Anda di halaman 1dari 43

TUGAS MATA KULIAH

PARASITOLOGI VETERINER

PROTOZOA PADA BABI

Oleh:

Kartika Dewi Kusumawardhani 1609511063

Laras Ayu Nadira 1609511064

Satria Aji Pratama 1609511087

Rani Utami Putri 1609511088

LABORATORIUM PARASITOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2017
RINGKASAN

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari
bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan jadi protozoa
adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik.

Protozoa yang menginfeksi saluran pencernaan babi antara lain Eimeria,


Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan Giardia. Eimeria dan Isospora termasuk dalam
sub ordo Eimeriina, ordo Eucoccidia, subkelas Coccidia, dan kelas Telosporea. Eimeria
ditandai dengan adanya empat sporokista ditiap-tiap ookista dan dua sporozoit dalam
sporokista. Kebanyakan spesies dari genus ini berada di dalam sel-sel intestinum
vertebrata, tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel hati, dan saluran empedu.
Isospora ditandai dengan adanya dua sporokista ditiap-tiap ookista dan empat sporozoit
di dalam sporokista.

Coccidia yang umum ditemukan pada babi terutama yang berpredileksi pada
saluran cerna antara lain: Eimeria debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria
cerdonis, Eimeria guevarai, Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci,
Eimeria scabra, Eimeria scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais,
Eimeria suisnoller, Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis

Genus Balantidium digolongkan dalam phylum Ciliophora, class


Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Famili Balantidiidae (Soulsby,
1982). Anggota genus ini mempunyai bentuk ovoid, ellipsoid sampai subsilindris.
Morfologi dari Balantidium yaitu bentuk trofozoit rata-rata berukuran panjang 50-60
mikron. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang 150 mikron. Permukaan tubuh
ditutupi oleh barisan silia memanjang yang terletak sedikit miring. Pada ujung anterior
terdapat lekuk yang disebut peristoma dan diteruskan sebagai saluran yang menuju ke
faring dengan bentuk seperti corong disebut sitofaring, terus ke dalam dan berakhir di
sepertiga bagian tubuh. Mempunyai dua inti yaitu makronukleus dan mikronukleus.
Makronukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak sub terminal dan mikronukleus
terletak pada lekukan makronukleus yang bertanggungjawab dalam proses reproduksi.
Terdapat satu vakuola kontraktil di dekat ujung posterior tubuh, yang lain dekat
pertengahan, dan sitoplasma mengandung sejumlah vakuola makanan. Pada ujung
posterior juga terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke anus (cytopyge). Kista
yang dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berukuran 40-60 mikron.
((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982). Balantidium coli hidup secara
komensal pada usus besar dan sekum babi, namun Balantidium coli dapat pula
menyerang mukosa usus babi tersebut. Balantidium coli juga dapat menginfeksi
manusia dan bersifat patogen serta dapat menimbulkan penyakit disentri Balantidiosis.
Selain Balantidium coli pada babi.

i
Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum
Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit
usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia. Entamoeba polecki
ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5- 25m, inti keliatan bervariasi.
Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir
mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica.
Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya
tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter
kista 4-17m, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda
kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar
dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur
besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda
kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak
patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup
Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di ileum,
trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner, trophozoit
dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik (terutama pada
hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.

Genus Giardia termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum


Mastigophora, class Zoomastigophorea, ordo Kinetoplastidae (Soulsby, 1982). Giardia
adalah flagellate yang memiliki cambuk seperti pelengkap untuk bergerak.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Protozoa pada Babi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Protozoa pada Babi. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Denpasar, November 2017

iii
DAFTAR ISI

Ringkasan i

Kata Pengantar iii

Daftar Isi. iv

Daftar Gambar. v

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1


2.1 Rumusan Masalah 1

BAB II Tujuan dan Manfaat 2

2.1 Tujuan.. 2
2.2 Manfaat 2

BAB III Tinjauan Pustaka 3

BAB IV Pembahasan 8

4.1 Protozoa Saluran Cerna Babi 8


4.1. 1. Eimeria sp. dan Isospora suis 8
4.1. 2. Balantidium sp. 12
4.1. 3. Entamoeba sp. 14
4.1. 4. Giardia sp. ... 16

BAB V Kesimpulan.. 19

Daftar Pustaka... 20

Lampiran 21

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 01. (Siklus Hidup Eimeria sp.) 8

Gambar 02. (Isospora Suis)8

Gambar 03. (Balantidium Coli). 12

Gambar 04. (E. Hystolitica).. 14

Gambar 05. (Giardia sp.)... 16

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Provinsi Bali merupakan salah satu ikon pariwisata di Indonesia,
dengan luas wilayah sekitar 5.663 km2. Ternak babi memiliki peran yang
sangat besar bagi kebanyakan masyarakat Bali, baik segi ekonomi maupun
budaya. Dari segi ekonomi, babi dapat digunakan sebagai alat tukar, dan
juga kebutuhan pangan, selain itu dari segi budaya daging babi sering kali
digunakan pada saat hari raya besar masyarakat Hindu.
Namun pemahaman masyarakat akan penyakit strategis pada Babi
dirasa masih kurang. Contohnya sistem pemeliharaan Babi yang masih
tradisional sehingga agen infeksi mudah menyerang Babi. Salah satu agen
infeksi yang menyerang Babi adalah Protozoa. Protozoa yang menginfeksi
saluran pencernaan babi umumnya antara lain: Coccidia, Balantidium,
Entamoeba dan Giardia. Babi-babi muda umumnya lebih peka terhadap
infeksi protozoa dan daya tahannya lebih lemah dibandingkan dengan babi
dewasa. (Damriyasa, 2013).
Beberapa penelitian protozoa pada babi telah dilakukan di
Indonesia diantaranya ditemukannya kista Eimeria sp dan Balantidium coli
pada feses babi kutil di Surabaya. Hasil pemeriksaan didapatkan bahwa
dari 60 tinja babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 tinja (8,3%) ditemukan
protozoa usus yang patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli. Yasa et
al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di Bali
menunjukkan 70% (14 dari 20 sampel) induk babi terinfeksi Eimeria sp
dan pada anak babi ditemukan 20%. Cargil et al. mengidentifikasi
protozoa Eimeria deblecki, Eimeria scabra, Eimeria suis, Eimeria polita,
Balantidium coli, Entamoeba dan Jodamoeba pada babi di Lembah

1.2 Rumusan Masalah


2.1.1. Apa yang dimaksud dengan Protozoa pada Babi?
2.1.2. Apa yang dimaksud dengan Eimeria sp. dan isospora suis?
2.1.3. Apa yang dimaksud dengan Balantidium sp.?
2.1.4. Apa yang dimaksud dengan Entamoeba sp.?
2.1.5. Apa yang dimaksud dengan Giardia sp.?

1|Protozoa pada Babi


BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, adapun tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk memperluas pengetahuan mahasiswa
tentang protozoa pada babi.
2.2 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini, yaitu:
1) Mengetahui apa pengertian dari protozoa pada Babi
2) Mengetahui apa itu Eimeria sp. dan Isospora Suis
3) Mengetahui apa itu Balantidium sp.
4) Mengetahui apa itu Entamoeba sp.
5) Mengetahui apa itu Giardia sp.

2|Protozoa pada Babi


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan


berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Babi
merupakan hewan dengan Nama ilmiah Sus, tergolong famili Suidae, dengan
genus Sus dan merupakan kingdom Animalia. Penyebaran hewan mamalia ini
tidak terlalu merata di bumi ini. Indonesia sendiri memiliki tiga spesies Babi,
yaitu Sus Barbatus, Sus Veroucossus, dan Sus Scrofa.

Babi sendiri sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan


tahun oleh orang Eropa dan orang Asia kebanyakan. Babi adalah makanan yang
umum di nusantara sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah. Beberapa
suku bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku
Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan keseharian,
seperti Suku Dayak, suku Bali, Toraja, Papua, Batak, Manado, dll. Dalam
masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan ternak yang
umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi di nusantara.
Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi
berbagai gastrointestinal parasit. (Supriadi, 2014)

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal


dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan jadi
protozoa adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista
eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas perbedaannya.
Kebanyakan Protozoa hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Beberapa
organisme mempunyai sifat antara algae dan protozoa. Sebagai contoh algae hijau
Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang berklorofil,
tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk berfotosintesa.
Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek tanpa
adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa.
Contohnya strain mutan algae genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil,
dapat dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus Polytoma. Hal ini merupakan
contoh bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara algae dan protozoa.
Protozoa dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya
eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari
jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari
jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.

Biasanya berkisar 10-50 m, tetapi dapat tumbuh sampai 1 mm, dan


mudah dilihat di bawah mikroskop. Mereka bergerak di sekitar dengan cambuk
seperti ekor disebut flagela. Mereka sebelumnya jatuh di bawah keluarga Protista.
Lebih dari 30.000 jenis telah ditemukan. Protozoa terdapat di seluruh lingkungan

3|Protozoa pada Babi


berair dan tanah, menduduki berbagai tingkat trophic. Tubuh protozoa amat
sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tunggal (unisel). Namun demikian, Protozoa
merupakan sistem yang serba bisa. Semua tugas tubuh dapat dilakukan oleh satu
sel saja tanpa mengalami tumpang tindih. Ukuaran tubuhnya antaran 3-1000
mikron.Bentuk tubuh macam-macam ada yang seperti bola, bulat memanjang,
atau seperti sandal bahkan ada yang bentuknya tidak menentu. Juga ada memiliki
fligel atau bersilia.

Protozoa hidup di air atau setidaknya di tempat yang basah. Mereka


umumnya hidup bebas dan terdapat di lautan, lingkungan air tawar, atau daratan.
Beberapa spesies bersifat parasitik, hidup pada organisme inang. Inang protozoa
yang bersifat parasit dapat berupa organisme sederhana seperti algae, sampai
vertebrata yang kompleks, termasuk manusia. Beberapa spesies dapat tumbuh di
dalam tanah atau pada permukaan tumbuh-tumbuhan. Semua protozoa
memerlukan kelembaban yang tinggi pada habitat apapun. Beberapa jenis
protozoa laut merupakan bagian dari zooplankton. Protozoa laut yang lain hidup
di dasar laut. Spesies yang hidup di air tawar dapat berada di danau, sungai,
kolam, atau genangan air. Ada pula protozoa yang tidak bersifat parasit yang
hidup di dalam usus termit atau di dalam rumen hewan ruminansia. Beberapa
protozoa berbahaya bagi manusia karena mereka dapat menyebabkan penyakit
serius. Protozoa yang lain membantu karena mereka memakan bakteri berbahaya
dan menjadi makanan untuk ikan dan hewan lainnya. Protozoa hidup secara
soliter atau bentuk koloni. Didalam ekosistem air protozoa merupakan
zooplankton. Permukan tubuh Protozoadibayangi oleh membransel yang tipis,
elastis, permeable, yang tersusun dari bahan lipoprotein, sehingga bentuknya
mudah berubah-ubah. Beberapa jenis protozoa memiliki rangka luar (cangkok)
dari zat kersik dan kapur. Apabila kondisi lingkungan tempat tinggal tiba-tiba
menjadi jelek, Protozoa membentuk kista. Dan menjadi aktif lagi. Organel yang
terdapat di dalam sel antara lain nucleus, badan golgi, mikrokondria, plastida, dan
vakluola. Nutrisi protozoa bermacam-macam. Ada yang holozoik (heterotrof),
yaitu makanannya berupa organisme lainnya,. Ada pula yang holofilik (autotrof),
yaitu dapat mensintesis makanannya sendiri dari zat organic dengan bantuan
klorofit dan cahaya. Selain itu ada yang bersifat saprofitik, yaitu menggunakan
sisa bahan organic dari organisme yang telah mati adapula yang bersifat parasitik.
Apabila protozoa dibandingkan dengan tumbuhan unisel, terdapat banyak
perbedaan tetapi ada persamaannya. Hal ini mungkin protozoa meriupakan bentuk
peralihan dari bentuk sel tumbuhan ke bentuk sel hewan dalam perjalanan
evolusinya.

Protozoa adalah mikroorganisme menyerupai hewan yang merupakan


salah satu filum dari Kingdom Protista. Seluruh kegiatan hidupnya dilakukan oleh
sel itu sendiri dengan menggunakan organel-organel antara lain membran plasma,
sitoplasma, dan mitokondria. Ciri-ciri umum :

4|Protozoa pada Babi


Organisme uniseluler (bersel tunggal)
Eukariotik (memiliki membran nukleus)
Hidup soliter (sendiri) atau berkoloni (kelompok)
Umumnya tidak dapat membuat makanan sendiri (heterotrof)
Hidup bebas, saprofit atau parasite
Dapat membentuk sista untuk bertahan hidup
Alat gerak berupa pseudopodia, silia, atau flagela

Ciri-ciri prozoa sebagai hewan adalah gerakannya yang aktif dengan silia
atau flagen, memili membrane sel dari zat lipoprotein, dan bentuk tubuhnya ada
yang bisa berubah-ubah. Adapun yang bercirikan sebagai tumbuhan adalah ada
jenis protozoa yang hidup autotrof. Ada yang bisa berubag-ubah. Adapun yang
mencirikan sebagai sebagai tumbuhan adalah ada jenis protozoa yang hidup
autotrof. Perkembangbiakan bakteri dan amuba Perkembangbiakan amuba dan
bakteri yang biasa dilakukan adalah dengan membela diri. Dalam kondisi yang
sesuai mereka mengadakan pembelahan secara setiap 15 menit. Peristiwa ini
dimulai dengan pembelahan inti sel atau bahan inti menjadi dua. Kemudian diikuti
dengan pembelahan sitoplasmanya, menjadi dua yang masing=masing
menyelubungi inti selnya. Selanjutnya bagian tengah sitoplasma menggenting
diikuti dengan pemisahan sitoplasma. Akhirnya setelah sitoplasma telah benar-
benar terpisah, maka terbentuknya dua sel baru yang masing=masing mempunyai
inti baru dan sitoplasma yang baru pula. Pada amuba bila keadan kurang baik,
misalnya udara terlalu dingin atau panas atau kurang makan, maka amuba akan
membentu kista. Didalam kista amuba dapt membelah menjadi amuba-amuba
baru yang lebih kecil. Bila keadaan lingkungan telah baik kembali, maka dinding
kista akan pecah dan amuba-amuba baru tadi dapat keluar. Selanjudnya amuba ini
akan tumbuh setelah sampaipada ukuran tertentu dia akan membelah diri seperti
semula.

Semua protozoa mempunyai vakuola kontraktil. Vakuola dapat berperan


sebagai pompa untuk mengeluarkan kelebihan air dari sel, atau untuk mengatur
tekanan osmosis. Jumlah dan letak vakuola kontraktil berbeda pada setiap spesies.
Protozoa dapat berada dalam bentuk vegetatif (trophozoite), atau bentuk istirahat
yang disebut kista. Protozoa pada keadaan yang tidak menguntungkan dapat
membentuk kista untuk mempertahankan hidupnya. Saat kista berada pada
keadaan yang menguntungkan, maka akan berkecambah menjadi sel vegetatifnya.
Protozoa tidak mempunyai dinding sel, dan tidak mengandung selulosa atau khitin
seperti pada jamur dan algae. Kebanyakan protozoa mempunyai bentuk spesifik,
yang ditandai dengan fleksibilitas ektoplasma yang ada dalam membran sel.
Beberapa jenis protozoa seperti Foraminifera mempunyai kerangka luar sangat
keras yang tersusun dari Si dan Ca. Beberapa protozoa seperti Difflugia, dapat

5|Protozoa pada Babi


mengikat partikel mineral untuk membentuk kerangka luar yang keras.
Radiolarian dan Heliozoan dapat menghasilkan skeleton. Kerangka luar yang
keras ini sering ditemukan dalam bentuk fosil. Kerangka luar Foraminifera
tersusun dari CaO2 sehingga koloninya dalam waktu jutaan tahun dapat
membentuk batuan kapur. Protozoa merupakan sel tunggal, yang dapat bergerak
secara khas menggunakan pseudopodia (kaki palsu), flagela atau silia, namun ada
yang tidak dapat bergerak aktif. Berdasarkan alat gerak yang dipunyai dan
mekanisme gerakan inilah protozoa dikelompokkan ke dalam 4 kelas. Protozoa
yang bergerak secara amoeboid dikelompokkan ke dalam Sarcodina, yang
bergerak dengan flagela dimasukkan ke dalam Mastigophora, yang bergerak
dengan silia dikelompokkan ke dalam Ciliophora, dan yang tidak dapat bergerak
serat merupakan parasit hewan maupun manusia dikelompokkan ke dalam
Sporozoa. Mulai tahun 1980, oleh Commitee on Systematics and Evolution of the
Society of Protozoologist, mengklasifikasikan protozoa menjadi 7 kelas baru,
yaitu Sarcomastigophora, Ciliophora, Acetospora, Apicomplexa, Microspora,
Myxospora, dan Labyrinthomorpha. Pada klasifikasi yang baru ini, Sarcodina dan
Mastigophora digabung menjadi satu kelompok Sarcomastigophora, dan Sporozoa
karena anggotanya sangat beragam, maka dipecah menjadi lima kelas. Contoh
protozoa yang termasuk Sarcomastigophora adalah genera Monosiga, Bodo,
Leishmania, Trypanosoma, Giardia, Opalina, Amoeba, Entamoeba, dan Difflugia.
Anggota kelompok Ciliophora antara lain genera Didinium, Tetrahymena,
Paramaecium, dan Stentor. Contoh protozoa kelompok Acetospora adalah genera
Paramyxa. Apicomplexa beranggotakan genera Eimeria, Toxoplasma, Babesia,
Theileria. Genera Metchnikovella termasuk kelompok Microspora. Genera
Myxidium dan Kudoa adalah contoh anggota kelompok Myxospora.

Protozoa umumnya bersifat aerobik nonfotosintetik, tetapi beberapa


protozoa dapat hidup pada lingkung ananaerobik misalnya pada saluran
pencernaan manusia atau hewan ruminansia. Protozoa aerobik mempunyai
mitokondria yang mengandung enzim untuk metabolisme aerobik, dan untuk
menghasilkan ATP melalui proses transfer elektron dan atom hidrogen ke
oksigen. Protozoa umumnya mendapatkan makanan dengan memangsa organisme
lain (bakteri) atau partikel organik, baik secara fagositosis maupun pinositosis.
Protozoa yang hidup di lingkungan air, maka oksideng dan air maupun molekul-
molekul kecil dapat berdifusi melalui membran sel. Senyawa makromolekul yang
tidak dapat berdifusi melalui membran, dapat masuk sel secara pinositosis.
Tetesan cairan masuk melalui saluran pada membran sel, saat saluran penuh
kemudian masuk ke dalam membrane yang berikatan denga vakuola. Vakuola
kecil terbentuk, kemudian dibawa ke bagian dalam sel, selanjutnya molekul dalam
vakuola dipindahkan ke sitoplasma. Partikel makanan yang lebih besar dimakan
secara fagositosis oleh sel yang bersifat amoeboid dan anggota lain dari kelompok
Sarcodina. Partikel dikelilingi oleh bagian membran sel yang fleksibel untuk

6|Protozoa pada Babi


ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam sel oleh vakuola besar (vakuola
makanan). Ukuran vakuola mengecil kemudian mengalami pengasaman. Lisosom
memberikan enzim ke dalam vakuola makanan tersebut untuk mencernakan
makanan, kemudian vakuola membesar kembali. Hasil pencernaan makanan
didispersikan ke dalam sitoplasma secara pinositosis, dan sisa yang tidak tercerna
dikeluarkan dari sel. Cara inilah yang digunakan protozoa untuk memangsa
bakteri. Pada kelompok Ciliata, ada organ mirip mulut di permukaan sel yang
disebut sitosom. Sitosom dapat digunakan menangkap makanan dengan dibantu
silia. Setelah makanan masuk ke dalam vakuola makanan kemudian dicernakan,
sisanya dikeluarkan dari sel melalui sitopig yang terletak disamping sitosom.

7|Protozoa pada Babi


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Protozoa Saluran Cerna Babi Protozoa yang menginfeksi saluran


pencernaan babi antara lain Eimeria, Isospora, Balantidium, Entamoeba,
dan Giardia.
4.1.1. Eimeria sp. dan Isospora suis

Gambar 01. ( siklus hidup Eimeria sp ) Gambar02. ( isospora suis )

Eimeria dan Isospora termasuk dalam sub ordo Eimeriina, ordo


Eucoccidia, subkelas Coccidia, dan kelas Telosporea. Eimeria ditandai dengan
adanya empat sporokista ditiap-tiap ookista dan dua sporozoit dalam sporokista.
Kebanyakan spesies dari genus ini berada di dalam sel-sel intestinum vertebrata,
tetapi juga dapat ditemukan di dalam sel-sel hati, dan saluran empedu. Isospora
ditandai dengan adanya dua sporokista ditiap-tiap ookista dan empat sporozoit di
dalam sporokista (Noble and Noble, (1989). Coccidia yang umum ditemukan
pada babi terutama yang berpredileksi pada saluran cerna antara lain: Eimeria
debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria cerdonis, Eimeria guevarai,
Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci, Eimeria scabra, Eimeria
scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais, Eimeria suisnoller,
Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis (Soulsby, 1982 dan
Levine, 1994).

