Makalah Manling Limbah B3
Makalah Manling Limbah B3
Disusun Oleh:
Ayu Nuraini (F34150035)
Hanifa Hasna Perdana (F34150040)
Mangara Dolly N (F34150046)
Limbah adalah bahan sisa dari suatu kegiatan atau prosuksi, baik dalam skala kecil
(rumah tangga) maupun skala besar (pabrik). Dalam PP 18/1999 Jo. PP 85/1999, Pasal 1 (ayat
2) dijelaskan pengertian Limbah B3. Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah
B3, adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun
karena sifat konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkanatau merusak lingkungan hidup, dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain ( Supardi 2003 ). Limbah
B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu total solids residu (TSR),
kandungan fixed residu (FR), kandungan volatile solids residue (VSR), kadar air (sludge
moisture content), volume padatan, dan karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat
mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, dan sifat kimia serta kandungan senyawa
kimia).
Contoh limbah B3 adalah logam berat, spt Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pd, Mn, Hg, dan Zn serta
zat kimia, seperti pestisida, sianida, sulfide dan fenol. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah
industry kimia tertentu. Hg dihasilkan dari industry klor-alkali, industry cat, kegiatan
pertambangan, industry kertas, dan pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari
peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun
dalam konsentrasi rendah. Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber, uji karakteristik,
dan uji toksikologi ( Syamsudin et al 2009 ).
Sumber
Karakteristik
A. Sumber Limbah B3
Keterangan :
- Limbah B3 dari sumber tidak spesifik : Limbah B3 yang berasal bukan dari
prosesutamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor
korosi, pelarutan kerak, pengemasan, dll.
- Limbah B3 dari sumber spesifik : Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan
tertentu
- Limbah B3 dari sumber lain : bahan Kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Karakteristik Limbah B3 menurut PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam)
kriteria, yaitu:
- Mudah meledak
- Mudah terbakar
- Bersifat reaktif
- Beracun
- Menyebabkan infeksi
- Bersifat korosif
Dari sumber diatas maka penggolongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan
dengan :
- mudahmeledak
- pengoksidasi
- sangat mudah sekali menyala;
- sangatmudahmenyala
- mudahmenyala
- amat sangat beracun
- sangat beracun
- beracun
- berbahaya
- korosif
- bersifatiritasi
- berbahayabagi lingkungan
- karsinogenik
- teratogenik
- mutagenik
PENGELOLAAN LIMBAH B3
a. Minimasi Limbah
b. Polluters Pays Principle
c. Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 di Dekat Sumber
d. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
e. Konsep Cradle to Grave dan Cradle to Cradle
Konsep Cradle To Grave ialah upaya pengelolaan limbah B3 secara sistematis yang
mengatur, mengontrol, dan memonitor perjalanan limbah dari mulai terbentuknya limbah
sampai terkubur pada penanganan akhir. Sedangkan Konsep Cradle To Cradle adalah
konsep baru didalam suatu produksi industri yang berwawasan lingkungan. Pengertian dari
konsep ini adalah suatu model dari sistem industri di mana material/bahan mengalir sesuai
dengan siklus biologi.
Gambar 2 Hirarki Pengolahan Limbah B3
Remediasi adalah salah satu metode yang digunakan untuk membersihkan daerah atau
lingkungan yang tercemar baik itu tanah, air, atau udara yang tercemar. Remediasi memang
pada umumnya dapat dikatakan sebagai perbaikan lingkungan. Tujuan dari remediasi adalah
menghindari resiko yang diakibatkan dari kontaminan logam baik yang berasal dari alam
ataupun akibat dari aktifitas manusia. Remediasi untuk limbah B3 dapat dilakukan dengan
menggunakan bakteri dan mikroorganisme untuk mendegradasi atau mengurai limbah B3 atau
bisa disebut juga dengan bioremediasi limbah B3. Bioremediasi bertujuan untuk memecah
atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air). Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :
Selain bioremediasi, lingkungan tercemar limbah B3 juga dapat diperbaiki dengan cara
fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan,
memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik
maupun anorganik. Fitoremedasi juga merupakan penggunan tumbuhan untuk mengabsorbsi
dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Keuntungan paling besar dalam
penggunaan fitoremediasi adalah biaya operasi lebih murah bila dibandingkan pengolahan
konvensional lain seperti insinerasi, pencucian tanah berdasarkan sistem kimia dan energi
yang dibutuhkan. Prinsip dasar dari teknologi fitoremediasi ini adalah memulihkan tanah
terkontaminasi, memperbaiki sludge, sedimen dan air bawah tanah melalui proses
pemindahan, degradasi atau stabilisasi suatu kontaminan.
Proses dalam teknologi fitoremediasi ini berjalan secara alami dengan enam tahapan
proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan / pencemar
disekitarnya. Phytoacumulation (phytoextraction), yaitu tumbuhan menarik zat kontaminan
dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga
Hyperacumulation. Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam
organ tumbuhan. Proses ini adalah cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik.
Spesies tumbuhan yang dipakai adalah sejenis hiperakumulator misalnya pakis, bunga
matahari dan jagung.
Phytostabilization, yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak
mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada
akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Proses ini akan mengurangi
mobilisasi kontaminan dan mencegah berpindahnya ke air tanah atau udara. Teknik ini dapat
digunakan untuk meningkatkan penutupan tajuk oleh tumbuhan yang toleran terhadap jenis
kontaminan di lokasi tersebut. Menurut Cunningham et al.,(1995), ada tiga kemungkinan
mekanisme yang umum terjadi pada proses fitostabilisasi;
(3) pengikatan bahanbahan organik ke dalam bagian lignin tanaman. Proses ini secara tipikal
digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik. Spesies tumbuhan yang biasa digunakan
adalah berbagai jenis rumput, bunga matahari, dan kedelai.
c. Teknis operasional : Cara pengelolaan limbah B3 secara benar dilapangan agar tidak
membahayakan bagi lingkungan sekitar. Aspek yang terkait dengan teknik operasional ialah:
1. Identifikasi (Identification) limbah B3
2. Penyimpanan (Storage) limbah B3
3. Pengumpulan (Collect) limbah B3
4. Pengangkutan (Transport) limbah B3
5. Pengolahan (Treatment) limbah B3
6. Pelabelan limbah B3
7. Pemusnahan (Dispose) limbah B3
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun.
Ratman CR, dan Syafrudin. 2010. Penerapan pengelolaan limbah b3 di pt. Toyota motor
manufacturing Indonesia. Jurnal Presipitasi 7(2) : 62-64.
Wentz CA. 1995. Hazardous Waste Management. Second edition. United States (US): Mc
Graw Hill International Editions