Anda di halaman 1dari 5

Analisis Glikosida Kardioaktif Digoksin Menggunakan Ultra Performance Liquid Chrmatography (UPLC)

Meirina,T.N., Dewi, A.P., Atmaja, H.E., Kusumah Dewi,V.Y., & Ruslami, R

ANALISIS GLIKOSIDA KARDIOAKTIF DIGOKSIN MENGGUNAKAN ULTRA


PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (UPLC)

Triana Nurul Meirina, Atu Purnama Dewi, Harold Eka Atmaja, Vycke Yunivita Kusumah Dewi,
Rovina Ruslami*
Laboratorium Farmakokinetik, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran
Jl. Eijkman No. 38 Bandung 40161, Jawa Barat-Indonesia
*
Alamat korespondensi: pharmacokinetic.lab@fk.unpad.ac.id

Abstrak: Digoksin merupakan glikosida kardioaktif, salah satu senyawa yang penting dalam terapi yang saat ini
tersedia sebagai obat untuk pengobatan penyakit jantung. Penggunaan obat ini meningkat sejalan dengan
bertambahnya penderita penyakit jantung. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dan monitoring
penggunaan obat ini pada penderita penyakit jantung dalam proses terapi kesembuhan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui metode analisis digoksin dengan menggunakan alat Ultra Performance Liquid
Chromatography (UPLC). Digoksin yang digunakan adalah Fargoksin (Injection 0,25 mg/mL,
ampoule/berbentuk cairan). Pengenceran digoksin dilakukan dengan penambahan pelarut metanol. Kolom yang
digunakan adalah kolom BEH C18. Optimasi metode analisis yang dilakukan meliputi perbandingan pelarut
yang digunakan, suhu kolom, dan laju alir. Setelah melakukan optimasi, diperoleh kondisi fasa gerak yang
optimum adalah larutan air-asetonitril (72:28%), laju alir 0,3 mL/menit, waktu selama 6 menit, suhu kolom
off, dan detektor yang digunakan adalah spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 218 nm. Pengulangan
analisis dengan menggunakan hasil yang diperoleh secara optimum dilakukan sebanyak sepuluh kali.
Berdasarkan data tersebut, proses analisis dengan menggunakan UPLC dapat berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan menggunakan HPLC.

Kata kunci: UPLC, Digoksin, Bioanalisis

Abstract: Cardioactive glycoside Digoxin is one of the important compounds in therapy that is currently
available as a drug for the treatment of heart disease. The use of these drugs increases as the growth of heart
disease patient, so it is necessary to research and to monitor these drugs in patients with heart disease in the
process of healing therapy. The purpose of this study was to examine the method of digoxin analysis by using
Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC). Digoxin used was Fargoksin (Injection 0.25 mg/mL,
ampoule/liquid forms). Methanol was used to prepare digoxin solutions. A BEH C18 column was used.
Optimization was conducted by selecting experimental conditions to include composition of eluent used, column
temperature, and flow rate of mobile phase. It was found that the optimal conditions were: mobile phase,
water:acetonitrile (72:28, v/v); flow rate, 0.3 mL/min; elution time, 6 minutes; column temperature, ambient
(room temperature); and detection of eluates, UV detector at 218 nm. The analysis of a digoxin sample has
been done using the optimal experimental conditions. In order to get the best analytical data, a ten replicates
experiment has been done. Based on data collected, it was found that using UPLC, analysis time was shorter
than analysis time in analysis using HPLC.

Keywords: UPLC, Digoxin, Bioanalyze

PENDAHULUAN rangka, tubulus ginjal dan pusat saraf lainnya. Dengan


Digoksin (Gambar 1) adalah glikosida demikian penentuan konsentrasi digoksin dalam
kardioaktif yang merupakan obat jantung sekunder darah, otot jantung dan ginjal adalah suatu hal yang
yang diisolasi dari daun Digitalis lanata dan Digitalis penting dalam konfirmasi racun mematikan yang
purpurea melalui konversi enzimatik dari masing- disebabkan senyawa ini (Adamowicz et al., 2002).
masing obat glikosida jantung primer, lanatosida A Hingga saat ini mekanisme aksi dari digitalis
dan C. Digoksin merupakan obat yang paling sering (digoksin) dalam hati manusia telah dipelajari secara
digunakan dalam pengobatan kongestif pada ekstensif, termasuk dasar klinis dan molekuler dari
kegagalan jantung. Digitalis lanata terapeutik dan efek racunnya (Lelievre & Lechat,
(Scrophulariaceae) merupakan tanaman obat yang 2007).
signifikan sebagai sumber senyawa lanatosida C dan Digoksin, sebuah cardenolide digitalis, masih
digoksin, telah diketahui bahwa lanatosida C diubah menjadi obat pilihan untuk pengobatan gagal jantung
menjadi digoksin melalui deglukosilasi oleh enzim kongestif, yaitu bertindak sebagai inhibitor selektif
digilanidase pada daun dan yang kemudian dari Na+, K+ ATPase enzim.
mengalami deasetilasi (Ikeda et al., 1992). Digoksin Senyawa-senyawa cardenolide digitalis (Gambar
berbentuk kristal glikosida, obat ini mempengaruhi 2) dibagi menjadi enam jenis, berdasarkan jenisnya
tidak hanya otot-otot jantung, tetapi juga otot lurik dan terdapat tipe A sampai F. Glikosida dari tipe A, seperti

