Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KETIMPANGAN INFRASTRUKTUR ANTAR

KECAMATAN DI KABUPATEN SANGGAU

ARIADY ZULKARNAIN
NIM H1091141021

PROGRAM STUDI STATISTIK


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak diberlakukannya otonomi daerah maka setiap daerah otonom memiliki
wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya. Otonomi
daerah juga memberikan wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan
memaksimalkan semua potensi yang ada di daerah tersebut dengan tujuan utama
untuk menyejahterakan masyarakat. Ramdhani (2007) berpendapat bahwa salah satu
indikasi kesejahteraan masyarakat adalah jika pembangunan di suatu daerah mampu
memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat.
Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan
tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan sebagainya
merupakan social overhead capital. Ketersediaan infrastruktur memiliki keterkaitan
yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan
oleh laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa
daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang lebih baik, mempunyai
tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kelengkapan infrastruktur
merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003).
World Bank membagi infrastruktur menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Infrastruktur
ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas
ekonomi, meliputi public utilities (tenaga listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas),
public work (bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan
raya, rel kereta api, pelabuhan, lapangan terbang); 2) Infrastruktur sosial, meliputi
pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi; 3) Infrastruktur administrasi,
meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi. (World Bank, 2004).
Oleh sebab itu perlunya pengkajian yang lebih lanjut guna melihat ketersediaan
infrastruktur di daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah
harus menyetarakan pembangunan di setiap daerah, di mulai dengan melihat daerah
mana saja yang perlu ditambah atau diperbaiki sarana dan prasarana insfrastruktur
yang ada. Sehingga masyarakat di setiap daerah bisa merasakan fasilitas yang sama
disetiap daerahnya.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah melihat dan
membandingkan ketersediaan infrastruktur jalan, air, listrik, Pendidikan, dan
kesehatan yang ada di setiap kecamatan di Kabupaten Sanggau.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ketimpangan infrastruktur setiap
kecamatan di Kabupaten Sanggau.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah analisis panjang jalan, ketersediaan
air bersih, ketersediaan listrik, jumlah sekolah, dan prasarana setiap kecamatan di
Kabupaten Sanggau.
1.6 Metodologi Penelitian
Berdasarkan tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat
perbandingan fasilitas infrastruktur yang ada di setiap kecamatan di Kabupaten
Sangggau, maka metode yang tepat digunakan yaitu metode Multi Dimensional
Scaling.
Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data yang diperoleh kemudian disusun dan diolah sesuai dengan
kepentingan dan tujuan penelitian. Untuk tujuan penelitian ini data yang dibutuhkan
adalah data seluruh Kecamatan di Kabupaten Sanggau yang diperoleh dari BPS
Provinsi Kalimantan Barat.
Data yang digunakan merupakan data ketersediaan infrastruktur yang terdapat di
setiap kecamatan di Kabupaten Sanggau, meliputi jumlah sarana pendidikan, sarana
kesehatan, listrik, serta air bersih.
2. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari teori-teori pendukung tentang metode
Multidimensional Scaling dalam analisis multivariat.
3. Analisis Data

Secara ringkas, metodologi penelitian dalam penulisan dapat disajikan seperti


pada flowchart berikut:

Mulai

Menginput Data Ketersediaan


Infrastruktur Setiap Kecamatan di
Kabupaten Sanggau pada Tahun 2016


Hitung disparities D yang merupakan
jarak Euclidean dari koordinat terbentuk

Hitung Nilai Stress Menggunakan

Titik Koordinat Akhir


BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam menyampaikan suatu data atau informasi, seringkali akan lebih mudah
dan menarik untuk menampilkannya dalam bentuk gambar. Termasuk dalam
menampilkan data-data (atribut) suatu objek. Posisi relatif objek-objek berdasarkan
data-data yang dimilikinya, dapat ditampilkan dalam sebuah grafik sehingga lebih
mudah dibaca oleh pengguna informasi tersebut. Multidimensional Scalling adalah
salah satu tehnik statistika yang dapat diterapkan dalam masalah ini.
Multidimensional Scaling (MDS) merupakan suatu tehnik eksplorasi yang
digunakan untuk memvisualisasikan proximities (kemiripan/ketakmiripan) dalam
ruang dimensi yang rendah. Dari sudut pandang nonteknis, tujuan MDS adalah untuk
menyajikan secara visual hubungan beberapa objek dalam sebuah grafik. Interpretasi
dari keluaran (output) yang dihasilkan MDS dapat mengarah pada pemahaman yang
mendasari kedekatan antar objek (entitas). Lebih jauh lagi, dapat dimungkinkan untuk
menggabungkan objek-objek yang mirip ke dalam satu kelompok yang sama. MDS
merupakan bagian dari analisis multivariat, karena suatu objek seringkali melibatkan
banyak variabel atau peubah yang menjadi atribut-atribut objek tersebut.
2.1 Multidimensional Scaling (MDS)
Definisi sederhana dari multidimensional scaling adalah pencarian ruang
dimensi yang kecil (pada umumnya menggunakan euklid) yang dapat menyajikan
objek-objek sedemikan sehingga jarak antar objek pada ruang dimensi tersebut sesuai
dengan jarak asli antar objek yang diamati. Jarak antar objek bukan hanya berarti
jarak secara harfiah tetapi dapat pula berarti kemiripan atau ketakmiripan antar objek.
Dari definisi tersebut, kegunaan multidimensional scaling adalah untuk menyajikan
objek-objek secara visual berdasarkan kemiripan yang dimiliki. Selain itu kegunaan
lain dari teknik ini adalah mengelompokkan objek-objek yang memiliki kemiripan
dilihat dari beberapa peubah yang dianggap mampu menggelompokkan objek-objek
tersebut.
Ukuran yang digunakan untuk mengukur hubungan antar objek adalah
proximity yang berarti kedekatan objek yang satu dengan objek lainnya. Proximity
dapat berupa kemiripan {Srt } ataupun ketakmiripan { rt } antar objek, dengan
Indeks r dan t melambangkan objek ke r dan objek ke t yang dibandingkan. Misalkan
suatu himpunan n objek yang memiliki ketakmiripan { rt } dengan r,t = 1, 2, , n.
Suatu konfigurasi dari n titik dalam ruang dimensi p mewakili objek-objek yang
diamati, denga jarak antar titik dilambangkan dengan {drt } . Masing-masing titik
mewakili satu objek dengan titik ke r mewakili objek ke r. Tujuan dari
multidimensional scaling adalah menemukan suatu konfigurasi sedemikian sehingga
jarak antar titik sesuai dengan ketakmiripan antar objek.
2.2 Jenis-jenis Penskalaan Berdimensi Ganda
Tipe data berdasarkan skala pengukuran dibagi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu
skala nominal, ordinal, interval dan rasio. Berdasarkan tipe data tersebut, Penskalaan
Berdimensi Ganda dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Penskalaan Berdimensi Ganda
metrik dan Penskalaan Berdimensi Ganda non-metrik
a. Penskalaan Berdimensi Ganda Metrik
Data jarak yang digunakan dalam Penskalaan Berdimensi Ganda metrik
adalah data rasio. Penskalaan Berdimensi Ganda metrik digunakan untuk menemukan
himpunan titik dalam ruang dimensi n dimana masing-masing titik mewakili satu
objek sehingga jarak antar titik adalah d rt f ( rt ) , dimana f adalah fungsi monotonic

parametric kontinu. Fungsi ini dapat berupa fungsi identitas maupun fungsi
transformasi ketakmiripan menjadi bentuk jarak.
Jenis Penskalaan Berdimensi Ganda metrik yang sering digunakan adalah
yang diperkenalkan oleh Young dan Householder pada Tahun 1938. Dalam
penskalaan klasik ketakmiripan { rt } diperlakukan sebagai jarak euklid. Misalkan
koordinat n titik dalam ruang euklid dimensi p adalah xr (r 1,..., n) , dimana

xr ( xr1,..., xrp )T . Jarak euklid antara titik ke r dan t adalah :

d rt2 ( xr xt )T ( xr xt ) .. (1)

Misalkan matriks hasil kali dalam B, dimana

[ B ] rt brt xrT xt

Dengan

x r 1
ri 0 (i 1,..., p )

Untuk mencari B dari persamaan (1) diperoleh :

d rt2 xrT xr xrT xr 2 xrT xr .. (2)

