Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh kontak langsung


dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi. Luka bakar
akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi
seluruh sistem tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tubuh
tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Moenadjat, 2009).

Maka dari itu, penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain
mencegah infeksi (fase inflamasi) dan memberi kesempatan sisa-sisa epitel untuk
menutup permukaan luka atau pembentukan kolagen (fase Poliferasi), dalam
proses penyembuhan luka dibutuhkan senyawa yang dapat mencegah infeksi
untuk mempercepat proses pembentukan kolagen, seperti flavonoid, saponin dan
tanin.

Dalam penelitian berdasarkan kajian teoritis oleh Inriani Marlin M.R, dkk
(2012) tanaman Singkong (Manihot esculenta) mempunyai efektivitas terhadap
penyembuhan luka bakar dengan konsentrasi ekstrak singkong 2% dan semakin
meningkat konsentrasi yakni 4% dan 8% yang terkandung menunjukan semakin
efektif dan mempercepat proses penyembuhan, dimana kadar ekstrak singkong
4% menunjukkan efektivitas yang tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif
(Bioplacenton). Ini dikarenakan tanaman Singkong (Manihot esculenta)
merupakan tanaman yang memilki kandungan gizi yang cukup lengkap yaitu
flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid, karbohidrat, fosfor, kalsium, vitamin C,
protein, zat besi dan vitamin B1. Sehingga kandungan yang terdapat dalam
singkong mampu memberikan efek pada proses penyembuhan luka bakar.
Oleh karena itu, untuk efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan
ekstrak umbi singkong pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan
menjadi bentuk sediaan gel, yang memiliki keuntungan antara lain kemampuan
penyebarannya baik pada kulit, memberikan efek dingin, tidak ada penghambatan
fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air yang baik,
pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994), serta konsentrasi bahan pembentuk gel
hanya sedikit untuk dapat membentuk massa gel yang baik, dan viskositas gel
tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman et
al., 1989). Gel mempunyai potensi lebih baik sebagai sarana untuk mengelola
obat topikal dibandingkan dengan salep, karena gel tidak lengket, memerlukan
energi yang tidak besar untuk formulasi, stabil, dan mempunyai nilai estetika yang
bagus (Madan and Singh, 2010). Sediaan gel yang baik dapat diperoleh dengan
cara memformulasikan beberapa jenis bahan pembentuk gel, umumnya
mengandung bahan pengembang air (basis atau gelling agent), humektan dan
bahan pengawet. Namun yang paling penting untuk diperhatikan adalah pemilihan
gelling agent atau basis dan konsentrasinya.

Basis gel HPMC merupakan gelling agent yang sering digunakan dalam
produksi kosmetik dan obat, karena dapat menghasilkan gel yang bening, mudah
larut dalam air, dan mempunyai ketoksikan yang rendah (Setyaningrum, N.L.,
2013). Selain itu HPMC (Hidroxy Propyl Methyl Cellulose) menghasilkan gel
yang netral, jernih, tidak berwarna, stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi
yang baik terhadap serangan mikroba, dan memberikan kekuatan film yang baik
bila mengering pada kulit (Suardi, M., Armenia dan Anita, M., 2008). Hasil
penelitian Madan & Singh (2010) menyebutkan basis HPMC memiliki
kemampuan daya sebar yang lebih baik dari karbopol, metilselulosa, dan sodium
alginat, sehingga mudah diaplikasikan ke kulit. HPMC memiliki pengaruh
terhadap mutu fisik gel dengan meningkatkan dan menurunkan nilai dari
viskositas , daya sebar dan daya lekat, tanpa memiliki perbedaan terhadap nilai
pH, organoleptis dan homogenitas (Setyaningrum, N.L., 2013). Dan konsentrasi
HPMC yang optimum menurut penelitian Arikumalasari, J, dkk (2013) adalah
15%.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh variasi konsentrasi basis HPMC 10%, 15% dan
20% terhadap mutu fisik gel ekstrak umbi singkong.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah mutu fisik sediaan gel ekstrak umbi singkong (Manihot
esculenta) dengan variasi konsentrasi HPMC 10%, 15% dan 20%?
1.2.2 Bagaimanakah pengaruh konsentrasi HPMC yang digunakan terhadap
mutu fisik sediaan gel ekstrak umbi singkong (Manihot esculenta)?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengetahui mutu fisik sediaan gel ekstrak umbi singkong
(Manihot esculenta) dengan variasi konsentrasi HPMC 10%, 15% dan
20%.
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi HPMC yang digunakan
terhadap mutu fisik sediaan gel ekstrak umbi singkong (Manihot
esculenta).

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


1.4.1 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pengambilan ekstraknya
dengan metode maserasi dan cairan penyari etanol 70%. Ekstrak didapat
dilakukan skrining fitokimia meliputi identifikasi flavonoid, saponin, dan
tanin serta ekstrak dibuat sediaan gel kemudian diuji mutu fisik sediaan
gel meliputi organoleptis, homogenitas, daya sebar, daya lekat, viskositas
serta uji kimia yaitu pH.

1.4.2 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melakukan uji mutu fisik
dan tidak melakukan uji efektivitas terhadap penyembuhan luka bakar
pada sediaan gel dengan bahan aktif ekstrak umbi singkong (Manihot
esculenta).

1.5 Definisi Istilah


Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang
digunakan dalam tulisan ini dan untuk memperjelas pemahaman tentang istilah
yang terdapat dalam tulisan ini maka perlu adanya definisi istilah.
1. Gel adalah sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung
zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan
oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi.
2. Skrining fitokimia adalah analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa
metabolit sekunder atau tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan
kimia yang terkandung dalam tumbuhan.
3. Mutu fisik adalah penilaian suatu sediaan yang meliputi uji organoleptis, uji
homogenitas, uji daya sebar, uji viskositas dan uji daya lekat.
4. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia yang paling sederhana,
menggunakan pelarut yang cocok dengan beberapa kali pengadukan pada
temperatur ruangan / kamar (250C).

Anda mungkin juga menyukai