PARASITOLOGI VETERINER
Oleh:
LABORATORIUM PARASITOLOGI
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2017
RINGKASAN
Protozoa secara umum dapat dijelaskan bahwa protozoa adalah berasal dari
bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan jadi protozoa
adalah hewan pertama. Protozoa merupakan kelompok lain protista eukariotik.
Coccidia yang umum ditemukan pada babi terutama yang berpredileksi pada
saluran cerna antara lain: Eimeria debliecki, Eimeria polita, Eimeria spinosa, Eimeria
cerdonis, Eimeria guevarai, Eimeria neodeblecki, Eimeria perminuta, Eimeria porci,
Eimeria scabra, Eimeria scrofae, Eimeria suis, Eimeria betica, Eimeria residuais,
Eimeria suisnoller, Isospora almataensis, Isospora neyrai, dan Isospora suis
i
Genus Entamoeba termasuk dalam phylum Sarcomastigophora, subphylum
Sarcodina, famili Endamoebidae (Soulsby, 1982). Entamoeba polecki adalah parasit
usus babi, babi hutan, monyet dan bisa menginfeksi manusia. Entamoeba polecki
ditemukan di sekum dan colon babi, panjang tropozoit 5- 25m, inti keliatan bervariasi.
Endososoma adalah sentral dan biasanya sungguh besar, kadang-kadang hampir
mengisi seluruh inti, tetapi dapat juga kecil dan mirip dengan endosoma E.histolytica.
Ada suatu cincin agak homogeni terdiri dari kromatin di dalam selaput inti. Biasanya
tidak ada butir-butir kromatin di antara endosoma dan cincin permukaan itu. Diameter
kista 4-17m, masing-masing mempunyai inti tunggal jika dewasa. Benda-benda
kromatid di dalam kista bentuknya sangat bervariasi, mulai dari batang-batang besar
dengan ujung-ujung membulat seperti E.histolytica sampai butir-butir tidak teratur
besarnya. Ada atau mungkin tidak ada vakuole glikogen. Kista-kista tanpa benda-benda
kromatid atau vakuole-vakuole glikogen biasanya juga ada. Entamoeba suis tidak
patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup
Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di ileum,
trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner, trophozoit
dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik (terutama pada
hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Protozoa pada Babi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Protozoa pada Babi. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
iii
DAFTAR ISI
Ringkasan i
Daftar Isi. iv
Daftar Gambar. v
BAB I Pendahuluan 1
2.1 Tujuan.. 2
2.2 Manfaat 2
BAB IV Pembahasan 8
BAB V Kesimpulan.. 19
Daftar Pustaka... 20
Lampiran 21
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Tujuan
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, adapun tujuan
penulisan makalah ini yaitu untuk memperluas pengetahuan mahasiswa
tentang protozoa pada babi.
2.2 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini, yaitu:
1) Mengetahui apa pengertian dari protozoa pada Babi
2) Mengetahui apa itu Eimeria sp. dan Isospora Suis
3) Mengetahui apa itu Balantidium sp.
4) Mengetahui apa itu Entamoeba sp.
5) Mengetahui apa itu Giardia sp.
TINJAUAN PUSTAKA
Ciri-ciri prozoa sebagai hewan adalah gerakannya yang aktif dengan silia
atau flagen, memili membrane sel dari zat lipoprotein, dan bentuk tubuhnya ada
yang bisa berubah-ubah. Adapun yang bercirikan sebagai tumbuhan adalah ada
jenis protozoa yang hidup autotrof. Ada yang bisa berubag-ubah. Adapun yang
mencirikan sebagai sebagai tumbuhan adalah ada jenis protozoa yang hidup
autotrof. Perkembangbiakan bakteri dan amuba Perkembangbiakan amuba dan
bakteri yang biasa dilakukan adalah dengan membela diri. Dalam kondisi yang
sesuai mereka mengadakan pembelahan secara setiap 15 menit. Peristiwa ini
dimulai dengan pembelahan inti sel atau bahan inti menjadi dua. Kemudian diikuti
dengan pembelahan sitoplasmanya, menjadi dua yang masing=masing
menyelubungi inti selnya. Selanjutnya bagian tengah sitoplasma menggenting
diikuti dengan pemisahan sitoplasma. Akhirnya setelah sitoplasma telah benar-
benar terpisah, maka terbentuknya dua sel baru yang masing=masing mempunyai
inti baru dan sitoplasma yang baru pula. Pada amuba bila keadan kurang baik,
misalnya udara terlalu dingin atau panas atau kurang makan, maka amuba akan
membentu kista. Didalam kista amuba dapt membelah menjadi amuba-amuba
baru yang lebih kecil. Bila keadaan lingkungan telah baik kembali, maka dinding
kista akan pecah dan amuba-amuba baru tadi dapat keluar. Selanjudnya amuba ini
akan tumbuh setelah sampaipada ukuran tertentu dia akan membelah diri seperti
semula.
PEMBAHASAN
10 | P r o t o z o a p a d a B a b i
m. Isospora neyrai
Spesies ini ditemukan pada feses babi peliharaan di Spanyol. Ookista
berbentuk ovoid atau elips berukuran 45 m, dinding berlapis dua, tidak
memiliki mikrofilia. Sporokista berbentuk ovoid berukuran 8-64 m.
Sporozoit berbentuk ovoid memanjang dan mempunyai suatu bulat terang
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
n. Isospora suis
Spesies ini mudah ditemukan dalam usus halus dan kolon babi piaraan.
Ookista berbentuk agak bulat dengan ukuran 16-21 m, berdinding halus,
tidak berwarna, berlapis satu, tebal 0,5-0,7m dan tidak memiliki
mikrofilia. Sporokista elips berukuran 13-14 x 8-11 m dan sporozoit
berbentuk sosis berukuran 9-11 x 3-4 m. Waktu sporulasi 3-5 hari
(Soulsby, 1982 dan Levine, 1994).