1 n 2 1 n T

n r 1
d rt xr xr xtT xt ,
n r 1

1 n 2 1 n T
rt r r n
n t 1
d x T
x
t 1
xt xt ,

n n
1 2 n T
n2
drt2
r 1 t 1
xr xr .. (3)
n r 1

Disubtitusikan ke dalam persamaan (2) menjadi

d rt2 xrT xr

1 1 n 1 n 1 n n
(d rt2 d rt2 d rt2 2 d 2
rt
2 n r 1 n s 1 n r 1 t 1
art ar ' a't a'' (4)

1
Dimana art d rt2 , dan
2

ar ' n 1 art , a't n1 art , a'' n 2 art


t r r t

Matriks A didefinisikan sebagai [ A]rt art , dank arena hasil kali dalam matriks B
adalah

B HAH .. (5)

Dimana H I n 111T dengan 1 (1,1,...,1)T adalah vektor 1 berukuran n.

Matriks hasil kali dalam B dapat juga diekspresikan sebagai B XX T , dimana


X [ x1 ,..., xn ]T adalah matriks koordinat berukuran n p . PAngkat dari matriks B,

r(B) adalah

r ( B) r ( XX T ) r ( X ) p

Sekarang B adalah matriks yang simetrik, semi definit positif dan berpangkat p,
sehingga memiliki p akar ciri nonnegative dan n-p akar ciri 0.
Matriks B kemudian ditulis dalam bentuk dekomposisi spectral, B V V T , dimana
diag (1 , 2 ,..., n ) , yaitu matriks diagonal dari akar ciri {i } matriks B, dan

V [v1 , v2 ,..., vn ] , yaitu matriks vektor akar ciri yang dinormalkan menjadi viT vi 1.

Akar ciri yang diperoleh kemudian disusun menjadi 1 2 ... n 0 . Karena

memiliki n p akar ciri 0, maka matriks B dapat ditulis kembali sebagai B V11V1T

, dimana 1 diag (1 ,..., p ) , V1 [v1 ,..., v p ] .


1
Karena B XX T , maka koordinat matriks X adalah X VV 2
1 1 , dimana
1 1 1
V12 diag (12 ,..., p2 ) .

Penggunaan classical scaling biasanya lebih banyak mengenai ketakmiripan { rt }

dibandingkan dengan jarak euklid sebenarnya antar titik {drt } .


Menurut Mardia et al, jika B adalah semi definit positif berpangkat p, maka
1
B V V T XX T , dimana X [ xr ]T , xr 2 vr . Jarak antara titik ke r dan ke t dari

konfigurasi adalah ( xr xs )T ( xr xt ) , diperoleh

( xr xs )T ( xr xt ) xrT xr xtT xt 2 xrT xt

brr btt 2brt

arr att 2art 2ars rt2

Dengan rt2 sama dengan jarak antara titik r ke t dalam ruang euklid.

Jika koefisien ketakmiripan menyebabkan matriks B tidak semi definit positif, suatu
konstanta dapat ditambahkan pada semua koefisien ketakmiripan (kecuali { rr } )
sehingga matriks B menjadi matriks semi definit positif. Bentuk koefisien
ketakmiripan yang baru menjadi rt rt c(1 rt ) , dimana c adalah suatu konstanta

dan rt adalah kronecker delta ( rt 1 jika r 1 dan 0 untuk lainnya, tidak ada
hubungan dengan rt ).
Permasalahan berikutnya adalah menentukan jumlah dimensi yang diperlukan untuk
menampilkan koefisien ketakmiripan { rt } . Jika B adalah matriks semi definit positif
maka jumlah akar ciri yang tak nol menujukkan jumlah dimensi yang diperlukan. Jika
B bukan matriks semi definit positif maka jumlah akar cirri yang positif menunjukkan
jumlah dimensi yang tepat. Jumlah dimensi tersebut merupakan jumlah dimensi
maksimal yang diperlukan, sedangkan untuk lebih praktisnya lebih baik memilih
dimensi yang lebih kecil.

Dari persamaan (3), jumlah kuadrat jarak antar titik dalam ruang adalah

n 1
1 n n 2 n

rt
2 r 1 s 1
d n
r 1
x T
r rx ntrB n
r 1
i

Suatu ukuran proporsi variasi yang dijelaskan dengan menggunakan hanya dimensi p
adalah


i 1
i

n 1


i 1
i

Jika B bukan matriks semi definit positif, ukuran tersebut dimodifikasi menjadi


i 1
i

akar ciri positif

Ukuran tersebut dapat digunakan untuk memilih jumlah dimensi (p) yang digunakan.

