatkan
perpindahan massa. Teknologi yang memanfaatkan arus pasang surut lebih sederhana dari
teknologi yang memanfaatkan perpindahan massa karena teknologi jenis kedua ini selain harus
dibangun di tempat yang memiliki perbedaan ketinggian pasang surut yang besar juga
memerlukan dam atau waduk penampungan air yang relatif besar.

Teknologi pembangkitan listrik yang memanfaatkan arus pasang surut mirip dengan teknologi
pembangkitan listrik yang memanfaatkan angin. Turbin dipasang di bawah laut pada
kedalaman tertentu. Baling-baling turbin yang memiliki diameter tertentu memutar rotor
generator yang terhubung pada sebuah kotak gir (gear box). Kedua baling-baling tersebut
dipasangkan pada sebuah sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang
diborkan ke dasar laut. (lihat gambar 2). Mengingat arus pasang surut berubah arah secara
periodik, maka turbin harus sensitif terhadap perubahan arus tersebut. Salah satu jenis turbin
dengan teknologi ini adalah Marine Current Turbines (MCT) yang banyak dikembangkan di
Inggris. Turbin ini memiliki diameter baling-baling sekitar 15 - 20 m. Satu unit pembangkit
dapat menghasilkan listrik sekitar 750 - 1500 kW. Putaran baling-baling turbin diatur sekitar
10 - 20 rpm atau sekitar 10 % dari putaran baling-baling kapal sehingga tidak mengganggu
aktivitas hewan laut di sekitar turbin. Agar tenaga listrik yang dihasilkan secara agregat besar,
maka pada satu areal tertentu dapat ditanam banyak turbin yang membentuk ladang energi.
Pada beberapa daerah, dapat pula pembangkit jenis ini dikombinasikan dengan pembangkit
angin di atas permukaan laut. Listrik yang dihasilkan dialirkan ke daratan menggunakan
jaringan transmisi bawah laut.

Selain jenis MCT, turbin lepas pantai lain yang dikembangkan adalah jenis swan
turbines.Turbin jenis ini memiliki baling-baling yang langsung terhubung dengan generator
listrik tanpa melalui kotak gir. Hal ini membuat turbin jenis ini lebih efisien dan dapat
meminimalkan kemungkinan kesalahan teknis pada alat. Selain itu, turbin jenis ini tidak
memerlukan pemasangan turbin dengan pengeboran ke dasar laut. Turbin ini menggunakan
pemberat sejenis balok beton yang menahan turbin tetap di dasar laut memanfaatkan gaya
gravitasi.

Untuk meningkatkan energi listrik yang dihasilkan, penelitian berbagai jenis turbin pasang
surut terus dilakukan. Berbagai turbin jenis lain yang masih dalam bentuk prototipe di
antaranya oscillating tidal turbine yang memanfaatkan osilasi akibat arus pasang surut dan polo
tidal turbine yang memanfaatkan gerakan sudu putar vertikal akibat arus pasang surut. Turbin
jenis ossilating tidal turbine dapat menghasilkan energi sekitar 3 - 5 MW, sedangkan jenis polo
tidal turbine dapat menghasilkan energi maksimum sampai 12 MW.

Berbeda dengan turbin pasang surut lepas pantai, teknologi yang memanfaatkan perpindahan
massa memerlukan tempat khusus. Di seluruh dunia, diduga hanya ada 20 lokasi yang
memungkinkan dibangun pembangkit listrik tenaga pasang surut dengan dam penampung air.
Lokasi-lokasi tersebut terdapat di Rusia, Kanada, Inggris, Prancis, India, China dan Australia.
Salah satu lokasi yang telah dibangun pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah La Rance
Tidal Power Barrage di muara Sungai Rance, Prancis. Pembangkit ini mulai dibangun pada
tahun 1960 dan selesai pada tahun 1967. Kapasitas pembangkitnya adalah 240 MW yang
berasal dari 24 unit turbin berkapasitas 10 MW. Pembangkit pasang surut terbesar di dunia ini
memiliki panjang dam 330 m dengan luas genangan 22 km2, memanfaatkan perbedaan
ketinggian pasang surut sekitar 8 m.

Prinsip kerja pembangkit ini sederhana, pada saat pasang naik, sejumlah massa air mengalir ke
muara sungai melalui dam yang pintu masuknya dilengkapi turbin generator. Aliran tersebut
memutar turbin generator yang menghasilkan listrik. Demikian pula sebaliknya, pada saat air
laut surut, massa air yang terkumpul di area genangan dam dialirkan ke laut melalui pintu yang
dilengkapi turbin dan generator tadi. Aliran balik ini akan kembali memutar turbin yang
menghasilkan listrik.

Secara umum energi listrik dalam kwh yang dihasilkan tiap satu siklus pasang surut berbanding
lurus dengan konstanta sebesar 1397 dikalikan faktor kapasitas pembangkit dikali kuadrat
ketinggian perbedaan pasang surut dikali luas area genangan. Faktor kapasitas pembangkit di
La Rance adalah 33 %, maka energi yang dihasilkan dalam 1 tahun sekitar 517 GWh. Sebuah
jumlah energi yang besar.

Di Indonesia, pembangkit listrik tenaga pasang surut dengan dam dimungkinkan dibangun di
muara Sungai Digul, tetapi pembangunan itu susah untuk mencapai nilai ekonomis, mengingat
pusat beban listrik terbesar di Indonesia adalah di Pulau Jawa. Beban listrik di daerah Papua
Selatan masih tergolong rendah dengan kondisi menyebar yang menambah beban investasi
infrastruktur kelistrikan. Pembangkit listrik yang memanfaatkan arus pasang surut di lepas
pantai lebih berpotensi dikembangkan di perairan sekitar Pulau Jawa. Yang perlu diteliti lebih
lanjut adalah lokasi yang mendukung serta jenis turbin yang tepat mengingat aliran arus yang
tidak terlalu cepat.

Energi pasang surut air laut adalah energi terbarukan yang tidak menghasilkan pencemar
karbon. Kelebihannya dibandingkan energi gelombang laut adalah energi pasang surut bisa
diprediksi. Selain itu biaya produksi listrik rendah, meskipun biaya pembangunan terutama
yang menggunakan dam relatif lebih tinggi. Kelemahan lain dari energi ini adalah jam kerja
hariannya yang hanya berkisar 10 jam per hari yaitu pada saat terjadi pasang surut. Kondisi ini
menyebabkan pengoperasian pembangkit jenis ini lebih diprioritaskan pada saat beban
puncak.***

Sudarmono Sasmono, mahasiswa magister Teknik Elektro Option Teknik Tenaga Listrik, STEI
ITB.

Anda mungkin juga menyukai