PPK Bedah
PPK Bedah
BEDAH
RS. AIRLANGGA TAHUN 2015
RS AIRLANGGA
Definisi :
Proses keradangan akut pada usus buntu.
Patofisiologi :
Ada 2 hepotesa yang diajukan :
a. Adanya kotoran (tinja-fekolit), biji-bijian lain yang terperangkap dalam lumen dan
kemudian menimbulkan keradangan. (obstruksi apendikuler).
b. Hematogen dari proses infeksi di luar usu buntu (tampak serosa lebih merah dari pada
mukosa).
Gejala Klinis :
1. Sering dimulai dengan nyeri di daerah epigastrium. Setelah beberapa jam, nyeri
berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan.
2. Gejala ini disusul dengan anoreksia, mual dan muntah muntah.
3. Suhu badan sub febril 37.5 38.5C, sampai terjadi penyulit dimana suhu badan akan
meningkat sampai 40C.
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan berdsarkan klinis, rasa tidak nyaman seluruh perut terutama di
epigastrum yang kemudian menjadi nyeri menetap di titik Mc Burney, panas badan
meningkat kadang disertai muntah (+).
Colok dubur nyeri jam 9-11.
Indikasi Operasi :
Apendisitis akut
Periapendikuler infiltrat
Apendisitis perforate
Diagnosis Banding :
Batu ureter kanan.
Kelainan ginekologik.
Tumor sekum.
Crohns disease.
Kehamilan ektopik terganggu.
Colitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium rutin dan urine lengkap (untuk wanita ditambahkan PPT)
USG abdomen (tidak rutin)
Algoritma :
Tehnik Operasi :
Apendektomi :
1. Penderita dalam posisi terlentang, ahli bedah dalam general anestesi. Dilakukan tindakan
aseptik dan antiseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian bawah, kemudian lapangan
operasi dipersempit dengan doek steril.
2. Dilakukan insisi dengan darah oblik melalui titik Mc.Burney tegak lurus antara SIAS dan
umbilikus (irisan Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah insisi traversal dan
paramedian.
3. Irisan diperdalam dengmemotong lemak mencapai aponeurosis muskulus oblikus
abdominis Ekternus (MOE)
4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan seratnya, kemudian diperlebar ke
lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi. Pengait luka tumpul dipasang di
bawah MOE, tampak di bawah MOE muskulus Oblikus Internus (MOI)
5. MOI, kemudian dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri searah dengan
seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan haak LangenBack otot dipisahkan.
Pengait dipasang di bawah muskulus tranversus abdominis.
6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset bedah dan
dibuka dengan gunting, perhatikan apa yang keluar pus, udara atau cairan lain (darah,
feses dll) periksa kultur dan tes kepekaan kuman dari cairan yang keluar tsb. Kemudian
pengait luka diletakkan di bawah peritonium.
7. Kemudian sekum (yang berwarna putih, memilikitanca koli dan haustra) dicari dan
diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga taenia mempunyai
bermacam macam posisi antara lain antesekal, retrosekal, anteileal dan pelvinal.
8. Setelah ditemukan sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik keluar, dengan kassa
basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum yang telah keluar dipegang oleh
asisten dengan ibu jari berada di atas.
9. Mesenterium dengan ujung spendiks di pegang dengan klem Kocher kemudian
mesoapendiks di klem potong dan diligasi berturut turut sampai pada basis apendiks
dengan menggunakan benang suter 3/0.
10. Pangkal apendiks di crush dengan apendiks klem kocher dan pada bekas crush tersebut
diikat dengan sutera No. 00 2 ikatan
11. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan kocher dan diantara klem kocher dan ikatan
tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah diolesi betadine, ujung sisa apendiks
digosok betadine.
12. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus perforasi dapat dipasang drain sub
facial.
Komplikasi Operasi :
Durante operasi : perdarahan intra peritoneal, dinding perut, robekan sekum atau usus lain.
Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, parlitik ileus, peritonitis, fistel usus, abses
intraperitoneal.
Pasca bedah lanjut : obstruksi usus jeratan, hernia sikatrikalis.
Mortalitas :
0.1 % jika apendiks tidak perforasi.
15 % jika telah terjadi perforasi.
Kematian tersaring karena sepsis, emboli paru atau aspirasi.
Follow-Up
Kondisi luka, kondisi abdomen, berta kondisi klinis penderita secara keseluruhan.
HERNIA INGUALIS
Definisi :
Benjolan di daerah inguinal dan dinding depan abdomen yang masih bisa dimasukkan
kedalam cavum abdomen.
Kadang benjolan tidak bisa dimasukkan ke cavum abdomen disertai tanda tanda obstruksi
seperti muntah, tidak bisa BAB, serta nyeri.
Batasan :
Penonjolan abnormal dari jaringan atau organ intra abdominal (sebagian atau seluruhnya)
melalui lubang atau defek dinding abdomen.
Hernia inguinalis lateralis (=indirekta) keluar melalui anulus internus menunju ke kanalis
inguinalis anulus eksternus dan keluar ke dalam kantong zakar (ICD 550)
Hasselbach menuju anulus eksternus; sedang hernia femoralis, kantong melalui anulus
femoralis menuju fossa ovalis.
Patofisiologi :
Hernia inguinalis indirekta sebagian besar mempunyai dasar kongenital karena penonjolan
dari prosesus vaginalis peritonei.
Hernia inguinalis direkta dan hernia femoralis merupakan hernia didapat (acquisita).
Hernia femoralis lebih banyak dijumpai pada wanita karena perubahan fisik dan biokemis
yang terjadi waktu hamil.
Setiap kondisi yang menyebabkan kenaikan tekanan intra abdominal memegang peranan
untuk timbulnya dan membesarnya hernia.
Gejala Klinis :
Benjolan daerah inguinal yang timbul bila penderita berdiri atau mengejan dan dapat masuk
kembali bila penderita berbaring.
Sebagian besar tidak memberikan keluhan
Bila isi hernia tidak dapat masuk kembali disebut hernia irreponibilis
Bila terjadi penjepitan isi hernia oleh anulus dan timbul gangguan pasase isi usus dan atau
gangguan veskularisasi disebut hernia inkaserata.
Indikasi Banding :
Hidrokel testis
Tumor testis
Orchitis
Tarsio testis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan punjang diperlukan untuk faktor penentu terjadinya hernia RO-thorax : COPD
USG : adalah BPH
Komplikasi operasi :
Perdarahan
Infeksi luka operasi
Cedera usus
Cedera kantong kemih
Cedera vesdeferen
Cedera testis,orra sarchitis, atropi testis
Cedera saraf intra inguinal, ilia hipogastrik atau genota femral
Mortalitas :
Tergantung keadaan hernia : repombilis atau strangulata, kondisi dan penyakit penyerta
Follow-up :
Pasien disarankan tidak berolah raga berat atau mengangkat benda berat selama 6 8 minggu
untuk mencegah kekambuhan.
BATU EMPEDU
Difinisi :
Terdapatnya batu dalam kantung empedu dan atau dalam saluran empedu.
Patofisiologi :
80% batu empedu terdiri dari kolesterol. Kolesterol tidak larut dalam air. Kelarutan kolesterol
dalam cairan empedu dipengaruhi asam empedu dan fosfolipid. bilamana karena suatu hal
terjadi gangguan keseimbangan (empedu litogenik) dan terbentuk batu empedu (segitiga
SMALL).
Penyakit batu empedu dipengaruhi beberapa faktor :
- Hormon, terutama estrogen dan progesteron
- Nutrisi dan obat-obatan
- Kehamilan
- Adipositas
Epidemiologi :
- Lebih banyak dijumpai pada wanita dengan perbandingan 2:1 dengan pria (Female)
- Lebih sering pada orang yang gemuk (Fat)
- Bertambah dengan tambahnya usia (Forty)
- Lebih banyak pada multipara (fertile)
- Lebih banyak pada orang orang dengan diet tinggi kalori dan obat obatan tetentu
(Food)
- Sering memberi gejala gejala saluran cerna (Flatulen)
Gejala Klinis :
Kurang lebih 10% penderita batu empedu bersifat asimtomatik.
Gejala gejala yang dapat timbul :
- Nyeri (60%)
Bersifat kolik, mulai daerah epigastrium atau hipokondrium kanan menjalar ke bahu
kanan.
Nyeri ini sering timbul karena rangsangan makanan berlemak.
Nyeri dapat terus, bila terjadi penyumbatan atau keradangan.
- Demam
Timbul bila terjadi keradangan. Sering disertai menggigil
- Ikterus
Ikterus obstruksi terjadi bila ada batu yang menyumbat saluran empedu utama (duktus
hepatikus/koledokus)
- Pemeriksaan fisik :
- Bila terjadi penyumbatan duktus sistikuitus atau kolesistitis dijumpai nyeri tekan
hipokondrium kanan, terutama pada waktu penderita menarik napas dalam (MURPHYS
SIGN)
Diagnosis banding :
- Gastritis
- Tukak peptik
- Pankreatitis
Pada ikterus obstruksi
- Kolangio karsinoma
- Karsinoma pankreas (sindroma Courvoisier)
Algoritma :
cg
Penata Laksanaan :
Tehnik Operasi :
1. Insisi dinding anterior abdomen subcostal kanan, dapat juga insisi paramedian kanan.
2. Dilakukan eksplorasi untuk melihat adanya kelainan lain.
3. Klem fundus kantong dan didorong ke atas Hartmann-klem pouch dan ditarik ke bawah.
4. Dilakukan identifikasi dan isolasi arteri sistika dan duktus sistikus
5. Setelah dibebaskan dari jaringan sekitarnya diikat dengan sutera 00 dan dipotong
6. Kantong empedu dibebaskan dari hepar secara tajam dengan gunting dengan merawat
perdarahan secara cermat.
7. Evaluasi duktus koledokus tak ada kelainan
8. Luka laparotomi ditutup.
Dapat juga dilakukan kolesistektomi secara retrograde, dimulai dari fundus ke arah Calot.
Perdarahan biasanya lebih banyak.
Komplikasi Operasi :
Cedera duktus koledokus
Cidera duodenum atau colon transversum
Fistel biliaris
Abses susdiafragma
Batu residual duktus biliaris
Mortalitas :
Kurang dari 1%
Definisi :
Tumor jinak ialah lesi jinak yang berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma.
Termasuk : Tumor jinak jaringan lunak mamma, lipoma, hemangioma mamma. Untuk
Mudahnya disini dimasukkan pula displasia mamma.
Tidak termasuk : Tumor jinak kulit mamma
Manifestasi Klinis :
Tumor jinak mamma maupun tumor non neoplasma bemanifestasi sebagi :
1. Tumor pada mamma
2. Jaringn mamma yang padat dan noduler
3. Nyeri pada mamma.
Indikasi Operasi :
Lesi jinak yang memberikan keluhan atau tidak berhasil dengan terapi konservasi
Pemeriksaan Penunjang :
Bila pemeriksaan klinis jelas suatu tumor jinak, pemeriksaan penunjang klinis (triple
diagnostic) dikerjakan bila diperlukan, tergantung kepada ada atau tidaknya faktor resiko
pada penderita (usia, riwayat keluarga, tumor payudara multipel atau residif)
Imaging : USG mamma, mammografi kdang kadang MRI payudara
Sitologi atau histopatlogi ; FNA, imprint sitologi dari cairan putting susu, core biopsy
atau open biops.
Algoritma dan Prosedur :
Tehnik Operasi :
1. Dengan pembiusan general, punggung penderita diganjal bantal tipis, sendi bahu
diabduksikan ke arah kranial.
2. Lokasi tumor ditandai dengan spidol/tinta.
3. Desinfeksi lapangan operasi (dibawah klavikula), midsternal, linea aksilaris posterior,
sela iga ke /clan 8, dengan larutan desinfektan povidone iodine 105.
4. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril. Bila memungkinkan insisi dikerjakan
sirkumareolar, tetapi bila lokasi tumor cukup jauh dari areola(>4cm), maka insisi
dikerjakan diatas tumor sesuai dengan garis Langer atau diletakkan pada daerah daerah
yang tersembunyi.
5. Untuk isisi sirkumareolar maka putting susu dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari,
dilakukan marker insisi. Dengan pisau dilakukan insisi periareolar sampai fasia
superfisialis subkutan.
6. Flap kulit diangkat keatas dengan bantuan hak tajam, dengan gunting dilakukan
undermining sepanjang fasia superfisial kearah lokasi tumor.
7. Rawat perdarahan, lalu indentifikasi tumor
8. Jepit jaringan sekitar tumor pada 3 tempat dengn kocher, lalu dilakukan eksisi tumor
sesuai tuntunan kocher
9. Rawat perdarahan lagi, orientasi selururuh bed tumor lalu dipasang redon drain dengan
lubang di kuadran lateral bawah (bila menggunakan penrose drain, darin dikeluarkan di
garis insisi).
10. Jahit subkutan fat dengan plaint cat gut 3.0
11. Jahit luka dengan prolene 4.0
12. Luka operasi ditutup dengan kasa betadine
13. Dilakukan nggdressing luka operasi dengan tehnik suspensi payudara (BH buatan) tanpa
menggangg grakan sendi bahu.
Komplikasi operasi :
a. Perdarahan : hemostasis y ang kurang baik akan menyebabkan perdarahan dan
terjadi
hematom.
b. Infeksi
Mortalitas :
Tidak ada
Follow-Up :
Pemeriksaan klinis 3-6 bulan pasca bedah, imaging kadang kadang dilakukan terutama bila
ada tumor yang residif.
TUMOR GANAS PAYUDARA
Ruang Lingkup :
Payudara adalah masa stroma dan perenkhim payudara yang terletak di dinding torak anterior
antara ICS II dan VI dan paresternal sampai dengan garis axilaris medius. Payudara mendapat
vaskularisasi utama dari cabang Mammaria interna, a. Torakoakromi a. Intalis dan cabang a.
Interkostalis 3,4,5.
KGB regional pad payudara adalah KGB aksila, supra dan infraklavikula serta mammaria
interna KGB aksila dibagi atas 3 zona yaitu Level I, II dan III. Level I adalah KGB yang
terletak lateral dari muskulus pektoralis minor, Level II adalah KGB yang terletak
dibelakang m.pektoralis minor dan Level III adalah KGB yang terletak medial dari m.
pektoralis minor.
Disamping itu juga ada KGB interpektoral atau disebut Rotter.
Indikasi Operasi :
Kanker payudara stadium dini (I,II)
Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan peryaratan tertentu
Keganasan jaringan lunak pada payudara.
Diagnosa Banding :
Keganasan lainnya dari payudara (sarkoma-limfoma dll)
Tumor phylodes (ganas dan jinak)
Mastitis yang luas (terutama mastitis tuberkolusa)
Pemeriksaan Banding :
Mandatory.
- Mamografi dan/atau USG payudara
- Foto toraks
- FNAB tumor payudara
- USG liver/abdomen
- Pemeriksaan kimia darah lengkap untuk persiapan operasi
Oprional.
- Bone scanning
- Pemeriksaan kimia darah/tumor marker : CEA,Ca 15-3, CA 125
Algoritma :
Algoritma dan Prosedur
Faktor prognostik dan faktor prediktif tumor ganas payudara :
Faktor prognostik : pengukuran klinis atau biologis yang berhubungan dengan disease free
survival atau overall survival tanpa pemberian adjuvant systemic therapy
Faktor diagnostik tersebut sanling memiliki keterkaitan yaitu :
- Yang berhubungan dengan penderita : usia, ras, status, menopouse
- Yang berhubungan dengan tumor : jenis histopatologi, grading, ukuran tumor, metastase,
KGB, angioinvasif, perinodal invasif, status reseptor hormonal (ER/PR) overekpresi gen
HER-2/ncu, status gen p53,cathepsin D
- Yang berhubungan dengan modalitas terapi.
Tehnik operasi :
Secara singkat tehnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi dapat dijelaskan sebagi
berikut :
1. Penderita dalam general anesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasi diposisikan
abduksi 90, pundak ipsilateran dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis.
2. Desinfiksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian bawah
sampai dengan umbilikus , bagian medial sampai pertengahan mamma kontralateral,
bagian lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar
sampai dengan siku kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan
mempersempit lapangan operasi dengan doek steril.
3. Bila didapatkan ulkus pada tumor payuidak berjarak 2 cdara, maka ulkus harus ditutup
dengan kasa steril tebal (buic gaas) dan dijahit melingkar.
4. Dilakukan insisi (macam macam insisi adalah stewart, rr, Willy Meyer, Halsted, insisi
S) dimana garis insisi paling tidak bejarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian dibuat flap.
5. Flap atas sampai di bawah klavikula, flap medial samai parasternal ipsilateral, flap bawah
sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi dan
mengidentifikasi vasa dan N. Thoraclis dorsalis.
6. Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat perdarahan,
terutama cabang pembuluh darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat sampai pada
tepi lateral m.pektoralis mayor dengan bantuan haak jaringaan mamma dilepaskan dari
m.Pektoralis minor dan seratus anterior (mastektomi simple). Pada mastektomi radikal
otot pektoralis sudah mulai.
7. Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila level I (lateral
m.pektoralis minor), level II (dibelakang m.Pektoralis minor) dan level III (medial
m.pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat
mengakibatkan edema lengan vena vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi.
Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n.Thorachalis longus dam thoracalis dorsalis,
interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya jaringan
mamma dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc)
8. Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0.9%
9. Semua alat alat yang dipakai saat operasi diganti set baru, begitu juga dengan handscoen
operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya.
10. Evaluasi ulang sumber perdarahan
11. Dipasang 2 buah drain, drain yang besar (redon, no. 14) diletakkan dibawah vasa
aksilaris, sedang drain yang lebih kecil (no.12) diarahkan ke medial.
12. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
Komplikasi operasi :
Dini : perdarahan
Lesi n. Thoracalis longus wing scapula
Lesi n. Thoracalis dorsalis
Follow Up :
Tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan
Tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan
Setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan
Pemeriksaan fisik : tiap 6 bulan
Thorak foto : tiap 6 bulan
Lab marker : tiap 2 3 bulan
Mammografi kontralateral : tiap tahun aau ada indikasi
USG abdomen : tiap 6 bulan atau ada indikasi
Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi.
LUKA BAKAR
Introduksi :
Dalam dan Luas Luka Bakar :
Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang mengenai kulit,
mukosa dan jaringan jaringan yang lebih dalam. Dalam pengelolaan luka bakar perlu
diketahui baik luas maupun dalamnya luka bakar.
a. Dalam luka bakar
Tingkat I
Hanya mengenai epidermis
Tingkat II
Dibagi manjadi :
1. Superfisial, mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium. Elemen elemen
epiteliat yaitu dinding dari kelenjar keringat, lemak dan folikel rambut masih
banyak. Karenanya penyembuhan/epitelialisasi akan mudah dalam 1 2 minggu
tanpa terbentuk cicatrix.
2. Dalam, sisa sisa jaringan epitelial tinggal sedikit, penyembuhan lebih lama 3 4
minggu dan disertai pembentukan parut hipertropi.
Tingkat III
Mengenai seluhur tebal kulit, tidak ada lagi sisa elemen epitelia. Luka bakar yang
lebih dalam dari kulit seperti sub kutan dan tulang dikelompokkan juga pada tingkat
III.
b. Luas luka bakar
Walce membagi tubuh atas bagian bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama Rule of Nine
Pengelolaan Luka Bakar :
Prioritas pengelolaan penderita luka secara umum perlu diperhatikan seperti pengelolaan
penderita trauma pada umumnya yaitu : Airway, Breathing, dan Circulation.
Terapi cairan
Orang dewasa dengan luka bakar tingkat II III 20% atau lebih sudah ada indikasi
untuk pemberian infus karena kemungkinan timbulnya syok. Sedangkan pada orang
tua dan anak anak batasnya 15%
Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula menurut Bexter.
Formula Baxter terhitung dari saat kejadian maka (orang dewasa) :
8 jam pertama (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Lactat
16 jam perikutnya (4cc x Kg x % luas luka bakar) Ringer Lactat ditambah 500
1000 cc koloid
Modifikasi Formula Bexter untuk anak anak adalah :
Replacement : 2 cc/KgBB/% luas luka bakar
Kebutuhan faali : umur sampai 1 tahun 100cc/KgBB
Umur 1 5 tahun 75cc/KgBB : .
Umur 5 15 tahun 50cc/KgBB : . +
Total cairan : .
Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian total cairan diberikan dalam
bentuk larutan Ringer Lactat dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Ringer
lactat dan koloid dibeikan bersama dalam botol yang sama. Dalam 8 jam pertama
diberikan jumlah total cairan dan dalam 16 jam berikutnya diberikan jumlah total
cairan.
Formula tersebut hanyalah suati pedoman, suatu estimasi yang kasar. Jangan sekali
kali fanatik terahadap formula tersebut melainkan selalu dikoreksi melalui
Tanda tanda klinis penderita dan laboratorium apakah cairan yang diberikan sudah
memadai.
Pengelolaan nyeri
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan neurogenik syok yang terjadi pada jam jam
pertama setelah trauma. Morphin diberikan dalam dosis 0.05 mg/Kg (iv)
Perawatan Luka
o Perawatan pertama
- Segera setelah terbakar, dinginkan luka dengan air dingin, yang terbaik
dengan tempetur 20C selama 15 menit.
- Luka bakar tingkat II dan III, penderita dibersihkan seluruh tubuhnya,
rambutnya dikeramas, kuku kuku dipotong, lalu lukanya dibilas dengan
cairan yang mengandung desinfektan seperti sabun cetrimid 0.5% (savlon)
atau kalium permanganat. Kulit kulit yang mati dibuang, bullae dibuka
karena kebanyakan cairan di dalamnya akan terinfeksi.
o Perawatan definitif
- Perawatan tertutup
Setelah luka bersih, ditutup dengan selapis kain steril berlubang lubang
(tulle) yang mengandung vaselin dengan atau tanpa antibiotika lalu dibebat
tebal untuk mencegah evaporasi dan melindungi kulit dari trauma dan bakteri.
Sendi sendi ditempatkan pada posisi full extension.
- Perawatan terbuka
Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan mengering akan menjadi
lapisan eschar. Penyembuhan akan berlangsung dibawah eschar. Penderita
dirawat di dalam ruangan isolasi. Setiap eschar yang pecah harus diberikan
obat obatan lokal dan dikontrol bila ada penumpukan pus dibawah eschar
maka harus dilakukan pemupukan eschar (escharotomi).
- Perawatan semi terbuka
Sama seperti perawatan terbuka tetapi diberikan juga obat obatan lokal. Obat
lokal berbentuk krim yang akan melunakkan eschar dan memudahkan
perawatan untuk dibersihkan.
Obat obatan lokal
Silver sulfadiazin krim 1% diberikan sehari hari sekali. Silver sulfadiazin bekerja
sebagai bakterisida yang efektif terhadap kuman gram positif.
Mandi
Badan penderita setiap 1-2 hari setelah resusitasi selesai harus dibersihkan dari
kototran yang melekat dengan memandikannya. Luka dibilas dengan cairan yang
mengandung desinfektan (savlon 1:30 atau kalium permanganat 1:10.000).
Escharotomi pada perawatan terbuka umumnya dikerjakan pada minggu kedua
dengan cara eksisi memakai pisau, dermatom, elektro eksisi atau enzimatik
(kolagenase).
Skin Grafting
Skin grafting sangat penting untuk penderita utnuk mempercepat penyembuhan,
mengurangi kehilangan cairan.
Antibiotika Sistemik
Bakteri yang berada pada luka umumnya gram positif dan hanya berkembang
stempat, tetapi bakteri gram negatif seperti pseudomonas sangat invasif dan banyak
menimbulkan sepsis. Karena banyaknya jaringan nekrotik pada luka bakar maka
penetrasi antibiotika sistemik ke luka tidaklah meyakinkan. Oleh karena itu
antibiotika sistemik digunakan bila timbul gejala sepsis. Macam antibiotika
ditentukan dari kultur dari bagian yang terinfeksi, baik luka, darah maupun urine.
Nutrisi
Dukungan nutrisi yang baik sangat membantu penyembuhan luka bakar.
Batasan :
Semua keadaan rudapaksa pada thoraks dan dinding thoraks, baik trauma/rudapaksa tajam
maupun tumpul.
Patofisiologi :
a. Perdarahan jaringan interstitium, perdarahan intra alveolar, diikuti kolaps kapiler kapiler
kecil dan atelektasis, hingga tahanan perifer pembuluh paru naik, aliran darah turun
pertukaran gas berkurang
b. Sekret terkumpul karena batuk kurang
c. Terjadi kompresi dan dekompresi karena coup en contre coup
Gejala Klinis :
1. Sesak nafas, pernafasan asimetri
2. Nyeri, nafas berkurang, ekskursi turun
3. Ada jejas atau trauma (luka)
4. Emfisema kutis
Pemeriksaan Klinis :
1. X-Foto thoraks 2 arah (PA/AP & Lat)
2. Diagnosis fisik paru
Tehnik operasi :
Pemasangan SWD.
1. Pasien dalam keadaan posisi duduk (45).
2. Dilakukan desinfeksi dan penutuban lapangan operasi dengan doek steril.
3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit
sampai pleura
4. Tempat yang akan dipasang drain adalah :
o Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau)
o Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak anak karena letak
diafragma tinggi
o Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)
5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit
6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1
7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit
dibebaskan sampai pleura dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar
suara hisapan, berarti pleura parictalis sudah terbuka.
Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada
pnemothoraks, udara yang keluar.
8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah cranial lateral.
Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit dengan klaim tumpul, untuk
memudahkan mengarahkan drain.
9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat atau terdapat
lobang lobang samping yang panjangnya kira kira dari jarak apex sampai lobang kulit
duapertiganya.
10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral sampai ujungnya
kira kira ada dibawah apex paru (Bulleau)
11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar ganda, diakhiri
dengan simpul hidup.
12. Bila dipakai drainage menurut Monaldi, maka drain didorong ke bawah dan lateral
sampai ujungnya kira ira dipertengahan rongga toraks.
13. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung, maka harus diklem
dahulu.
14. Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung, yang akan
menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga intrapleural, disamping juga
akan menampung sekrit yang keluar dari rongga toraks.
Komplikasi :
Bila dilakukan secara benar, komplikasi dapat dihindari. Tetapi dapat juga terjadi emfisema
kutis. False route mengenai hepar bila memasang terlalu rendah disebelah kanan terututama
pada anak anak karena letak diafragma masih tinggi.
Mortalitas :
Morbiditas sangat rendah, mortalitas 0%.
Pedoman Pencabutan :
1. Kriteria pencabutan
Sekrit serous, tidak hemorage
Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24 jam
Anak anak : jumlah kurang dari 25 50 cc/24 jam
Paru mengembang
Klinis : suara paru mengembang kanan = kiri
Evaluasi foto toraks
2. Kondisi
Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut
dengan cara air-tight (kedap udara)
Pada thoracotomi
a. Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik cabut
b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsung dicabut (air-tight)
c. Post pneumonektomi : hari ke 3 bila mediastinum stabil (tak perlu air-tight)
3. Alternatif
1) Paru tetap kolaps, hisap sampai 25cmH20 :
- Bila kedua kriteria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik cabut
- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2 minggu dekortikasi
2) sekrit lebih dari 200cc/24 jam : curiga adanya Chylo thoraks (pastikan dengan
pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan 4 minggu.
- Bila tidak berhasil Toracotomi
- Bila sekrit kurang 100 cc/24 jam, klem kemudian dicabut.
Follow-Up :
Ditujukan pada timbulnya komplikasi lanjut seperti empiema, schwarte, gangguan fungsi
pernapasan.