Secara singkat algoritma classical scaling sebagai berikut :

1. Menentukan koefisien ketakmiripan { rt }

1
2. Mencari matriks A [ rt2 ]
2
3. Mencari matriks B [art ar ' a' s a'' ]

4. Mencari akar ciri 1 ,..., n 1 dan vektor ciri v1 ,..., vn 1 yang kemudian

dinormalkan sehingga viT vi i . Jika B tidak semi definit positif (beberapa


akar ciri bernilai negatif), maka terdapat 2 pilihan, pilihan 1 adalah membuang
akar ciri yang bernilai negatif dan melanjutkan proses. Pilihan ke 2 adalah
menambahkan suatu konstanta c pada koefisien ketakmiripan sebagai berikut
rt rt c(1 rt ) dan kembali ke langkah 2.
5. Memilih jumlah dimensi yang tepat. Dapat menggunakan
p

/ (akar
i
i ciri positif ) .

6. Menentukan koordinat n titik pada ruang euklid dimensi p dengan xri vir

(r 1,..., n; i 1,..., p) .

b. Penskalaan Berdimensi Ganda Non Metrik


Data jarak yang digunakan dalam Penskalaan Berdimensi Ganda non metrik
adalah data yang dianggap bertipe ordinal. Untuk Penskalaan Berdimensi Ganda non
metrik, fungsi transformasi hanya mempunyai batasan rt r 't ' f ( rt ) f ( r 't ' )

untuk semua 1 r , t , r ', t ' n . Suatu fungsi stress sebagai berikut :

(d drt rt )2
Stress r ,t

d r ,t
2
rt

Fungsi ini mengambil 1 = r < s = n, karena st ts untuk semua r, t.

Meminimumkan Fungsi stress dengan memperhatikan {drt } dan {drt } menggunakan


regresi isotonic. Dalam berbagai literatur regresi isotonic mempunyai arti regresi
kuadrat terkecil monoton utama dari pada {drt } pada { rt } .
Ide untuk menemukan tampilan dari objek-objek dalam titik pada ruang dimensi q
sedemikian sehingga nilai stress sekecil mungkin. Kruskal menyarankan bahwa
dengan nilai stress dapat kebaikan sesuai dari hubungan monotonic antara kemiripan
dan jarak akhir, dengan ketentuan nilai sebagai berikut :
STRESS (%) KESESUAIAN
20 Buruk
10 Cukup
5 Bagus
2.5 Sangat Bagus
0 Sempurna

Langkah pertama meminimumkan Stress adalah menempatkan semua koordinat titik


dalam X dalam suatu vektor x ( x11 ,..., x1 p ,...., xnp )T sehingga stress sebagai fungsi

dari x yang diminimumkan dengan cara iteratif. Metode penurunan tajam digunakan,
sehingga jika xm adalah vector koordinat setelah iterasi ke m

s
xsl
xm1 xm x
s
x
1
S d d d x x
S ( ru tu )[ rt * rt rt* ]x ri ti1
xui r ,t S T d rt

signum( xri xti )


Berikut adalah teknik iteratif Kruskal yang digunakan untuk menemukan konfigurasi
dengan nilai stress minimum :
1. Memilih suatu konfigurasi awal.
2. Menormalisasi konfigurasi untuk mendapatkan centroid pada data aslinya dan
jarak kuadrat tengah unit dari data aslinya rt . Hal ini dilakukan karena stress
invariant terhadap translasi, dilatasi seragam.
3. Tentukan rt dari konfigurasi yang telah dinormalkan.

4. Menyesuaikan rt . Regresi kuadrat terkecil monotonic dari d rt pada rt

membagi rt menjadi blok-blok dimana drt konstan, dan sama dengan nilai
tengah dari d rt . Untuk menemukan partisi rt yang tepat, partisi terbaik
digunakan adalah yang memiliki N blok dengan masing-masing berisi suatu
i menggunakan notasi alternatif. Jika partisi ini memiliki d1 d2 ... d N ,

dan di di maka partisi ini merupakan partisi yang tepat. Jika tidak demikian

maka blok yang berurutan digabung dimana i i 1 dan

di di 1 (di di 1 ) / 2 . Blok terus-menerus digabung dan di baru selalu


diperoleh hingga partisi yang dibutuhkan tercapai.
S S
5. Temukan gradient . Jika , dimana adalah nilai yang sangat kecil.
x x
Jika suatu konfigurasi dengan stress minimum diperoleh maka proses iteratif
berhenti.
6. Temukan panjang sl.
S
7. Temukan konfigurasi yang baru, yaitu xn 1 xn sl x
S
x
8. Kembali ke langkah 2.
BAB III
PEMBAHASAN

