Telah dirawat seorang pasien perempuan, usia 60 tahun, di bangsal penyakit dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis:
Sirosis bilier ec kolestasis ekstrahepatal ec tumor hepar dengan ensefalopati
hepatikum grade IV
Melena ec pecah varises esofagus es sirosis bilier
Syok sepsis ec bronkopneumonia (CAP)
DVT tungkai kiri
Anemia sedang normositik normokrom ec perdarahan akut
Menurut Girleanu (2012), sepsis merupakan faktor risiko terjadinya DVT pada pasien
sirosis. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Garcia-Fuster
et al., dimana terdapat 6 dari 17 pasien yang didiagnosis DVT, disertai keadaan sepsis.
Menurut literatur, sepsis dapat meningkatkan efek sitokin proinflamatori, kerusakan vaskular
endotel, dan juga merangsang agregasi platelet. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan
koagulasi, seperti pemanjangan waktu protrombin dan INR, tidak dapat memprediksi risiko
perdarahan pada pasien sirosis serta tidak dapat menggambarkan status koagulasi yang
sebenarnya. Menurut studi ini, kadar albumin serum < 3 mg/dl dan skor MELD > 13 dapat
meningkatkan risiko terjadinya DVT pada pasien sirosis.7
Pasien juga didagnosis dengan AKI RIFLE F karena adanya hasil laboratorium yang
menunjukkan peningkatan kreatinin serum melebihi 1,5 mg/dl serta volume urin yang sudah
menurun. Awalnya kelainan ginjal ini didiagnosis banding dengan sindrom hepatorenal yang
umumnya terjadi akibat komplikasi dari sirosis hati yang terdapat pada pasien ini. Namun,
kriteria mayor untuk sindrom hepatorenal pada pasien ini tidak terpenuhi, seperti adanya
infeksi bakteri yang sedang berlangsung (bronkopneumonia) dan tidak terjadinya perbaikan
fungsi ginjal setelah pemberian plasma ekspander 1,5 liter (penurunan kreatinin serum
menjadi < 1,5 mg/dl). Bahkan, pada follow up laboratorium, terjadi peningkatan kreatinin
serum pada pasien (dari 3,0 mg/dl menjadi 4,7 mg/dl). Hal ini disebabkan karena terjadinya
sepsis pada pasien yang semakin memperberat penurunan volume efektif intravaskular dan
hipoperfusi ke ginjal. Selain itu, penyakit sirosis hati pada pasien ini menyebabkan
terganggunya mekanisme otoregulasi ginjal sehingga upaya ginjal dalam mempertahankan
perfusinya tidak berjalan dengan baik.8
Prognosis pasien ini buruk. Penilaian prognosis pasien dilakukan dengan penilaian skor
menurut Child Turcotte Pough, dimana pasien ini memenuhi ensefalopati hepatikum grade III
(3 poin), PT memanjang > 6 (3 poin), INR = 1,63 (1 poin), bilirubin total 23,1 (3 poin), asites
sedikit (1 poin) dan albumin 2,5 (3 poin) sehingga skor Child Puogh pasien ini adalah 14 dan
termasuk pada kategori C. Selain itu, sirosis pada berhubungan dengan infeksi berat yang
dialami pasien sehingga dapat meningkatkan risiko kematian pasien ini. Penyebab kematian
pada pasien ini adalah sindrom disfungsi organ multipel (MODS). Kegagalan organ multipel
umum terjadi pada pasien sirosis dan sepsis berat karena adanya peningkatan produksi sitokin
proinflamatori. Sepsis pada pasien ini menyebabkan disfungsi organ hati, ginjal, kegagalan
sistem sirkulasi dan sistem neurologi. Menurut the European Chronic Liver Failure
Consortium (CLIF) yang mengembangkan asesmen mengenai penilaian kegagalan organ,
pasien ini berada pada ACLF grade III dengan risiko 28-day mortality sebesar >75%.10