Siklus hidup eimeria dimulai dari keluarnya ookista bersama tinja
yang terdiri dari satu sel sporon. Pertumbuhan ookista membutuhkan
oksigen. Sporon membagi menjadi empat sporoblast yang kemudian
menjadi satu sporokista yang mengandung dua sporozoit di dalamnya.
Proses sporogoni/sporulasi berlangsung selama beberapa hari yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan spesies Coccidia. Infeksi terjadi
dengan menelan ookista, setelah sampai diusus ookista pecah dan
sporokista terbebaskan hingga sporozoit keluar (Schwartz, 2002).
Sporozoit memasuki vilii epitel usus, kemudian membulat menjadi meron
generasi pertama, tumbuh dan membelah membentuk 900 merozoit
generasi pertama dengan panjang 2-4 m. Merozoit ini memecahkan sel
host dan masuk ke sel yang baru yang disebut meron generasi ke dua
dengan panjang 16 m. Meron generasi ke tiga menghasilkan 4-30
merozoit dan sebagian besar merozoit melaksanakan siklus hidup seksual.
Merozoit membulat membentuk gamon, kebanyakan gamon adalah
makrogamon yang berubah menjadi makrogamet sedangkan mikrogamon
membelah secara skizogoni membentuk mikrogamet yang berflagela.
Mikrogamet membuahi makrogamet dan menyatu menjadi ookista.
(Levine, 1994). Eksistasi di dalam tubuh hospes yang baru memerlukan
11 | P r o t o z o a p a d a B a b i
rangsangan berupa karbondioksida, tripsin dan cairan empedu.
Kebanyakan ookista memiliki mikrofilia, dengan adanya karbondioksida
tutup mikrofilia terangkat dan terjadi permeabilitas dinding kista yang
juga didukung oleh suhu tubuh hospes. Setiap sporokista memiliki sumbat
yang disebut benda stidea yang dapat dicerna oleh tripsin dan cairan
empedu akan masuk untuk memulai gerakan sporozoit. Sporozoit
memasuki sel hospes dan sisa amilopektin digunakan untuk memenuhi
kebutuhan energinya (Noble and Noble, 1989).
4.1.2. Balantidium sp.
12 | P r o t o z o a p a d a B a b i
yang terletak sub terminal dan mikronukleus terletak pada lekukan makronukleus
yang bertanggungjawab dalam proses reproduksi. Terdapat satu vakuola
kontraktil di dekat ujung posterior tubuh, yang lain dekat pertengahan, dan
sitoplasma mengandung sejumlah vakuola makanan. Pada ujung posterior juga
terdapat saluran ekskresi yang pendek menuju ke anus (cytopyge). Kista yang
dihasilkan berbentuk bulat atau sedikit lonjong dan berukuran 40-60 mikron.
((Levine, 1995.,Puspitosari, 2009.,Soulsby, 1982). Balantidium coli hidup secara
komensal pada usus besar dan sekum babi, namun Balantidium coli dapat pula
menyerang mukosa usus babi tersebut. Balantidium coli juga dapat menginfeksi
manusia dan bersifat patogen serta dapat menimbulkan penyakit disentri
Balantidiosis. Selain Balantidium coli pada babi, dikenal pula Balantidium suis
yang bentuknya lebih panjang (Ashadi dan Soetijono, 1992). Levine (1995),
menyatakan pemupukan berturut-turut bahwa Balantidium suis adalah variasi
morfologi dari Balantidium coli yang dipengaruhi oleh kondisi makanannya,
karena itu dinyatakan bahwa Balantidium suis sinonim dari Balantidium coli.
Balantidium coli memiliki distribusi di seluruh dunia antara babi domestik
(Schwartz et al., 1999). Kista Balantidium dapat hidup didalam tinja 1-2 hari pada
suhu kamar, dan dapat tumbuh pada suhu antara 20-40oC (Frederick et al., 2008).
Siklus hidup Balantidium dimulai jika makanan atau minuman terkontaminasi
oleh kista yang berasal dari kotoran atau feses penderita. Setelah termakan,
Balantidium tersebut kemudian berkembang di dalam usus hospes dan mulai
makan bagian-bagian sel, butir-butir pati, feses dan bahan-bahan organik lainnya.
Seringkali Balantidium memasuki mukosa dan submukosa usus besar/sekum
sehingga menimbulkan luka- luka ulseratif yang hebat dan kadang-kadang
meliputi sepanjang usus besar (Noble and Noble, 1989). Kemampuan
Balantidium coli untuk mengeluarkan hyaluronidase membantu organisme untuk
menyerang mukosa, lesi yang mirip dengan amoebiasis seperti terjadinya
perforasi usus besar dan usus buntu, abses hati. Pada kasus berat, babi menjadi
diare, disentri, radang usus dan sakit perut (Yatswako et al., 2007). Pada
umumnya penyakit ini dapat sembuh secara perlahan dan penderita kemudian
menjadi pembawa penyakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan tinja,
didukung oleh klinis yang sesuai.
13 | P r o t o z o a p a d a B a b i
Siklus hidup Balantidium dimulai dari tertelannya pakan yang tercemar oleh
trophozoit. Pada stadium ini trophozoit bentuknya oval dan besar serta dikelilingi
cilia pendek yang memungkinkan begerak di dalam usus besar. Stadium motil ini
panjangnya 50 100 mikron dan lebarnya 40 70 mikron. (Winaya, 2011)
14 | P r o t o z o a p a d a B a b i
patogen dan dapat dikembangbiakkan pada media (Levine, 1995). Siklus hidup
Entamoeba sederhana dan langsung, kista tertelan dan melepaskan tropozoit di
ileum, trophozoit berkoloni di usus besar dan membagi dengan pembelahan biner,
trophozoit dapat menyerang dinding usus dan menyebar melalui darah sistemik
(terutama pada hati), kista terbentuk dalam colon dan dilewatkan dalam tinja.
15 | P r o t o z o a p a d a B a b i
4.1.4. Giardia sp
16 | P r o t o z o a p a d a B a b i
di jejunum, duodenum dan ileum manusia, primata (sangat patogen) dan mamalia
lainnya termasuk babi di mana itu adalah non patogenik (domba dan kambing).
G.lamblia umum di seluruh dunia dan lebih umum protozoa intestinal pada
manusia. Koloni G.lamblia pada usus kecil dari manusia dan hewan,
menyebabkan diare ringan hingga berat (Kirkoyun et al., 2009). Siklus hidup
Giardia sederhana, di duodenum dari host baru, trophozoit muncul dari kista dan
mengalami pembelahan mitosis. Masing-masing dua trophozoit diproduksi
dengan cara menempel pada sel epitel dengan cakram perekat, kemudian
memakan sel epitel. Trophozoit melepaskan diri dari sel-sel epitel, mungkin
karena perputaran yang cepat (72 jam) dari sel-sel, dan menjalani pembelahan
mitosis dalam lumen usus. Selama periode diare, tropozoit ini dapat dibawa
dengan isi usus dan diekskresikan, tetapi tidak bertahan lama di luar host.
Beberapa encyst tropozoit selama perjalanan melalui usus dan meninggalkan host
dengan feses sebagai kista. Dalam bentuk feses, kista lebih sering ditemukan
daripada trophozoit (Fricker, 2001). Mekanisme di mana Giardia menyebabkan
diare dan malabsorpsi masih belum jelas. Organisme dapat bertindak sebagai
penghalang fisik, tetapi area yang dicakup oleh thophozoit mungkin terlalu kecil
untuk mempengaruhi penyerapan nutrisi. tidak ada bukti untuk produksi toksin
(Buret, 1994). Infeksi Giardia tampak mempengaruhi aktivitas enzim usus
(laktase, disaccharidase), kerusakan permukaan mukosa (menyebabkan
pemendekan vili kriptus dan), dan menimbulkan pertumbuhan berlebih dari
bakteri atau jamur di usus kecil (Fricker, 2001). Penularan Giardia melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi kista. Kista dapat bertahan hidup
dalam lingkungan lembab sampai 2 minggu (Soulsby, 1982). Diagnosa dapat di
buat dengan menemukan kista dalam tinja padat, bentuk trofozoit dan kista dalam
tinja encer. G. lamblia dapat dibedakan dari protozoa usus lainnya karena
morfologinya khas dalam sediaan air garam, jodium, dan pewarnaan. Untuk
menunjukkan kista Giardia dapat menggunakan teknik pengapungan dengan
memakai larutan seng sulfat yang mempunyai berat jenis 1,8 dan kemudian
meneteskan sedikit larutan Lugol- Jodine untuk mewarnai organismenya. Kista
terlihat jelas dengan sitoplasma terpusat pada salah satu sisi dan ini dapat
17 | P r o t o z o a p a d a B a b i
membantu untuk membedakan Giardia dari ookista Coccidia yang berukuran
kecil (Novan, 2010).
18 | P r o t o z o a p a d a B a b i
BAB V
KESIMPULAN
19 | P r o t o z o a p a d a B a b i
DAFTAR PUSTAKA
Beaver, P.C.; Jung, R.C; Cupp, E.W.; Clinical Parasitology, Lea & Febiger,
Philadelphia, 5th edition, 1984, 35-220
Hall, H.T.B., 1987. Diseases and Parasites of Livestock in the Tropics 2nd
Edition. England
Urquhart G.M.,; Armour J.,; Duncan J.L.,; Dunn A.M.,; and Jennings F.W.
1987. Veterinary Parasitology, ELBS, England.
Damriyasa IK, et al. 2013. Prevalensi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua. Denpasar. 2(2) : 208 215
Komala D., dalam skripsi IDENTIFIKASI ENDOPARASIT PADA BABI (Sus spp.)
DI RUMAH POTONG HEWAN KAPUK JAKARTA BARAT pada tahun
2015.
Supriadi, et al. 2014. Pre-Eleminasi Parasit Gastrointestinal pada Babi dari Desa
Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. 8(2): 1.
Winaya, Ida Bagus Oka, et al. 2011. Kejadian Balantidiosis pada Babi Landrace.
Denpasar. 12(1): 65-68.
20 | P r o t o z o a p a d a B a b i
64 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
Oleh:
Supriadi , A. Muslihin
B. Roesmanto
Dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan-UNTB
Abstrak: Babi merupakan reservoir berbagai agen penyakit parasit, salah satunya infeksi berbagai
gastrointestinal parasit. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kehadiran organisme parasit pada
babi yang dipelihara pada kandang tradisional di desa Suranadi Lombok Barat. Jenis penelitian ini adalah
Epidemiologi deskriptif yang termasuk Cross Sectional study. Adapun sampling dilakukan dengan
metode purposif sampling. Sebanyak 23 sampel feses babi telah diperiksa di laboratorium UPTD
Puskeswan Kota Mataram. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode pengapungan.
Hasil penelitian ini berhasil menemukan 5 spesies parasit dari golongan Protozoa dan Helminth.
Golongan Protozoa yang ditemukan adalah Balantidium sp., sedangkan golongan Helminth terdiri atas 4
spesies yaitu Ascaris suum, Trycostrongylus sp., Metastrongylys sp. dan Taenia sp. Dari hasil penelitian
ini perlu dilakukan perbaikan manajemen pemeliharaan dan perbaikan sanitasi lingkungan, khususnya di
sekitar kandang babi yang ada di Desa Suranadi.