8|Protozoa pada Babi


a. Eimeria debliecki
Penyebaran protozoa ini terjadi di seluruh dunia. Berpredileksi pada usus
halus bagian anterior. Ookista berbentuk elips, berukuran 20-30 m x 14-
20 m, dinding ookistanya lembut tidak memiliki mikrofilia (Soulsby,
1982 dan Levine, 1994).
b. Eimeria polita
Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar di Hongaria dan
USA (Albama). Ookista berbentuk bulat panjang sampai oval dengan
ukuran 23-27 m. Dinding ookista lembut, berwarna cokelat kekuningan
sampai cokelat kemerahan, tidak memiliki mikrofilia dan masa
sporulasinya 8-9 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
c. Eimeria spinosa
Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di USA, Hawaii, dan Uni
Soviet. Jenis ini jarang ditemukan, ookista berbentuk elips sampai oval
berukuran 16-22,4 m, dinding berwarna cokelat, gelap, tidak memiliki
mikrofilia dan masa sporulasinya 15 hari (Soulsby, 1982 dan Levine,
1994).
d. Eimeria cerdonis
Teridentifikasi menginfeksi babi di Amerika Utara dan India. Ookista
berbentuk elips berukuran 26-32 m, dinding ookista besar, berwarna
kuning cerah, tidak memiliki mikrofilia, periode prepaten 8 hari dan
periode paten 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
e. Eimeria guevarai
Teridentifikasi menginfeksi babi di Spanyol. Ookista berbentuk
pyriformis berukuran 26-32 m dan tidak memiliki mikrofilia. Sporulasi
lebih dari 10 hari pada suhu 20C dengan periode prepaten 9-10 hari
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
f. Eimeria neodeblecki
Teridentifikasi dari babi lokal dan babi liar yang terdapat di Amerika
Utara dan India. Ookista berbentuk elips berukuran 17-26 m, tidak
memiliki mikrofilia, masa sporulasi 13 hari. Periode prepaten 10 hari dan
periode patent 6 hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

9|Protozoa pada Babi


g. Eimeria perminuta
Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk ovoid kadang bulat,
dengan ukuran 11,2-16 m. Dinding ookista kasar, berwarna kuning,
tidak memiliki mikrofilia dengan masa sporulasi 11 hari (Soulsby, 1982
dan Levine, 1994).
h. Eimeria porci
Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan di Amerika Utara dan India.
Ookista berbentuk ovoid berukuran 18-27 m, lembut, dan mikrofilia
tidak jelas. Periode prepaten 7 hari dan periode patent 6 hari (Soulsby,
1982 dan Levine, 1994).
i. Eimeria scabra
Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan dan babi liar diseluruh dunia.
Ookista berbentuk panjang a, elips sampai ovoid berukuran 25- 35,5 m,
dinding ookista berwarna cokelat kekuningan dan kasar, terdapat
mikrofilia yang menyempit pada ujungnya dengan masa sporulasi 9-12
hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
j. Eimeria scrofae
Teridentifikasi menginfeksi babi peliharaan yang terdapat di Lousanne
Switzerland. Ookista berbentuk silindris berukuran 24 m dengan
mikrofilia (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
k. Eimeria suis
Penyebarannya di seluruh dunia. Ookista berbentuk elip sampai bulat
dengan ukuran 13-20 m, dinding lembut, berwarna cerah dan tidak
memiliki mikrofilia. Periode prepaten 10 hari dan periode selama patent 6
hari (Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
l. Isospora almataensis
Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Uni Soviet. Ookista
berbentuk oval dengan diameter 26-34 m, dinding licin berwarna cokelat
tua, sporokista berukuran 6x4 m dengan waktu sporulasi selama 5 hari
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).

10 | P r o t o z o a p a d a B a b i
m. Isospora neyrai
Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Spanyol. Ookista
berbentuk ovoid atau elips berukuran 45 m, dinding berlapis dua, tidak
memiliki mikrofilia. Sporokista berbentuk ovoid berukuran 8-64 m.
Sporozoit berbentuk ovoid memanjang dan mempunyai suatu bulat terang
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
n. Isospora suis
Spesies ini mudah ditemukan dalam usus halus dan kolon babi piaraan.
Ookista berbentuk agak bulat dengan ukuran 16-21 m, berdinding halus,
tidak berwarna, berlapis satu, tebal 0,5-0,7m dan tidak memiliki
mikrofilia. Sporokista elips berukuran 13-14 x 8-11 m dan sporozoit
berbentuk sosis berukuran 9-11 x 3-4 m. Waktu sporulasi 3-5 hari
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
Siklus hidup eimeria dimulai dari keluarnya ookista bersama tinja
yang terdiri dari satu sel sporon. Pertumbuhan ookista membutuhkan
oksigen. Sporon membagi menjadi empat sporoblast yang kemudian
menjadi satu sporokista yang mengandung dua sporozoit di dalamnya.
Proses sporogoni/sporulasi berlangsung selama beberapa hari yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan spesies Coccidia. Infeksi terjadi
dengan menelan ookista, setelah sampai diusus ookista pecah dan
sporokista terbebaskan hingga sporozoit keluar (Schwartz, 2002).
Sporozoit memasuki vilii epitel usus, kemudian membulat menjadi meron
generasi pertama, tumbuh dan membelah membentuk 900 merozoit
generasi pertama dengan panjang 2-4 m. Merozoit ini memecahkan sel
host dan masuk ke sel yang baru yang disebut meron generasi ke dua
dengan panjang 16 m. Meron generasi ke tiga menghasilkan 4-30
merozoit dan sebagian besar merozoit melaksanakan siklus hidup seksual.
Merozoit membulat membentuk gamon, kebanyakan gamon adalah
makrogamon yang berubah menjadi makrogamet sedangkan mikrogamon
membelah secara skizogoni membentuk mikrogamet yang berflagela.
Mikrogamet membuahi makrogamet dan menyatu menjadi ookista.
(Levine, 1994). Eksistasi di dalam tubuh hospes yang baru memerlukan

11 | P r o t o z o a p a d a B a b i
rangsangan berupa karbondioksida, tripsin dan cairan empedu.
Kebanyakan ookista memiliki mikrofilia, dengan adanya karbondioksida
tutup mikrofilia terangkat dan terjadi permeabilitas dinding kista yang
juga didukung oleh suhu tubuh hospes. Setiap sporokista memiliki sumbat
yang disebut benda stidea yang dapat dicerna oleh tripsin dan cairan
empedu akan masuk untuk memulai gerakan sporozoit. Sporozoit
memasuki sel hospes dan sisa amilopektin digunakan untuk memenuhi
kebutuhan energinya (Noble and Noble, 1989).
4.1.2. Balantidium sp.

Gambar 03. ( Balantidium coli )

Genus Balantidium digolongkan dalam phylum Ciliophora, class


Kinetofragminophorea, Ordo Trichostomatida dan Famili Balantidiidae (Soulsby,
1982). Anggota genus ini mempunyai bentuk ovoid, ellipsoid sampai subsilindris.
Morfologi dari Balantidium yaitu bentuk trofozoit rata-rata berukuran panjang 50-
60 mikron. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang 150 mikron.
Permukaan tubuh ditutupi oleh barisan silia memanjang yang terletak sedikit
miring. Pada ujung anterior terdapat lekuk yang disebut peristoma dan diteruskan
sebagai saluran yang menuju ke faring dengan bentuk seperti corong disebut
sitofaring, terus ke dalam dan berakhir di sepertiga bagian tubuh. Mempunyai dua
inti yaitu makronukleus dan mikronukleus. Makronukleus berbentuk seperti ginjal

12 | P r o t o z o a p a d a B a b i
yang terletak sub terminal dan mikronukleus terletak pada lekukan makronukleus
yang bertanggungjawab dalam proses reproduksi. Terdapat satu vakuola
kontraktil di dekat ujung posterior tubuh, yang lain dekat pertengahan, dan
sitoplasma mengandung sejumlah vakuola makanan. Pada ujung posterior juga
terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke anus (cytopyge). Kista yang
dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berukuran 40-60 mikron.
((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982). Balantidium coli hidup secara
komensal pada usus besar dan sekum babi, namun Balantidium coli dapat pula
menyerang mukosa usus babi tersebut. Balantidium coli juga dapat menginfeksi
manusia dan bersifat patogen serta dapat menimbulkan penyakit disentri
Balantidiosis. Selain Balantidium coli pada babi, dikenal pula Balantidium suis
yang bentuknya lebih panjang (Ashadi dan Soetijono, 1992). Levine (1995),
menyatakan pemupukan berturut-turut bahwa Balantidium suis adalah variasi
morfologi dari Balantidium coli yang dipengaruhi oleh kondisi makanannya,
karena itu dinyatakan bahwa Balantidium suis sinonim dari Balantidium coli.
Balantidium coli memiliki distribusi di seluruh dunia antara babi domestik
(Schwartz et al., 1999). Kista Balantidium dapat hidup didalam tinja 1-2 hari pada
suhu kamar, dan dapat tumbuh pada suhu antara 20-40oC (Frederick et al., 2008).
Siklus hidup Balantidium dimulai jika makanan atau minuman terkontaminasi
oleh kista yang berasal dari kotoran atau feses penderita. Setelah termakan,
Balantidium tersebut kemudian berkembang di dalam usus hospes dan mulai
makan bagian-bagian sel, butir-butir pati, feses dan bahan-bahan organik lainnya.
Seringkali Balantidium memasuki mukosa dan submukosa usus besar/sekum
sehingga menimbulkan luka- luka ulseratif yang hebat dan kadang-kadang
meliputi sepanjang usus besar (Noble and Noble, 1989). Kemampuan
Balantidium coli untuk mengeluarkan hyaluronidase membantu organisme untuk
menyerang mukosa, lesi yang mirip dengan amoebiasis seperti terjadinya
perforasi usus besar dan usus buntu, abses hati. Pada kasus berat, babi menjadi
diare, disentri, radang usus dan sakit perut (Yatswako et al., 2007). Pada
umumnya penyakit ini dapat sembuh secara perlahan dan penderita kemudian
menjadi pembawa penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja,
didukung oleh klinis yang sesuai.

13 | P r o t o z o a p a d a B a b i
Siklus hidup Balantidium dimulai dari tertelannya pakan yang tercemar oleh
trophozoit. Pada stadium ini trophozoit bentuknya oval dan besar serta dikelilingi
cilia pendek yang memungkinkan begerak di dalam usus besar. Stadium motil ini
panjangnya 50 100 mikron dan lebarnya 40 70 mikron. (Winaya, 2011)

4.1.3. Entamoeba sp.

Gambar 04. ( E. histolytica )

Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora,


subphylum Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki
adalah parasit usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia.
Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5-
25m, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh
besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan
mirip dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu cincin agak homogeni terdiri
dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya tidak ada butir-butir kromatin di
antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter kista 4-17m, masing-
masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda kromatid di dalam
kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar dengan ujung-
ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur besarnya.
Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda
kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak

14 | P r o t o z o a p a d a B a b i
patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup
Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di
ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner,
trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik
(terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.

Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum


Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah
parasit usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia
(Mohammadi et al., 2004). Entamoeba polecki ditemukan di sekum dan colon
babi, panjang tropozoit 5- 25m, inti keliatan bervariasi. Endososoma adalah
sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir mengisi seluruh inti,
tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica. Ada suatu
cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya tidak
ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter
kista 4-17m, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda
kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang
besar dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak
teratur besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa
benda-benda kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada.
Entamoeba suis tidak patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine,
1995). Siklus hidup Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan
melepaskan tropozoit di ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi
dengan pembelahan biner, trophozoit dapat menyerang dinding usus dan
menyebar melalui darah sistemik (terutama pada hati), kista terbentuk dalam
colon dan dilewatkan dalam tinja.

15 | P r o t o z o a p a d a B a b i
4.1.4. Giardia sp

Gambar 05. ( Giardia sp )

Genus Giardia termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum


Mastigophora, class Zoomastigophorea, ordo Kinetoplastidae (Soulsby, 1982).
Giardia adalah flagellate yang memiliki cambuk seperti pelengkap untuk
bergerak. Bentuk aktifnya trophozoit, menempel sendiri dengan disk perekat ke
lapisan saluran usus bagian atas dari hewan inang. Di sana, trophozoit makan dan
bereproduksi. Trophozoites membagi dengan pembelahan biner sekitar setiap 12
jam, sehingga parasit tunggal secara teoritis dapat menghasilkan lebih dari satu
juta dalam 10 hari dan satu miliar dalam 15 hari (Robert dan Rockwell, 2003).
Trophozoit memiliki panjang 9-15 mikron, lebar 5-15 mikron, dan tebal 2-4
mikron; tidak dapat hidup lama di luar host. Kista memiliki panjang 8-12 mikron
dengan dalam diameter 6-9 mikron, maka satu juta bisa masuk di bawah kuku
(Rockwell, 1996). Organisme bergerak dengan flagella bahkan bisa melawan arus
peristaltik usus. Protozoa ini mengambil makanan dari sel usus halus tetapi dapat
juga mengambil makanan dengan melisis sel epitel tempat dimana organisme
menghisap (Levine, 1995). Kaufman, 1996 menyatakan Giardia lamblia terletak

16 | P r o t o z o a p a d a B a b i
di jejunum, duodenum dan ileum manusia, primata (sangat patogen) dan mamalia
lainnya termasuk babi di mana itu adalah non patogenik (domba dan kambing).
G.lamblia umum di seluruh dunia dan lebih umum protozoa intestinal pada
manusia. Koloni G.lamblia pada usus kecil dari manusia dan hewan,
menyebabkan diare ringan hingga berat (Kirkoyun et al., 2009). Siklus hidup
Giardia sederhana, di duodenum dari host baru, trophozoit muncul dari kista dan
mengalami pembelahan mitosis. Masing-masing dua trophozoit diproduksi
dengan cara menempel pada sel epitel dengan cakram perekat, kemudian
memakan sel epitel. Trophozoit melepaskan diri dari sel-sel epitel, mungkin
karena perputaran yang cepat (72 jam) dari sel-sel, dan menjalani pembelahan
mitosis dalam lumen usus. Selama periode diare, tropozoit ini dapat dibawa
dengan isi usus dan diekskresikan, tetapi tidak bertahan lama di luar host.
Beberapa encyst tropozoit selama perjalanan melalui usus dan meninggalkan host
dengan feses sebagai kista. Dalam bentuk feses, kista lebih sering ditemukan
daripada trophozoit (Fricker, 2001). Mekanisme di mana Giardia menyebabkan
diare dan malabsorpsi masih belum jelas. Organisme dapat bertindak sebagai
penghalang fisik, tetapi area yang dicakup oleh thophozoit mungkin terlalu kecil
untuk mempengaruhi penyerapan nutrisi. tidak ada bukti untuk produksi toksin
(Buret, 1994). Infeksi Giardia tampak mempengaruhi aktivitas enzim usus
(laktase, disaccharidase), kerusakan permukaan mukosa (menyebabkan
pemendekan vili kriptus dan), dan menimbulkan pertumbuhan berlebih dari
bakteri atau jamur di usus kecil (Fricker, 2001). Penularan Giardia melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi kista. Kista dapat bertahan hidup
dalam lingkungan lembab sampai 2 minggu (Soulsby, 1982). Diagnosa dapat di
buat dengan menemukan kista dalam tinja padat, bentuk trofozoit dan kista dalam
tinja encer. G. lamblia dapat dibedakan dari protozoa usus lainnya karena
morfologinya khas dalam sediaan air garam, jodium, dan pewarnaan. Untuk
menunjukkan kista Giardia dapat menggunakan teknik pengapungan dengan
memakai larutan seng sulfat yang mempunyai berat jenis 1,8 dan kemudian
meneteskan sedikit larutan Lugol- Jodine untuk mewarnai organismenya. Kista
terlihat jelas dengan sitoplasma terpusat pada salah satu sisi dan ini dapat

17 | P r o t o z o a p a d a B a b i
membantu untuk membedakan Giardia dari ookista Coccidia yang berukuran
kecil (Novan, 2010).

18 | P r o t o z o a p a d a B a b i
BAB V

KESIMPULAN

Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah


berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya
hewan. Jadi,Protozoa adalah hewan pertama.[1]Protozoa merupakan
kelompok lain protista eukariotik.
Salah satunya adalah protozoa yang menyerang pencernaan pada
babi, diantaranya: Eimeria, Isospora, Balantidium, Entamoeba, dan
Giardia sp .

19 | P r o t o z o a p a d a B a b i
DAFTAR PUSTAKA

Beaver, P.C.; Jung, R.C; Cupp, E.W.; Clinical Parasitology, Lea & Febiger,
Philadelphia, 5th edition, 1984, 35-220

Hall, H.T.B., 1987. Diseases and Parasites of Livestock in the Tropics 2nd
Edition. England

Soulsby E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated


Animals. The ELBS & Bailliere Tindall. London

Urquhart G.M.,; Armour J.,; Duncan J.L.,; Dunn A.M.,; and Jennings F.W.
1987. Veterinary Parasitology, ELBS, England.

Damriyasa IK, et al. 2013. Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua. Denpasar. 2(2) : 208 215

Komala D., dalam skripsi IDENTIFIKASI ENDOPARASIT PADA BABI (Sus spp.)
DI RUMAH POTONG HEWAN KAPUK JAKARTA BARAT pada tahun
2015.

Supriadi, et al. 2014. Pre-Eleminasi Parasit Gastrointestinal pada Babi dari Desa
Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. 8(2): 1.

Winaya, Ida Bagus Oka, et al. 2011. Kejadian Balantidiosis pada Babi Landrace.
Denpasar. 12(1): 65-68.

20 | P r o t o z o a p a d a B a b i
64 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

PRE-ELIMINASI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA BABI DARI DESA SURANADI


KECAMATAN NARMADA LOMBOK BARAT

Oleh:
Supriadi , A. Muslihin
B. Roesmanto
Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB

Abstrak: Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai
gastrointestinal parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada
babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. Jenis penelitian ini adalah
Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study. Adapun sampling dilakukan dengan
metode purposif sampling. Sebanyak 23 sampel feses babi telah diperiksa di laboratorium UPTD
Puskeswan Kota Mataram. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengapungan.
Hasil penelitian ini berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan Helminth.
Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan Helminth terdiri atas 4
spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan Taenia sp. Dari hasil penelitian
ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan sanitasi lingkungan, khususnya di
sekitar kandang babi yang ada di Desa Suranadi.

Kata Kunci : Gastrointestinal parasit, Babi, desa Suranadi.

PENDAHULUAN
Babi merupakan hewan yang dipelihara untuk tipe iklim, mulai dari daerah yang beriklim dingin
tujuan tertentu, salah satunya untuk memenuhi (temperate zone) sampai ke daerah tropis (topical
kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi zone). Daerah tropis seperti di Indonesia pada
manusia. Ditinjau dari pola makannya, babi umumnya, babi dipelihara dan dapat berproduksi
termasuk hewan omnivora, yaitu hewan pemakan dengan baik mulai dari daerah pegunungan sampai
segala jenis pakan, baik yang berasal dari hewan ke daerah pesisir. Ditinjau dari segi produktivitas,
dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Parakkasi (2006), babi merupakan hewan peridi (profilic), yang
babi merupakan salah satu hewan monogastrik mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun.
yang memiliki lambung tunggal. Usaha peternakan Dengan demikian, dalam waktu yang relatif
babi memiliki beberapa keuntungan bagi peternak singkat, peternak akan biasa memperoleh
diantaranya adalah siklus reproduksi yang relatif keuntungan dari hasil usaha ternak babinya.
pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat Keuntungan lainnya dari peternakan babi adalah
pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan daging babi merupakan salah satu komoditas
ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan
yang tidak digunakan oleh manusia. Kegiatan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek
usaha peternakan babi dilakukan secara komersial ekonomi yang cukup cerah, karena usaha
(industri peternakan), dan sebagian besar masih peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya
merupakan peternakan rakyat. Selain sebagai reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk
cabang usaha utama, peternakan babi dapat memenuhi permintaan pasar, maka selain
dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun kuantitas, produsen diharapkan dapat
komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998). menyediakandaging babi yang berkualitas (Tobing,
Menurut Ardana (2008), babi mempunyai 2012).
toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang Secara ekonomis, ternak babi merupakan
beragam. Ternak babi dapat dipelihara di berbagai salah satu sumber daging dan pemenuhan gizi yang

_____________________________________________
Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah65

sangat terjangkau bagi sebagian kalangan yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan
masyarakat pengkonsumsinya karena (1) Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora
presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai (27,3%), Entamoeba (27,3%), dan
65-80%, sedangkan presentase karkas sapi hanya Balantidium(36,4%) (Yuliari et al. 2013). Scuster
50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa
38%; (2) daging babi memiliki kandungan lemak beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan
yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; pada babi bersifat zoonosis dan menimbulkan
dan (3) adaptif terhadap sistem pemakaian gangguan kesehatan pada manusia.
peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan Salah satu daerah yang memiliki populasi babi
tenaga kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut yang cukup tinggi di Pulau Lombok adalah daerah
dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam Suranadi. Hal ini sangat didukung oleh kondisi
usaha beternak babi, ada beberapa kendala yang ekologis yang memungkinkan babi dapat
sering dihadapi peternak, salah satunya adalah berkembang pesat di daerah ini. Mengingat sifat
penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi sebagai reservoir berbagai organisme parasitik
babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat dan belum pernah dilakukan penelitian infeksi
mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila parasit gastrointestinal pada babi di daerah ini,
babi yang terserang penyakit parasitik tersebut maka penelitian ini sangat perlu dilakukan. Tujuan
tidak segera diobati maka akan menimbulkan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
kerugian ekonomi yang sangat besar. kehadiran organisme parasit pada babi yang
Pemeliharaan babi di Desa Suranadi masih dipelihara pada kandang tradisional di desa
tradisional, seperti makanannya masih tergantung Suranadi Lombok Barat.
pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadang-
kadang babi dikandangkan pada malam hari dan METODE PENELITIAN
dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk Sebanyak 23 sampel feses babi telah dikoleksi
mencari makan. Menurut Levine (1995), sistem selama bulan Juli 2014. Sampel tersebut dikoleksi
pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional dari dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan
akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Narmada Lombok Barat. Sampel-sampel tersebut
Matsubayasi et al (2009) melaporkan 3 spesies telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan
organisme parasit pada babi beberapa daerah di Kota Mataram. Sampel yang dikoleksi selama di
Jepang. Spesies parasit tersebut antara lain Eimeria lapangan disimpan dalam botol sampel dan
spp., (40,3%), Thricuris suis (24,8%), Ascaris dilarutankan dengan etanol absolut untuk
suum (14,7%) dan Metastrongylus sp.(2,3%). menghindari kerusakan jaringan parasit yang ada
Lebih lanjut dijelaskan oleh Dewi dan Nugroho di dalam sampel feses. Sampel kemudian dibawa
(2007) bahwa hasil hasil pemeriksaan feses babi ke Laboratorium untuk diperiksa.
di beberapa daerah di Surabaya menunjukkan Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi
adanya kehadiran kista Eimeria sp dan deskriptif yang termasuk Cross Sectional study
Balantidium coli pada feses babi kutil. Hasil yaitu studi epidemiologi yang mempelajari
penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa dari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit
60 feses babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 dan paparan (faktor penelitian) dengan cara
feses (8,3%) ditemukan protozoa usus yang mengambil status paparan, penyakit, atau
patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara
(Sulistiningari, 2003). Yasa et al. (2010), serentak pada individu-individu dari suatu populasi
melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di pada suatu waktu (Murti, 2011).
Bali menunjukkan Eimeria (60%), Entamoeba Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
(38%), dan Balantidium (62%). Hasil ini ini juga adalah ternak babi yang di pelihara pada kandang
diperkuat oleh hasil penelitian Yuliari et al., (2013) tradisional di Dusun Pemunut Desa Suranadi
yang melakukan pemeriksaan terhadap 22 sampel Kecamatan Narmada Lombok Barat dengan
feses babi dan menemukan bahwa 72,7% babi perkiraan jumlah populasi target sebanyak 400

_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
66 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

ekor babi. Adapun besaran sampel yaitu 23 ekor dipindahkan ke object glass dan diamati di bawah
yang dihitung menurut rumus : mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40
Besaran sampel yang di peroleh dari populasi serta didokumentasikan.
ternak babi berjumlah 400 ekor adalah 23 ekor, Hasil pengamatan yang didapat diidentifikasi
diperoleh berdasarkan rumus. berdasarkan morfologi dan ukuran protozoa
dengan mencocokkan hasil pengamatan langsung
Rumus : dengan literature (Buku Penuntun Praktis
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2] Parasitologi Kedokteran Edisi 2 oleh
D = 10% x 400 = 40 Ideham, B., Pusarawati, S. 2009).
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/ 2] Data yang didapat dianalisa secara deskriptif
n = [1-(1-0,90)1/40] [400-(40-1)/2] dengan menghubungkan data dan fakta dilapangan
= [1-0,1]0,025 [400-19,5] serta interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel
= [1-0,94] [400-19,5] dan gambar. Kesimpulan ditarik secara deduktif
= 0, 06 x 360,5 dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum
= 22,83 ke khusus.
= 23
Dimana : HASIL PENELITIAN
n = Jumlah sampel
Hasil pemeriksaan 23 sampel feses babi yang
a = Tingkat kepercayaan
diambil dari dusun Pemunut masing-masing 8
N = Jumlah populasi
sampel dari RT. 02, 8 sampel dari RT. 03 dan 7
D = perkiraan jumlah hewan sakit dalam populasi
sampel dari RT. 04 dengan menggunakan Metode
(Murti, 2011).
pengapungan ditemukan 5 spesies parasit yaitu
Balantidium sp. Ascaris suum, Metastongylus sp,
Pengambilan sampel dilakukan dalam
Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. kelima spesies
penelitian ini adalah metode purposive sampling
parasit tersebut dapat digolongkan ke dalam
denganpengambilan lansung dari peternakan
Protozoa (1 jenis) dan Helminth (4 jenis).
masyarakat. Pengambilan sampel feses sebanyak
23 ekor. Feses dimasukkan kedalam kantong
Tabel 1. Prevalensi Infeksi Parasit
plastik dan dibawa ke Laboratorium.
Gastrointestinal pada babi di Dusun
Sampel feses babi yang telah dikoleksi dari
Pemunut Desa Suranadi.
lapangan diperiksa dengan menggunakan metode
pengapungan (Flotation Method). Sebanyak 2
Gastrointestinal Parasit Teridentifikasi
gram sampel digerus dengan mortar dan Parasit
ditambahkan aquades sampai tabung reaksi. Protozoa Helminth
Sampel kemudian disentrifus selama 5 menit Protozoa
dengan kecepatan 3000 rpm, cairan jernih di atas Balantidium sp.
endapan dibuang. Larutan gula jenuh kemudian
dituangkan di atas endapan sampai tabung dan Helminth
diaduk sampai homogen. Sampel kemudian
Ascaris suum
Taenia sp.
disentrifus kembali selama 5 menit dengan
Metastrongylus sp.
kecepatan 2500 rpm. Tabung kemudian diletakkan
Trichostrongylus sp.
di atas rak dengan posisi tegak lurus, kemudian
gula jenuh diteteskan sampai permukaan cairan
Secara morfologi Balantidium sp.
menjadi cembung. Setelah itu cover glass
memiliki bentuk oval dan memiliki makronukleus
ditempelkan pada permukaan tabung reaksi dan
yang besar dan mudah teramati. Ascaris suum
ditunggu selama 3 menit, hal ini dilakukan untuk
secara morfologi memiliki telur dengan lapisan
memberikan kesempatan telur cacing untuk naik ke
kapsul yang tebal dan kasar. Metastrongylus sp.
permukaan cairan. Kaca penutup kemudian
_____________________________________________
Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah67

dan Trycostrongylus sp. merupakan golongan Yasa et al. (2010) yang juga menemukan infeksi
cacing yang memiliki dinding telur yang tipis. Balantidium sp. pada ternak babi. Kedua
Akan tetapi, secara morfologi, Trycostrongylus sp. penelitian ini memperkuat hasil penelitian ini dan
memiliki bentuk yang lonjong dengan ujung memberikan gambaran yang jelas bahwa
bundar, sedangkan Metastrongylus sp. memiliki Balantidium sp. merupakan parasit yang khas
ujung anterior yang lebih lancip. Hal inilah yang pada babi, meskipun indentifikasi sampai level
membedakan karakteristik morfologi telur kedua spesies sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan
spesies tersebut. karena babi merupakan reservoir dari berbagai
penyakit parasit (Scuster and Ramirez-Avila,
2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Protozoa
parasit ini bersifat zoonosis ke manusia. Oleh
karena itu, adanya infeksi pada babi di daerah
Suranadi perlu terus diwaspadai.
Selain parasit dari golongan Protozoa, pada
penelitian ini juga menemukan adanya infeksi
beberapa golongan Helminth yaitu Ascaris suum,
Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp dan Taenia
sp. menurut Matsubayasi et al (2009) Ascaris
suum umum ditemukan pada babi. Spesies cacing
Nematoda merupakan spesies yang khas pada
ternak babi maupun babi liar. Hal ini diperkuat
dari hasil penelitiannya yang menemukan
Gambar 1. Gastro intestinal parasit yang prevalensi infeksi A. suum sebesar 14,7%. Selain
teridentifikasi menginfeksi babi di A. suum, spesies Metastrongylus sp. dan
daerah Suranadi. Trycostrongylus sp. juga sering dijumpai
menginfeksi ternak babi, meskipun dalam
PEMBAHASAN intensitas yang rendah. Lebih lanjut Matsubayasi
Hasil penelitian pre-eliminasi sampel feses et al (2009) menjelaskan bahwa kedua spesies
babi yang diperiksa dengan metode pengapungan cacing Nematoda tersebut pada musim tertentu
diperoleh bahwa parasit gastrointestinal yang ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Selain cacing
mengifeksi babi di desa Suranadi terdiri dari 2 Nematoda, pada penelitian ini juga ditemukan
golongan. golongan pertama adalah Protozoa dan Helminth Trematoda yaitu Taenis sp. Cacing ini
golongan kedua adalah Helminth (cacing). merupakan golongan cacing zoonosis yang sangat
Adapun golongan protozoa parasit yang patogen. Kehadiran cacing ini sangat perlu
teridentifikasi pada sampel feses babi adalah mendapatkan perhatin dan penelitian lebih lanjut,
spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa karena dapat mengganggu kesehatan ternak babi.
Helminth gastrointestinal parasit adalah Ascaris Selain itu, infeksi cacing ini sangat berbahaya bagi
suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan manusia yang mengkonsumsi daging babi,
Taenia sp. khsusnya pada anak-anak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada
populasi babi yang dipelihara pada kandang babi di desa Suranadi mungkin disebabkan oleh
tradisional dengan kandang tanah sangat rentan rendahnya tingkat manajemen pemeliharan babi.
terhadap infeksi berbagai gastrointestinal parasit, Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi
baik dari golongan Protozoa maupun Helminth. faktor yang meningkatkan resiko infeksi
Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian- gastrointestinal parasit pada babi dan tidak
penelitian sebelumnya, seperti Dewi dan Nugroho menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia
(2007) yang mengidentifikasi Balantidium sp. pada (pemilik babi). Dugaan ini diperkuat dengan hasil
babi kutil di daerah Surabaya. Hasil penelitian pengamatan di lokasi sampling yang menemukan

_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

bahwa penduduk sangat dekat dengan kehidupan Cathments in Western Australia. J


babi, bahka dapur dan peralatan makan penduduk Eco Health. pp: 1-6
sangat dekat dengan aktivitas babi. Mengingat
Levine, N.D. 1995. Protozoologi Veteriner.
tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada babi
Penerjemah : Soekardono, S. Gadjah
di daerah ini, maka perlu dilakukan sosialisasi
Mada University Press.
yang intensif kepada warga, khsusnya yang
Yogyakarta.
memiliki ternak babi untuk lebih menjaga
kebersihan kandang dan meningkatkan sanitasi Matsubayashi, M., T. Kita, T. Narushima, I.
lingkungan sekitar tempat tinggal. Selain itu, Kimata, H Tani), K Sasai and E.
penelitian lebih lanjut untuk melihat prevalensi dan Baba. 2009. Coprological Survey of
identifikasi molekuler sangat perlu dilakukan Parasitic Infections in Pigs and Cattle
untuk mengetahui mortalitas infeksi in Slaughterhouse in Osaka, Japan. J.
gastrointestinal parasit pada babi di daerah ini. Vet. Med. Sci. 71(8): 10791083.
Murti, B. 2011. Desain Studi. Yogyakarta: Gadjah
PENUTUP Mada University.Press.
Dari hasil peneliatian ini dapat disimpulkan Parakkasi, A. 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan
bahwa babiyang dipelihara di Desa Suranaditelah Ternak Monogastrik, Vol.1B.UI
terinfeksi oleh beberapa spesies gastrointestinal Press. Jakarta. http://peternakan.co.id/
parasit. Adapun spesies parasit yang menginfeksi ternak-monogastrik-2. Diunduh
populasi babi tersebut adalah dari golongan tanggal: 17 Mei 2014.
Protozoa yaitu Balantidium sp. ; dan golongan
Helmint yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp, Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, dan S.N.
Metastrongylus sp dan Taenia sp. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan :
Mamalia di Kalimantan, Sabah,
Serawak, dan Brunei Darussalam.
DAFTAR PUSTAKA Prima Centra. Jakarta.
Ardana, I.B.K dan Putra D.K. Harya. 2008. Ternak Prasetyo, H., ARDANA, I B. K., BUDIASA, M.
Babi (Manajemen Reproduksi, K. 2013. Studi Penampilan
Produksi dan Penyakit. Udayana Reproduksi (Litter Size, Jumlah Sapih,
University Press. Bali. Kematian) Induk Babi pada
Aritonang, D. 1998. Produktivitas Babi Impor di Peternakan Himalaya, Kupang.
Indonesia. Seminar Ekspor Ternak Indonesia Medicus Veterinus: 2(3) :
Potong, Jakarta. Diunduh 21 Mei 261 - 268.
2014. Schuster FL, Avila LR. Current World Status of
Dewi, K & R.T.P Nugraha. 2007. Endoparasit Balantidium coli. Clinical microbiol
Pada Feses Babi Kutil (Sus review 21:626-638.
verrucosus) Dan Prevalensinya Yang doi:10.1128/CMR.00021-08.
Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Sulistiningari. 2003. Pemeriksaan Protozoa Usus
Zoo Indonesia. 16(1): 13-19 Patogen Bagi Manusia Dalam Tinja
http://bioeducation10.blogspot.co Babi di Peternakan Dusun Kanten
m/2012/11/protozoa_11.html. Desa Sroyo Kecamatan Jaten
Diunduh tanggal : 6 Mei 2014. KabupatenKaranganyar.http://www.f
Hamton, J., P. B. S. Spencer, A. d. Elliot, and R. C. km.undip.ac.id/data/index.php?actio
A. Thompson. 2006. Prevalence of n=4&idx=608. Diunduh tanggal:
Zoonotic Pathogens from Feral Pigs 06 Mei 2014.
in Major Public Drinking Water
_____________________________________________
Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan


pada Babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua

PANDE KETUT YULIARI1,


I MADE DAMRIYASA2, I MADE DWINATA1

1
Lab. Parasitologi, 2Lab. Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali tlp. 0361-223791
Email: yuliematsya@ymail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua, dan juga untuk mengetahui
besarnya prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan
pegunungan Arfak Papua. Penelitian ini menggunakan 22 sampel feses babi yang terdiri dari 10
sampel diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan
sampel feses dilakukan setelah babi di nekropsi, feses diambil pada bagian rektum, kemudian
ditampung pada larutan SAF. Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Formol Ether
(RITCHIE). Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana. Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses didapatkan 72,7%
babi yang diambil dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria,
Isospora, Entamoeba, dan Balantidium.

Kata Kunci: Protozoa, Formol Ether (RITCHIE), Babi

PENDAHULUAN
Provinsi Papua merupakan Provinsi yang paling luas wilayahnya dari seluruh Provinsi di
Indonesia. Luas Provinsi Papua 410.660 km2 atau merupakan 21% dari luas wilayah
Indonesia. Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Keadaan topografi Papua bervariasi
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang dipenuhi dengan hutan hujan tropis,
padang rumput dan lembah, sedangkan di bagian tengah terdapat pegunungan tinggi sepanjang
650 km. Salah satu lembah dan pegunungan di Papua yang terkenal adalah Lembah Baliem dan

208
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Pegunungan Arfak. Pada kedua daerah tersebut terdapat salah satu hewan ternak yang paling
banyak dipelihara yaitu babi (Gordon dan Raymond, 2005).
Ternak babi bagi masyarakat Papua sendiri memiliki banyak makna, baik dari segi
ekonomi, sosial maupun makna budaya. Dari segi ekonomi, babi biasa dipakai sebagai alat tukar
jasa, prestasi, hutang dan kewajiban dibayar dengan babi atau daging babi. Dari sudut pandang
sosial, babi itu sangat penting. Jumlah babi yang dimiliki seseorang, ikut menentukan bagaimana
seseorang itu dipandang oleh orang lain. Dalam berbagai ritual tradisional yang sering digelar
masyarakat Papua, babi harus selalu ada sebagai hidangan utama selain sayur mayur dan umbi-
umbian. Babi juga dipergunakan untuk membayar mas kawin, membayar hutang dan denda
sebagai bentuk sanksi atas suatu perkara, serta upacara kematian dan juga merayakan panen
kebun yang melimpah. Selain itu babi juga digunakan sebagai simbol kepemimpinan, yang dapat
menunjukkan derajat seorang kepala suku (Kunto, 2011).
Pemeliharaan babi di Papua masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada
sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian (LIPTAN,1996), kadang-kadang babi dikandangkan pada
malam hari dan dilepas pada pagi hari untuk mencari makan di hutan dan akan kembali ke
kandang pada sore hari (Balai Penelitian Ternak, 2008). Sistem pemeliharaan babi yang masih
bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Salah satunya adalah
penyakit parasiter yang disebabkan oleh protozoa. Protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan babi umumnya antara lain: Coccidia, Balantidium, Entamoeba dan Giardia (Levine,
1995). Babi-babi muda umumnya lebih peka terhadap infeksi protozoa dan daya tahannya lebih
lemah dibandingkan dengan babi dewasa. Keadaan tersebut menyebabkan infeksi protozoa lebih
sering terjadi pada babi-babi muda dibandingkan dengan babi-babi dewasa (Sihombing, 1997).
Beberapa penelitian protozoa pada babi telah dilakukan di Indonesia diantaranya Dewi
dan Nugraha (2007) menemukan kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil di
Surabaya. Hasil pemeriksaan oleh Sulistiningari (2003) didapatkan bahwa dari 60 tinja babi di
Jawa Tengah yang diperiksa 5 tinja (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia
yaitu Balantidium coli. Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di
Bali menunjukkan 70% (14 dari 20 sampel) induk babi terinfeksi Eimeria sp dan pada anak babi
ditemukan 20%. Cargil et al. mengidentifikasi protozoa Eimeria deblecki, Eimeria scabra,
Eimeria suis, Eimeria polita, Balantidium coli, Entamoeba dan Jodamoeba pada babi di Lembah

209
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Baliem Papua (Mahalaya, 2009). Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang protozoa di
Papua maka perlu dilakukan penelitian keberadaan protozoa saluran pencernaan pada babi di
daerah lainnya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian prevalensi infeksi protozoa saluran
pencernaan pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua. Besarnya prevalensi
infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua.

METODE PENELITIAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses babi sebanyak 22 sampel yang
terdiri dari 10 sampel babi yang diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel babi yang diambil
dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan sampel feses dilakukan pada saat babi di nekropsi.
Sampel feses diambil pada bagian rektum, kemudian ditampung pada tabung yang berisi larutan
SAF.
Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Sedimentasi Formol Ether (RITCHIE)
dengan tahapan sebagai berikut : Sampel feses dalam tabung larutan SAF, diaduk. Saring dengan
kain kasa, cairan filtrasi ditampung didalam tabung sentrifuge 15 ml. Sentrifuge, selama 3 menit
dengan kecepatan 1000 rpm kemudian supernatannya dibuang. Tambahkan NaCl fisiologis dan 3
ml ether. Disentrifuge selama 3 menit dengan putaran 2000 rpm, kemudian cairan dibuang.
Pindahkan 1 tetes sedimen pada kaca benda, kemudian tutup dengan kaca penutup. Pemeriksaan
di bawah mikroskop diawali dengan pembesaran 100X yang kemudian dilanjutkan dengan
pembesaran 400X. Identifikasi protozoa berdasarkan morfologi (Kaufman, 1996).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses babi, masing-masing 10 sampel dari
Lembah Baliem dan 12 sampel dari Pegunungan Arfak dengan menggunakan Metode
Sedimentasi Formol Ether (RITCHIE) ditemukan 16 sampel terinfeksi protozoa (72,7%).
Protozoa tersebut antara lain: Eimeria, Isospora, Balantidium, dan Entamoeba.

210
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Prevalensi infeksi protozoa berdasarkan daerah asal sampel feses babi, yaitu di Lembah
Baliem dari 10 sampel yang diperiksa ditemukan 6 positif adanya infeksi protozoa (60%), dan 12
sampel feses babi yang berasal dari Pegunungan Arfak ditemukan 10 sampel positif infeksi
protozoa (83.3%) (Tabel 1).
Tabel 1 Prevalensi Infeksi Protozoa pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua
Asal Sampel Babi Jumlah Infeksi Protozoa Prevalensi Hasil Uji Chi
Sampel Positif Negatif (%) Square
Pegunungan Arfak 12 10 2 83.3
Lembah Baliem 10 6 4 60 0.348
Total 22 16 6 72.7

Setelah di analisis dengan Uji Chi-Square tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0.05)
prevalensi protozoa saluran pencernaan antara pada babi yang dipelihara di Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak Papua.
100% 83%
80%
60%
Prevalensi

60%
40%
20%
0%
Pegunungan Arfak Lembah Baliem
Asal Sampel Babi

Gambar 1. Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem
dan Pegunungan Arfak Papua.

Tabel 2 Prevalensi Infeksi Protozoa pada feses babi yang berasal dari Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak.

Prevalensi (%)
Hasil Uji
Protozoa Total
Chi-Square
Lembah Baliem Pegunungan Arfak

Eimeria 50% 83.3% 68,2% 0.172

211
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Isospora 20% 33.3% 27.3% 0.646

Entamoeba 20% 33.3% 27.3% 0.646

Balantidium 10% 58.3% 36.4% 0.031

100%
83%
80%
58%
60% 50%

40% 33% 33%


20% 20%
20% 10%

0%
Eimeria Isospora Entamoeba Balantidium
Pegunungan Arfak Lembah Baliem

Gambar 2. Prevalensi Infeksi Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium pada Babi di
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.

Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses didapatkan 72,7% babi yang berasal dari
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora (27,3%),
Entamoeba (27,3%), dan Balantidium (36,4%). Feses babi yang diperiksa pada penelitian ini
adalah babi masa pertumbuhan. Protozoa tersebut merupakan parasit yang umum dijumpai pada
peternakan babi baik pada peternak di negara-negara maju maupun berkembang (Pakandl, 1991).
Ternak yang sama juga pernah dilaporkan pada babi induk di Bali dengan prevalensi masing-
masing Eimeria (60%), Entamoeba (38%), dan Balantidium (62%) (Damriyasa et al, 2001). Pada
penelitian yang dilakukan pada babi induk di Bali tidak ditemukan adanya infeksi Isospora
seperti yang ditemukan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena babi yang dipergunakan
pada penelitian ini adalah babi-babi muda, dimana Isospora lebih banyak menginfeksi babi pre
weaning dan post weaning, seperti yang dilaporkan Damriyasa dan Bauer (2006). Demikian juga
dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Varghese (1986) yang tidak menemukan adanya
isospora pada feses babi induk yang diteliti di Papua New Guinea.

212
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Damriyasa et.al.(2001) dan
Damriyasa dan Bauer (2006), pada penelitian ini tidak ditemukan adanya Giardia, Chilomastix
dan Jodamoeba. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan metoda yang dilakukan, karena
protozoa tersebut juga merupakan protozoa yang umum ditemui pada babi baik pada babi muda
maupun babi dewasa (Kaufman, 1996). Pada penelitian yang dilakukan oleh Damriyasa et.al.
(2001) dan Damriyasa dan Bauer (2006) menggunakan metoda SAF (Sodium Acetic
Formaldelyde) yang merupakan metoda yang lebih sensitif untuk mendeteksi protozoa (Martin
dan Escher, 1990).
Adanya infeksi protozoa seperti Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium pada
babi di Papua pada penelitian ini menunjukkan babi protozoa tersebut umum diternak di kedua
wilayah tersebut. Infeksi ini sangat umum terjadi pada babi-babi muda karena babi-babi tersebut
mempunyai kebiasaan memakan kotoran induk babi yang mengandung stadium infektif dari
protozoa tersebut. Menelan kotoran induk babi oleh babi-babi yang masih menyusui merupakan
phsysiological behavior untuk memasok kebutuhan zat besi pada anak babi (Sansom dan
Gleed, 1981).
Prevalensi masing-masing protozoa yang ditemukan pada babi yang berasal dari Lembah
Baliem dan Pegunungan Arfak menunjukkan bahwa prevalensi infeksi protozoa lebih tinggi
ditemukan di Pegunungan Arfak, walaupun perbedaan tersebut hanya signifikan pada prevalensi
infeksi Balantidium. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan temperature dan
kelembaban dari kedua wilayah tersebut. Pegunungan Arfak mempunyai temperatur dan
kelembaban yang lebih tinggi sekaligus membedakan kondisi yang lebih baik untuk
perkembangan protozoa dibandingkan dengan Lembah Baliem yang mempunyai suhu relatif
dingin. Dari aspek manajemen pemeliharaan babi, kedua wilayah tersebut tidak terdapat
perbedaan, keduanya memelihara babi secara tradisional.

SIMPULAN
Protozoa yang teridentifikasi pada babi yang berasal dari Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak adalah Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium. Prevalensi protozoa
pada babi yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak adalah Eimeria 68,2%,
Isospora 27,3%, Entamoeba 27,3% dan Balantidium 36,4%. Prevalensi infeksi protozoa di

213
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Pegunungan Arfak lebih tinggi dibandingkan dengan Lembah Baliem, namun perbedaan yang
signifikan hanya pada infeksi Balantidium coli.

SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan: perbaikan sistem
pemeliharaan babi di Papua untuk mencegah penyebaran parasit. Penelitian lanjutan dengan
sampel babi yang lebih banyak dengan lokasi pengambilan sampel yang beragam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada ACIAR (Australian Center for International Agricultural Research),
serta semua pihak yang ikut serta membantu pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Ternak. 2008. Manusia-Babi-Ubi Jalar di Wamena. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol.30, No.6.
Damriyasa,I.M., and Bauer,C. 2006. Prevalence and age-dependent occurrence of intestinal
protozoan infections in suckling pigs. Berl Munch Tierarztl Wochenschr. 119:287290.
Damriyasa,I.M., I.N.A.Suratma, I.M.Dwinata, C.Bauer. 2001. Faecal and serological survey on
endoparasite infections of sows in Bali,Indonesia. In:Proc.18th Int. Conf. Wrld. Ass. Adv.
Vet. Parasitol. Stresa-Italy.
Dewi, K & R.T.P Nugraha. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Dan
Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): 13-19.
Gordon, Raymond G.,Jr.(ed). 2005. Ethnologue: Languages of the World, Fifteenth edition.
Dallas, Tex.: SIL.International. Online version.
Kaufman,J. 1996. Parasitic Infectious of Domestic Animal. ILRI. Germany.
Kunto,W. 2011. Babi Miliki Banyak Makna di Papua.
http://www.antaranews.com/berita/1250202807/babi-miliki-banyak-makna-di-papua.
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat. 1996. Beternak Babi. Loka
Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat. Jayapura.

214
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215

ISSN : 2301-7848

Levine,N.D. 1995. Protozoologi Veteriner. Terjemahan Prof. Dr. Drh. Soeprapto


Soekardono,MSc. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mahalaya,S. 2009. Poverty alleviation and food security through improving the sweetpotato-pig
systems in Papua, Indonesia. ACIAR ABN 34 864 955 427.
Martin,H.,E.Escher. 1990. SAF-Eine alternative Fixierlosung fur parasitologische
Stuhluntersuchungen. Schweiz. Med. Wschr. 120,1473-1476.
Pakandl,M. 1991. Occurrence of Blastocystis sp. in pigs. Folia Parasitol. 38, 297-301.
Sansom,B.F., P.T.Gleed. 1981. The Ingestion of sows faeces by suckling piglets. Brit.J.Nutr.
46,451-456.
Sihombing.D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sulistiningari. 2003. Pemeriksaan Protozoa Usus Patogen Bagi Manusia Dalam Tinja Babi di
Peternakan Dusun Kanten Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=608.
Varghese,T. 1986. Porcine Coccidia In Papua New Guinea. Elsevier Science Publishers
B.V.,Amsterdam. Veterinary Parasitology, 21.11-20.
Yasa,I.M.R, Wirawan,K. dan Suyasa,I.W. 2010. Prevalensi Infeksi Parasit Cacing dan Eimeria
SP pada Babi Bali Desa Sanggalangit Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.

215
Jurnal Veteriner Maret 2011 Vol. 12 No. 1: 65-68
ISSN : 1411 - 8327

Kejadian Balantidiosis pada Babi Landrace


(A CASE STUDY OF BALANTIDIOSIS IN LANDRACE SWINE )

Ida Bagus Oka Winaya1 , I Ketut Berata1, Ida Ayu Pasti Apsari2

Lab Patologi Veteriner, 2Lab Parasitologi Veteriner


1

Fakultas Kedokteran Hewan, Univesitas Udayana


Jl. PB Sudirman Denpasar
Fax (0361) 701 808. Email Okawinaya@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian balantidiosis pada babai landrace. Jumlah
sampel babi yang diperiksa di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
dari bulan januari 2007 sampai bulan januari 2008 sebanyak 60 kasus. Tujuh dari 60 ekor babi
menunjukkan gejala klinis seperti kaheksia dan diare. Perubahan patologi anatomi menunjukkan adanya
peritonitis, distensi disertai adanya warna kecoklatan pada usus besar. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan protozoa berbentuk oval dengan inti berbentuk bulat (trophozoit) sampai seperti kacang mete
(kista) mulai dari mukosa sampai muskularis mukosa. Juga terlihat adanya enteritis katarhalis,
perdarahan ringan, erosi, peradangan pseudomembranus disertai infiltrasi sel radang limfosit dan
polimorfonuklear.

Kata kunci : Balantidium coli, kolon, babi, nekrosis, peradangan.

ABSTRACT

The aim of the study was to identify the incidence of balantidiosis in landrace pigs. A total of 60 pigs
were examined at Faculty of veterinary medicine, Udayana University between January 2007 and January
2008. Seven out of go pigs showed cahexia and diarrhoea . Macroscopic changes were observed, such as: the
colon was fully distended with gas and slight peritonitis,whereas microscopic examination revealed the
presence of Balantidium coli trophozoites and cysta within the intestinal mucosa. Additionally, enteritis
katarrhalis, slight hemorrhagis, erosin and pseudomembranous inflammation with lymphocytes and
polymorphonuclear cells were also noted.

Key word : Balantidium coli, colon, Swine, necrotic, inflammation.

PENDAHULUAN tanda subklinis dan dapat terjadi komplikasi oleh


penyakit lain atau parasit cacing (Rubin dan
Balantidiosis adalah suatu penyakit Farber, 1999). Siklus hidup Balantidium
infeksius yang terjadi di seluruh dunia dan dimulai dari tertelannya pakan yang tercemar
disebabkan oleh protozoa, Balantidium coli. oleh trophozoit. Pada stadium ini trophozoit
Organisme bersel tunggal ini secara khas bentuknya oval dan besar serta dikelilingi cilia
ditandai oleh ukurannya yang besar berkisar pendek yang memungkinkan begerak di dalam
dari 50500 mikron termasuk cilia pada usus besar. Stadium motil ini panjangnya 50
permukaan selnya. (Jones et al., 1997). Parasit 100 mikron dan lebarnya 40 70 mikron.
ini dapat ditemukan pada lumen sekum, kolon Memiliki dua inti, inti yang besar berbentuk
babi, manusia, dan primata sebagai organisme seperti kacang disebut makronukleus dan yang
komensal namun dapat menjadi patogen kalau lebih kecil disebut mikronukleus. Stadium kedua
didahului oleh adanya kerusakan pada jaringan berbentuk kista, bentuk ini bertanggung jawab
akibat mikroorganisme lain (Jubb et al., 1997). menyebarkan parasit ke inang baru. Ukuran
Diagnosis berdasarkan atas gejala klinis sulit diameter kista 50-70 mikron. Trophozoit dan
dilakukan karena babi sakit menunjukkan kista keluar dari usus bersama feses namun

65
Winaya etal Jurnal Veteriner

hanya kista yang tahan terhadap kondisi HASIL DAN PEMBAHASAN


lingkungan yang dapat bertahan hidup di luar
tubuh untuk selanjutnya mencemari air dan Secara umum babi landrace penderita
bahan makanan. Kalau kista termakan balantidiosis menunjukkan gejala klinis
kemudian menyilih (excysts) di dalam usus, kaheksia dan diare bahkan ada yang disertai
bentukan motil ini mulai memakan nutrisi yang dengan gejala lain seperti adanya distensi pada
terdapat di dalam sel, bahan karbohidrat dan abdomen.
bahan organik lainnya (Kennedy, 2006). Umur babi landrace yang terserang
balantidiosis bervariasi mulai dari umur 6-10
minggu. Kerusakan yang ditimbulkan akibat
METODE PENELITIAN infeksi B. coli pada kolon babi yang berumur
lebih muda terlihat lebih ringan jika
Sebanyak 60 ekor babi berasal dari dibandingkan dengan infeksi pada umur yang
peternakan di Kabupaten Tabanan dan lebih tua. Pada kasus ini juga ditemukan infeksi
sekitarnya diperiksa di Laboratorium Patologi B. coli pada kolon babi relatif lebih banyak
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan ditemukan pada babi yang berjenis kelamin
Universitas Udayana Denpasar pada periode betina dibandingkan daripada babi yang berjenis
bulan januari 2007 sampai bulan januari 2008. kelamin jantan (Tabel 1).
Babi yang menunjukkan gejala klinis Gejala klinis yang selalu menyertai
seperti kaheksia dan diare dietanasi Balantidiosis pada kolon babi adalah adanya
menggunakan garam inggris jenuh (MgS04) diare. Hal ini sesuai dengan temuan Yang et
sebanyak 10 ml yang disuntikkan secara al., (1995) yang melaporkan bahwa anak babi
intrakardial. Babi yang sudah dikorbankan yang sengaja diinfeksi kista B. coli dengan dosis
nyawanya kemudian dinekropsi. Setelah 1,2 x 104 4,8 x 104 menunjukkan gejala klinis
pengamatan situs viscerum, dilakukan diare sedang sampai berat pada ileum sampai
pengambilan terhadap organ yang rektum juga disertai adanya kerusakan ringan
menunjukkan adanya kelainan, selanjutnya pada mukosa usus besar.
disimpan dalam pot yang sudah mengandung Tingkat infeksi B. coli pada kolon babi relatif
netral buffer formalin 10 %. Sampel jaringan lebih tinggi ditemukan pada babi betina jika
usus dan organ lain yang menunjukkan adanya dibandingkan dengan babi jantan, hal ini diduga
perubahan dipotong kecil-kecil sesuai ukuran disebabkan oleh adanya kebiasaan peternak
dan didehidrasi di dalam larutan alkohol menempatkan babi betina anakan dengan babi
berbagai konsentrasi larutan alkohol digunakan betina usia muda pada satu kandang yang sama.
untuk melakukan dehidrasi, mulai dari Penularan B. coli seperti protozoa pada
konsentrasi 70%, 95% dan absolut, kemudian umumnya, terjadi karena adanya trophozoit dan
dijernihkan dalam larutan xylol. Jaringan kista yang dikeluarkan bersama feses
tersebut kemudian diinfiltrasi menggunakan mencemari pakan kemudian tertelan oleh babi
paraffin cair dan diembedding dalam blok lainnya, hal ini sesuai dengan temuan
paraffin. Blok paraffin kemudian dipotong Mohammadi et al., (2004) yang melaporkan
dengan ketebalan 5 mikron untuk diwarnai bahwa semakin tinggi kontak sosial babi dari
menggunakan zat warna hematoksilin dan eosin berbagai tingkatan umur semakin tinggi peluang
(HE). untuk terinfeksi parasit yang tergolong ke dalam
foodborne disease.

Tabel 1.Umur dan Jenis Kelamin Babi yang Positif Terinfeksi Balantidium coli yang Diperiksa di
Laboratorium Patologi FKH-UNUD Tahun 2007-2008 .

Jenis Kelamin Umur Perubahan mikroskopik

Betina : 1 10,0 minggu Erosi dan enteritis hemorhagika


2 8,0 minggu Enteritis nekrotikan
3 8,0 minggu Peradangan pseudomembranus
4 6,0 minggu Enteritis katarhalisn dan hemorhagis
5 6,0 minggu Enteritis katarrhalis
Jantan : 1 8,0 minggu Erosi dan enteritis hemorhagika
2 10,0 minggu Erosi dan enteritis hemorhagika

66
Jurnal Veteriner Maret 2011 Vol. 12 No. 1: 65-68

Gambar 1. Fotomikrograf jaringan kolon babi terinfeksi Balantidium coli. A = Peradangan


pseudomembranus, B= Enteritis nekrotikan, C= Erosi, D = Protozoa stadium trophozoit
dan kista dekat muskularis mukosa.

Infeksi B. coli pada kolon babi SIMPULAN


menimbulkan lesi berupa erosi, perdarahan, dan
peradangan dengan sel radang limfosit dan Kerusakan yang ditimbulkan infeksi B. coli
polimorfonuklear. Pada kasus ini lesi yang sangat bervariasi mulai dari lesi yang bersifat
ditemukan dapat dibedakan menjadi dua yaitu ringan sampai berat. Secara mikroskopik
lesi ringan berupa erosi dan enteritis katarhalis kerusakan yang ditimbulkan meliputi enteritis
serta lesi berat berupa perdarahan dan katarhalis, erosi, hemorhagis, dan peradangan
peradangan pseudomembranus. Hasil ini sesuai pseudomembranus.
dengan temuan Minoru et al., (1999) yang
melakukan pemeriksaan secara histopatologi, UCAPAN TERIMAKASIH
mendapatkan lesi mulai dari peradangan
berlendir sampai peradangan pseudomem- Ucapan terimakasih disampaikan kepada
branus. Bapak Nyoman Murya, peternak babi yang
Erosi pada permukaan mukosa kolon adalah beralamat di Banjar Kelating Dauh Margi,
lesi yang selalu ditemukan pada kasus ini.. Lesi Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan
ini disebabkan oleh adanya enzim proteolitik atas diperkenankannya memanfaatkan babi-
yang disekresikan oleh B. coli. Enzim ini babi sakit miliknya diambil untuk dinekropsi
kemudian tersebar di permukaan mukosa dan di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan
menyebabkan kerusakan secara perlahan Denpasar. Terimakasih juga disampaikan
sampai timbul nekrosis pada mukosa usus kepada mahasiswa koasistensi pendidikan
profesi dokter hewan (PPDH) gelombang VII
(Eisen, 2000) Infeksi B. coli dan kerusakan yang
Tahun 2007 atas kerjasamanya pada saat
ditimbulkan pada kolon babi dapat dilihat pada
melakukan nekropsi.
Gambar 1.

67
Winaya etal Jurnal Veteriner

DAFTAR PUSTAKA Mohammadi S, Rezaian M, Hoosyar H, Mowlavi


GR, Babei Z, Anwar MA. 2004. Intestinal
Eisen S. 2000. Parasites on Parade. Biology Protozoa in Wild Boar (Sus sucrofa) in
Department. Christian Brother University Western Iran. Journal of Wild Life Disease
650. East Parkway South Memphis, TN 40 (4) : 801 806.
38104. Minoru S, Sasagawa G, Yuichi T. 1999.
Jones TC, Hunt RD, King NW. 1997. Veterinary Influence of Balantidium coli Infection on
Pathology. 6th ed. Baltimore. Williams and Swine Colitis. Journal of Veterinary
Wilkins. P: 583. Medicine 933 : 287 291..
Jubb KVF, Kennedy PC, Palmer N. 1997. Rubin E, Farber JL. 1999. Pathology. 3rd ed.
Pathology of Domestic Animals. 6th ed. Baltimore. Williams and Wilkins. P : 455.
Academic Press. PP: 317 318. Yang Y, Zeng L, Li M, Zhou J. 1995. Diarhoea
Kennedy MJ. 2006. Balantidium in Swine. in Piglet and Monkeys Experimentally
Agriculture, Food and Rural Deveolpment. Infected with Balantidium coli Isolates from
AGRI-FACTS. Human Feces. J TropMed Hyg 98 (1) : 69
72.

68

Anda mungkin juga menyukai