4.1 Penyusunan Data


Penelitian ini membahas tentang analisis empat saranan infrastruktur setiap
Kecamatan di Kabupaten Sanggau yang menjadi variabel dalam analisis ini. Keempat
variabel tersebut yaitu Jumlah Sekolah (X1), Jumlah Sarana Kesehatan (X2),
kapasitas Air Bersih yang Disalurkan (X3), dan banyaknya Badan Usaha (X4).
Berikut merupakan data dari keempat variabel:

Tabel 3.1 Data Sarana Infrastruktur Setiap Kecamatan di Kabupaten Sanggau Tahun
2016

Jumlah Sarana Air Bersih yang Badan


No. Kecamatan Jumlah Sekolah
Kesehatan Disalurkan (m3) Usaha

1 Toba 27 12 0 173
2 Meliau 69 36 114473 354
3 Kapuas 111 38 1272159 987
4 Mukok 29 14 74089 285
5 Jangkang 49 19 15044 235
6 Bonti 33 14 36235 230
7 Parindu 47 23 75685 613
8 Tayan Hilir 58 19 74271 344
9 Balai 39 16 59895 303
10 Tayan Hulu 43 19 85679 511
11 Kembayan 43 17 84624 513
12 Beduwai 19 9 24904 118
13 Noyan 23 10 0 192
14 Sekayam 46 16 141059 346
15 Entikong 25 7 84364 351
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau
Data di atas merupakan banyaknya sarana beberapa infrastruktur setiap
kecamatan di Kabupaten Sanggau. Pada data jumlah sekolah, data tersebut
merupakan penjumlahan dari berbagai tingkat pendidikan seperti Sekolah Dasar
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas
(SMA/MA) yang berada di bawah Kemendikbud maupun Kementrian Agama yang
terdapat di Kabupaten Sanggau. Sedangkan data jumlah sarana kesehatan di ambil
dari penjumlahan beberapa sarana kesehatan seperti Rumah Sakit (RS), Puskesmas,
Pustu, dan Polindes yang terdapat di Kabupaten Sanggau.

Pada data air bersih yang di salurkan meupakan data banyaknya kapasitas air
yang telah di salurkan PDAM di berbagai kecamatan di Kabupaten Sanggau, tetapi
tidak semua kecamatan tersalur air PDAM. Ada dua kecamatan yang tidak
menggunakan sumber air dari PDAM yaitu Kecamatan Toba dan Kecamatan Noyan.
Dan data banyaknya badan usaha di ambil dari penjumlahan usaha industri dan
perdagangan yang terdapat di Kabupaten Sanggau.

4.2 Analisis Deskriptif


Berikut merupakan hasil deskriptif dari data yang dicari menggunakan SPSS:
Tabel 3.2 Hasil Deskriptif Statistik Dari Data

Dari hasil deskriptif di atas, kita dapat mengetahui bahwa jumlah seluruh
sekolah yang terdapat di Kabupaten Sanggau yaitu 661 sekolah dan rata-rata setiap
kecamatan memiliki 44 sekolah. Dengan jumlah sekolah terbanyak yaitu 111, dan
yang paling sedikit 19 sekolah. Sedangkan untuk sarana kesehatan, jumlah seluruh
sarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten Sanggau yaitu 269 dengan rata-rata tiap
kecamatan memiliki 17,9 sarana kesehatan. Kecamatan yang memiliki sarana
kesehatan terbanyak yaitu sebesar 38 sarana kesehatan, sedangkan yang paling sedikit
sebesar tujuh. Untuk air bersih, jumlah kapasitas yang di alirkan PDAM yaitu sebesar
2.142.481 m3 dengan rata-rata sebesar 142.832 m3. Dimana pengaliran air bersih
terbesar yaitu ssbesar 1.272.159 m3, dan yang terkecil sebesar nol karena masih ada
kecamatan yang tidak di aliri air bersih oleh PDAM. Dan untuk badan usaha, jmlah
seluruh badan usaha yang terdapat di Kabupaten Sanggau yaitu sebanyak 5.555 badan
usaha dengan rata-rata tiap kecamatannya memiliki 370 badan usaha. Jumlah badan
usaha terbanyak di satu kecamatan yaitu sebanyak 987 badan usaha, dan yang terkecil
yaitu sebanyak 118 badan usaha.
4.3 Analisis Multidimensional Scaling (MDS)
Untuk menganalisis data digunakan software SPSS sehinggal di dapat beberapa
output yaitu:
1. Nilai Stress
Nilai stress digunakan guna melihat apakah data yang dimiliki sesuai
dan baik sehingga analisis dapat dilanjutkan. Berikut merupakan hasil dari
pengecekan nilai stress pada data.
Tabel 3.3 Nilai Stress Yang Diperoleh