PENDAHULUAN
Babi merupakan hewan yang dipelihara untuk tipe iklim, mulai dari daerah yang beriklim dingin
tujuan tertentu, salah satunya untuk memenuhi (temperate zone) sampai ke daerah tropis (topical
kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi zone). Daerah tropis seperti di Indonesia pada
manusia. Ditinjau dari pola makannya, babi umumnya, babi dipelihara dan dapat berproduksi
termasuk hewan omnivora, yaitu hewan pemakan dengan baik mulai dari daerah pegunungan sampai
segala jenis pakan, baik yang berasal dari hewan ke daerah pesisir. Ditinjau dari segi produktivitas,
dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Parakkasi (2006), babi merupakan hewan peridi (profilic), yang
babi merupakan salah satu hewan monogastrik mampu menghasilkan banyak anak dalam setahun.
yang memiliki lambung tunggal. Usaha peternakan Dengan demikian, dalam waktu yang relatif
babi memiliki beberapa keuntungan bagi peternak singkat, peternak akan biasa memperoleh
diantaranya adalah siklus reproduksi yang relatif keuntungan dari hasil usaha ternak babinya.
pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat Keuntungan lainnya dari peternakan babi adalah
pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan daging babi merupakan salah satu komoditas
ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan
yang tidak digunakan oleh manusia. Kegiatan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek
usaha peternakan babi dilakukan secara komersial ekonomi yang cukup cerah, karena usaha
(industri peternakan), dan sebagian besar masih peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya
merupakan peternakan rakyat. Selain sebagai reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk
cabang usaha utama, peternakan babi dapat memenuhi permintaan pasar, maka selain
dijadikan sebagai usaha sampingan ataupun kuantitas, produsen diharapkan dapat
komplementer bagi masyarakat (Aritonang, 1998). menyediakandaging babi yang berkualitas (Tobing,
Menurut Ardana (2008), babi mempunyai 2012).
toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim yang Secara ekonomis, ternak babi merupakan
beragam. Ternak babi dapat dipelihara di berbagai salah satu sumber daging dan pemenuhan gizi yang
_____________________________________________
Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah65
sangat terjangkau bagi sebagian kalangan yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan
masyarakat pengkonsumsinya karena (1) Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora
presentase karkas babi cukup tinggi yaitu mencapai (27,3%), Entamoeba (27,3%), dan
65-80%, sedangkan presentase karkas sapi hanya Balantidium(36,4%) (Yuliari et al. 2013). Scuster
50-60%, domba dan kambing 45-55% serta kerbau and Ramirez-Avila (2008) menyebutkan bahwa
38%; (2) daging babi memiliki kandungan lemak beberapa spesies protozoa parasit yang ditemukan
yang lebih tinggi dengan kadar air lebih rendah; pada babi bersifat zoonosis dan menimbulkan
dan (3) adaptif terhadap sistem pemakaian gangguan kesehatan pada manusia.
peralatan otomatis sehingga menghemat biaya dan Salah satu daerah yang memiliki populasi babi
tenaga kerja (Aritonang, 1998). Lebih lanjut yang cukup tinggi di Pulau Lombok adalah daerah
dijelaskan oleh Prasetyo (2013) bahwa dalam Suranadi. Hal ini sangat didukung oleh kondisi
usaha beternak babi, ada beberapa kendala yang ekologis yang memungkinkan babi dapat
sering dihadapi peternak, salah satunya adalah berkembang pesat di daerah ini. Mengingat sifat
penyakit parasitik yang dapat menyerang ternak babi sebagai reservoir berbagai organisme parasitik
babi. Ada berbagai macam parasit yang dapat dan belum pernah dilakukan penelitian infeksi
mengancam produktivitas peternakan, apalagi bila parasit gastrointestinal pada babi di daerah ini,
babi yang terserang penyakit parasitik tersebut maka penelitian ini sangat perlu dilakukan. Tujuan
tidak segera diobati maka akan menimbulkan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
kerugian ekonomi yang sangat besar. kehadiran organisme parasit pada babi yang
Pemeliharaan babi di Desa Suranadi masih dipelihara pada kandang tradisional di desa
tradisional, seperti makanannya masih tergantung Suranadi Lombok Barat.
pada sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian, kadang-
kadang babi dikandangkan pada malam hari dan METODE PENELITIAN
dilepas pada pagi hari di pekarangan untuk Sebanyak 23 sampel feses babi telah dikoleksi
mencari makan. Menurut Levine (1995), sistem selama bulan Juli 2014. Sampel tersebut dikoleksi
pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional dari dusun Pemunut Desa Suranadi Kecamatan
akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Narmada Lombok Barat. Sampel-sampel tersebut
Matsubayasi et al (2009) melaporkan 3 spesies telah diperiksa di laboratorium UPTD Puskeswan
organisme parasit pada babi beberapa daerah di Kota Mataram. Sampel yang dikoleksi selama di
Jepang. Spesies parasit tersebut antara lain Eimeria lapangan disimpan dalam botol sampel dan
spp., (40,3%), Thricuris suis (24,8%), Ascaris dilarutankan dengan etanol absolut untuk
suum (14,7%) dan Metastrongylus sp.(2,3%). menghindari kerusakan jaringan parasit yang ada
Lebih lanjut dijelaskan oleh Dewi dan Nugroho di dalam sampel feses. Sampel kemudian dibawa
(2007) bahwa hasil hasil pemeriksaan feses babi ke Laboratorium untuk diperiksa.
di beberapa daerah di Surabaya menunjukkan Jenis penelitian ini adalah Epidemiologi
adanya kehadiran kista Eimeria sp dan deskriptif yang termasuk Cross Sectional study
Balantidium coli pada feses babi kutil. Hasil yaitu studi epidemiologi yang mempelajari
penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa dari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit
60 feses babi di Jawa Tengah yang diperiksa 5 dan paparan (faktor penelitian) dengan cara
feses (8,3%) ditemukan protozoa usus yang mengambil status paparan, penyakit, atau
patogen bagi manusia yaitu Balantidium coli karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara
(Sulistiningari, 2003). Yasa et al. (2010), serentak pada individu-individu dari suatu populasi
melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di pada suatu waktu (Murti, 2011).