96
97 Chimica et Natura Acta Vol. 2 No.1, April 2014: 96-100

lanatosida A, adalah yang paling melimpah, Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan digoksin
sedangkan senyawa tipe C, seperti lanatosida C dan tidak boleh melebihi 0,25 mg/hari dan akan lebih
digoksin, adalah yang sering digunakan secara klinis rendah pada wanita dan orang tua (Terrence &
sebagai obat. MacDonald, 2003).
Parameter yang digunakan merujuk pada
beberapa sumber. Konsentrasi fasa gerak antara
asetonitril-air yang digunakan adalah sebesar 28:72
(%) (Jedlicka et al., 2003), sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Kelly et al. (1995) fasa gerak yang
digunakan adalah asetonitril-air 23:77 (%). Kondisi
yang digunakan adalah kondisi isokratik dengan laju
alir 1,1 mL/menit (Jedlicka et al., 2003; Todorovic et
Gambar 1. Struktur kimia dari digoksin al., 2009). Panjang gelombang yang digunakan
berasal dari berbagai sumber sebagai perbandingan,
panjang gelombang yang digunakan dari detektor
HPLC-UV sebesar 218 nm (Jedlicka et al., 2003),
pada penelitian Todorovic et al (2009) digoksin
terdeteksi pada panjang gelombang 220 nm. Waktu
analisis yang digunakan juga bervariasi dengan
menggunakan HPLC dengan detektor UV yaitu
terdapat waktu analisis selama 6 menit (Milenkovic et
al., 2010), 8 menit (Jedlicka et al., 2003), 12 menit
(Todorovic et al., 2009; Adamowicz et al., 2002), 13
menit (Sauvage & Marquet, 2007) dan 14 menit
Gambar 2. Struktur kimia Cardenolides
(Kelly et al., 1995)
Inti dari senyawa steroid glikosida tipe C
berbeda dari glikosida A hanya pada posisi C-12 BAHAN DAN METODE
yaitu terdapat gugus hidroksil (OH) pada glikosida Peralatan
tipe C (Tabel 1). Lanatoside C dan digoksin UPLC yang digunakan merupakan UPLC H-
turunannya secara industri diperoleh dari daun Class dengan detektor TUV produk Waters. Perangkat
Digitalis lanata dan lanatosida A merupakan hasil lunak yang digunakan adalah Empower dari Waters.
produk samping (Padua et al., 2005). Kolom yang digunakan adalah kolom Acquity UPLC
BEH C18 100 x 2,1 mm (Waters). Peralatan gelas dan
Tabel 1. Senyawa Cardenolides beberapa pipet mikro.
Cardenolides Tipe R2 R1
Lanatosida A A Glc-1-4--Ac- H Bahan kimia
Dox-1-4-Dox-1-4- Digoksin yang digunakan merupakan obat
Dox-1 komersial Fargoxin Injection 0,25 mg/mL, berbentuk
Digitosin A Dox-1-4-Dox-1-4- H ampoule (cairan). Asetonitril (ACN) dengan HPLC
Dox-1 Gradient Grade dan Metanol dengan HPLC Gradient
Lanatosida C C Glc-1-4--Ac- OH Grade yang diperoleh dari Merck. Air yang digunakan
Dox-1-4-Dox-1-4- adalah air Milli-Q yang dihasilkan dari alat pengolah
Dox-1 air Sartorius Stedim.
Digoksin C Dox-1-4-Dox-1-4- OH
Dox-1 Metode Penelitian
Pengenceran digoksin
Glc, glukosa; Dox, digitoxose; -AcDox, -acetyldigitoxose
Digoksin (Fargoksin, Injection 0,25 mg/mL,
ampoule) diencerkan dari konsentrasi 250 ppm
Digoksin memiliki rumus empiris C41H64O14
menjadi konsentrasi 10 ppm, menggunakan metanol
dengan massa molekul 780,938 g/mol. Beberapa
40% hingga volumenya 5 mL, sehingga diperoleh
penelitian telah dilakukan untuk analisis digoksin
larutan stok dengan konsentrasi 10 ppm.
menggunakan alat HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) dengan menggunakan detektor UV
Analisis UPLC
(Jedlicka et al., 2003; Todorovic et al., 2009).
Digoksin dengan konsentrasi 10 ppm
Digoksin digunakan sebagai obat untuk
diinjeksikan ke dalam UPLC dengan parameter yang
manajemen kegagalan jantung. Fungsi utamanya
telah diatur, yaitu perbandingan fasa gerak, laju alir,
adalah untuk menjaga stabilitas klinis dan kapasitas
suhu kolom, dan panjang gelombang.
latihan pada pasien dengan gagal jantung simtomatik.
Untuk pasien dengan sinus, biasanya digoksin
digunakan sebagai second-line drug setelah diuretik.
Analisis Glikosida Kardioaktif Digoksin Menggunakan Ultra Performance Liquid Chrmatography (UPLC)
Meirina,T.N., Dewi, A.P., Atmaja, H.E., Kusumah Dewi,V.Y., & Ruslami, R 98

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari kedua percobaan tersebut, pada percobaan


Pada penelitian ini telah dilakukan percobaan ke-2 dengan laju alir 0,5 mL/menit diperoleh baseline
dengan melakukan sembilan variasi parameter yang lebih baik. Berdasarkan data ini, diambil
pengukuran seperti yang tercantum pada Tabel 2. kesimpulan kondisi optimum untuk laju alir adalah 0,5
mL/menit.
Tabel 2. Variasi parameter dalam metode analisis digoksin Kemudian selanjutnya dilakukan optimasi untuk
Parameter perbandingan fasa gerak. Pada percobaan ke-3
Percobaan Suhu Laju alir (Gambar 4), fasa gerak diubah konsentrasinya dengan
ACN Air perbandingan asetonitril-air sebesar 30:70%. Dengan
ke- Kolom (mL/
(%) (%)
(C) menit) menggunakan perbandingan asetonitril-air (30:70%),
1 28 72 35 0,3 baseline terlihat kurang bagus sehingga perbandingan
2 28 72 35 0,5 untuk fasa gerak yang digunakan diubah kembali
3 30 70 35 0,5 menjadi asetonitril-air (28:72%).
4 28 72 32 0,5
5 28 72 38 0,5 0,0042

