Anda di halaman 1dari 8

JAKARTA - Bank Indonesia bakal menentukan batas biaya isi ulang alias top up

uang elektronik. Kebijakan ini dinilai berbenturan dengan rencana pemerintah yang
tengah mendorong gerakan nontunai.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima
Yudhistira mengatakan, kebijakan BI yang berbarengan dengan pelaksanaan
elektronifikasi pembayaran jalan tol ini sangat kontradiktif. Di sisi lain, hal ini juga
bertolak belakang dengan gerakan non-tunai yang digagas BI dan pemerintah.

Berita Rekomendasi
Waktunya Beli Motor Idaman, Diskonnya Bikin Menganga! [OKZ]
Masih Banyak Masyarakat yang Ngotot Bayar Tol Pakai Tunai, Kenapa Ya?
Keren! Pakai Sensor, Pengendara Bisa Bayar Tol dengan Kecepatan 80 Km/Jam di 2018

"Di satu sisi menyuruh masyarakat memakai e-money dan mendorong gerakan non
tunai tapi justru dikenakan pungutan. Ini jelas disinsentif bagi nasabah emoney
khususnya masyarakat pengguna jasa transportasi umum dan tol," ujarnya di
Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Baca Juga: Uang Elektronik Mulai Tenar, Bagaimana Nasib Perbankan Daerah?
Ketika dikenakan biaya isi ulang e-money, kata dia, dikhawatirkan masyarakat akan
kembali menggunakan uang tunai dalam bertransaksi. Tentu hal ini malah menjadi
kemunduran. Dirinya juga menyayangkan bank sebagai penyedia kartu e-money, di
mana dalam bisnis e-money sebetulnya bank sudah mendapat untung tanpa harus
ada pengenaan biaya isi ulang e-money.
"Misalnya dari awal kan masyarakat sudah bayar kartu emoney. Beli perda
Rp50.000, dapat saldo Rp30.000, harga kartu Rp20.000. Uang hasil penjualan kartu
sebenarnya tercatat sebagai fee based income bank. Harusnya dengan keuntungan
dari penjualan kartu perdana emoney tidak perlu lagi memungut fee top-up, karena
dinilai memberatkan konsumen," jelasnya.
Baca Juga: Gubernur BI: Biaya Top Up E-Money Bukan untuk
Keuntungan Bank
Contohnya seperti di Hongkong yang menggunakan octopus card. Untuk biaya
maintenance mesin EDC dan investasi infrastruktur ditanggung perusahaan penerbit
kartu dan operator jasa transportasi publik. Bahkan dengan sharing cost tersebut si
konsumen bisa dapat potongan harga. Insentif ini yang membuat 95% penduduk
Hongkong menggunakan Octopus card.
"Dalam konteks Indonesia, sharing cost ini bisa dilakukan antara bank penerbit
kartu, jasa penyelenggara jalan tol dan merchant penyedia top up. Jadi kalau
kebijakan tarif ini tetap dilakukan, masyarakat kembali lagi pakai uang cash. Kecuali
di tol karena terpaksa," tegasnya.

Sebelumnya, pihak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menegaskan, bahwa


berdasarkan arahan Menteri BUMN Rini Soemarno, bank-bank BUMN seperti Bank
Mandiri, Bank BRI, Bank BNI dan Bank BTN memutuskan untuk tidak mengenakan
biaya isi ulang e-money. Ketua Himbara, Maryono mengatakan, langkah ini diambil
untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar mereka lebih mencitai sistem
cashless di Indonesia.
Karena jika saat awal sudah langsung dikenakan tarif, maka animo dan simpati
masyarakat terhadap sistem pembayaran cashless di dalam negeri menjadi tidak
maksimal. "Ini atas dasar dalam rangka awal kami menciptakan sistem pembayaran
cashless. Dan untuk sosialisasi ke masyarakat juga sebenarnya sehingga mereka
cinta kepada sistem pembayaran cashless," katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh
Santoso pun ikut menambahkan, bahwa besaran biaya suatu produk keuangan
sebaiknya penetapannya diserahkan ke industri dalam menentukannya. "Kalau soal
fee dan sebagainya ini adalah keputusan bagaimana industri untuk memberikan jasa
itu. Fee ini biarin keputusan industri," jelasnya.
Kendati demikian, lanjut Wimboh, harus dipastikan masyarakat tidak dirugikan
dengan penetapan biaya tersebut. Dirinya menyebutkan, bahwa kepentingan
masyarakat tetap menjadi prioritas utama. "Kalau masyarakat dirugikan, misalnya
fee terlalu besar dan tidak make sense, ya otoritas concern lindungin masyarakat,"
tegas Wimboh.
(dni)

