4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
NAMA :
DAITIN S. PATTIKAWA
KRISTINA N. HUTASOIT (20170711014124)
REGINA CH. B. HADJO (20170711014120)
THIA L. BEMBE (20170711014163)
PENTINGNYA EMPAT PILAR DALAM KEHIDUPAN
BERBANGSA/BERNEGARA SERTA TANTANGAN YANG DIHADAPI
Untuk menjaga keutuhan (dalam hal ini : kedamaian dan kesejahteraan), setiap negara
membutuhkan pilar yang kokoh untuk menopang dirinya. Negara Indonesia sendiri mempunyai
pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya satu tetapi empat pilar.
Empat hal fundamental itulah yang mempersatukan bangsa Indonesia dalam menghadapi
berbagai tantangan dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, upaya
menumbuhkan kesadaran, pemahaman, dan implementasi dalam melaksanakan nilai-nilai empat
pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut bukanlah tanggung jawab satu pihak saja,
melainkan tanggung jawab kita bersama. Tugas memasyarakatkan empat pilar kehidupan
berbangsa dan bernegara bukan hal yang sederhana, tetapi membutuhkan dukungan dan teladan
dari berbagai komponen bangsa terutama para penyelenggara negara. Oleh sebab itu, berbagai
wacana, baik dari unsur pemerintahan maupun organisasi politik dan kemasyarakatan, mulai
mengungkap bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat kesepakatan yang
disebut sebagai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsep ini digagas oleh alm Taufik Kiemas. Beliau menggagas konsep empat pilar,
mengingat hal ini adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun
keutuhan bangsa. Seperti halnya sebuah bangunan, dimana untuk membuat bangunan tersebut
menjadi kokoh dan kuat, dibutuhkan pilar-pilar atau penyangga. Begitu halnya juga dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Pilar-pilar tersebut digagas bukan tanpa alasan dan tujuan. Pilar-pilar tersebut memang
memiliki ciri khasnya masing-masing, namun dengan tujuan yang sama yakni untuk menjaga
kedamaian dan kesejahteraan yang utuh dalam negara. Dengan adanya pilar-pilar dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, diharapkan persatuan dan kesatuan akan terus dipupuk.
A. PANCASILA
Pancasila adalah ideologi bagi negara Indonesia. Nama ini berasal dari bahasa
Sansekerta : paca berarti lima, dan la berarti prinsip/asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila diangkat sebagai pilar bangsa Indonesia karena pancasila dinilai memenuhi
syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang pluralistik dan cukup luas dan besar ini.
Perlu dasar pemikiran yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat diterima oleh
seluruh warga bangsa, mengapa bangsa Indonesia menetapkan Pancasila sebagai pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi
logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi
penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara benar - benar
harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai cita hukum dalam dasar negara, yang dijadikan acuan dalam menyusun
segala peraturan perundang-undangan. Pancasila merupakan common denominator bangsa.
Pancasila dipandang cocok dan mampu dijadikan landasan yang kokoh untuk berkiprahnya
bangsa Indonesia dalam menegakkan hukum, dalam menjamin terwujudnya keadilan.
B. UUD 1945
UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara
Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 sebagai hukum dasar, merupakan kesepakatan umum
(konsensus) warga negara mengenai norma dasar (grundnorm) dan aturan dasar (grundgesetze)
dalam kehidupan bernegara. Kesepakatan ini utamanya menyangkut tujuan dan cita-cita
bersama, the rule of law sebagai landasan penyelenggaraan negara, serta bentuk institusi dan
prosedur ketatanegaraan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, Indonesia ialah negara yang
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
Negara juga menganut sistem konstitusional, dengan pemerintah berdasarkan konstitusi (hukum
dasar), dan tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Undang-Undang Dasar
menjadi pedoman bagi pelaksanaan demokrasi konstitusional (constitutional democracy),
yakni praktik demokrasi yang tujuan ideologis dan teleologisnya adalah pembentukan dan
pemenuhan konstitusi.
Bhinneka Tunggal Ika, adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuno, dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap
satu.
Diterjemahkan per patah kata. Kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-
beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka"
dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah
Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-
beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini
digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa,
agama dan kepercayaan.
Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno yaitu kakawin Sutasoma,
karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa
karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.
D. NKRI
NKRI adalah bentuk dari negara Indonesia. Dimana negara Indonesia yang merupakan
negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya adalah republic. Kenapa NKRI? Karena
walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan
dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia.
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan
karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki
berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu
negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan
kepentingan umum.
Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan walaupun sudah
satu dasawarsa reformasi berjalan, tantangan tersebut kalau diidentifikasi sesuai dengan
Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dan
kondisi bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai berikut :
Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam
berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis
akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, kebudayaan, dan agama
yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun masyarakat.
Penegakan hukum tidak berjalan dengan baik dan pelaksanaannya telah diselewengkan
sedemikian rupa, sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan hak
warga negara di hadapan hukum.
Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
kurangnya keberpihakan kepada kelompok usaha kecil dan menengah, sehingga telah
menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang besar yang harus dipikul oleh
negara, pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial
ekonomi yang semakin melebar.
Sistem politik tidak berjalan dengan baik, sehingga belum dapat melahirkan pemimpin-
pemimpin yang amanah, mampu memberikan teladan dan memperjuangkan kepentingan
masyarakat.
Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, dan dendam
antara kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat proses demokrasi yang tidak berjalan
dengan baik.
Masih berlangsungnya pelaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat yang mengabaikan
proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya
sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara pada gerakan masyarakat yang menuntut
kebebasan, kesetaraan, dan keadilan.
Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi pengawasan oleh
internal pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat, serta terbatasnya pengawasan oleh
masyarakat dan media massa pada masa lampau, telah menjadikan transparansi dan
pertanggungjawaban pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan
bertanggung jawab tidak terlaksana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada
penyelenggara negara menjadi berkurang.
Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberikan
keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika tidak diwaspadai, dapat memberi dampak
negatif terhadap kehidupan berbangsa.
Kurangnya pemahaman, penghayatan, dan kepercayaan akan keutamaan nilai-nilai yang
terkandung pada setiap sila Pancasila dan keterkaitannya satu sama lain, untuk kemudian
diamalkan secara konsisten di segala lapis dan bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi bangsa saat ini perlu ada arah kebijakan yang
merupakan solusi menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
agar memperkuat kembali persatuan dan kesatuan bangsa. Arah kebijakan tersebut sesuai dengan
Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional
adalah sebagai berikut :
Menjadikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan moral
penyelenggara negara dan masyarakat.
Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana
dan dialog terbuka di dalam masyakarat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai
dengan visi Indonesia masa depan.
Meningkatkan kerukunan sosial antar dan antara pemeluk agama, suku, dan kelompok-
kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip
kebersamaan, kesetaraan, toleransi dan saling menghormati. Intervensi pemerintah dalam
kehidupan sosial budaya perlu dikurangi, sedangkan potensi dan inisiatif masyarakat
perlu ditingkatkan.
Menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan
bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati hak asasi manusia. Langkah ini
harus didahului dengan memproses dan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi,
dan nepotisme, serta pelanggaran hak asasi manusia.
Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui
pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan daerah.
Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga
dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab.
Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan, dalam berbagai tingkat struktur
politik dan hubungan kekuasaan, dapat berlangsung dengan seimbang. Setiap keputusan
politik harus melalui proses yang demokratis dan transparan dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat.
Memberlakukan kebijakan otonomi daerah, menyelenggarakan perimbangan keuangan
yang adil, meningkatkan pemerataan pelayanan publik, memperbaiki kesenjangan dalam
pembangunan ekonomi dan pendapatan daerah, serta menghormati nilai-nilai budaya
daerah berdasarkan amanat konstitusi.
Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
negara, serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial secara
konstruktif dan efektif.
Mengefektifkan Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara yang berperan dalam
bidang pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang
berperan dalam bidang keamanan, serta mengembalikan jatidiri Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari rakyat.
Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu bekerja
sama dan bersaing sebagai bangsa dan warga dunia dengan tetap berwawasan pada
persatuan dan kesatuan nasional.
Mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, mengembangkan Pancasila sebagai
ideologi dan sebagai dasar landasan peraturan perundang-undangan, mengusahakan
Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, Pancasila yang
semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal, dan menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara.