Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan ekonomi manusia sebenarnya telah tumbuh berkembang bersamaan dengan


umur manusia di planet bumi ini, demikian juga upaya untuk memecahkannya. Apa yang
dikonsumsi, bagaimana memproduksi, dan bagaimana mendistribusikannya. Persoalan-persoalan
ini tetap menjadi isu utama selama perjuangan manusia di sepanjang kehidupannya, baik yang
terekam oleh sejarah maupun tidak.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, setelah tumbangnya kepemimpinan masa
khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa
daulah. Perkembangan ekonomi yang dicapai-pun berbeda dari masa ke masa.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
Sistem Ekonomi pada masa Umayyah dan Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis. Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Sejarah Pemerintahan Bani Abbasiyah?
2. Bagaimana Sistem Ekonomi pada Masa Bani Abbasiyah?
3. Bagaimana Sejarah Pemerintahan Bani Umayyah?
4. Bagaimana Sistem Ekonomi pada Masa Bani Abbasiyah?
5. Bagaimana Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari dilakukannya penulisan makalah ini selain sebagai tugas Perbandingan Sistem
Ekonomi juga sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Sejarah Pemerintahan Bani Abbasiyah.
2. Untuk mengetahui Sistem Ekonomi pada Masa Bani Abbasiyah.
3. Untuk mengetahui Sejarah Pemerintahan Bani Umayyah.
4. Untuk mengetahui Sistem Ekonomi pada Masa Bani Umayyah.

5. Untuk mengetahui Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Pemerintahan Bani Umayyah


Pemerintahan dinasti Umayyah bermula pada peristiwa kekalahan Ali bin Abi Thalib
dalam perang shiffin terhadap Muawiyyah. Jabatan Ali sebagai khalifah sempat digantikan oleh
putranya, Hasan selama beberapa bulan. Namun, posisi Hasan yang melemah akhirnya
disepakatilah sebuah traktat perdamaian yang menandai kembalinya persatuan umat Islam
dibawah pimpinan Muawiyyah bin Abu Sufyan. Dengan demikian, berakhirlah apa yang disebut
masa al khulafa ar-Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik
Islam. Muawiyyah dinobatkan sebagai khalifah di Ilya (Yerussalem) pada 40 H/660 M.[1]
Daulah Umaiyah merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang kurang lebih satu Abad.
Dinasti Umaiyah dalam keberhasilannya melakukan Ekspansi kekuasaan Islam jauh lebih besar
dari pada Imperium Roma pada masa puncak kebesarannya.
Pemerintahan Bani umayyah berlangsung selama 91 tahun dan dipimpin oleh 14 orang
khalifah. Khalifah-khalifah tersebut adalah sebagai berikut :[2]
1. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah 1) 661-680 M / 41 H
2. Yazid bin Muawiyah (Yazid 1) 680-683 M / 60 H
3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah 2) 683-684 M / 64 H
4. Marwan bin Hakam ( Marwan 1) 684-685 M / 64 H
5. Abdul Malik bin Marwan 685-705 M / 65 H
6. Al Walid bin Abdul Malik (Al Walid 1) 705-715 M / 86 H
7. Sulaiman bin Abdul Malik 715-717 M / 96 H
8. Umar bin Abdul Aziz ( Umar II) 717-720 M / 99 H
9. Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) 720-724 M / 101 H
10. Hisyam bin Abdul Malik 724-743 / 105 H
11. Al Walid bin Yazid (Al Awlid II) 743-744 M / 125 H
12. Yazid bin Walid (Yazid III) 744 M / 125 H
13. Ibrahin bin Walid 744 M / 126 H
14. Marwan bin Muhammad (Marwan II) 744-750 M / 127

Dilihat dari perkembangan 14 pemimpin khalifah itu, maka periode bani umayyah dapat
dibagi menjadi tiga priode atau masa, yaitu permulaan, perkembangan atau kejayaan dan yang
terakhir aadalah kemunduran atau keruntuhan.
Kejayaan bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik karena beliau
mampu mencegah disintegrasi yang terajadi sejak pemerintahan Marwan. Kejayaan bani
umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar Bin Abdul Aziz (Umar II). Sepeninggaalan
umar II, kekhalifahan mulai melemah dan kemudian akhirnya hancur, karena para khalifah
sepeninggalan Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan pribadi dan
terjadi perebutan kekuasaan antar putra mahkota. Hingga pada akhirnya damaskus jatuh
ketangan kekuasaan Bani Abbas.[3]

B. Sistem Ekonomi pada Masa Bani Umayyah


Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai
masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam dan kemunduran Islam meskipun
pemerintahan Bani Umayyah tidak cukup satu abad (90-91 tahun).
Dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan
kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental. Namun
demikian, terdapat beberapa sumbangan mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya
adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam, murabahah, dan muzaraah, serta
kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan
khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai
sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.[4]
Perbaikan sistem politik negara pada masa Bani Umayyah dilakukan dengan pembentukan
lembaga-lembaga pemerintahan. Hal itu banyak membawa pengaruh positif bagi kehidupan
masyarakat terutama dengan dibentuknya Lembaga Keuangan Negara (Nizam Mal), yang
tugasnya adalah sebagai berikut:[5]
1. Mengatur gaji tentara dan pegawai negara
2. Mengatur biaya tata usaha negara
3. Megatur biaya pembangunan sarana pertanian, seperti penggalian terusan dan perbaikan sarana
irigasi
4. Mengatur biaya untuk orang-orang hukuman dan tawanan perang
5. Mengatur biaya untuk perlengkapan perang
6. Mengatur hadiah untuk ulama dan satrawan negara
Dengan adanya lembaga keuangan tersebut pemerintah mempu membangun panti untuk
orang jompo, dan anak yatim. Selain itu dibangun sarana-sarana umum, seperti masjid, jalan, dan
saluran air.
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya
membawa kemajuan kepada rakyatnya diantara lain :
1. Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector
pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil
pertanian.
2. Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan
ekonomi bagi Umayyah.
Berikut ini adalah beberapa pokok fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa
kekhalifahan Bani Umayyah yang dapat di identikasi:
1. Pemerintahan Islam pertama yang membangun kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid)
2. Mencetak mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan
administrasi politik.
3. Menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara
4. Dilakukan Pencetakan mata uang Islam tersendiri yang didistribusikan keseluruh wilayah Islam
serta melarang pemakaian mata uang lain.
5. Menjatuhkan hukuman tazir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan
Negara
6. Menetapkan gaji pejabat dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan
7. Menerapkan kebijakan otonomi daerah.
Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-
sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya
pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan
zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari
yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
8. Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat, hasil
rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif
kepada masyarakat luas.
9. Membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga
tunai.
10. Penguasa mempunyai tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat dan memenuhi kebutuhan
rakyat.
11. Menerapkan prinsip/azas al-Maslahah, al-Mursalah. Al-Maslahah dapat diartikan sebagai azas
manfaat (benefit), kegunaan (utility), yakni sesuatu yang memberi manfaat baik kepada individu
maupun kepada masyarakat banyak. Sedangkan prinsip al-Maslahah dapat diartikan sebagai
prinsip kebebasan, tidak terbatas, atau tidak terikat. Dengan pendekatan kedua azas ini,
pemerintah Islam memiliki hak untuk memungut pajak, bila diperlukan melebihi dari jumlah
yang ditetapkan secara khusus dalam syariah.

C. Sejarah Singkat Pemerintahan Bani Abbasiyah


Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas pada tahun 750-754 M dengan Irak sebagai
pusat pemerintahannya yang pemerintahannya besar dan berusia lama. Dari tahun 750 M, hingga
1258 M, penerus Abu Al-Abbas memegang pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu
berkuasa.[6]
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar
bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Pada awalnya Muhammad bin
Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan
kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak
dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah
dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak, antara lain:[7]
1. Abul 'Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)
2. Abu Ja'far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)
3. Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)
4. Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)
5. Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)
6. Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)
7. Al-Ma'mun (tahun 198-217 H/813-833 M)
8. Al-Mu'tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)
9. Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)
10. Al-Mutawakil 'Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)
11. Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)
12. Al-Musta'in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)
13. Al-Mu'taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)
14. Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)
15. Al-Mu'tamad 'Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)
16. Al-Mu'tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)
17. Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)
18. Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)
19. Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)
20. Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)
21. Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)
22. Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)
23. Al-Muthi' Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)
24. Al-Thai'i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)
25. Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)
26. Al-Qa'im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)
27. Al Mu'tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)
28. Al Mustadhhir Billah (tahun 87-512 H/1094-1118 M)
29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)
30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)
31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160 M)
32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)
33. Al Mustadhi'u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)
34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)
35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)
36. Al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)
37. Al Mu'tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di
salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas
di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan"
tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil
kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui
mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya
dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan
menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-
kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa
mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan.
Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah
disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi,
sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata
tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara
bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah. Kota Baghdad
sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol
tersebut. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa
kemunduran politik dan peradaban Islam.

D. Sistem Ekonomi pada Masa Bani Abbasiyah


Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan industri rumah tangga berkembang pesat dan
maju. Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet, hanya sedikti khalifah yang
menempuh sendiri perjalanan sejauh itu. Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu
mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra.
Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam
menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan perhatian
khusus pada pengembangan sektor ini.
Selain itu faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktor turut
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk, maka
semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini pada gilirannya
memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.
Dan dengan keberhasilan kehidupan ekonomi pemerintah Daulah Abbasiyah maka berhasil
pula dalam:
1. Pertanian
Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka,
dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.
2. Perindustrian
Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri, sehingga
terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a. Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.
b. Membangun armada-armada dagang untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak
laut.
Kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain:[8]
1. Relatif stabilnya kondisi politik sehingga mendorong iklim yang kondusif bagi aktivitas
perekonomian.
2. Tidak adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh
masyarakat guna meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka
3. Besarnya arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yang bersifat
primer, sekunder dan tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untuk memperbanyak
kuantitas persediaan (supply) barang-barang dan jasa.
4. Besarnya arus permintaan (demand) akan barang tersebut disebabkan meningkatnya jumlah
penduduk, terutama di wilayah perkotaan yang
menjadi basis pertukaran aneka macam komoditas komersial.
5. Luasnya wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran komoditas menjadi ramai.
Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpan potensi
ekonomi yang besar.
6. Jalur transfortasi laut serta kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautan atau navigasi.
7. Etos kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekomoni dari golongan Arab memang sudah
terbukti dalam sejarah sebagai ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa
perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang Arab, apalagi kenyataan juga mengatakan bahwa
Nabi sendiri juga adalah pedagang.

E. Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam

Terdapat beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam sebagai dasar untuk pengembangan
sistem ekonomi Islam dalam suatu pemerintahan atau negara, yakni:[9]
1. Kebebasan Individu
Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat/ membuat suatu keputusan
yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Tanpa kebebasan tersebut individu muslim
tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan
menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2. Hak terhadap Harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta, tetapi Islam memberi batasan tertentu supaya
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara orang-perorang tidak sama,
namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas wajar dan adil.
4. Kesamaan sosial
Islam mengatur agar setiap sumber-sumber ekonomi/kekayaan negara dapat dinikmati oleh
semua masyarakat, bukan oleh sekelompok masarakat saja. Disamping itu Islam juga
menetapkan, bahwa setiap individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan yang sama
untuk berusaha dan mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.
5. Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam dan setiap warga negara
dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Tugas dan tanggungjawab
utama bagi sebuah negara adalah menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi kebutuhannya
sesuai dengan prinsip hak untuk hidup.
6. Distribusi kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan
distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat.
7. Larangan Menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan dan
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut
supaya tidak terjadi dalam negara.
8. Larangan terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang merusak dan antisosial yang terdapat dalam
masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
9. Kesejahteraan individu dan masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling
melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Daulah Umaiyah merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang kurang lebih satu Abad
yang dipimpin oleh 14 orang khalifah. Setelah berakhirnya masa al khulafa ar-Rasyidin, maka
dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam oleh Muawiyyah bin Abu
Sufyan.
Sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak
begitu monumental. Namun demikian, terdapat beberapa sumbangan mereka terhadap kemajuan
ekonomi Islam, di antaranya adalah kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang
hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang
kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang
cukup berharga.
Bani Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas pada tahun 750-754 M dengan Irak sebagai
pusat pemerintahannya. Pemerintahannya besar dan berusia lama. Dari tahun 750 M, hingga
1258 M, penerus Abu Al-Abbas memegang pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu
berkuasa.
Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam
menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan perhatian
khusus pada pengembangan sektor ini.
Pada tahun 565 H/1258 M terjadi penyerangan kota Baghdad oleh bangsa Mongol dan
mengakibatkan jatuhnya Kota baghdad. Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan
saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari
masa kemunduran politik dan peradaban Islam.
Adapun prinsip dasar sistem ekonomi islam, antara lain: kebebasan individu, hak terhadap
harta, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, jaminan sosial,
distribusi kekayaan secara meluas, larangan menumpuk kekayaan, larangan terhadap organisasi
anti sosial, dan kesejahteraan individu dan masyarakat.

B. Saran

1. Kita Sebagai umat muslim, hendaknya mengetahui sejarah pemerintahan islam.


2. Hendaknya kita mengetahui Bagaimana Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Islam, khususnya
Pemerintahan Bani Abbasiyah dan Bani Abbasiyah, agar pemikiran kita tidak hanya dipenuhi
sesuatu yang berbau Konven saja.

[1] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2 (Jakarta: Pustaka al-Husna, 2003), 21
[2] Badri Yatim, Sejarah peradaban islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 42
[3] Ibid, 44
[4] Dais Agustina, Makalah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Masa Umayyah Hingga
Abbasiyah, dalam http://memey7894.blogspot.co.id/2014/02/makalah-peradaban-dan-pemikiran-
ekonomi.html (20 Februari 2014), 12
[5] Ibid
[6] Badri Yatim, Sejarah peradaban islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 53
[7] Abidin Nawawi, sejarah kebudayaan islam (Kudus: Menara kudus, 1995), 60-61
[8] Dais Agustina, Makalah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi, 12
[9] Ibid

Anda mungkin juga menyukai