For matrix
Stress = .00000 RSQ = 1.00000

Dari hasil yang telah diperoleh, kita mengetahui bahwa nilai stress
yang diproleh sebesar 0,00000 atau 0%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
data yang dimiliki memenuhi kriteria berdasarkan batas ketentuan nilai stress
yang telah dibahas dalam bab dua dan dapat dilanjutkan untuk analisis yang
lebih lanjut.
2. Perceptual Map
Berikut merupakan gambaran jarak yang diperoleh dari analisis
Multidimensional Scaling menggunakan SPSS:
Tabel 3.3 Koordinat Tiap Variabel

Configuration derived in 2 dimensions

Stimulus Coordinates

Dimension

Stimulus Stimulus 1 2
Number Name

1 Toba .6637 -.0005


2 Meliau .1318 .0000
3 Kapuas -5.2475 -.0001
4 Mukok .3194 -.0002
5 Jangkang .5938 -.0003
6 Bonti .4953 -.0004
7 Parindu .3120 .0013
8 Tayan_Hi .3186 .0001
9 Balai .3854 -.0001
10 Tayan_Hu .2656 .0008
11 Kembayan .2705 .0008
12 Beduai .5480 -.0009
13 Noyan .6637 -.0005
14 Sekayam .0082 -.0001
15 Entikong .2717 .0001

Tabel 3.3 memperlihatkan titik koordinat masing-masing kecamatan


sehingga terbentuk perceptual map seperti yang terdapat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Perceptual Map

Dilihat dari plot secara keseluruhan terdapat tiga kelompok program


studi yang memiliki kemiripan antar anggotanya tetapi berbeda dengan
anggota kelompok lainnya.
Ketiga kelompok itu adalah:
Kecamatan Kapuas
Kecamatan Parindu, Kecamatan Tayan Hulu, dan Kecamatan Kembayan
Kecamatan Tayan Hilir, Kecamatan Entikong, Kecamatan Meliau,
Kecamatan Balai, Kecamatan Sekayam, Kecamatan Jangkang,
Kecamatan Mukok, Kecamatan Bonti, Kecamatan Noyan, Kecamatan
Toba, dan Kecamatan Beduai

Dari ketiga kelompok yang terbentuk, Kecamatan Kapuas yang memiliki


jarak yang jauh dari kecamatan lainnya. Jika dilihat dari data yang dimiliki,
Kecamatan Kapuas memang memiliki infrastruktur yang jauh lebih baik di
antara kecamatan yang lain, hal tersebut mungkin disebabkan karena
Kecamatan Kapuan merupakan ibu kota kabupaten dari Kabupaten Sanggau.
Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa belum meratanya sarana
infrastruktur yang terdapat di Kabupaten Sanggau sehingga terbentuklah tiga
kelompok yang ada.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan yaitu terlihatnya
ketidakmerataan infrastruktur antar kecamatan di Kabupaten Sanggau karena terlihat
terbentuknya kelompok-kelompok yang mengidentifikasikan ketidakmerataan
tersebut.

4.2 Saran

Dengan adanya ketidakmerataan infrastruktur yang ada, diharapkan


pemerintah dapat memperbaiki atau membangun infrastruktur untuk kecamatan yang
belum memiliki sarana infrastruktur yang baik agar masyarakat dapat menikmati
infrastruktur secara merata di setiap kecamatan di Kabupaten Sanggau.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau. 2017. Kabupaten Sanggau Dalam


Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau.

Mattjik, A.A., 2011, Sidik Peubah Ganda Dengan Menggunakan SAS, Ed ke-1, IPB
PRESS, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai