Gangguan Mental Organik
Gangguan Mental Organik
2.1 Definisi
Gangguan mental organik adalah gangguan mentak organik yang berkaitan dengan penyakit
atau gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis tersendiri (Rusdi Maslim, 2003;
22).
Gangguan Mental Organik (GMO) adalah suatu Gangguan patologi yang jelas, misalnya;
tumor otak, penyakit serebrovaskular, atau intoksikasi obat (Arif Mansjoer, 2001; 189).
2.2 Etiologi
Gangguan jiwa yang psikotik atau non psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyebab badaniah
yang terutama mengenai otak (WF. Maramis, 1995; 181).
2.4.1 Delirium
2.4.1.1 Definisi
Suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya tampak
dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif (Arif Mansjoer, 2001; 189).
Status kebingungan akut yang ditandai dengan kewaspadaan, perhatian, dan konsentrasi
dengan awitan akut dan berlangsung singkat (berjam-jam hingga berhari-hari) (Barry. Guze,
MD, 1997; 165).
2.4.1.2 Etiologi (faktor penyebab)
Menurut Arif Mansjoer (2001; 190), delirium memunyai berbagai macam penyebab,
semuanya mempunyai pola gejala serupa putus obat maupun zat toksik, penyebab delirium
terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmitter
yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat. Area yang terutama
terkena adalah formasio retikularis. Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain;
1) Usia
2) Kerusakan otak
3) Riwayat delirium
4) ketergantungan alkohol
5) Diabetes
6) Kanker
7) Gangguan panca indera
8) Malnutrisi
Sementara itu menurut Barry Gue (1997; 167), menyatakan penyebab lain terjadinya
Delirium yaitu;
1) Gangguan sistemik
2) Disfungsi endokrinologis
3) Proses infeksi
4) Defisiensi nutrisional
5) Proses intrakranial
Perdarahan subaraknoid dan subdural, trauma, infeksi (meningitis dan ensefalitis), stroke,
sakit kepala, migrain, tumor, epilepsi (delirium dan pascaiktal) dan ensefalopati hipertensif.
6) Intoksikasi
Obat-obatan dan medikasi (khususnya antikolinergik), alkohol, racun (logam, bahan industri
dan karbon monoksida).
7) Penarikan diri karena obat
8) Masalah psikiatrik
9) Penyebab lainnya.
2.4.1.4 Penalaksanaan
Menurut Maramis (1995; 182), pengobatan etiologik harus sedini-dininya dan disamping ini
faal otak dibantu agar tidak terjadi kerusakan otak yang tetap. Peredaran darah harus
diperhatikan (nadi, jantung, tekanan darah), bila perlu diberi stimulansia. Pemberian cairan
harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi.
1) Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih ia sangat gelisah, sebab ia berbahaya untuk diri
sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
2) Dicoba menenangkan penderita dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau
dengan kompres es, penderita mungkin menjadi lebih tenang bila ia melihat orang tua, barang
yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap, penderita tidak tahan terlalu
di isolasi. Terhadap gejala-gejala psikiatrik, bila sangat mengganggu dapat diberi neroleptika,
terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi.
3) Bila kondisi ini merupakan foksisitas antikolinergik digunakan fisostigmin salisilat 1-2 mg
IV atau im. (dosis 15-30 menit)
4) Dilakukannya terapi untuk memberi dorongan perbaikan fisik sensorik dan lingkungan
5) Untuk gejala-gejala psikosis digunakan haloperidol 2-10 ms
6) Insomnia diobati dengan benzodiazepin.
Sementara itu menurut Arif Mansjoer (2000; 191), bila kondisi ini merupakan toksisitas anti
kolinergik, digunakan fisostigmin salisilat 1-2 mg, iv atau im dengan pengulangan dosis
setiap 15-30 menit. Selain itu, perlu dilakukan terapi untuk memberi dorongan perbaikan
pada fisik, sensorik, dan lingkungan. Untuk mengatasi gejala psikosis digunakan haloperidol
2-10 mg im, yang dapat diulang setiap 1 jam. Insomnia sebaiknya diobati dengan
benzodiazepin yang mempunyai waktu terapi pendek.
Pengobatan tergantung pada penyakitnya:
1. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
2. Demam diatasi dengan obat penurun panas.
3. Kelainan kadar garam dan mineral dalam darah diatasi dengan pengaturan kadar ciran dan
garam dalam darah.
2.4.2 Demensia
2.4.2.1 Definisi
Suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-progresif,
dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikel yang multiple (Rusdi Maslim, 2003; 22).
Sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran,
gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa,
pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian dan
kemampuan bersosialisasi (Arif Mansjoer, 2001; 191).
2.4.2.2 Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh penyakit alzheimer dan vaskular. Penyebab lain adalah
penyakit pick, creutzfeldt-jacob, huntington, parkinson, HIV dan trauma kepala (Arif
Mansjoer. 2000; 191).
Penyebab kedua tersering dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut.
Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest.
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698).
Sementara itu menurut Barry Guze (1997; 195-196), beberapa penyebab terjadinya Demensia
diantaranya adalah;
1. Demensia karena Al-zheimer (AD)
Merupakan penyebab tunggal paling lazim untuk demensia, mencakup hampir 55% dari
semua kasus
1) Temuan histopatologik umum
(1) Mikroskopik, otak atropik dengan pelebaran sulkus, konvules kortikel yang menciut dan
ventrikel yang membesar.
(2) Temuan histopatologik termasuk kekacauan neuro psikologik, plaksenilis, degenerasi
granulovakuoler dan kehilangan neural.
2) Faktor etiologik
(1) Faktor genetik
Pada 20% kasus, penyakit ini diwariskan sebagai dominan autosomal pada 50% sisanya,
tampaknya terdapatnya peningkatan insidens familial.
(2) Aluminium
Pada model hewan, aluminium ditemukan menyebabkan demensia degenarif neurofibriler,
juga pada pasien yang terkena AD, telah dideteksi adanya peningkatan konsentrasi aluminium
otak.
(3) Faktor lain
Walaupun data masih langka telah diperkirakan adanya etiologi virus dan auto imun.
2. Demensia infark majemuk
Keadaan ini mencakup 10% hingga 15% demensia, karena intervensi yang pada waktunya
dapat mempunyai dampak terhadap perjalanan penyakit ini, maka penting dikenali
manifestasi klinisnya.
3. Sindrom ekstrapiramidal
1) Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson timbul sebagai akibat kehilangan sel pengandung dopamin dalam lintasan
nigrostriatal dan tegmentum ventral. Secara klinis ditandai dengan bradikinesia tremor,
rigiditas, ekspresi wajah yang berkurang dan berjalan dengan kaki diseret. Demensia
berkorelasi buruk dengan tremor pada gangguan ini tetapi tampaknya bervariasi menurut
beratnya bradikinesia yang ada.
2) Penyakit Huntington
Penyakit Hungtinton diwariskan sebagai suatu gangguan dominan autosomal. Demensia
subkortikal merupakan manifestasi lazim dari penyakit ini yang ditandai dengan gangguan
gerakan koreiform dan perjalan penyakit yang progresif lambat. Biasanya diikuti dengan
demensia Huntington, tetapi dapat mendahului timbulnya gangguan gerakan atau terdapat
sendiri sebagai satu-satunya manifestasi dari penyakit ini.
3) Kelumpuhan Supranuklear Progresif
Kelumpuhan supranuklear progresi ditandai dengan demensia subkortikal ringan,
kelumpuhan tatapan supranuklear, kekakuan aksial dan kelumpuhan pseudobulber (afek yang
tak semestinya dalam derajat dan atau arah, disfagia dan disartria). Pada fase awal dan
pertengahan kadang-kadang ditemukan depresi.
4) Penyebab Infeksi
(1) Penyakit Jacob-Creutzfeldt
Keadaan ini merupakan suatu infeksi virus progresif cepat dari susunan saraf pusat yang
biasanya berpuncak dengan kematian dalam 6 bulan sejak mulai terinfeksi.
(2) Kompleks Demensia Sindrom Imunodefisiensi didapat (AID)
Menurut Artno, Demensia terkait HIV. http//spiritia.or.id.1999. Istilah demensia terkait HIV
( HIV Associated Dementia-HAD) mencakup spektrum luas perwujudan psikiatri dan
neurologi dari infeksi HIV pada SSP, HAD mencakup berbagai derajat gejala kognitif, motor
dan perilaku.
5) Defisiensi nutrisional
Defisiensi vitamin yang paling lazim menimbulkan demensia B12, folat dan niasin, defisiensi
tianin menimbulkan amnesia dalam konteks sindrom wernicke, korsakoff dengan sedikit
gangguan intelektual.
6) Kelainan endokrinologik
Keadaan endokrinologik berikut dapat meliputi demensia dalam gambaran klinisnya,
hipotroidisme, hipertiroidisme, hipopara tiroidisme, hiperpara tiroidisme, penyakit addison
dan penyakit custing.
7) Gangguan elektrolit
8) Hipoksia
Anoreksia, gangguan jantung dan fungsi pernapasan.
9) Demensia dialisis dan uremia
10) Ensefalopati uremik kronik
11) Obat-obatan, logam dan paparan kimiawi industri
12) Ensefalopatii hepatik
13) Porikiria
14) Demensia pseudo
15) Demensia hidrosefalik
16) Demensia traumatik dan neoplastik
17) Demensia terkait penyakit mielin
18) Penyusunan diagnostik demensia
Dalam salah satu website dengan alamat http://www.idijakbar.com mengklasifikasikan
beberapa penyebab terjadinya demensia diantaranya:
1) Menurut umur
(1) Demensia senilis (> 65 tahun)
(2) Demensia prasenalis (< 65 tahun)
2) Menurut perjalanan penyakit
(1) Reversibel
(2) Ireversibel
2.4.2.4 Penatalaksanaan
Demensia dapat disembuhkan bila tidak terlambat. Secara umum, terapi pada demensia
adalah perawatan medis yang mendukung, memberi dukungan emosional pada pasien dan
keluarganya, serta farmakoterapi untuk gejala yang spesifik. Terapi simtomatik meliputi diet,
latihan fisik yang sesuai, terapi rekreasional dan aktivitas, serta penanganan terhadap
masalah-masalah lain.
Sebagai farmakoterapi, benzodiazepin diberikan untuk ansietas dan insomnia, anti depresan
untuk depresi, serta anpsikotik untuk gejala waham dan halusinasi (Arif Mansjoer, 2001;
192).
Sementara itu takrin telah digantikan oleh donepezil, yang menyebabkan lebih sedikit efek
samping dan memperlambat perkembangan penyakit alzheimer selama 1 tahun atau lebih.
Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit ini. Obat ini paling baik jika
diberikan pada stadiun dini.
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698)
2. Demensia prasenilis
Seperti namanya telah menjelaskan maka pada gangguan ini gejala utamanya ialah demensia
sebelum masa senil, akan dibicarakan dua macam demensia prasenilis, yaitu penyakit
Alzheimer dan penyakit pick.
1) Morbus Alzheimer
Penyakit alzheimer ini biasanya timbul antara umur 50-60 tahun. Terdapat degeneratif
korteks yang difus pada otak dilapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal.
Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram: sistema ventrikel membesar serta
banyak hawa diruang subarakhroidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus melebar).
Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali, tidak ada ciri-ciri yang khas pada gangguan inteligensi
atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang labil,
kekeliruann mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan sehari-hari. Terjadi afasi sering
juga terdapat perseverasi, pembicaraan logoklonia dan bila sudah berat maka penderita tidak
dapat dimengerti lagi, ada yang menjadi gelisah dan hiperaktif.
2) Morbus Pick
Pick dari prahara pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang jarang ini pada
tahun 1892. secara patologis ciri khas ialah atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif.
Daerah motorik, sensorik dan daerah proyeksi secara relatif tidak banyak berubah yang
terganggu ialah daerah korteks yang secara filogenptik lebih muda yang penting buat fungsi
asosiasi yang lebih tinggi, sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses
berpikir.
Penyakit ini mungkin herediter diperkirakan bahwa terdapat faktor menjadi tua dari sel-sel
ganglion yang tertentu, yaitu yang genetis paling muda. Lobus frontalis menjadi demikian
atrofis sehingga kadang-kadang kelihatan seperti ditekan oleh suatu lingkaran. Biasanya
terjadi pada umur 45-60 tahun yang termuda pernah diberikan ialah 31 tahun.
Dalam waktu satu tahun terjadi demensia yang jelas. Ada yang eforia, ada yang menjadi
susah dan curiga, sering terdapat gejala-gejala fokal seperti afasia, apraxia, alexia, agrafia,
tetapi gejala-gejala ini sering diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang penting pada
penyakit ini ialah terjadinya secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan
pembuluh darah otak).
2.4.3 Amnesia
2.4.3.1 Definisi
Amnesia (dari bahasa Yunani) adalah kondisi harganya daya ingat.
(http://Wikipedia.org/wiki/Amnesia/2008).
Amnesia adalah suatu gangguan daya ingat yang ditandai adanya gangguan kemampuan
mempelajari hal-hal baru atau mengingat hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya serta
menimbulkan hambatan pada fungsi sosial dan pekerjaan (Arif Mansjoer, 2001; 192).
2.4.3.2 Etiologi
Gangguan ini sangat sering terjadi pada orang dewasa muda, lebih sering terjadi pada orang
yang telah terlibat didalam peperangan, kecelakaan atau bencana alam .
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=698).
Penyebab amnesia bervariasi mulai dari fisiologis sampai kerusakan otak. Kerusakan otak
disebabkan karena trauma atau kecelakaan, tumor, stroke, maupun pembengkakan otak.
(http://www.emedicine.com/neuro/tropic380.html).
Penyebab amnesia dapat berupa organik dan fungsional. Penyebab organik dapat berupa
kerusakan otak akibat trauma, penyakit atau penggunaan obat-obatan (biasanya yang bersifat
sedatif). Penyebab fungsional adalah faktor psikologis, seperti halnya mekanisme pertahanan
ego.
(http://www.emedicine.com/neuro/tropic380.html).
Sementara itu menurut Arif Mansjoer (2001; 192), gangguan pada daya ingat umumnya
diakibatkan kerusakan struktur neuroanatomi tertentu, pada satu atau dua lebih hemister,
namun lebih mudah timbul bila yang terkena hemister kiri. Gangguan amnesia dapat
disebabkan banyak hal, antara lain;
1. Gangguan sistemik
1) Defisiensi tramin (sindrom korsakoff)
2) Hipoglikemia.
2. Gangguan otak primer
1) Kejang, trauma kepala, tumor otak
2) Penyakit serebrovaskular, ensevolitis karena virus herpes simpleks
3) Hipoksia, sklerosis multipel
4) Amnesia transien global
5) Tindakan bedah otak, terapi syok listrik.
3. Obat-obatan: alkohol, neurotoksin, benzodiazepin dan sejenisnya
3. Amnesia lakunar
Ketidakmampuan mengingat kejadian tertentu.
4. Amnesia emosional
Hilangnya ingatan karena trauma psikologis. Biasanya bersifat sementara.
5. Sindrom korsakoff
Hilangnya ingatan karena alkoholisme kronik.
6. Amnesia posthipnotik
Hilangnya ingatan setelah keadaan hipnotik atau informasi yang disimpan pada memori
jangka panjang.
7. Transient global amnesia
Merupakan kehilangan sementara seluruh memori secara khusus disertai anterograde amnesia
dan juga retrograde amnesia ringan.
2.4.3.6 Penatalaksanaan
Terutama ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, pendekatan bersifat suportif yang
berkaitan dengan waktu dan tempat akan sangat membantu pasien dan mengurangi rasa
cemasnya, setelah episode amnesia teratasi, beberapa jenis psikoterapi (kognitif,
psikodinamika atau suporatif) mungkin dapat membantu pasien (Arif Mansjoer, 2001; 193).
Untuk mempercepat pemulihan amnesia biasanya diberikan terapi atau obat-obatan yang
meningkatkan fungsi otak. Diluar terapi dan obat-obatan, cara yang paling ampuh adalah
menyediakan kondisi yang memberi rasa aman bagi penderita. Kebanyakan penderita
amnesia justru sembuh bukan diruang praktek, namun ketika menjalani kehidupan secara
normal (http://id.wikipedia.org/wiki.amnesia).
Dokter memulai pengobatan dengan membantu orang tersebut untuk merasa aman dan
terjamin. Jika ingatan yang hilang tidak secara spontan teringat, atau jika kebutuhan untuk
mengingat ingatan tersebut mendesak, teknik mengingat kembali sering kali berhasil.
Menggunakan hipnotis atau wawancara yang diawali dengan obat (wawancara dilakukan
setelah orang tersebut tenang dengan obat secara infus seperti amobarbital atau midazolam),
dokter menanyakan orang yang amnesia mengenai masa lalunya
(http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=3095)
2.4.4.1 Etiologi
Ketergantungan zat disebabkan oleh pemakaian zat dalam pola yang berlebihan secara
umum, perilaku mencari obat dapat dilihat pada gambar:
2.4.4.3 Penatalaksanaan
Pendekatan pengobatan untuk penyalahgunaan zat bervariasi menurut zat, pola
penyalahgunaan, tersedianya sistem pendukung dan ciri individual pasien. Tujuan utama
pengobatan adalah abstinensi zat serta mencapai kesehatan fisik psikiatrik dan psikososial.
Pendekatan pengobatan awal dapat dilakukan dengan rawat inap atau rawat jalan.
Pengiobatan rawat inap diindikasikan pada adanya gejala medis atau psikiatrik yang parah,
suatu riwayat gagalnya pengobatan rawat jalan, tidak adanya dukungan psikosoasial atau
riwayat penggunaan zat yang parah atau berlangsung lama.
Pada beberapa kasus penggunaan obat psikotropik mungkin diindikasikan untuk menghalangi
pasien menggunakan zat yang disalahgunakan, untuk menurunkan efek putus zat, atau untuk
mengobati suatu perkiraan gangguan psikiatrik dasar. Kadang-kadang psikoterapi diperlukan.
(Arif Mansjoer, 2000; 195).
DAFTAR PUSTAKA