6 28 72 30 0,5 0,0040

0,0038
7 25 75 30 0,5 0,0036

8 25 75 off 0,5 0,0034


0,0032

9 28 72 off 0,5 0,0030

0,0028

0,0026
Asetonitril
Pada percobaan ke-1 dan ke-2 dilakukan 0,0024

0,0022

perbedaan laju alir, yaitu sebesar 0,3 dan 0,5 0,0020

0,0018

mL/menit secara berurutan (Gambar 3). 0,0016


0,0014

0,0012

0,0010

0,040 0,0008

0,038 0,0006

0,036 0,0004
Percobaan 2
0,034 0,0002
Laju alir 0,5 mL/min
0,032 -0,0000
t = 3,080
-0,0002
0,030
Percobaan 1 -0,0004
0,028
Laju alir 0,3 mL/min -0,0006
0,026
t = 4.428
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00
0,024
0,022

0,020
Au
0,018 Gambar 5. Kromatogram pelarut asetonitril
0,016

0,014

0,012

0,010
Dari kromatogram asetonitril, terdapat puncak
0,008 pada menit 0,333 dan 0,463 (Gambar 5). Hal ini
0,006

0,004
dikarenakan berasal dari pelarut asetonitril yang
AU 0,002

0,000
Menit digunakan memberikan serapan di awal waktu. Dapat
diketahui dari hasil injeksi saat equilibrate, saat belum
0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60 3,80 4,00 4,20 4,40 4,60 4,80

Menit ada sampel yang diinjeksikan.


Gambar 3. Kromatogram percobaan ke-1 dan 2 pada
Pada percobaan ke-4 dan 5 dengan kondisi fasa
kondisi fasa gerak air-asetonitril (28:72%), suhu kolom
35C dan laju alir yang berbeda.
gerak dan laju alir yang sama dengan percobaan ke-2,
dilakukan perubahan suhu kolom untuk mendapatkan
suhu optimal. Suhu diubah menjadi 32C untuk
0,022

percobaan ke-4 (Gambar 6) dan 38C untuk


0,020
Percobaan 3 percobaan ke-5 (Gambar 7). Baseline yang terbentuk
Asetonitril Air (30:70)
0,018
t = 1,795 Percobaan 2 pada percobaan ke-4 kurang bagus sehingga dilakukan
Asetonitril Air (28:72)
0,016
t = 3,080 optimasi pada rentang suhu yang lain.
0,014
Berikut ini perbandingan antara percobaan ke-2,
AU 0,012 ke-4, dan ke-5 (Gambar 7), dengan kondisi fasa gerak
0,010 air-asetonitril (28:72%), laju alir 0,5 mL/menit dan
0,008 perbedaan suhu kolom menggunakan pengaturan suhu
0,006
kolom 32, 35 dan 38C secara berurutan.
0,004
Dari data percobaan ke-4 dan ke-5, suhu kolom
0,002
membuat puncak terlalu maju sehingga dikhawatirkan
puncak yang merupakan serapan dari digoksin dapat
0,000

terpengaruh dengan puncak gangguan yang berasal


-0,002-0,002

0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60 dari fasa gerak dan matriks pelarut.
Menit

Gambar 4. Kromatogram percobaan ke-2 dan 3 pada


kondisi suhu kolom 35C, laju alir 0,5 mL/menit, dan fasa
gerak yang berbeda.
99 Chimica et Natura Acta Vol. 2 No.1, April 2014: 96-100

0,052
0,038
0,050
0,036
0,048
0,034 0,046
Percobaan 4 0,044
0,032
T kolom 32C Percobaan 2
0,042
0,030
t = 2,478 menit T kolom 35C 0,040
0,028 t = 3.080 menit 0,038
0,026 0,036
Percobaan 8
0,024 0,034 Tanpa pengaturan
0,022
0,032 suhu kolom
0,030 t = 4,603
0,020 0,028 Percobaan 7
AU
0,018 0,026 T kolom 30C
0,016
0,024 t = 4,638
0,022
0,014 0,020
AU 0,018
0,012
0,016
0,010
0,014
0,008 0,012
0,010
0,006
0,008
0,004
0,006
0,002
0,004
0,000 0,002
-0,002 0,000

-0,004 -0,002

0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60
4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 4,70 4,80 4,90 5,00 5,10 5,20 5,30 5,40 5,50
Menit
Menit
Gambar 6. Kromatogram percobaan ke-2 dan 4 pada
kondisi fasa gerak air-asetonitril (28:72%), laju alir 0,5 Gambar 8. Kromatogram percobaan ke-7 dan 8 pada
mL/menit, dan suhu kolom yang berbeda. kondisi fasa gerak air-asetonitril (25:75%), laju alir 0,5
mL/menit, dan suhu kolom yang berbeda.
0,040

0,038

0,036 Percobaan 5
0,034 T kolom 38C 0,080
0,032 t = 2,469 menit
0,075
0,030

0,028 0,070

0,026
Percobaan 4 0,065
0,024
T kolom 32C 0,060
0,022
t = 2,478 menit
0,020 0,055
Percobaan 2
0,018
T kolom 35C 0,050
0,016 t = 3,080 AU 0,045
0,014
AU
0,012 0,040

0,010 0,035
0,008
0,030
0,006
0,025
0,004

0,002 0,020

0,000
0,015
-0,002
0,010
-0,004
0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20 3,40 3,60 0,005
Menit
0,000

Gambar 7. Kromatogram percobaan ke-2, 4, dan 5 pada 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00

Menit
kondisi fasa gerak air-asetonitril (28:72%), laju alir 0,5
mL/menit, dan suhu kolom yang berbeda. Gambar 9. Kromatogram percobaan ke-6 dan 9 pada
kondisi fasa gerak air-asetonitril (28:72%), laju alir 0,5
Kemudian selanjutnya dilihat kromatogram dari mL/menit, dan suhu kolom yang berbeda
hasil perbandingan fasa gerak pada konsentrasi
asetonitril-air sebesar 25:75% dengan 0,100

0,095
membandingkan perubahan yang menggunakan suhu 0,090

30C dan yang tanpa mengunakan pengaturan suhu 0,085

0,080

pada kolom pada percobaan berikutnya (Gambar 8). 0,075

0,070
Pada percobaan ke-7 dan ke-8, menggunakan 0,065 Perc

perbedaan pengaturan suhu kolom, yaitu: 30C untuk 0,060

0,055 baan
percobaan ke-7 dan tanpa pengaturan suhu kolom AU
0,050
Percoba
untuk percobaan ke 8, sedangkan perbandingan 0,045

0,040

asetonitril-air sebesar 25:75% dan laju alir sebesar 0,5 0,035 n6


0,030
mL/menit tetap sama. 0,025

Dari data tersebut, untuk baseline lebih rata pada 0,020

0,015
injeksi tanpa pengaturan suhu, tetapi pengaruh 0,010

konsentrasi fasa gerak, asetonitril-air 25:75%, 0,005

0,000

intensitas puncak menurun sehingga dilakukan -0,005

0,00 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00 5,50 6,00
percobaan lagi dengan menggunakan perbandingan 0,50
Menit

reagen asetonitril-air 28:72% tanpa pengaturan suhu Gambar 10. Kromatogram pada kondisi fasa gerak air-
kolom sesuai dengan kromatogram pada Gambar 9. asetonitril (28:72%), laju alir 0,5 mL/menit, dan tanpa
pengaturan suhu kolom yang tumpang tindih setelah 10
kali injeksi.
Analisis Glikosida Kardioaktif Digoksin Menggunakan Ultra Performance Liquid Chrmatography (UPLC)
Meirina,T.N., Dewi, A.P., Atmaja, H.E., Kusumah Dewi,V.Y., & Ruslami, R 100

Pada percobaan ke-6 dan ke-9, menggunakan metabolites by high-performance liquid


perbedaan pengaturan suhu kolom, yaitu: 30C untuk chromatography using pulsed amperometric
percobaan ke-6 dan tanpa pengaturan suhu kolom detection. Journal of Chromatography A, 711,
untuk percobaan ke 9, sedangkan perbandingan 289-295.
asetonitril-air sebesar 28:72% dan laju alir sebesar 0,5 Lelievre, L.G. & Lechat, P. (2007). Mechanisms,
mL/menit tetap sama. Setelah mendapatkan kondisi manifestations, and management of digoxin
optimum, hari berikutnya diinjeksi kembali sesuai toxicity. Heart Metab, 35, 9-11.
dengan kondisi yang diperoleh, yaitu: fase gerak Milenkovic, M.Z., Marinkovic, V.D., Sibinovic, P.S.,
terdiri atas asetonitril-air, 28:72%; laju alir 0,5 Palic, R.M., & Milenovic, D.M. (2010). An
mL/menit; tanpa pengaturan suhu kolom; dan panjang HPLC method for the determination of digoxin
gelombang pada absorbansi maksimum ditentukan in dissolution samples. J. Serb. Chem. Soc.
pada 218 nm. 75(11), 1583-1594.
Hasil yang optimum ini selanjutnya dilakukan Padua, R.M., Oliveira, A.B., Filho, J.D.S., Vieira,
pengulangan sebanyak sepuluh kali. Untuk G.J., Takahashi, J.A., & Braga, F.C. (2005).
pengulangan sepuluh kali diperoleh hasil Biotransformation of digitoxigenin by Fusarium
kromatogram yang tumpang tindih menandakan Ciliatum. J. Braz. Chem. Soc., 16(3B), 614-619.
bahwa analisis digoksin stabil pada kondisi tersebut Sauvage, F.L. & Marquet, P. (2007). Determination of
(Gambar 10). digoxin in serum by liquid chromatography
tandem mass spectrometry. Thermo Scientific,
KESIMPULAN Application note: 384.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil Terrence, J.C. & Mac Donald, P.S. (2003). Digoxin in
percobaan yang telah dilakukan untuk optimasi heart failure and cardiac arrhythmias. St.
analisis digoksin dengan menggunakan UPLC (Ultra Vincents Hospital, Darlinghurst, NSW. 179, 98-
Performance Liquid Chromatography), diperoleh 102.
kondisi optimum untuk analisis digoksin dengan Todorovic, Z.B., Lazic, L.M., Veljkovic, V.B., &
menggunakan UPLC (Ultra Performance Liquid Milenovic, D.M. (2009). Validation of an HPLC-
Chromatography), yaitu: fase gerak terdiri atas UV method for determination of digoxin
asetonitril-air, 28:72% (v/v); laju alir 0,5 mL/menit; residues on the surface of manufacturing
suhu kolom off; dan panjang gelombang pada equipment. J. Serb. Chem. Soc. 74(10), 1143-
absorbansi maksimum 218 nm. 1153.
Dalam penelitian ini juga membuktikan bahwa
dengan menggunakan UPLC, waktu analisis lebih
cepat (kurang dari 3 menit) dan jumlah pelarut lebih
sedikit (0,5 mL/menit) dibandingkan dengan
penelitian yang menggunakan HPLC (waktu 6-14
menit dan pelarut mencapai 1,1 mL/menit).

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Universitas Padjadjaran yang telah memberikan
dukungan dana penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Adamowicz, P., Chudzikiewicz, E., & Kala, M.
(2002). Digoxin in a forensic laboratory-An
analysis of cases. Z Zagadnien Nauk Sqdowych,
XLIX, 114127.
Ikeda, Y., Fujii, Y., & Yamazaki, M. (1992).
Determination of lanatoside C and digoxin in
Digitalis lanata by HPLC and its application to
analysis of the fermented leaf powder. Journal of
Natural Products, 55(6), 748-752.
Jedlicka, A., Grafnetterova, T., & Miller, V. (2003).
HPLC method with UV detection for evaluation
of digoxin tablet dissolution in acidic medium
after solid-phase extraction. Journal of
Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 33,
109-115.
Kelly, K.L., Kimball, B.A., & Johnston, J.J. (1995).
Quantitation of digitoxin, digoxin, and their

Anda mungkin juga menyukai