Bali menunjukkan Eimeria (60%), Entamoeba Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
(38%), dan Balantidium (62%). Hasil ini ini juga adalah ternak babi yang di pelihara pada kandang
diperkuat oleh hasil penelitian Yuliari et al., (2013) tradisional di Dusun Pemunut Desa Suranadi
yang melakukan pemeriksaan terhadap 22 sampel Kecamatan Narmada Lombok Barat dengan
feses babi dan menemukan bahwa 72,7% babi perkiraan jumlah populasi target sebanyak 400
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
66 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
ekor babi. Adapun besaran sampel yaitu 23 ekor dipindahkan ke object glass dan diamati di bawah
yang dihitung menurut rumus : mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40
Besaran sampel yang di peroleh dari populasi serta didokumentasikan.
ternak babi berjumlah 400 ekor adalah 23 ekor, Hasil pengamatan yang didapat diidentifikasi
diperoleh berdasarkan rumus. berdasarkan morfologi dan ukuran protozoa
dengan mencocokkan hasil pengamatan langsung
Rumus : dengan literature (Buku Penuntun Praktis
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2] Parasitologi Kedokteran Edisi 2 oleh
D = 10% x 400 = 40 Ideham, B., Pusarawati, S. 2009).
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/ 2] Data yang didapat dianalisa secara deskriptif
n = [1-(1-0,90)1/40] [400-(40-1)/2] dengan menghubungkan data dan fakta dilapangan
= [1-0,1]0,025 [400-19,5] serta interpretasi data disajikan dalam bentuk tabel
= [1-0,94] [400-19,5] dan gambar. Kesimpulan ditarik secara deduktif
= 0, 06 x 360,5 dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum
= 22,83 ke khusus.
= 23
Dimana : HASIL PENELITIAN
n = Jumlah sampel
Hasil pemeriksaan 23 sampel feses babi yang
a = Tingkat kepercayaan
diambil dari dusun Pemunut masing-masing 8
N = Jumlah populasi
sampel dari RT. 02, 8 sampel dari RT. 03 dan 7
D = perkiraan jumlah hewan sakit dalam populasi
sampel dari RT. 04 dengan menggunakan Metode
(Murti, 2011).
pengapungan ditemukan 5 spesies parasit yaitu
Balantidium sp. Ascaris suum, Metastongylus sp,
Pengambilan sampel dilakukan dalam
Trycostrongylus sp, dan Taenia sp. kelima spesies
penelitian ini adalah metode purposive sampling
parasit tersebut dapat digolongkan ke dalam
denganpengambilan lansung dari peternakan
Protozoa (1 jenis) dan Helminth (4 jenis).
masyarakat. Pengambilan sampel feses sebanyak
23 ekor. Feses dimasukkan kedalam kantong
Tabel 1. Prevalensi Infeksi Parasit
plastik dan dibawa ke Laboratorium.
Gastrointestinal pada babi di Dusun
Sampel feses babi yang telah dikoleksi dari
Pemunut Desa Suranadi.
lapangan diperiksa dengan menggunakan metode
pengapungan (Flotation Method). Sebanyak 2
Gastrointestinal Parasit Teridentifikasi
gram sampel digerus dengan mortar dan Parasit
ditambahkan aquades sampai tabung reaksi. Protozoa Helminth
Sampel kemudian disentrifus selama 5 menit Protozoa
dengan kecepatan 3000 rpm, cairan jernih di atas Balantidium sp.
endapan dibuang. Larutan gula jenuh kemudian
dituangkan di atas endapan sampai tabung dan Helminth
diaduk sampai homogen. Sampel kemudian
Ascaris suum
Taenia sp.
disentrifus kembali selama 5 menit dengan
Metastrongylus sp.
kecepatan 2500 rpm. Tabung kemudian diletakkan
Trichostrongylus sp.
di atas rak dengan posisi tegak lurus, kemudian
gula jenuh diteteskan sampai permukaan cairan
Secara morfologi Balantidium sp.
menjadi cembung. Setelah itu cover glass
memiliki bentuk oval dan memiliki makronukleus
ditempelkan pada permukaan tabung reaksi dan
yang besar dan mudah teramati. Ascaris suum
ditunggu selama 3 menit, hal ini dilakukan untuk
secara morfologi memiliki telur dengan lapisan
memberikan kesempatan telur cacing untuk naik ke
kapsul yang tebal dan kasar. Metastrongylus sp.
permukaan cairan. Kaca penutup kemudian
_____________________________________________
Volume 8, No. 5, Agustus 2014 http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah67
dan Trycostrongylus sp. merupakan golongan Yasa et al. (2010) yang juga menemukan infeksi
cacing yang memiliki dinding telur yang tipis. Balantidium sp. pada ternak babi. Kedua
Akan tetapi, secara morfologi, Trycostrongylus sp. penelitian ini memperkuat hasil penelitian ini dan
memiliki bentuk yang lonjong dengan ujung memberikan gambaran yang jelas bahwa
bundar, sedangkan Metastrongylus sp. memiliki Balantidium sp. merupakan parasit yang khas
ujung anterior yang lebih lancip. Hal inilah yang pada babi, meskipun indentifikasi sampai level
membedakan karakteristik morfologi telur kedua spesies sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan
spesies tersebut. karena babi merupakan reservoir dari berbagai
penyakit parasit (Scuster and Ramirez-Avila,
2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Protozoa
parasit ini bersifat zoonosis ke manusia. Oleh
karena itu, adanya infeksi pada babi di daerah
Suranadi perlu terus diwaspadai.
Selain parasit dari golongan Protozoa, pada
penelitian ini juga menemukan adanya infeksi
beberapa golongan Helminth yaitu Ascaris suum,
Metastrongylus sp., Trycostrongylus sp dan Taenia
sp. menurut Matsubayasi et al (2009) Ascaris
suum umum ditemukan pada babi. Spesies cacing
Nematoda merupakan spesies yang khas pada
ternak babi maupun babi liar. Hal ini diperkuat
dari hasil penelitiannya yang menemukan
Gambar 1. Gastro intestinal parasit yang prevalensi infeksi A. suum sebesar 14,7%. Selain
teridentifikasi menginfeksi babi di A. suum, spesies Metastrongylus sp. dan
daerah Suranadi. Trycostrongylus sp. juga sering dijumpai
menginfeksi ternak babi, meskipun dalam
PEMBAHASAN intensitas yang rendah. Lebih lanjut Matsubayasi
Hasil penelitian pre-eliminasi sampel feses et al (2009) menjelaskan bahwa kedua spesies
babi yang diperiksa dengan metode pengapungan cacing Nematoda tersebut pada musim tertentu
diperoleh bahwa parasit gastrointestinal yang ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Selain cacing
mengifeksi babi di desa Suranadi terdiri dari 2 Nematoda, pada penelitian ini juga ditemukan
golongan. golongan pertama adalah Protozoa dan Helminth Trematoda yaitu Taenis sp. Cacing ini
golongan kedua adalah Helminth (cacing). merupakan golongan cacing zoonosis yang sangat
Adapun golongan protozoa parasit yang patogen. Kehadiran cacing ini sangat perlu
teridentifikasi pada sampel feses babi adalah mendapatkan perhatin dan penelitian lebih lanjut,
spesies Balantidium sp. sedangkan beberapa karena dapat mengganggu kesehatan ternak babi.
Helminth gastrointestinal parasit adalah Ascaris Selain itu, infeksi cacing ini sangat berbahaya bagi
suum, Metastongylus sp, Trycostrongylus sp, dan manusia yang mengkonsumsi daging babi,
Taenia sp. khsusnya pada anak-anak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tingginya infeksi gastrointestinal parasit pada
populasi babi yang dipelihara pada kandang babi di desa Suranadi mungkin disebabkan oleh
tradisional dengan kandang tanah sangat rentan rendahnya tingkat manajemen pemeliharan babi.
terhadap infeksi berbagai gastrointestinal parasit, Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi
baik dari golongan Protozoa maupun Helminth. faktor yang meningkatkan resiko infeksi
Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian- gastrointestinal parasit pada babi dan tidak
penelitian sebelumnya, seperti Dewi dan Nugroho menutup kemungkinan dapat menginfeksi manusia
(2007) yang mengidentifikasi Balantidium sp. pada (pemilik babi). Dugaan ini diperkuat dengan hasil
babi kutil di daerah Surabaya. Hasil penelitian pengamatan di lokasi sampling yang menemukan
_____________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 8, No. 5, Agugstus 2014
68 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
ISSN : 2301-7848
1
Lab. Parasitologi, 2Lab. Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Jl. P.B. Sudirman Denpasar Bali tlp. 0361-223791
Email: yuliematsya@ymail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua, dan juga untuk mengetahui
besarnya prevalensi infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan
pegunungan Arfak Papua. Penelitian ini menggunakan 22 sampel feses babi yang terdiri dari 10
sampel diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan
sampel feses dilakukan setelah babi di nekropsi, feses diambil pada bagian rektum, kemudian
ditampung pada larutan SAF. Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Formol Ether
(RITCHIE). Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana. Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses didapatkan 72,7%
babi yang diambil dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria,
Isospora, Entamoeba, dan Balantidium.
PENDAHULUAN
Provinsi Papua merupakan Provinsi yang paling luas wilayahnya dari seluruh Provinsi di
Indonesia. Luas Provinsi Papua 410.660 km2 atau merupakan 21% dari luas wilayah
Indonesia. Keadaan iklim Papua termasuk iklim tropis, dengan keadaan curah hujan sangat
bervariasi terpengaruh oleh lingkungan alam sekitarnya. Keadaan topografi Papua bervariasi
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang dipenuhi dengan hutan hujan tropis,
padang rumput dan lembah, sedangkan di bagian tengah terdapat pegunungan tinggi sepanjang
650 km. Salah satu lembah dan pegunungan di Papua yang terkenal adalah Lembah Baliem dan
208
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
Pegunungan Arfak. Pada kedua daerah tersebut terdapat salah satu hewan ternak yang paling
banyak dipelihara yaitu babi (Gordon dan Raymond, 2005).
Ternak babi bagi masyarakat Papua sendiri memiliki banyak makna, baik dari segi
ekonomi, sosial maupun makna budaya. Dari segi ekonomi, babi biasa dipakai sebagai alat tukar
jasa, prestasi, hutang dan kewajiban dibayar dengan babi atau daging babi. Dari sudut pandang
sosial, babi itu sangat penting. Jumlah babi yang dimiliki seseorang, ikut menentukan bagaimana
seseorang itu dipandang oleh orang lain. Dalam berbagai ritual tradisional yang sering digelar
masyarakat Papua, babi harus selalu ada sebagai hidangan utama selain sayur mayur dan umbi-
umbian. Babi juga dipergunakan untuk membayar mas kawin, membayar hutang dan denda
sebagai bentuk sanksi atas suatu perkara, serta upacara kematian dan juga merayakan panen
kebun yang melimpah. Selain itu babi juga digunakan sebagai simbol kepemimpinan, yang dapat
menunjukkan derajat seorang kepala suku (Kunto, 2011).
Pemeliharaan babi di Papua masih tradisional, seperti makanannya masih tergantung pada
sisa-sisa dari dapur dan ubi-ubian (LIPTAN,1996), kadang-kadang babi dikandangkan pada
malam hari dan dilepas pada pagi hari untuk mencari makan di hutan dan akan kembali ke
kandang pada sore hari (Balai Penelitian Ternak, 2008). Sistem pemeliharaan babi yang masih
bersifat tradisional akan menyebabkan babi mudah terkena penyakit. Salah satunya adalah
penyakit parasiter yang disebabkan oleh protozoa. Protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan babi umumnya antara lain: Coccidia, Balantidium, Entamoeba dan Giardia (Levine,
1995). Babi-babi muda umumnya lebih peka terhadap infeksi protozoa dan daya tahannya lebih
lemah dibandingkan dengan babi dewasa. Keadaan tersebut menyebabkan infeksi protozoa lebih
sering terjadi pada babi-babi muda dibandingkan dengan babi-babi dewasa (Sihombing, 1997).
Beberapa penelitian protozoa pada babi telah dilakukan di Indonesia diantaranya Dewi
dan Nugraha (2007) menemukan kista Eimeria sp dan Balantidium coli pada feses babi kutil di
Surabaya. Hasil pemeriksaan oleh Sulistiningari (2003) didapatkan bahwa dari 60 tinja babi di
Jawa Tengah yang diperiksa 5 tinja (8,3%) ditemukan protozoa usus yang patogen bagi manusia
yaitu Balantidium coli. Yasa et al. (2010), melaporkan bahwa hasil pemeriksaan feses babi di
Bali menunjukkan 70% (14 dari 20 sampel) induk babi terinfeksi Eimeria sp dan pada anak babi
ditemukan 20%. Cargil et al. mengidentifikasi protozoa Eimeria deblecki, Eimeria scabra,
Eimeria suis, Eimeria polita, Balantidium coli, Entamoeba dan Jodamoeba pada babi di Lembah
209
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
Baliem Papua (Mahalaya, 2009). Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang protozoa di
Papua maka perlu dilakukan penelitian keberadaan protozoa saluran pencernaan pada babi di
daerah lainnya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian prevalensi infeksi protozoa saluran
pencernaan pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis protozoa yang menginfeksi saluran
pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua. Besarnya prevalensi
infeksi protozoa saluran pencernaan pada babi di lembah Baliem dan pegunungan Arfak Papua.
METODE PENELITIAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses babi sebanyak 22 sampel yang
terdiri dari 10 sampel babi yang diambil dari Lembah Baliem dan 12 sampel babi yang diambil
dari Pegunungan Arfak Papua. Pengambilan sampel feses dilakukan pada saat babi di nekropsi.
Sampel feses diambil pada bagian rektum, kemudian ditampung pada tabung yang berisi larutan
SAF.
Pemeriksaan sampel menggunakan Metode Sedimentasi Formol Ether (RITCHIE)
dengan tahapan sebagai berikut : Sampel feses dalam tabung larutan SAF, diaduk. Saring dengan
kain kasa, cairan filtrasi ditampung didalam tabung sentrifuge 15 ml. Sentrifuge, selama 3 menit
dengan kecepatan 1000 rpm kemudian supernatannya dibuang. Tambahkan NaCl fisiologis dan 3
ml ether. Disentrifuge selama 3 menit dengan putaran 2000 rpm, kemudian cairan dibuang.
Pindahkan 1 tetes sedimen pada kaca benda, kemudian tutup dengan kaca penutup. Pemeriksaan
di bawah mikroskop diawali dengan pembesaran 100X yang kemudian dilanjutkan dengan
pembesaran 400X. Identifikasi protozoa berdasarkan morfologi (Kaufman, 1996).
210
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
Prevalensi infeksi protozoa berdasarkan daerah asal sampel feses babi, yaitu di Lembah
Baliem dari 10 sampel yang diperiksa ditemukan 6 positif adanya infeksi protozoa (60%), dan 12
sampel feses babi yang berasal dari Pegunungan Arfak ditemukan 10 sampel positif infeksi
protozoa (83.3%) (Tabel 1).
Tabel 1 Prevalensi Infeksi Protozoa pada babi di Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua
Asal Sampel Babi Jumlah Infeksi Protozoa Prevalensi Hasil Uji Chi
Sampel Positif Negatif (%) Square
Pegunungan Arfak 12 10 2 83.3
Lembah Baliem 10 6 4 60 0.348
Total 22 16 6 72.7
Setelah di analisis dengan Uji Chi-Square tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0.05)
prevalensi protozoa saluran pencernaan antara pada babi yang dipelihara di Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak Papua.
100% 83%
80%
60%
Prevalensi
60%
40%
20%
0%
Pegunungan Arfak Lembah Baliem
Asal Sampel Babi
Gambar 1. Prevalensi Infeksi Protozoa Saluran Pencernaan pada Babi di Lembah Baliem
dan Pegunungan Arfak Papua.
Tabel 2 Prevalensi Infeksi Protozoa pada feses babi yang berasal dari Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak.
Prevalensi (%)
Hasil Uji
Protozoa Total
Chi-Square
Lembah Baliem Pegunungan Arfak
211
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
100%
83%
80%
58%
60% 50%
0%
Eimeria Isospora Entamoeba Balantidium
Pegunungan Arfak Lembah Baliem
Gambar 2. Prevalensi Infeksi Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium pada Babi di
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua.
Hasil pemeriksaan terhadap 22 sampel feses didapatkan 72,7% babi yang berasal dari
Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak Papua terinfeksi Eimeria (68,2%), Isospora (27,3%),
Entamoeba (27,3%), dan Balantidium (36,4%). Feses babi yang diperiksa pada penelitian ini
adalah babi masa pertumbuhan. Protozoa tersebut merupakan parasit yang umum dijumpai pada
peternakan babi baik pada peternak di negara-negara maju maupun berkembang (Pakandl, 1991).
Ternak yang sama juga pernah dilaporkan pada babi induk di Bali dengan prevalensi masing-
masing Eimeria (60%), Entamoeba (38%), dan Balantidium (62%) (Damriyasa et al, 2001). Pada
penelitian yang dilakukan pada babi induk di Bali tidak ditemukan adanya infeksi Isospora
seperti yang ditemukan pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena babi yang dipergunakan
pada penelitian ini adalah babi-babi muda, dimana Isospora lebih banyak menginfeksi babi pre
weaning dan post weaning, seperti yang dilaporkan Damriyasa dan Bauer (2006). Demikian juga
dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Varghese (1986) yang tidak menemukan adanya
isospora pada feses babi induk yang diteliti di Papua New Guinea.
212
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
Dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Damriyasa et.al.(2001) dan
Damriyasa dan Bauer (2006), pada penelitian ini tidak ditemukan adanya Giardia, Chilomastix
dan Jodamoeba. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan metoda yang dilakukan, karena
protozoa tersebut juga merupakan protozoa yang umum ditemui pada babi baik pada babi muda
maupun babi dewasa (Kaufman, 1996). Pada penelitian yang dilakukan oleh Damriyasa et.al.
(2001) dan Damriyasa dan Bauer (2006) menggunakan metoda SAF (Sodium Acetic
Formaldelyde) yang merupakan metoda yang lebih sensitif untuk mendeteksi protozoa (Martin
dan Escher, 1990).
Adanya infeksi protozoa seperti Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium pada
babi di Papua pada penelitian ini menunjukkan babi protozoa tersebut umum diternak di kedua
wilayah tersebut. Infeksi ini sangat umum terjadi pada babi-babi muda karena babi-babi tersebut
mempunyai kebiasaan memakan kotoran induk babi yang mengandung stadium infektif dari
protozoa tersebut. Menelan kotoran induk babi oleh babi-babi yang masih menyusui merupakan
phsysiological behavior untuk memasok kebutuhan zat besi pada anak babi (Sansom dan
Gleed, 1981).
Prevalensi masing-masing protozoa yang ditemukan pada babi yang berasal dari Lembah
Baliem dan Pegunungan Arfak menunjukkan bahwa prevalensi infeksi protozoa lebih tinggi
ditemukan di Pegunungan Arfak, walaupun perbedaan tersebut hanya signifikan pada prevalensi
infeksi Balantidium. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan temperature dan
kelembaban dari kedua wilayah tersebut. Pegunungan Arfak mempunyai temperatur dan
kelembaban yang lebih tinggi sekaligus membedakan kondisi yang lebih baik untuk
perkembangan protozoa dibandingkan dengan Lembah Baliem yang mempunyai suhu relatif
dingin. Dari aspek manajemen pemeliharaan babi, kedua wilayah tersebut tidak terdapat
perbedaan, keduanya memelihara babi secara tradisional.
SIMPULAN
Protozoa yang teridentifikasi pada babi yang berasal dari Lembah Baliem dan
Pegunungan Arfak adalah Eimeria, Isospora, Entamoeba dan Balantidium. Prevalensi protozoa
pada babi yang berasal dari Lembah Baliem dan Pegunungan Arfak adalah Eimeria 68,2%,
Isospora 27,3%, Entamoeba 27,3% dan Balantidium 36,4%. Prevalensi infeksi protozoa di
213
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
Pegunungan Arfak lebih tinggi dibandingkan dengan Lembah Baliem, namun perbedaan yang
signifikan hanya pada infeksi Balantidium coli.
SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan: perbaikan sistem
pemeliharaan babi di Papua untuk mencegah penyebaran parasit. Penelitian lanjutan dengan
sampel babi yang lebih banyak dengan lokasi pengambilan sampel yang beragam.
Terima kasih kepada ACIAR (Australian Center for International Agricultural Research),
serta semua pihak yang ikut serta membantu pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Ternak. 2008. Manusia-Babi-Ubi Jalar di Wamena. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol.30, No.6.
Damriyasa,I.M., and Bauer,C. 2006. Prevalence and age-dependent occurrence of intestinal
protozoan infections in suckling pigs. Berl Munch Tierarztl Wochenschr. 119:287290.
Damriyasa,I.M., I.N.A.Suratma, I.M.Dwinata, C.Bauer. 2001. Faecal and serological survey on
endoparasite infections of sows in Bali,Indonesia. In:Proc.18th Int. Conf. Wrld. Ass. Adv.
Vet. Parasitol. Stresa-Italy.
Dewi, K & R.T.P Nugraha. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Dan
Prevalensinya Yang Berada Di Kebun Binatang Surabaya. Zoo Indonesia. 16(1): 13-19.
Gordon, Raymond G.,Jr.(ed). 2005. Ethnologue: Languages of the World, Fifteenth edition.
Dallas, Tex.: SIL.International. Online version.
Kaufman,J. 1996. Parasitic Infectious of Domestic Animal. ILRI. Germany.
Kunto,W. 2011. Babi Miliki Banyak Makna di Papua.
http://www.antaranews.com/berita/1250202807/babi-miliki-banyak-makna-di-papua.
Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) LPTP Koya Barat. 1996. Beternak Babi. Loka
Pengkajian Teknologi Pertanian Koya Barat. Jayapura.
214
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(2) : 208 - 215
ISSN : 2301-7848
215
Jurnal Veteriner Maret 2011 Vol. 12 No. 1: 65-68
ISSN : 1411 - 8327
Ida Bagus Oka Winaya1 , I Ketut Berata1, Ida Ayu Pasti Apsari2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian balantidiosis pada babai landrace. Jumlah
sampel babi yang diperiksa di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
dari bulan januari 2007 sampai bulan januari 2008 sebanyak 60 kasus. Tujuh dari 60 ekor babi
menunjukkan gejala klinis seperti kaheksia dan diare. Perubahan patologi anatomi menunjukkan adanya
peritonitis, distensi disertai adanya warna kecoklatan pada usus besar. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan protozoa berbentuk oval dengan inti berbentuk bulat (trophozoit) sampai seperti kacang mete
(kista) mulai dari mukosa sampai muskularis mukosa. Juga terlihat adanya enteritis katarhalis,
perdarahan ringan, erosi, peradangan pseudomembranus disertai infiltrasi sel radang limfosit dan
polimorfonuklear.
ABSTRACT
The aim of the study was to identify the incidence of balantidiosis in landrace pigs. A total of 60 pigs
were examined at Faculty of veterinary medicine, Udayana University between January 2007 and January
2008. Seven out of go pigs showed cahexia and diarrhoea . Macroscopic changes were observed, such as: the
colon was fully distended with gas and slight peritonitis,whereas microscopic examination revealed the
presence of Balantidium coli trophozoites and cysta within the intestinal mucosa. Additionally, enteritis
katarrhalis, slight hemorrhagis, erosin and pseudomembranous inflammation with lymphocytes and
polymorphonuclear cells were also noted.
65
Winaya etal Jurnal Veteriner
Tabel 1.Umur dan Jenis Kelamin Babi yang Positif Terinfeksi Balantidium coli yang Diperiksa di
Laboratorium Patologi FKH-UNUD Tahun 2007-2008 .
66
Jurnal Veteriner Maret 2011 Vol. 12 No. 1: 65-68
67
Winaya etal Jurnal Veteriner
68