BAB I
PENDAHULUAN
need). Air menjadi kebutuhan primer yang diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari
fungsi air tidak hanya terbatas untuk menjalankan fungsi ekonomi saja, namun
juga sebagai fungsi sosial. Fungsi sosial ini erat berkaitan dengan kondisi air yang
sehat, jernih dan bersih sehingga sangat penting dipahami oleh semua pihak dalam
fungsi ekonomi yang dimiliki air dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari
pertambahan penduduk maka kebutuhan air tidak dapat dipungkiri akan semakin
meningkat. Oleh karena itu ketersediaan air dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai tidak dapat ditawar lagi karena dapat berdampak terjadi konflik
Menurut data yang dikeluarkan oleh Ditjen Sumber Daya Air (2006), yang
mengacu pada data yang disampaikan oleh World Water Forum (2005), bahwa
saat ini 25% populasi dunia mengalami masalah kekurangan air minum dan satu
dari tiga orang di dunia tidak mendapatkan pelayanan sanitasi yang baik.
Menjelang tahun 2025 sekitar 2,7 milyar jiwa atau 30,33% populasi dunia akan
Rohani Budi Prihatin dalam artikel Problem Air Bersih di Perkotaan, 2013
per tahun. Angka ini masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang
kelangkaan air bersih, terutama di kota-kota besar. Selain itu, menurut laporan
air di Pulau Jawa hanya 1.750 m3 per kapita per tahun pada tahun 2000 dan akan
terus menurun hingga 1.200 m3 per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal
standar kecukupan minimal adalah 2.000 m3 per kapita per tahun. Kondisi ini juga
semakin diperparah dengan rusaknya daerah aliran sungai (DAS), yang terus
biasanya lebih dikenal sebagai PDAM. PDAM tersebar diseluruh daerah dan kota
air bersih dan mendistribusikan air bagi masyarakat. PDAM yang merupakan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia saat ini memang diarahkan
dalam penyediaan layanan air. Beberapa kebijakan tersebut antara lain adalah
dalam kebijakan penyediaan air bersih saat ini. Kebijakan ini secara tegas tertuang
dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, PP No.16 Tahun 2005
Kebijakan PSP juga tertuang dalam Urban Water Supply Policy Framework yang
disusun oleh Bank Dunia bekerjasama dengan BAPPENAS tahun 1997. Salah
satu alasan yang mendasari munculnya kebijakan PSP ini adalah kebutuhan
kawasan Nusa Dua dan Kuta merupakan kawasan wisata yang memerlukan
investasi yang sangat besar dan pelayanan yang profesional dalam penyediaan air
Permendagri No. 4 tahun 1990 serta atas persetujuan Bupati Kepala Daerah
untuk menangani masalah ini dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga. Untuk
4
dengan membentuk PAM PT. Tirtaartha Buanamulia (PAM PT.TB) pada tanggal
15 Mei 1991 yang merupakan usaha patungan antara PDAM dengan pihak ketiga
dimulai pada Januari 1993 dengan masa konsesi 20 tahun, dengan cakupan
wilayah Kecamatan Kuta Selatan (Desa Pecatu, Desa Ungasan, Desa Kutuh,
Kelurahan Benoa, Desa Tanjung Benoa, Desa Jimbaran) dan sebagian Kecamatan
kebutuhan akan air bersih cukup besar seiring dengan perkembangan di wilayah
usaha PAM PT.TB dengan bertambahnya akomodasi wisata dan diikuti pula oleh
Sebagai kawasan pariwisata pada wilayah usaha PAM PT. TB, mengacu
pada ketetapan Ditjen Cipta Karya (2000) termasuk dalam klasifikasi Kota
Metropolitan. Pada saat ini besarnya kebutuhan air domestik untuk kawasan
Berdasarkan uraian pada profil usaha PAM PT. TB yang diterbitkan dalam
pelayanan sampai akhir tahun 2009, dari jumlah pelanggan 2.559 sambungan,
Jumlah air yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan air di wilayah usaha PAM
PT. TB sesuai dengan sistem yang tersedia saat itu rata-rata sebanyak 396,11 lt/dt
dengan tingkat kebocoran sebesar 40,31% dan 670,86 lt/dt pada akhir tahun 2009
dengan tingkat kebocoran yang dapat ditekan menjadi 23,64%. Dan jam operasi
produksi air minum berjalan selama 24 jam dan operasi distribusi rata-rata
Kapasitas yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini oleh PAM PT. TB
sangatlah terbatas dan sudah termanfaatkan secara maksimal, yaitu sebesar 803,74
lt/dt yang bersumber dari 450 lt/dt diperoleh dari IPA Ayung I dan II, 300 lt/dt
dari estuary dam dan 53,74 lt/dt dari produksi air bawah tanah, sedangkan
kebutuhan akan air bersih sampai dengan tahun 2011 sudah mencapai 822,90 lt/dt.
Hal itu menunjukkan mengalami defisit air bersih sebesar 19,16 lt/dt. Dengan
7%, maka dari tahun ke tahun terus akan mengalami peningkatan seiring dengan
6
tingkat perkembangan penduduk sampai tahun 2015 kebutuhan akan air bersih
Ketidakseimbangan supply and demand pada wilayah usaha PAM PT. TB,
dimana kebutuhan air bersih melampaui dari ketersediaan air bersih, maka
kawasan tersebut tidak terlepas dari permasalahan air bersih dikaitkan dengan
bersih yang lebih besar, mengingat perkembangan kawasan studi sebagai kawasan
pariwisata. Oleh karena itu pola pemakaian serta perilaku penggunaan dan
kiranya untuk dikaji, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penanganan masalah
air bersih baik saat ini maupun dimasa yang akan datang.
a. Bagaimana pola pemakaian air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha
Buanamulia ?
a. Mengetahui pola pemakaian air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. Tirtaartha
Buanamulia.
Manfaat yang bisa dipetik dari penelitian ini adalah untuk menambah
referensi tentang karakteristik pola pemakaian dan pelayanan air bersih di wilayah
usaha PAM PT. TB. Sedangkan bagi instansi terkait penelitian ini kiranya bisa
pelayanan air bersih di Wilayah Usaha PAM PT. TB yang dapat menjadi acuan
bagi PDAM Kabupaten Badung dan instansi terkait lainnya untuk memprediksi
konsumsi air secara lebih akurat dalam penyusunan program penyediaan air untuk