Cari

Home
News
Finance
Lifestyle
Celebrity

Bola
Sports
Techno
Rubik
Warung Kopi
Infografis

Foto
Video
About Us
Redaksi
Kotak Pos
Disclaimer

Available On
2007-2017 Okezone.com, All Rights Reserved
/ rendering 0.1328 seconds [7]

SIGN IN
Home
News
Autos
Infografis
Finance
Lifestyle
Muslim
Celebrity
Bola
Sports
Techno
Haji
Rubik
Warung Kopi
Foto
Video
TV
MeTube
About Us
Sektor Riil

Gubernur BI: Biaya Top Up E-Money Bukan untuk Keuntungan Bank


Agregasi Sindonews.com Selasa 19 September 2017, 20:52 WIB

Ilustrasi: (Foto: Okezone)

A AA

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tetap akan memberlakukan biaya isi ulang atau top
up uang elektronik (e-money), baik untuk transaksi sesama bank (on us) maupun
antarbank (off us). Pengenaan biaya top up uang tersebut tidak hanya semata untuk
memberikan keuntungan kepada perbankan, namun juga untuk perlindungan
konsumen.

"Yang paling utama BI perhatikan adalah perlindungan konsumen yakinkan sistem


itu tidak ambil manfaat atau rente ekonomi. Kami harus lindungi jangan sampai
kalau mau top up dibebankan biaya lalu jadi tidak efisien," kata Gubernur Bank
Indonesia Agus DW Martowardojo usai acara Indonesia Banking Expo (Ibex) di
Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Baca Juga: Atur Biaya Isi Ulang Uang Elektronik, BI: Selama Ini Konsumen Bayar Lebih
Mahal

Berita Rekomendasi
Waktunya Beli Motor Idaman, Diskonnya Bikin Menganga! [OKZ]
Masih Banyak Masyarakat yang Ngotot Bayar Tol Pakai Tunai, Kenapa Ya?
Keren! Pakai Sensor, Pengendara Bisa Bayar Tol dengan Kecepatan 80 Km/Jam di 2018

Dia melanjutkan, dalam menetapkan harga uang elektronik ada prinsiple aman,
efisien, azas kompetisi, azas layanan, serta azaz inivatif. "Kami lihat mungkin
sampai dengan 96%, rata-rata kalau mau top up sekitar Rp200.000. Kami yakinkan,
jika sampai Rp200.000 dan ingin top up harus nol rupiah," terang Agus.

Akan tetapi, jika di atas Rp200.000 maka akan dikenakan biaya top up, namun ada
batas maksimal. Saat ini fasilitas top up melalui fasilitas lain dikenakan biaya antara
Rp2.000 hingga Rp3.000. Oleh karena itu, bank sentral membuat aturan agar biaya
yang dikenakan tidak membebani masyarakat.

Baca Juga: Tenang! BI Janji Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Tak Mahal, Berapa Ya?

"Nanti kalau BI keluarkan aturan tentang top up, yang kami beri perhatian e-money
yang off us, yang antar bank. Sekarang Anda mau top up e-money di convenience
store kena Rp3.500, nanti kami atur maksimum tertentu," terang Agus.

Dia pun menginginkan, agar uang elektronik ini lebih berkembang untuk bisa
memberikan kenyaman kepada masyarakat. "Kami akan terapkan perlindungan
konsumen. Bangun sistem pembayaran yang aman efisien dan inivatif," imbuh dia.
Liputan6.com, Jakarta - Minat masyarakat bertransaksi memakai alat transaksi
nontunai mulai dari kartu debit, kartu kredit, uang elektronik atau e-money sampai e-
wallet, semakin meningkat dari hari ke hari. Untuk transaksi memakai uang elektronik
saja, data Bank Indonesia mencatat sampai akhir Juli 2017 nilainya telah menembus Rp
5,9 triliun.
Sedangkan jumlah peredaran uang elektronik mencapai 70 juta e-money di seluruh
Indonesia.Perkembangan e-money ini diperkirakan akan semakin cepat seiring dengan
kian banyaknya transaksi-transaksi yang menyediakan kanal nontunai.
BACA JUGA

Ini Aturan Lengkap BI soal Tarif Isi Ulang Uang Elektronik


BI: Isi Ulang Uang Elektronik di Bawah Rp 200 Ribu Gratis
HEADLINE: Isi Ulang Uang Elektronik Dipungut Biaya, Wajarkah?

Bertransaksi memakai uang elektronik boleh dibilang lebih praktis. Namun,


kemunculan biaya-biaya terkait transaksi uang elektronik perlu mendapat
perhatian para nasabah agar terhindar dari biaya-biaya tidak perlu. Juga,
supaya transaksi e-money tetap membawa nilai kepraktisan.
Berikut ini daftar biaya yang perlu Anda perhatikan bila bertransaksi
memakai uang elektronik atau nontunai seperti dikutip dari HaloMoney:
1. Biaya pembelian kartu uang elektronik perdana (starter pack)
Biaya pembelian perdana kartu uang elektronik adalah biaya yang dikenakan
ketika Anda pertama kali membeli kartu uang elektronik baik di bank penerbit
atau di merchant ritel. Biaya yang dikenakan beragam namun rata-rata mulai Rp
10.000-Rp 20.000 per kartu.
Jadi, misalnya Anda beli satu kartu e-money terbitan bank A, harganya bisa
dipatok Rp 40.000 dengan isi saldo Rp 20.000. Dengan demikian, biaya
pembelian perdana adalah Rp 20.000. Bank atau institusi penerbit uang
elektronik kadangkala juga merilis seri uang elektronik yang spesial (special
edition).
Harga perdananya juga beragam tergantung dari keunikan desain kartu. Bila
seri spesial, biasanya harganya lebih mahal karena ada nilai koleksi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan tetap mengeluarkan aturan pengenaan
biaya isi ulang uang elektronik atau e-money , demi menyeragamkan biaya setiap pengisian e-money
di semua tempat.

Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi Bank Indonesia, Aribowo mengatakan, rencana
kebijakan pengenaan biaya top-up atau isi ulang uang elektronik untuk memberikan kenyamanan,
kemudahan, keamanan dan efisiensi bagi masyarakat dalam bertransaksi non tunai menggunakan
uang elektronik.

"Pengaturan fee top-up khususnya untuk transaksi off-us (isi ulang e-money bukan di bank
penerbitnya) ditujukan untuk menyelaraskan tarif yang saat ini berbeda-beda," tutur Ari di gedung
Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/9/2017).

Ari mencontohkan, saat ini masyarakat yang memiliki produk e-money merek A tetapi mengisi ulang
di bank B, maka dikenakan biaya sebesar Rp 6.500 dan ketika mengisi ulang di toko ritel atau halte
Transjakarta dikenakan biaya biaya sekitar Rp 1.000 hingga Rp 3.000.

"Ini kami ingin seragamkan dengan aturan, besarnya biaya top-up uang elektronik nantinya sangat
memperhatikan sisi kewajaran, mempertimbangkan lokasi channels untuk top-up. Ini nanti kami
turunkan harganya dengan signifikan," tutur Ari.
Sementara untuk biaya pengisian e-money dengan merek A dan dilakukan di bank A (on-us), kata
Ari, Bank Indonesia akan memberlakukan batasan. Sehingga, nantinya pengisian jumlah tertentu bisa
dibebaskan biaya isi ulang.

"Di atas treshold tertentu, top-up akan diperkenakna untuk mengenakan fee sesuai capping, namun
wajar, tidak berlebihan dan BI menjaga agar tidak ada rente ekonomi," papar Ari.

Namun, Ari tidak menjelaskan berapa nilai pengisian e-money yang tidak dikenakan biaya karena
masih dalam pembahasan dan akan diumumkan ketika aturan sudah dikeluarkan.

"Tidak usah khawatir, biaya yang diterapkan akan wajar dan sangat ringgan, sehingga konsumen
mampu melakukannya," ucapnya.

Perkembangan teknologi yang sangat pesat membawa dampak dalam sendi kehidupan masyarakat.
Salah satunya adalah perubahan skema pembayaran tunai melalui uang kertas menjadi sistim
pembayaran non tunai, antara lain melalui kartu kredit, kartu ATM, maupun kartu debit.

Alasan mengapa Digunakan E-Money ?

Transaksi menggunakan elektronik money

(e-money) saat ini mulai semakin diminati masyarakat karena kemudahannya yang tidak perlu
membawa uang tunai.

Zaman ini, e-money merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa dihindarkan. Itulah sebabnya
tumbuh masyarakat yang menggunakan uang non tunai, less cash society . Dengan semakin
banyaknya pengguna e-money, diharapkan Bank Indonesia (BI) perlu meningkatkan fasilitas
keamanan dan antisipasi dalam pembayaran elektronik agar tidak terjadi yang tidak diinginkan.

E-MONEY sebagagai Alat Pembayaran

E-money adalah suatu alat pembayaran elek-tronik dimana nilai uang itu tersimpan dalam media
elektronik tersebut. Dalam implementasinya, e-money ini agak tersamar menjadi kartu debet. Kartu
debet memang bentuknya kartu dan based -nya simpanan dengan transaksi yang dilakukan secara
online. Sedangkan tran-saksi menggunakan e-money bisa dilakukan se-cara offline , dan nilai
saldonya terkurangi setiap kali bertransaksi.

Hanya saja, perbedaannya adalah setiap kali transaksi dengan kartu debet, pasti akan membutuhkan
koneksi online untuk otorisasi ke penerbit, bank dalam hal ini. Setiap kali transaksi, simpanan di bank
akan berkurang. Sedangkan e-money, setiap kali transaksi, simpanan dalam e-money tersebut
memang berkurang saat itu juga, namun data pada pihak penerbit belum tentu berkurang saat itu
juga.

Pembayaran E MONEY

Model Chip Based dan Server Based


Pembayaran dengan e-money ini masih tahap awal. Model yang akan berkembang ke depan ada dua
bentuk yaitu chip based dan

server based .

Untuk chip based, ukuran chip yang kecil memungkinkan chip tersebut disimpan dalam kartu,
sehingga mungkin tidak akan terlihat perbedaannya dengan kartu debet atau kartu kredit. Ketika
chip tersebut dalam bentuk stiker maka ini bisa di tempel dimana saja, bisa di handphone, jam
tangan, dompet, tas dan lain-lain. Model yang itu yang bisa dilakukan secara offline karena nominal
uangnya tertanam dalam chip tersebut. Saat transaksi terjadi, sejumlah uang akan berkurang dan
berpindah ke terminal merchant yang dilengkapi dengan teknologi radio.

Untuk model server based, sejumlah uang dikelola oleh server penerbit. Model ini biasanya dikem-
bangkan oleh Telco Provoder. Telco provider ini mempunyai server yang mengelola account e-
money, seperti pulsa. Jika telco provider mengembangkan e-money, maka ia akan membuat satu
account lagi yang terpisah dengan account pulsa yang berguna untuk

payment . Jadi bisa ditanam dalam satu media. Kita bisa cek saldo pulsa dan saldo e-money. Bila
pulsa habis kita bisa mindahin saldo e-money ke pulsa tapi tidak bisa sebaliknya.

Pembayaran Mikro

Perkembangan e-money ini bukan BI yang men-trigge r, tapi perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang men- drive pelaku pasar untuk masuk ke segmen itu. Jadi, ini adalah salah satu
alternatif dari alat pembayaran. Selama ini masyarakat sudah punya beberapa alat pembayaran
seperti kartu debet, kartu kredit, check dll. Namun, ada satu lagi untuk pembayaran mikro yang
belum tersentuh oleh teknologi, yaitu pembayaran yang kecil-kecil seperti untuk parkir, tol atau
tiket. Pembayaran mikro ini karakteristiknya melayani banyak orang, frekuensinya sering, sehingga
membutuhkan pelayanan cepat.

Aturan E-MONEY

Aturan soal e-money tertuang dalam Peraturan BI yang lahir dari Undang-Undang BI, dimana BI
diberi kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, termasuk e-
money ini.

Dampak E-MONEY

E-money memang tidak bertujuan untuk mengganti uang kecil secara total. Tapi begitu masyarakat
sudah tertarik menggunakan e-money untuk payment, maka mereka tidak perlu lagi membawa uang
receh, cukup menyentuhkan e-money pada sensor alatnya. Untuk tol, pelayanan tol lebih cepat dan
efisien, sehingga cash & link tol tidak terlalu mahal.

Dengan model e-money, masyarakat yang tidak punya rekening tetap bisa bertransaksi. Dengan
membeli e-money dengan sejumlah uang cash, maka pembeli bisa membelanjakannya sebesar uang
tersebut dengan mendebetnya tiap kali transaksi di merchant tertentu atau untuk pembayaran
mikro seperti pembayaran tol, naik kereta atau parkir.

REFERENSI :

http://economy.okezone.com/read/2011/06/23/320/471827/e-money-semakin-diminati-
masyarakat

http://www.majalaheindonesia.com/E-Money.htm
http://www.suarapembaruan.com/home/sistem-pembayaran-di-indonesia-akan-gunakan-e-
money/8254

Anda mungkin juga menyukai