Anda di halaman 1dari 81

KEGIATAN I

UPAYA PENDEKATAN KELUARGA TERHADAP AN. O DALAM


MENANGANI PERMASALAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN
AKUT DENGAN GIZI BURUK

1
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. H


Alamat lengkap : Kedungpit, Sragen, Jawa Tengah
Bentuk Keluarga : nuclear family

Tabel 1.1 Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.


Kepala 34 Buruh
1. Tn. H L SMP -
keluarga tahun Bangunan
25 Ibu Rumah
2. Ny. S Istri P - -
tahun Tangga
2 Belum Tidak
3. An. O Anak P -
tahun sekolah Bekerja
(Sumber : Data primer, Oktober 2017)

Kesimpulan :
Keluarga An. O (2 tahun) adalah nuclear family yang terdiri atas 3 orang.
Pasien tinggal satu rumah bersama ayah yaitu Tn. H (34 tahun) dan Ibu Ny. S (25
tahun). Dalam keluarga tersebut, terdapat satu orang sakit yaitu An. O, usia 2
tahun dengan diagnosis infeksi saluran pernapasan akut dengan gizi buruk.

2
3

A. Identifikasi Aspek Personal


1. Alasan kedatangan berobat
Pasien dibawa berobat ke Puskesmas Sragen karena orang tua pasien
khawatir dengan anaknya yang batuk pilek dan berat badan anak tidak naik
seperti dengan anak seusianya.
2. Persepsi orang tua pasien tentang penyakit
Orang tua pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Orang tua
pasien kurang mengetahui bahwa sakit yang diderita anaknya dapat
menimbulkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pasien.
Orang tua pasien belum banyak mengetahui komplikasi yang dapat terjadi
kepada anaknya jika tidak segera ditindaklanjuti.
3. Kekhawatiran orang tua pasien
Orang tua pasien memiliki kekhawatiran bila anaknya akan menderita sakit
yang lebih parah.
4. Harapan orang tua pasien
Orang tua pasien berharap anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik sesuai dengan usia.
TAHAP II
PENDAHULUAN

A. STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. O
Usia : 2 tahun
Tanggal Lahir : 3 Oktober 2015
Berat Badan : 7 kg
Tinggi Badan : 77 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kedungpit, Sragen
Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober 2017

2. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua pasien
saat home visit.
a. Keluhan Utama
Batuk dan pilek sejak 3 hari

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke Puskesmas Sragen oleh orang tuanya dengan
keluhan batuk dan pilek. Keluhan muncul sudah sejak 3 hari sebelum
dibawa ke Puskesmas. Batuk disertai dahak berwarna putih. Orang tua
pasien juga mengeluhkan berat badan anaknya yang tidak naik sesuai
dengan anak seusianya. Pasien tidak mau makan makanan yang
mengandung kabohidrat. Pasien makan sehari 2 kali. Pasien tidak
memiliki keluhan buang air kecil dan buang air besar. Pasien juga
tidak memiliki riwayat trauma.

4
5

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat mondok : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : disangkal
Riwayat perkembangan keterlambatan : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berusia 2 tahun dan merupakan anak pertama dalam keluarganya.
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Ayah pasien adalah
seorang buruh lepas harian dan ibu adalah seorang ibu rumah tangga.
Orangtua pasien mengaku penghasilan setiap bulan tidak pasti. Keluarga
pasien belum mengikuti jaminan kesehatan nasional.
6

f. Riwayat Makan Minum Anak


Pasien diberi ASI oleh ibunya sampai usia 1 tahun. MPASI sudah
diberikan sejak anak berusia 4 bulan dimulai dengan makanan yang
lunak. Saat ini pasien sudah makan sesuai makanan keluarga dengan
dominasi sayuran. Pasien tidak mau makan nasi, pasien sulit untuk
diberi makanan yang mengandung karbohidrat.

g. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal


Pasien merupakan kehamilan anak pertama. Ibu pasien hamil pada
usia 23 tahun. Selama hamil, ibu pasien rutin melakukan ANC di
bidan desa dan didapatkan data LILA ibu saat hamil 21,5 cm.

h. Riwayat Kelahiran
Ibu pasien melahirkan secara normal di bidan setempat. Ibu pasien
melahirkan pada usia kehamilan 39 minggu dengan berat badan lahir
2400 gram dan panjang badan lahir 48 cm. Pasien menangis beberapa
saat setelah lahir, warna air ketuban jernih, dan pasien dapat bergerak
aktif setelah lahir.

i. Riwayat Pemeriksaan Post Natal


Setelah lahir, pasien dilakukan post natal care di bidan setempat.

j. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

k. Pohon Keluarga

Ayah, 34 th Ibu, 25 th

Pasien, 2 th
7

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : baik
2. Derajat Kesadaran : compos mentis
3. Status gizi : gizi kesan buruk
Berat badan : 7 kg
Tinggi badan : 77 cm
IMT : 11.8 kg/m2
4. Tanda vital
Suhu : 36,8 oC
Denyut nadi : 110 x/menit
Frekuensi pernapasan : 24 x/menit
5. Kulit : warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.
6. Kepala : normocephal, rambut kehitaman, tidak mudah rontok,
lingkar kepala 43 cm.
7. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-).
8. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-),
bercak bitots (-), oedem palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+).
9. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),
darah (-/-), deformitas (-), flat nasal bridge (-).
10. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah
(-), mukosa basah (+), drowling (-)
11. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-)
12. Telinga: bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan liang telinga
(-), serumen (-/-), membrana timpani sulit dievaluasi, sekret (-), low-set
ears (-).
13. Leher : bentuk normal, trakhea di tengah, kelenjar tiroid tidak
membesar.
14. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.
8

15. Thoraks : bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal,
iga gambang (-), gerakan simetris kanan = kiri
a. Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah :SIC IV linea midclavicularis sinistra
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dekstra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
b. Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar: Spatium Intercostae (SIC) V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah
kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-)
16. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
17. Urogenital : dalam batas normal
18. Gluteus : Baggy pants (-)
19. Ekstremitas :
Akral dingin Sianosis Oedem
- - - - - -
- - - - - -
9

Capillary Refill Time < 2 detik, Arteri dorsalis pedis teraba kuat
20. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
21. Status Neurologis
N. II : dalam batas normal
N. III, IV, VI : dalam batas normal, gerakan bola mata bebas
N. V : sulit dievaluasi, refleks kornea (+)
N. VII : sulit dievaluasi, lipatan nasolabialis simetris
N. VIII : sulit dievaluasi
N. IX, X, XI, XII : dalam batas normal, lidah dalam mulut simetris,
refleks muntah (+), bahu simetris
Fungsi Motorik :
Spastik Klonus
- - - -
- - - -

Refleks Fisiologis : +2/+2 +2/+2


+2/+2 +2/+2

Refleks Patologis : - -
- -

Meningeal Sign : (-)

C. STATUS GIZI
1. BB/U : z score < -3 gizi buruk
2. TB/U : z score < -2 perawakan pendek
3. BMI/ U : z- score < -3 sangat kurus
Kesimpulan status gizi : gizi buruk, perawakan pendek, dan sangat kurus.

D. ASSESMENT
1. Infeksi saluran napas akut
2. Gizi buruk, perawakan pendek, dan sangat kurus

E. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi orang tua pasien tentang penyakitnya.
10

2. Paracetamol syrup 3 x100 mg ( 1 sendok 5 ml : 10 mg)


3. GG (25 mg)
CTM (7 mg)
3 x 1 (bentuk puyer)
4. Pemberian makanan tambahan (PMT) dan vitamin

F. PLANNING
1. Konsul ke Puskesmas Sragen untuk perencanaan terapi gizi pasien.
2. Edukasi keluarga untuk ikutserta menjadi anggota Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).

G. PROGNOSIS
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanationam : bonam
c. Ad fungsionam : bonam
11
TAHAP III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis dan Klinis


Pasien An. O tinggal bersama dengan keluarga inti (nuclear family)
yang terdiri dari Ayah Tn. H, Ibu Ny. S. Tidak ada riwayat penyakit
menurun (herediter) dari keluarga An. O.

2. Fungsi Psikologis
Hubungan yang terjadi dalam keluarga ini cukup baik. Jarang
timbul masalah diantara tiap anggota keluarga. Apabila ada masalah,
mereka akan berdiskusi bersama, keputusan yang diambil juga diputuskan
bersama agar tidak ada yang merasa diperberat.

3. Fungsi Sosial
Pasien tidak memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat, hanya
sebagai anggota masyarakat biasa. Pasien dapat berkomunikasi dengan
anak-anak seusianya di lingkungan rumah.

4. Fungsi Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang pekerja serabutan dan ibu adalah
seorang ibu rumah tangga. Penghasilan orang tua pasien tidak tetap.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi


An. O tidak mengalami keterlambatan personal sosial, motorik
halus, motorik kasar, dan keterlambatan bahasa. Saat ini An. O
mendapatkan perhatian lebih daripada kedua orang tuanya dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.

12
13

B. Fungsi Fisiologis

Untuk meneliti fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score


adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.

1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran
dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana
keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi
masalah. Fungsi ini dalam keluarga An. O sudah berjalan cukup baik karena
sampai saat ini tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.

2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut, bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya
bersama-sama. Ibu dan ayahnya sudah merasa puas dengan cara keluarga
membagi masalah.

3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Dalam keluarga tidak pernah ada bagian
keluarga yang mengatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas dan tanpa solusi
dalam menyelesaikan masalahnya. Kedua orang tua sangat mendukung ketika
An. O harus melakukan pengobatan ke puskesmas terdekat.

4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama
lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya.
Menurut orang tua pasien, secara keseluruhan hubungan kasih sayang antara An.
14

O dengan kedua orang tuanya cukup baik. Dalam mengekspresikan kasih sayang
serta merespon emosi sudah baik.Tidak pernah terjadi kekerasan dalam
menyelesaikan masalah dalam keluarga An. O.

5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga
An. O sudah cukup baik, keluarga sering berkumpul bersama.

Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :


1. Selalu/sering : 2 poin
2. Kadang-kadang : 1 poin
3. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
1. 8-10 : baik
2. 6-7 : cukup
3. 1-5 : buruk
15

Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga An. O dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 APGAR Anggota Keluarga An. O

Kode APGAR keluarga An. O Tn. H Ny. S

Saya merasa nyaman meminta bantuan anggota


A 2 1
keluarga saya ketika ada masalah menerpa saya.

Saya merasa puas saat anggota keluarga saya bercerita


P 2 2
mengenai masalahnya dan menjelaskan kepada saya.

Saya merasa keluarga saya menerima dan mendukung


keinginan saya tiap saya hendak melakukan aktivitas
G 2 2
baru.

Saya merasa keluarga saya dapat menunjukkan serta


menerima perasaan dari saya, baik itu berupa amarah,
A kesedihan, ataupun kasih sayang. 2 2

Saya merasa puas ketika keluarga saya menghabiskan


R 2 2
waktu bersama-sama.

Total Nilai APGAR 10 9

Sumber : Data primer, Oktober 2017

Fungsi fisiologis keluarga: (10 + 9) / 2 = 9,5


Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga An. O tergolong baik. Hal ini terlihat dari total skor
APGAR 9,5.

C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga An. O menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga An. O dapat diamati pada Tabel 3.2.
16

Tabel 3.2. SCREEM Keluarga An. O

Sumber Patologi Ket.

SOCIAL Interaksi sosial antar anggota keluarga maupun dengan


tetangga sekitar tergolong baik. Anggota keluarga aktif
dalam kegiatan rutin kemasyarakatan di wilayahnya. -

CULTURAL Keluarga An. O menerapkan adat-istiadat Jawa dalam


kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai kesopanan
dalam interaksinya. Bahasa yang digunakan untuk -
komunikasi sehari-hari adalah Bahasa Jawa.

RELIGION An. O dan keluarga menerapkan dan menjaga nilai-


nilai kerohanian Islam dalam hidupnya. Mereka rutin
beribadah dan mengaji di rumah. Mereka merasa
bahwa kegiatan spiritual mampu membantu mereka -
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam hidup.

ECONOMY Penghasilan kedua orang tua An. O tidak tetap,


sehingga hanya mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Namun terkadang orang tua
pasien juga mengeluhkan perekonomian keluarga +
mereka tidak stabil.

EDUCATION An. O belum mendapatkan pendidikan formal. Sejauh


ini An. O mendapatkan pembelajaran dari kedua orang
tuanya. Ayah pasien berpendidikan sampai tingkat +
SMP dan Ibu pasien tidak sekolah.

MEDICAL Apabila ada masalah kesehatan, keluarga An. O selalu


berobat ke Puskesmas maupun pelayanan kesehatan -
lainnya.
Sumber : Data primer, Oktober 2017
17

Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga An. O mengalami gangguan pada area ekonomi dan
pendidikan.

D. Genogram

Gambar
Ayah, 34 th Ibu, 25 th
2.
Genogram
Pasien, 2 th
keluarga An. O

Sumber: Data Primer, Oktober 2017


18

E. Pola Interaksi Keluarga

Tn. H Ny. S

An. O

Gambar 2. Pola interaksi keluarga An. O

Sumber: Data Primer, 2017

Keterangan :

: Hubungan harmonis

: Hubungan tidak harmonis

Kesimpulan :

Hubungan antar anggota keluarga An. O harmonis dan dekat.

F. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Pengetahuan

Hingga saat ini An. O belum pernah mengenyam pendidikan


sekolah apapun. Pengetahuan yang didapatkan oleh An. O hanya sebatas
pengenalan akan anggota keluarga dan barang-barang di lingkungan
rumah. Pendidikan terakhir ayah An. O adalah sampai tingkat SMP
sedangkan ibu An. O tidak mengenyam bangku pendidikan.
19

2. Sikap

Keluarga An. O mempunyai sikap yang kurang peduli terhadap kesehatan.


Apabila An. O sakit, orang tua An. O jarang membawa ke pelayanan kesehatan
dan menunggu sampai sembuh sendiri. Orang tua An. O tidak mengetahui
tentang ASI eksklusif, sehingga An. O sudah diberikan MP ASI sejak umur
kurang dari 4 bulan.
Pola asuh orang tua An. O kepada An. O cukup baik, kedua orang tua
dapat memberikan kasih sayang kepada An. O dan memberi waktu yang cukup
untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Namun, Ny. S
kurang memperhatikan asupan nutrisi An. O. Apabila An. O menolak atau tidak
menghabiskan makanan yang diberikan, maka Ny. S tidak melakukan variasi
dalam pemberian makanan.
3. Tindakan
An. O sendiri belum bisa melakukan upaya apapun untuk mengusahakan
kesehatannya dikarenakan usia yang masih sangat kecil. Bidan desa sesekali
datang berkunjung untuk memberikan PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
kepada An. O.

G. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan


1. Lingkungan
Keadaan rumah pasien yang tergambar pada Tabel 3.3.
2. Keturunan
Tidak ada riwayat penyakit keturunan (herediter) dari keluarga An. O
3. Pelayanan Kesehatan
Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang cukup jauh dan
akses jalan yang sulit. Keluarga An. O tidak memiliki jaminan kesehatan nasional
maupun jaminan kesehatan daerah SARASWATI karena keluarga pasien
merupakan penduduk baru di wilayah tempat tinggal saat ini.
20

Tabel 3.3. Keadaan Rumah An. O

Lingkungan An. O Keterangan

Status kepemilikan rumah: milik sendiri Kesimpulan:

Keadaan rumah
Daerah perumahan: jauh dengan jalan besar
An. O masih
kurang rapi,
Luas tanah: terdapat halaman, luas bangunan: 5m x kurang bersih,
10m = 50m2 dan kurang
terawat
Jumlah penghuni dalam satu rumah: 3 orang

Jarak antar rumah: 10m (depan), 2m (samping)

Rumah 1 lantai

Lantai rumah: semen, dapur tanah

Dinding rumah: bata plester, sebagian kayu

Jamban keluarga: ada

Kamar mandi: ada

Dapur: ada (1)

Tempat tidur : ada (2)

Pencahayaan: kurang

Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur bor

Kondisi umum rumah: kondisi rumah kurang rapi,


kurang bersih, dan kurang terawat

Tempat pembuangan sampah: di dalam rumah dekat


kandang sapi

Sumber : Data primer, Oktober 2017


21

H. Identifikasi Outdoor dan Indoor


1. Lingkungan Indoor

KANDANG KAMBING TOILET DAN KAMAR


MANDI

KAMAR 2 KAMAR 1

DAPUR
5m

R.TENGAH

KANDANG
SAPI

Keterangan Gambar :
TERAS
: Jendela

: Pintu

Gambar 3. Denah Rumah An. O


10 m
Keterangan:
a. Luas rumah 50 m2, lantai disemen sebagian masih tanah, dinding tembok
bata plester, dengan pencahayaan kurang.
b. Penggunaan air sumur untuk mandi, mencuci, dan memasak.
c. Keadaan dalam rumah kurang rapi, kurang bersih, dan kurang terawat.

2. Lingkungan Outdoor

a. Tidak terdapat pagar pada bagian depan maupun belakang rumah.


b. Jarak ke rumah warga sekitar tidak terlalu jauh.
22

c. Tidak terdapat tempat pembuangan sampah. Sampah biasanya dibakar


di kandang.
TAHAP 1V
DIAGNOSTIK HOLISTIK

A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 2 tahun dalam nuclear family dengan diagnosis gizi
buruk. Dari penilaian aspek personal, didapatkan pasien tidak mengalami
keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Dari segi fungsi
psikologis, pasien tidak mengalami depresi, ansietas, maupun stres.

Aspek II: Klinis


Pasien didiagnosis menderita infeksi saluran pernapasan akut dan gizi
buruk.

Aspek III: Faktor Internal


Usia pasien saat ini kurang memadai untuk diberikan pengertian
mengenai kondisinya. Namun, kedua orang tua pasien masih bisa diberitahu
tentang pentingnya asupan gizi yang lengkap dan seimbang bagi pasien.

Aspek IV: Faktor Eksternal


Pasien masih dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik, tampak
ceria, dan dapat menerima kehadiran orang-orang yang baru dikenalnya.
Fungsi sosial pasien baik terlihat dari sehari-hari pasien dapat bermain
bersama anak-anak yang sering mendatangi rumahnya. Hubungan yang
terjadi dalam keluarga cukup harmonis.
Dari segi ekonomi, penghasilan kedua orang tua pasien tidak tetap,
sehingga perekonomian keuarga pasien tidak stabil. Penghasilan yang ada
hanya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Keadaan
lingkungan indoor maupun outdoor sudah cukup baik, walaupun masih
kurang dalam hal kerapian dan kebersihan ruangan.

23
24

Aspek V: Derajat Fungsional


Kategori derajat fungsional :
1 : SEHAT tidak butuh bantuan
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% ADL butuh orang lain

Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, An. O memiliki derajat


fungsional 5.

B. PEMBAHASAN
Gizi buruk adalah adalah keadaan gizi dimana kekurangan atau
kelebihan (atau ketidakseimbangan) energi, protein dan nutrisi lainnya
yang menyebabkan efek merugikan yang dapat diukur pada bentuk
jaringan / tubuh (bentuk tubuh, ukuran dan komposisi) dan fungsi dan
hasil klinis (BAPEN, 2017). MEP (malnutrisi energi protein) merupakan
kondisi disebabkan oleh defisiensi protein dan kalori dalam beberapa
derajat. MEP primer dapat disebabkan faktor sosial atau ekonomi yang
mengakibatkan kekurangan makanan. MEP sekunder terjadi pada anak-
anak dengan berbagai kondisi yang terkait dengan peningkatan kebutuhan
kalori (infeksi, trauma, kanker), kehilangan kalori yang meningkat
(malabsorpsi), asupan kalori yang berkurang (anoreksia, kanker, restriksi
asupan oral, faktor sosial) atau kombinasi ketiga variabel tersebut (Karen,
2014).

Tabel 1. Panduan Klasifikasi Malnutrisi Pediatrik


Status Nutrisi Berat Tinggi Berat % Berat
25

Badan/ Badan/ Badan/ Badan Ideal


Umur Umur Tinggi
Badan
Kurus Normal/ Normal < persentil 5 < 85%-90%
rendah
Perawakan < persentil 5 < persentil 5 Normal Normal
pendek
Malnutrisi Normal/ Normal < persentil 5 81%-90%
ringan rendah
Malnutrisi Normal/ Normal < persentil 5 70%-80%
sedang rendah
Kwashiorkor Normal/ Normal/ Normal Normal
rendah rendah (edema)
Marasmus Rendah Normal/ < persentil 5 <70%
(sangat kurus rendah
Sumber: Kemenkes RI, 2011

Faktor risiko yang terkait dengan malnutrisi pada anak antara lain
pendidikan orang tua, tingkat kesejahteraan, BMI ibu, pelayanan antenatal
selama kehamilan, dan interval kelahiran anak (Talukder, 2017).
Beberapa tanda dan gejala dari gizi buruk antara lain hilangnya
nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan/kehilangan energi,
penurunan kemampuan untuk melakukan tugas, pada beberapa kondisi
menyebabkan letargi dan depresi, penurunan konsentrasi, dan
terhambatnya pertumbuhan pada anak (BAPEN, 2017).
Anak dengan gizi buruk lebih rentan terhadap infeksi, khususnya
sepsis, pneumonia, dan gastroenteritis. Hipoglikemia sering dijumpai
setelah puasa lama, namun juga dapat merupakan suatu tanda sepsis.
Hipoglikemia mungkin menandakan infeksi atau, bila disertai bradikardi,
mungkin menunjukkan penurunan laju metabolisme untuk menghemat
energi. Bradikardi dan curah jantung yang buruk pada anak malnutrisi
merupakan faktor predisposisi terjadinya gagal jantung, yang dapat dipicu
oleh pemberian cairan atau solut yang mendadak (Karen, 2014).
Balita disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut
Umur (BB/U) < -3 SD.Keadaan balita dengan gizi buruk sering
digambarkan dengan adanya busung lapar (Kemenkes RI, 2011).
26

Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:


1. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi
balita tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya
didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan
dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, rambut, atau mata.
Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan
pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau
merah muda (crazy pavement dermatosis).
2. Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa
macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan,
dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling
sering dilakukan dalam survei gizi.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori:


1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang


badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :
1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Pendek jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang


Badan:
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus,
sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
27

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :


1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling
sering ditemukan pada balita (Kliegman, 2007). Hal ini merupakan
hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus antara
lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang
disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang
tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan,
bokong baggy pant, dan iga gambang (FK UI, 2007).
Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan
atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan
proses fisiologis. Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh
asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi
kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran
jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi juga untuk sistesis glukosa (Wallker, 2004)
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan
asupan protein yang inadekuat (Kumar, 2007). Hal ini seperti
marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat
keparahan gizi buruk (Kliegman, 2007). Tanda khas kwashiorkor
antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental, pada sebagian
besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala
gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita biasanya
kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan
lebar, sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit
,pembesaran hati, anemia ringan, pada biopsi hati ditemukan
perlemakan (Kemenkes RI, 2011).
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan
perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak
terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena
persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup
28

dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan


menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat
menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino
dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke
otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh
berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan
oedema (Allan, 2004)
3. Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran
dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan
Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-
NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok.

Nutrisi gizi buruk diawali dengan pemberian makanan secara


teratur, bertahap, porsi kecil, sering dan mudah diserap. Frekuensi
pemberian dapat dimulai setiap 2 jam kemudian ditingkatkan 3 jam atau 4
jam. Penting diperhatikan aneka ragam makanan, pemberian ASI,
makanan, mengandung minyak, santan, lemak dan buah-buahan. Selain itu
faktor lingkungan juga penting dengan mengupayakan pekarangan rumah
menjadi taman gizi. Perilaku harus diubah menjadi Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) dengan memperhatikan makanan gizi seimbang, minum
tablet besi selama hamil, pemberian ASI eksklusif, mengkonsumsi garam
beryodium dan memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.

Pengaturan Diet
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara
bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya anak
dalam kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah
laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal
dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F 75).
Resomal dapat diberikan apabila anak diare/ muntah /dehidrasi, 2
29

jam pertama setiap jam, selanjutnua 10 jam berikutnya diselang


seling dengan F75.
b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh
yang rusak (cathup). Diberikan F100, setiap 100 ml F100
mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.
c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak.
Diberikan setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan
pada fase rehabilitasi berdasarkan BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB
7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F
135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135
kal dan protein 3,3 gram.
d. Fase tindak lanjut
Dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila
BB/TB atau BB/PB -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat
dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat
tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya,
suhu tubuh berkisar antara 36,5 37, 7o C, tidak muntah atau diare,
tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu
selama 2 minggu berturut-turut.

Mineral Mix dapat diberikan sebagai nutrisi gizi buruk yang terbuat
dari bahan yang terdiri dari KCl, tripotasium citrat, MgCl2.6H2O, Zn
asetat 2H2O dan CuSO4.5H2O, bahan ini dijadikan larutan. Mineral mix
ini dikembangkan oleh WHO dan telah diadaptasi menjadi pedoman
Tatalaksana Anak Gizi Buruk di Indonesia. Mineral mix digunakan sebagai
bahan tambahan untuk membuat Rehydration Solution for Malnutrition
(ReSoMal) dan Formula WHO (Krisnansari, 2010).
Keluarga An. O (2 tahun) adalah keluarga inti (nuclear family)
yang terdiri dari Ayah Tn. H (34 tahun), Ibu Ny. S (25 tahun). Tidak ada
riwayat penyakit menurun (herediter) dari keluarga An. O. Dalam keluarga
30

tersebut, terdapat satu orang sakit yaitu An. O, usia 2 tahun dengan
diagnosis gizi buruk dan infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan BB
menurut umur, pasien An. O tergolong gizi buruk karena z-score lebih
rendah dari - 3 SD. Berdasarkan pengukuran TB menurut umur, pasien An.
O tergolong perawakan pendek, karena z-score lebih rendah dari - 2 SD.
Berdasarkan TB menurut BB, pasien An. O tergolong sangat kurus, karena
z-score lebih rendah dari 3 SD.
Dari aspek lingkungan fisik, pasien memiliki masalah karena
tinggal di dalam rumah yang kurang bersih dan kurang terawat. Kamar
tidur tidak terdapat ventilasi dan jendela, sehingga kurang baik untuk
pertukaran udara. Alas rumah berupa semen dan jarang disapu. Perabotan
rumah tidak tertata dengan rapi. Dapur berada di satu ruangan dengan
kandang sapi, sehingga kebersihan dapur masih sangat kurang. Alas dapur
pun masih berupa tanah. Tidak terdapat tempat pembuangan sampah,
sehingga sampah rumah tangga dibakar di dapur, di mana hal ini sangat
berbahaya bagi kesehatan maupun keselamatan diri karena rawan terjadi
kebakaran.
Dari aspek lingkungan non fisik, pasien tidak memiliki masalah
dengan keterlambatan perkembangan motorik kasar, bahasa, motorik
halus, maupun personal sosial berdasarkan grafik Denver II.
Dalam pendekatan secara holistik pada aspek biologis dan klinis
didapatkan bahwa nuclear family tersebut terdiri dari An. O (2 tahun),
Ayah Tn. H (34 tahun), Ibu Ny. S (25 tahun). Fungsi sosial keluarga An. O
dinilai cukup baik. Pada awal diketahui An. O mengalami infeksi saluran
pernapasan akut dan gizi buruk, kedua orang tua An. O tetap menerapkan
pola asuh yang sama, memberikan kasih sayaang dan perhatian yang sama
seperti sebelum sakit. Orangtua An. O kurang memperhatikan asupan
nutrisi harian An. O sesuai gizi seimbang. Menu makan An. O sehari-hari
berupa nasi, sayur bening, dan telur, dalam porsi yang sedikit karena An. O
mudah bosan dengan menu makanan dan tidak menghabiskan makanan.
Hal ini dikarenakan penghasilan yang tidak tetap, sehingga orang tua An.
31

O tidak mampu membeli makanan yang bergizi dan variatif. Bentuk


dukungan yang diberikan pemerintah kepada An. O yaitu dengan PMT
secara berkala yang dilakukan oleh bidan desa dan bentuk dukungan
emosional oleh masyarakat sekitar.
Fungsi fisiologis keluarga An. O tergolong baik. Hal ini terlihat
dari total skor APGAR 9,5. Secara umum, tidak ada hambatan komunikasi
pada keluarga ini. Dilihat dari pola interaksi antar keluarga, hubungan
antar anggota keluarga dalam satu rumah secara keseluruhan harmonis.
Fungsi Patologis keluarga An. O terganggu pada bagian ekonomi
dan pendidikan. Fungsi ekonomi keluarga An. O dapat dikatakan tidak
stabil. Penghasilan keluarga An. O hanya didapatkan dari ayahnya yang
bekerja serabutan dengan pemasukan yang tidak pasti. Sehingga
penghasilan yang didapat hanya cukup digunakan untuk memenuhi
kebutuhan harian. Tingkat pendidikan keluarga An. O masih kurang,
sehingga pengetahuan orang tua An. O mengenai kesehatan masih kurang.
Orang tua An. O tidak mengetahui tentang ASI eksklusif, sehingga saat
An. O masih berumur 4 bulan sudah diberikan MP ASI yang tentunya akan
berdampak pada proses tumbuh kembang An. O. Orang tua An. O juga
tidak memahami tentang pentingnya memantau pertumbuhan setiap bulan
di posyandu. An. O dibawa ke posyandu rutin setiap bulan hanya sampai
usia 10 bulan, pada saat itu status gizi An. O belum di bawah garis merah.
Namun, An. O kembali di bawa ke posyandu saat usia 16 bulan, 18 bulan,
20 bulan, dan 24 bulan. Dari ke empat kunjungan tersebut, status gizi An.
O selalu di bawah garis merah. Alasan orang tua An. O tidak rutin
membawa An. O ke posyandu adalah ketidak tahuan kedua orang tua akan
pentingnya memantau pertumbuhan dan perkembangan, sehingga ketika
tidak ada transportasi untuk menuju posyandu, An. O tidak dibawa ke
posyandu.
Beberapa aspek tersebut turut menyebabkan kesehatan An. O.
Lingkungan yang kurang bersih, tingkat pendidikan An. O yang rendah,
ekonomi menengah ke bawah,
32
TAHAP V
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat
mengenai pemberian anjuran pemberian makanan menurut kelompok
umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian), dapat melalui
poster, food model, dll.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung dalam
acara khusus maupun disisipkan dalam acara lain seperti rapat
koordinasi, posyandu, program prolanis, hingga pengajian mengenai
edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat melalui kader, bidan, atau
petugas terkait secara berkala.
c. Memberikan edukasi kepada anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah mengenai kondisi penderita sehingga dapat mendukung tumbuh
kembang.
d. Keluarga penderita harus lebih meningkatkan perilaku hidup sehat,
dengan meningkatkan asupan gizi, sadar akan kebersihan dan
karakteristik lingkungan yang sehat untuk meningkatkan kesehatan.
2. Preventif
a. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kontrol ke pelayanan
kesehatan saat masa-masa kehamilan.
b. Melakukan skrining sedini mungkin terhadap bayi yang baru lahir dan
melakukan pemantauan berkala terhadap pola pertumbuhan dan
perkembangan.
c. Melakukan pemantauan status gizi pada balita setiap bulannya di
posyandu.
d. Memberikan makanan sesuai umur dan kondisi anak.
3. Kuratif
a. Melanjutkan terapi khusus anak dengan gizi buruk.

33
34

b. Mengkonsumsi obat gizi secara teratur sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
c. Memberikan makanan tambahan untuk pemulihan gizi.
4. Rehabilitatif
a. Memberikan makanan sesuai dengan anjuran makan menurut kelompok
umur (besar porsi, macam makanan, frekuensi pemberian).
b. Pemantauan pertumbuhan di posyandu.
35

B. FLOW SHEET

Kondisi
No Tanggal Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target
Pasien
Tanda Vital: Medikamentosa :
-
Nadi: 119 x/menit (reguler, 1. Paracetamol
isi cukup, simetris) syrup 3 x100 mg
-
Pernapasan: 24x/menit ( 1 sendok 5 ml :
-
Suhu: 36,80C per axiler 10 mg)
1. Pengajua
Status Gizi : 2. GG, CTM 3x
- n
BB: 7 kg sehari (bentuk 1. Memiliki
- pembuata
TB: 77 cm puyer) jaminan
- n jaminan
Nafsu IMT: BB/TB2 = 7/(0.77)2 = 3. Pemberian kesehatan
25 kesehatan
makan 11.8 kg/m2 makanan 2. Status gizi
1. Oktober - 2. Konsul
turun Status gizi: perawakan tambahan (PMT) meningkat
2017 bagian
pendek, gizi buruk, dan dan Vitamin A 3. Keluhan batuk
gizi
sangat kurus. dan pilek
puskesma
Non sembuh
s
1. Kepala : dbn Medikamentosa :
2. Thoraks : dbn 1. Edukasi orang
3. Cor : dbn tua pasien
4. Pulmo : dbn tentang
5. Ekstremitas : dbn penyakitnya.

2. 28 Nafsu Tanda Vital: Medikamentosa : 1. Pengajua 1. Berat badan naik


-
Oktober makan Nadi: 110 x/menit (reguler, 1. Vitamin n
2017 meningkat isi cukup, simetris) penambah nafsu JAMKES
-
Pernafasan: 24 x/menit makan DA ke
-
Suhu: 36,50C per axiler 2. Pemberian kantor
Status Gizi : makanan Kecamat
-
BB: 7 kg tambahan an
-
TB: 77 cm 2. Konsul
-
IMT: BB/TB2 = 7/(0.77)2 = Non bagian
36

11.8 kg/m2
-
Status gizi: perawakan
pendek, gizi buruk, dan
sangat kurus Medikamentosa :
gizi
1. Edukasi
puskesma
1. Kepala : dbn mengenai asupan
s
2. Thoraks : dbn nutrisi
3. Cor : dbn
4. Pulmo : dbn
5. Ekstremitas : dbn

Tanda Vital: Medikamentosa : 1. Konsul 1. Berat badan


-
Nadi: 112 x/menit (reguler, 1. Vitamin penambah bagian naik
isi cukup, simetris) nafsu makan gizi
-
Pernafasan: 22 x/menit 2. Pemberian puskesma
-
Suhu: 36,60C per axiler makanan tambahan s
Status Gizi :
-
BB: 7 kg Non
-
TB: 77 cm Medikamentosa :
Nafsu -
31 IMT: BB/TB2 = 7/(0.77)2 = 1. Menjaga asupan
makan sudah
3. Oktober 11.8 kg/m2 nutrisi
semakin
2017 Status gizi: perawakan
baik
pendek, gizi buruk, dan sangat
kurus

1. Kepala : dbn
2. Thoraks : dbn
3. Cor : dbn
4. Pulmo : dbn
5. Ekstremitas : dbn
SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
1. Keluarga An. O merupakan nuclear family dengan fungsi fisiologis baik dan
fungsi patologis di bidang pendidikan dan ekonomi.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga An. O terjalin dengan baik yang
dibuktikan dengan komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
3. Keadaan rumah An. O masih kurang rapi, kurang bersih, dan kurang
terawat.
4. Permasalahan gizi buruk pada An. O turut disebabkan akibat rendahnya
pengetahuan orang tua mengenai gizi, serta status ekonomi yang rendah.

B. SARAN
1. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kebutuhan
gizi anak, meningkatkan deteksi kasus, memaksimalkan terapi pada pasien, dan
meningkatkan kualitas hidup penderita.
2. Puskesmas sebaiknya melaksanakan kegiatan home visit secara berkelanjutan
untuk menggali permasalahan yang dihadapi keluarga termasuk kepatuhan
mengonsumsi makanan untuk pemulihan gizi dan memberikan nasihat sesuai
dengan masalah yang dihadapi, sehingga permasalahan kesehatan pasien dapat
ditangani secara lebih komprehensif.
3. Dilaksanakan screening oleh pihak puskesmas kepada ibu hamil dan bayi baru
lahir mengenai kemungkinan gizi buruk melalui pemantauan di posyandu.
4. Kedua orang tua An. O dan puskesmas harus selalu memantau status gizi,
pertumbuhan, dan perkembangan An. O agar tidak terjadi komplikasi gizi
buruk. Dukungan secara moril juga patut diupayakan agar kedua orang tua
pasien dapat terus memberikan nutrisi sampai status gizi An. O pulih.
5. Meningkatkan kebersihan lingkungan rumah baik indoor maupun outdoor
untuk meningkatkan kesehatan.

40
41

6. Kedua orang tua An. O sebaiknya berupaya untuk meningkatkan ekonomi


keluarga, baik dengan wiraswasta, maupun pekerjaan lain seperti buruh tetap.
7. Kedua oran tua An. O sebaiknya segera mendaftarkan An. O sebagai peserta
jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk meringankan biaya pengobatan An. O.
DAFTAR PUSTAKA

BAPEN. 2017. Introduction to Malnutrition. Diakses Oktober 2017


http://www.bapen.org.uk/malnutrition-undernutrition/introduction-to-
malnutrition?showall=1&limitstart=

Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial 6th Edition. Jakarta: Elsevier

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi


Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.

Kliegman R. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier

Krisnansari D. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. 4(1): 60-62

Kumar S. 2007. Global Database on Child Growth and Malnutrition. Diakses


Oktober 2017
http://Who.int//nutgrowthdb>.2007

Talukder Ashis. 2017. Factors Associated with Malnutrition among Under-Five


Children: Illustration using Bangladesh Demographic and Health Survey,
2014 Data, Children . 4(10): 88

Walker A. 2004. Pediatric Gastrointertinal Disease. USA: DC Decker.

42
LAMPIRAN 1. Foto-Foto Kegiatan FOME

Bagian depan rumah Tn. H (An. O) Kegiatan anamnesis dengan keluarga


pasien

Bagian kamar mandi rumah Tn. H (An. O) Bagian kamar tidur rumah Tn. H (An.O)

43
Situasi dapur rumah menyatu dengan Bagian halaman belakang rumah Tn. H
kandang (An.O)

2. Kartu Menuju Sehat An. O

44
44
3. Grafik Denver II An. O

45
KEGIATAN II
UPAYA PENDEKATAN KELUARGA TERHADAP NY.G DALAM
MENANGANI PERMASALAHAN SKIZOFRENIA RESIDUAL

46
TAHAP I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. Sw
Alamat :Kedungupit, RT 02/RW 04, Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Struktur Komposisi Keluarga :

Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendi- Pekerjaan Penderita Ket.


dikan Gangguan
Jiwa

1 Tn. Sw Kepala L 48 th SMP Petani T -


keluarga,
suami

2 Ny. G Istri P 41 th SD Tidak bekerja Y -

3 An. C Anak P 11 th SD Pelajar T -


Sumber : Data primer, Juli 2017

Kesimpulan
Keluarga Ny. G memiliki bentuk nuclear family dengan kepala keluarga dan
suami Tn. Sw yang berusia 48 tahun dan An. C usia 11 tahun. Keluarga
tersebut tinggal dalam satu rumah. Pendidikan dalam keluarga ini secara umum
masih kurang. Tn.Sw berpendidikan terakhir SMP, sedangkan Ny. G hanya
sampai SD. Tn.Sw bekerja di sawah dan Ny. G saat ini tidak bekerja namun
terkadang ikut membantu bekerja di sawah, sedangkan An. C masih duduk di
bangku SD.

47
47

Sebelumnya Ny. G sudah pernah menikah selama 8 tahun dengan Tn. Sk (44
tahun) dan memiliki 2 orang anak yaitu Nn. F (18 tahun) dan An. C (11 tahun).
Ny. G dan Tn. Sk bercerai dengan kesepakatan kedua belah pihak dan kedua
anaknya ikut tinggal dengan Ny. G. Saat ini Nn. F tidak tinggal di rumah
bersama Ny. G karena sedang bekerja di Timor-timor sebagai TKW.
Setelah 10 tahun menjanda, Ny. G menikah dengan Tn. Sw pada awal tahun
2017. Saat ini Ny. G dan Tn. Sw telah menikah selama setengah tahun. Baik
Tn. Sk dan Tn. Sw sudah mengetahui bahwa Ny. G menderita gangguan jiwa
sejak sebelum menikah.

B. Identifikasi Aspek Personal


a. Alasan kedatangan berobat
Pasien (Ny. G, 41 tahun) berobat ke Puskesmas Sragen dengan keluhan
sulit memulai tidur. Biasanya jika sudah minum obat pasien bisa tidur,
namun saat ini pasien merasa sulit memulai tidur. Ny. G rutin kontrol tiap
bulan ke RSJD Arif Zaunudin di Surakarta.
b. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa dan tahu
akan penyebab penyakitnya serta tahu cara mengobatinya.
c. Kekhawatiran pasien
Pasien khawatir jika tidak meminum obat maka penyakitnya bisa kambuh
dan menjadi tergantung pada obat.
d. Harapan pasien
Pasien dan keluarga berharap penyakitnya dapat segera sembuh dan tidak
tergantung kepada obat terus menerus.
TAHAP II
STATUS PASIEN

a) Identitas Penderita
Nama : Ny. G
Umur : 41tahun
Alamat : Kedungupit, RT 02/RW 04, Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : SD
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober, 28 Oktober, dan 1 November 2017.

b) Riwayat Psikiatri
Riwayat penyakit pasien diperoleh dari Autoanamnesis dan Alloanamnesis
di kediaman pasien. Alloanamnesis dilakukan kepada ayah pasien.
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sulit memulai tidur.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Autoanamnesis
Pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur sejak 1 minggu yang
lalu. Pasien juga merasa tidurnya tidak bisa nyenyak dan mudah untuk
terbangun di antara tidur. Pasien masih merasa sulit tidur walaupun
sudah meminum obat rutin dari dokter. Keluhan ini dirasakan pertama
kali sejak pasien berusia 18 tahun saat penyakit utamanya muncul.
Kesulitan tidur kembali ini dirasakan setiap hari tetapi tidak
mengganggu aktivitas harian di pagi harinya.
Sebelumnya, saat pasien berusia 18 tahun pasien mengalami
gangguan kejiwaan setelah dipulangkan ke Indonesia setelah menjadi

48
49

TKW di Arab Saudi. Pasien merasa selama bekerja di Arab, pasien


selalu dicurigai oleh majikannya dan diperlakukan tidak baik.
Semenjak mendapatkan perlakuan kekerasan oleh majikannya pasien
menjadi sering mengamuk dan berteriak sendiri. Oleh sebab itu, pasien
dideportasi langsung ke Indonesia. Sejak saat itu pasien sering
mengamuk sendiri tanpa penyebab yang jelas. Pasien juga membeci
tetangga-tetangganya di kampung karena menurut pasien, tetangganya
sering membicarakan hal-hal buruk tentang pasien. Pasien juga merasa
dapat mendengar suara tetangganya tersebut meski pasien berada di
rumah. Pasien juga pernah pergi dari rumahnya tanpa tujuan yang jelas
selama 1 bulan. Karena sering keluyuran tidak jelas keluar rumah,
pasien mengatakan pernah dipasung oleh keluarganya. Karena kondisi
pasien tidak kunjung membaik, pasien kemudian dibawa oleh
keluarganya untuk berobat ke RSJD Surakarta dan diobati secara rutin.
Hingga saat ini pasien masih rutin kontrol ke RSJD tiap 1 bulan.
Pasien pernah menghentikan obat karena merasa jenuh, dan karena
itulah pasien di rawat inap sebanyak 3 kali dengan keluhan sering
marah dan mengamuk tanpa sebab yang jelas. Namun setelah rutin
kontrol dan minum obat kembali, keluhan tersebut tidak muncul
kembali. Saat ini pasien sudah lebih dari 5 tahun tidak kambuh.
Kegiatan sehari-hari pasien yaitu mengerjakan pekerjaan rumah dan
terkadang ikut membantu pekerjaan di sawah. Pasien lebih suka diam
di rumahnya daripada mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan.
2) Alloanamnesis
Dilakukan kepada ayah pasien yang tinggal di samping rumah pasien.
Ayah pasien mengatakan sejak pulang dari Arab Saudi pasien sering
marah-marah dan mengamuk sendiri tanpa penyebab yang jelas.
Pasien juga sering tampak berbicara sendiri. Menurut ayah pasien,
pasien menjadi lebih sensitif. Pasien gampang marah apabila
mendengar suara yang sedikit keras dan sering memaki-maki
tetangganya. Pasien pernah menghilang selama 1 bulan dari rumahnya.
Karena sering keluyuran keluar rumah, pasien sempat dipasung oleh
50

keluarganya. Namun, setelah mendapat penjelasan dari tetangga sekitar


bahwa tidak boleh dilakukan pemasungan, pasien dilepaskan dari
pasung oleh keluarganya. Akibat kondisi pasien yang tidak membaik,
pasien kemudian dibawa berobat oleh keluarganya ke RSJD Surakarta.
Setelah berobat kondisi pasien membaik dan sudah jarang marah dan
mengamuk sendiri. Sampai sekarang pasien masih tetap rutin kontrol
ke RSJD Surakarta setiap bulan dan rutin minum obatnya. Pasien juga
sudah jarang kambuh.
c. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1) Riwayat Gangguan Psikiatri : diakui, sejak usia 18 tahun
2) Riwayat Gangguan Medik:
a) Riwayat Hipertensi : disangkal
b) Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
c) Riwayat Gangguan Neurologis : disangkal
d) Riwayat Kejang : disangkal
3) Riwayat Trauma Kepala : disangkal
4) Riwayat Penggunaan Zat:
a) Riwayat Merokok : disangkal
b) Riwayat Minum Alkohol : disangkal
c) Riwayat Konsumsi NAPZA : disangkal
d. Riwayat Gangguan Pribadi
1) Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, usia kandungan 9 bulan.
2) Riwayat Masa Anak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak pernah mengalami kejang, tumbuh kembang sesuai
dengan anak seusianya dan tinggal bersama kedua orang tua.
3) Riwayat Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien tumbuh kembang seperti teman sebaya, pasien menyelesaikan
pendidikan di bangku SD.
4) Riwayat Masa Anak Akhir (pubertas sampai remaja)
Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke bangku SMP dan SMA karena
keterbatasan biaya. Pada usia 17 tahun pasien bekerja sebagai TKW di
Arab. Setelah 1 tahun bekerja, pasien dipulangkan ke Indonesia karena
menderita gangguan jiwa. Menurut keterangan pasien, saat di Arab
51

pasien diperlakukan tidak baik oleh majikannya. Semenjak itu pasien


sering berteriak dan mengamuk sendiri tanpa penyebab jelas.
5) Riwayat Masa Dewasa
Pasien melahirkan anak pertama pada usia 23 tahun.
a) Riwayat Pekerjaan
Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Arab selama 1 tahun.
b) Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 2 kali. Pasien menikah dengan suami yang pertama
(Tn. Sk) selama 8 tahun dan memiliki 2 orang anak yaitu Nn. F dan
An. C. Pasien kemudian bercerai dan 10 tahun kemudian pasien
menikah lagi dengan Tn. Sw. Pasien telah menikah dengan Tn. Sw
selama setengah tahun. Pasien dan suaminya yang sekarang tidak
berencana untuk memiliki anak.
c) Riwayat Pendidikan
Pasien hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD.
d) Agama
Pasien beragama Islam.
e) Aktivitas Sosial
Hubungan sosial pasien dengan lingkungan kurang baik. Pasien
tidak pernah mengikuti acara seperti pengajian, kumpul-kumpul
dengan tetangga. Pasien merasa bahwa tetangganya tidak suka
dengan pasien dan sering membicarakan keburukan pasien.
6) Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien belum pernah melanggar hukum.
7) Situasi Hidup Sekarang
Pasien tinggal di rumah bersama suami dan anak bungsunya.
8) Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, dimana dari
riwayat keluarga pasien tidak didapatkan keluhan yang serupa.

Genogram
52

Keterangan Gambar :
: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan
: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki.

: tanda silang menunjukkan meninggal

: pasien

: bercerai

9) Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat olahraga : disangkal
c. Riwayat ayah/ibu merokok : disangkal
10) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang wanita berusia 41 tahun yang tinggal bersama
dengan suami kedua dan anak perempuannya yang paling kecil. Suami
pasien bekerja di sawah sedangkan pasien tidak bekerja namun
terkadang ikut bekerja membantu di sawah. Pasien dan suaminya
belum mandiri secara ekonomi. Kebutuhan bulanan keluarga pasien
masih mendapat bantuan dari ayah pasien. Tempat tinggal pasien saat
ini juga merupakan pemberian dari ayah pasien. Biaya pengobatan
pasien ditanggung oleh BPJS PBI.
53

c) Pemeriksaan Status Mental


Dilakukan pada 25 Oktober 2017.
a. Deskripsi Umum
1) Penampilan
Pasien seorang wanita usia 41 tahun tampak sesuai usia, perawatan diri
baik, kulit sawo matang.
2) Pembicaraan
Pasien berbicara secara spontan, intonasi jelas, volume cukup, dan
artikulasi jelas.
3) Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien normoaktif
Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, kontak mata adekuat.
b. Kesadaran
1) Kuantitatif : Compos Mentis, GCS E4V5M6
2) Kualitatif : tidak berubah
c. Alam Perasaan
1) Mood : eutimik
2) Afek : terbatas
3) Keserasian : serasi
4) Empati : tidak dapat dirabarasakan
d. Gangguan Persepsi
1) Halusinasi : (-) tidak ada
2) Ilusi : (-) tidak ada
3) Depersonalisasi : (-) tidak ada
4) Derealisasi : (-) tidak ada
e. Proses Pikir
1) Bentuk pikir : realistik
2) Arus Pikir : koheren
3) Isi Pikir : waham (-)
f. Orientasi dan Kognisi
1) Orientasi
54

a) Orang : Baik (dapat mengenali pemeriksa)


b) Tempat : Baik (dapat mengenali tempat dimana ia berada)
c) Waktu : Baik (bisa menyebutkan waktu dengan
benar)
d) Situasi : Baik (dapat mengenali kondisi sekitar)
2) Daya Ingat
a) Jangka Segera : Baik (pasien dapat mengingat kata yang diucapkan
pemeriksa)
b) Jangka Pendek : Baik (pasien dapat menjawab pertanyaan
pemeriksa menu sarapan pagi)
c) Jangka Panjang : Baik (pasien dapat menyebutkan nama sekolah)
3) Kemampuan Abstrak
Baik (pasien dapat membedakkan apel dan pisang, pasien juga dapat
mengerti beberapa arti dari peribahasa saat ditanyakan)
4) Daya Konsentrasi dan Perhatian
a) Konsentrasi : Baik
b) Perhatian : Baik
5) Kemampuan Menolong diri
Baik (pasien dapat makan dan mandi sendiri dengan baik, kemampuan
merawat diri sendiri baik)
6) Daya Nilai
a) Realita : realistik
b) Sosial : kurang
7) Tilikan Diri
Derajat 5 (menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakitnya, namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya).
8) Taraf Kepercayaan
Informasi yang diutarakan pasien dapat dipercaya.

d) Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan


55

Dilakukan pada 25 Oktober 2017.


1) Status Interna
a) Keadaan Umum : Baik
b) Tanda Vital : TD 120/90 mmHg
a. Nadi 90 x/m
b. RR 18 x/m
c. Suhu 36,5o C
c) Thorax : Cor dan Pulmo Dalam Batas normal
d) Abdomen : Dalam Batas Normal
e) Ekstremitas : Dalam Batas Normal
f) Gastrointestinal : Dalam Batas Normal
g) Urogenital : Dalam Batas Normal
h) Gangguan khusus : Tidak ada
2) Status Neurologis
a) Fungsi kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
b) Fungsi sensoris : Dalam Batas Normal
c) Fungsi motorik : Dalam Batas Normal
d) Reflek fisiologis Reflek patologis
+ + - -
+ + - -
e) Mata : Pupil isokor, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
3) Daftar Masalah
a) Organo biologik : tidak ada
b) Psikologik : Riwayat skizofrenia paranoid (waham curiga,
halusinasi auditorik commenting).

4) Ikhtisar Penemuan Bermakna


Telah diperiksa seorang pasien wanita berusia 41 tahun dengan keluhan
sulit memulai tidur. Perawatan diri pasien baik dan penampilan sesuai
56

dengan usianya. Pembicaraan spontan, artikulasi jelas, volume cukup,


intonasi baik, dan artikulasi jelas. Kesadaran compos mentis. Mood afek
serasi, bentuk pikir realistik, arus pikir koheren, isi pikir tidak ada waham.
Riwayat penyakit dahulu pasien pernah mengalami waham curiga,
halusinasi auditorik commenting sejak usia 18 tahun. Namun sekarang
sudah 5 tahun mengalami perbaikan dan tidak kambuh. Tilikan derajat 5.
Taraf kepercayan dapat dipercaya. Tidak terdapat adanya riwayat trauma
kepala, neurologik, penyakit medis lainnya, riwayat merokok, alkohol,
napza dan zat adiktif lainnya.

f) Formulasi Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan adanya hendaya pikiran, psikomotor, dan fungsi
sosial.
1. Diagnosis Axis I
a. F00 Gangguan mental organik dapat disingkirkan karena tidak ada
riwayat penyakit medis dan neurologis.
b. F10 Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif dapat
disingkirkan karena tidak ada riwayat pemakaian napza dan zat adiktif
lainnya.
c. F20 Skizofrenia dapat ditegakkan karena dari riwayat passien pernah
mengalami waham curiga, halusinasi auditorik commenting maka dapat
digolongkan ke dalam F20.0 Skizofrenia paranoid. Namun karena
sudah 5 tahun tidak ada gejala, maka dapat ditegakkan F20.5
Skizofrenia Residual.
2. Diagnosis Axis II
Z03.2 tidak ada diagnosis.
3. Diagnosis Axis III
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tidak ada gangguan organik.
4. Diagnosis Axis IV
Masalah pekerjaan, ekonomi.
5) Diagnosis Axis V
57

GAF 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah dll).

g) Diagnosis Multiaxial
1) Axis I :F20.5 Skizofrenia Residual
2) Axis II : Z03.2 tidak ada diagnosis axis II
3) Aksis III : Belum ada diagnosa
4) Axis IV : Masalah pekerjaan, ekonomi.
5) Axis V : GAF 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll).

h) Diagnosis Banding
F20.0 Skizofrenia Paranoid

i) Rencana Terapi
1. Psikofarmaka
Chlorpromazine 1x50 mg malam hari
2. Psikoterapi
a) Terhadap pasien
Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, dan efek samping.
Motivasi pasien agar minum obat teratur dan rajin kontrol.
Membantu pasien untuk menerima realita dan menghadapinya.
Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
b) Terhadap keluarga
Memberi penjelasan dan pengertian pada keluarga mengenai
gangguan yang diderita pasien.
Menyarankan keluarga agar member suasana kondusif bagi
penyembuhan pasien.
c) Resume
58

Telah diperiksa seorang pasien wanita berusia 41 tahun dengan keluhan sulit
memulai tidur. Perawatan diri pasien baik dan penampilan sesuai dengan
usianya. Pembicaraan spontan, artikulasi jelas, volume cukup, intonasi baik,
dan artikulasi jelas. Kesadaran compos mentis. Mood afek serasi, bentuk pikir
realistik, arus pikir koheren, isi pikir tidak ada waham. Riwayat penyakit
dahulu pasien pernah mengalami waham curiga dan halusinasi auditorik
commenting sejak usia 18 tahun. Namun sekarang sudah 5 tahun mengalami
perbaikan dan tidak kambuh. Tilikan derajat 5. Taraf kepercayan dapat
dipercaya. Tidak terdapat adanya riwayat trauma kepala, neurologik, penyakit
medis lainnya, riwayat merokok, alkohol, napza dan zat adiktif lainnya.
Dari pemeriksaan fisik keadaan umum sedang dengan kesadaran compos
mentis dan status gizi kesan baik. Tanda vital dalam batas normal.
Pasien mendapatkan pengobatan di Puskesmas Sragen dengan
Chlorpromazine 1x50 mg malam hari.
TAHAP III

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis dan Klinis
Pasien Ny. G berusia 41 tahun dengan skizofrenia residual, berada
dalam nuclear family yang terdiri dari Tn. Sw yang berusia 48 tahun
dan An. C usia 11 tahun.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan yang terjadi dalam keluarga inti baik. Bila ada masalah dapat
dikomunikasikan antar anggota keluarga dengan baik.
3. Fungsi Sosial
Fungsi sosial Ny. G kurang baik dengan tetangga sekitar rumah. Ny. G
jarang mengikuti kegiatan di masyarakat sekitarnya.
4. Fungsi Ekonomi
Penghasilan keluarga Ny. G berasal dari suami. Penghasilan dirasakan
masih kurang mencukupi sehingga masih mendapat bantuan keuangan
dari Ayah Ny. G tiap bulan. Biaya pengobatan Ny. G menggunakan
BPJS PBI.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Ny. G selalu menceritakan masalahnya kepada keluarga. Keluarga ini
selalu terbuka satu dengan yang lainnya. Saat di lingkungan baru atau
di masyarakat, keluarga ini mudah beradaptasi.

B. Fungsi Fisiologis

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan skor APGAR.Skor APGAR adalah


skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut

59
60

pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota


keluarga yang lain.

1. Adaption

Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi


dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran dari
anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana keluarga
menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi masalah.
Contohnya, keluarga merupakan tempat pertama bagi Ny. G untuk kembali dan
berbagi serta berdiskusi apabila menghadapi masalahnya, termasuk masalah
kesehatannya.

2. Partnership

Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara


anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama.
Ny. G dan keluarganya sudah cukup baik dalam membagi masalah, misalnya
saat Ny. G mempunyai masalah dengan tetangganya, Ny. G menceritakan
kepada suami dan anaknya, dan merekapun memberikan masukan.

3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga tersebut. Misalnya, pada saat Ny. G didiagnosis
Skizofrenia Paranoid dan harus menjalani pengobatan di RSJD Surakarta,
keluarga Ny. G menemani dan memberikan dukungan dengan cara mengantar
berobat dan menghiburnya.
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama lain dan
saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya. Menurut
pasien, secara keseluruhan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga sudah
sangat baik.
61

6. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga Ny.
G nilai resolve baik, ditandai dengan komunikasi Ny. G dan keluarganya yang
berinteraksi dengan baik.
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
a. Selalu/sering : 2 poin
b. Kadang-kadang : 1 poin
c. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
a. 8-10 : baik
b. 6-7 : cukup
c. 1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Ny.G dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 APGAR Anggota Keluarga Ny. G

Kode APGAR keluarga Ny. G Tn. Sw Ny. G An. C


A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 2 2 2
keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya 1 2 2


membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya 2 2 2


menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya 2 2 2


mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian, dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya 2 9 1


membagi waktu bersama-sama

Total Nilai APGAR 9 9 9


Sumber : Data primer, Oktober 2017
62

Fungsi Fisiologis Keluarga = (9 + 9 + 9) / 3 = 9 (baik)

Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga Ny. G tergolong baik. Hal ini terlihat dari total skor
APGAR yaitu 9.

C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Ny. G menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Ny. G dapat diamati pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 SCREEM Keluarga Ny.G


Sumber Patologi Ket.
Interaksi sosial antar anggota keluarga baik dan interaksi
dengan masyarakat di lingkungan sekitar rumah tergolong
SOCIAL +
kurang.

Keluarga Ny. G menerapkan adat-istiadat Jawa dalam


kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai kesopanan
CULTURAL dalam interaksinya. Bahasa yang digunakan untuk -
komunikasi sehari-hari adalah Bahasa Jawa.

Ny. G dan keluarga menerapkan dan menjaga nilai-nilai


kerohanian Islam dalam hidupnya, yaitu dengan
RELIGION -
menjalankan ibadah sholat, mengaji, dan puasa.

Pemenuhan kebutuhan Ny. G didapatkan dari hasil kerja +


suaminya, dan dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan
ECONOMY hidup. Ny. G masih mendapat bantuan keuangan dari
Ayahnya tiap bulan

Pendidikan keluarga Ny. G masih kurang, karena +


pendidikan terakhir suami adalah SMP, dan Ny. G sendiri
EDUCATION
adalah lulusan SD.

Apabila ada masalah kesehatan, keluarga Ny. G langsung


MEDICAL berobat ke tempat pelayanan kesehatan terdekat seperti -
puskesmas.

Sumber : Data primer, Oktober 2017


63

Kesimpulan:

Fungsi patologis keluarga Ny.S ditemukan adanya masalah pada social,


economy, dan education.

D. Genogram

Gambar 1.Genogram Keluarga Ny. G


Sumber : Data primer, Oktober 2017

Keterangan Gambar :

: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan

: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki

: tanda silang menunjukkan meninggal

: pasien

: keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

: bercerai
64
65

E. Pola Interaksi Keluarga

Tn.Sw Ny.G
48 tahun 41
tahun
40 th

An. C
11
tahun
40 thKeluarga Ny. G
Gambar 2. Pola Interaksi
Sumber : Data primer, Oktober 2017
Keterangan :
: Hubungan harmonis
: Hubungan tidak harmonis

Kesimpulan :
Hubungan antara Ny. G dengan orangtua, suami, dan anaknya harmonis dan dekat.

F. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Pengetahuan
Tilikan pasien 5 sehingga pasien tahu akan penyakitnya, tahu akan
penyebabnya dan tahu cara memperbaiki kondisinya.
2. Sikap
Ny.G dan keluarga mempunyai sikap terhadap kesehatan yang cukup baik.
Pola makan di keluarga Ny. G sudah baik, dengan lauk yang seadanya dan
frekuensi 3-4 kali sehari. Bila ada keluarga yang sakit segera dibawa ke
pelayanan kesehatan.
66

3. Tindakan
Ny.G dan keluarganya memiliki tindakan terhadap kesehatan yang cukup baik.
Pasien rutin minum obat setiap hari.

G. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien
Tabel 3.3 Keadaan Rumah Ny. G
No Lingkungan Ny. G Keterangan
1 Status kepemilikan rumah: milik Ny. G Kesimpulan:
2 Daerah perumahan: perumahan tidak padat Keadaan rumah Ny. G
3 Luas tanah: 200 m2 kurang terawat,
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 3 orang
dengan pencahayaan
5 Jarak antar rumah: 15 m (depan), 10 m (samping).
6 Rumah 1 lantai kurang baik.
7 Lantai rumah: keramik dan semen
8 Dinding rumah: kayu dan sebagian tembok
9 Ventilasi : kurang
10 Jamban keluarga : tidak ada
11 Kamar mandi : tidak ada
12 Dapur: ada
13 Tempat tidur : ada 2
14 Penerangan listrik @ 10 watt x 5 buah lampu = 50 watt
15 Pencahayaan: kurang baik
16 Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur memakai
sumur
17 Tempat pembuangan sampah : di kebun di samping
rumah. Sampah dibakar.
Sumber : Data primer, Oktober 2017

2. Keturunan
Tidak terdapat riwayat penyakit herediter pada keluarga Ny.G.
3. Pelayanan Kesehatan
Saat sakit keluarga Ny.G dibiarkan saja dahulu tapi terkadang dibawa ke
puskesmas jika sudah parah. Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan
kesehatan sudah cukup baik. Keluarga Ny.G mempunyai BPJS PBI dan
67

Saraswati Menur sehingga untuk biaya berobat di Puskesmasdan RSUD


Sragen sudah ditanggung BPJS.

H. Identifikasi Outdoor dan Indoor


1. Lingkungan Indoor

Kamar Kamar
tidur 1 tidur 1 Dapur
10 m U

Teras

20 m

Gambar 3. Denah Rumah Ny. S


Keterangan:
a. Luas rumah 200 m2, lantai keramik dan semen.
b. Penggunaan air sumur untuk mandi, mencuci, dan memasak.
c. Keadaan dalam rumah kurang terawat.
d. Ventilasi dan penerangan masih kurang.
e. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit.
f. Rumah tidak memiliki jamban dan kamar mandi.
2. Lingkungan Outdoor
a. Rumah memiliki halaman di depan rumah.
b. Tidak terdapat pagar di depan rumah.
c. Terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, namun tidak memiliki
batas seperti bak maupun penutup. Sampah biasanya dibakar.

TAHAP IV
68

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN

A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 41 tahun dalam nuclear family dengan diagnosa F20.5
Skizofrenia Residual. Dari penilaian aspek personal, didapatkan pasien tidak
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Dari segi fungsi
psikologis, pasien tidak mengalami depresi, ansietas, maupun stres. Keluarga
pasien cukup harmonis dan mendukung pasien untuk kesembuhan pasien. Namun,
pasien kesulitan untuk berinteraksi dengan tetangga sekitar. Pasien jarang
mengikuti kegiatan kemasyarakatan. Perhatian dari keluarga sangat dibutuhkan
guna kesembuhan penyakit Ny. G, untuk itu diperlukan kerjasama dan
komunikasi yang baik antar anggota keluarga demi kesembuhan pasien.
Aspek II: Klinis
Diagnosis multiaksial pada pasien adalah
Axis I : F20.5 Skizofrenia residual
Axis II : Z03.2 tidak ada diagnosis axis II
Aksis III : Belum ada diagnosa
Axis IV : Masalah ekonomi
Axis V : GAF 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas
ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll).
Aspek III: Faktor Internal
Pekerjaan pasien sebagai TKW dan perilaku kasar dari majikannya merupakan
pemicu gejala yang timbul pada pasien. Tingkat pendidikan pasien kurang
memadai untuk diberikan pengertian mengenai kondisinya saat ini. Namun pasien
masih bisa memahami cara pengobatan dan kepatuhan pengobatan. Pasien
mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya untuk berobat. Pasien rajin
kontrol dan meminum obat sehingga gejala yang mencolok sudah tidak terlihat.
Aspek IV: Faktor Eksternal
Pasien masih dapat melakukan kehidupannya dengan baik. Akan tetapi saat
gejala muncul, pasien menjadi mudah emosi dan memarahi orang disekitarnya
termasuk tetangganya tanpa penyebab yang jelas. Dari segi ekonomi, penghasilan
suami pasien tidak tetap, sehingga perekonomian keluarga pasien tidak stabil.
69

Oleh karena itu, pasien masih mendapatkan bantuan keuangan dari Ayah pasien
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Keadaan lingkungan indoor maupun
outdoor sudah cukup baik, walaupun masih kurang dalam hal ventilasi rumah,
pencahayaan, kerapian, dan kebersihan ruangan.
Aspek V: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional :
1 : sehat, tidak butuh bantuan
2 : sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3 : sakit sedang
4 : sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5 : 100% butuh orang lain
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Ny. G memiliki derajat
fungsional 2. Pasien dapat beraktivitas baik di dalam rumah atau aktivitas di luar
rumah.

B. Pembahasan
Ny. G mengeluh sulit untuk memulai tidur sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
juga merasa tidurnya tidak bisa nyenyak dan mudah untuk terbangun di antara
tidur. Pasien harus meminum obat agar bisa tidur kembali. Keluhan ini dirasakan
pertama kali sejak pasien berusia 18 tahun saat penyakit utamanya muncul.
Kesulitan tidur kembali ini dirasakan setiap hari tetapi tidak mengganggu aktivitas
harian di pagi harinya. Sebelumnya, saat pasien berusia 18 tahun pasien
mengalami gangguan kejiwaan setelah menjadi TKW di Arab Saudi. Pasien
merasa selama bekerja di Arab, pasien selalu dicurigai oleh majikannya dan
diperlakukan tidak baik. Semenjak mendapatkan perlakuan kekerasan oleh
majikannya pasien menjadi sering mengamuk dan berteriak sendiri. Oleh sebab
itu, pasien dideportasi langsung ke Indonesia. Sejak saat itu pasien sering
mengamuk sendiri tanpa penyebab yang jelas. Pasien juga membeci tetangga-
tetangganya di kampung karena menurut pasien, tetangganya sering
membicarakan hal-hal buruk tentang pasien. Pasien juga merasa dapat mendengar
70

suara tetangganya tersebut meski pasien berada di rumah. Pasien juga pernah pergi
dari rumahnya tanpa tujuan yang jelas selama 1 bulan. Karena sering keluyuran
tidak jelas keluar rumah, pasien mengatakan pernah dipasung oleh keluarganya.
Karena kondisi pasien tidak kunjung membaik, pasien kemudian dibawa oleh
keluarganya untuk berobat ke RSJD Surakarta dan diobati secara rutin. Hingga
saat ini pasien masih rutin kontrol ke RSJD tiap 1 bulan. Namun setelah rutin
kontrol dan minum obat, keluhan tersebut tidak muncul kembali. Sudah lebih dari
5 tahun tidak kambuh. Dari keadaan itu maka diagnosis pada pasien ini adalah
F20.5 Skizofrenia Residual.
Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai
oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi),
dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan
hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku. Berdasarkan DSM-
IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit
selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti
munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya
perilaku yang katatonik serta adanya gejala negative (Saddock, 2011).
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe
paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual.
Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deterioratif
sederhana (Saddock, 2011). Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke
dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci
(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia.
Diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III (Muslim, 2013):
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. Thought echo
71

Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun kualitasnya
berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal
Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau
isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
Thought broadcasting
Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya
b. Delusion of control
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau
Delusion of influence
Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau
Delusion of passivity
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
tertentu dari luar;
Delusional perception
Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat
c. Halusinasi auditorik:
1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
3) Jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
d. Wahamwaham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia
72

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan


makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide ide berlebihan (over
loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan
stupor;
d. Gejalagejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal)
4. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

Sedangkan diagnosis skizofrenia paranoid menurut PPDGJ-III (Muslim, 2013):


1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan :
73

a. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;


1) Suara suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (deusion of influence), atau passivity
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar kejar beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Sebelum gejala pasien terkontrol dengan obat, pasien merasa selalu dicurigai
dan diperlakukan tidak baik oleh majikannya di Arab. Pasien juga membenci
tetangga-tetangganya di kampung karena menurut pasien, tetangganya sering
membicarakan hal-hal buruk tentang pasien. Pasien juga merasa dapat mendengar
suara tetangganya tersebut meski pasien berada di rumah. Pada pasien ini
didapatkan waham curiga dan halusinasi auditorik diagnosis skizofrenia paranoid
dapat tegak. Sedangkan skizofrenia residual adalah keadaan yang muncul pada
individu dengan gejala skizofrenia yang setelah episode skizofrenia psikotik, tidak
lagi psikotik (Khan et al., 2017).
Antipsikotik tipikal atau dikenal APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di
mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan
cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek
samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar
prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual atau peningkatan berat badan
dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan
efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur, gangguan
miksi, defekasi dan hipotensi (Maslim, 2007). APG I dapat dibagi lagi menjadi
74

potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg
diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-
obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan
apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi (Nikvarz et al., 2017).
Penatalaksanaan pada pasien adalah chlorpromazine. Chlorpromazine
merupakan obat antipsikotik tipikal yang digunakan untuk mengatasi gejala
skizofrenia. Chlorpromazine diklasifikasikan sebagai obat antipsikotik tipikal
potensi rendah. Potensi rendah bila dosisnya lebih dari 50 mg, digunakan pada
penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. Karena
potensinya dalam mengurangi gejala psikotik rendah, maka toksisitas
ekstrapiramidal dapat berkurang. Efek sedasi pada obat ini digunakan agar pasien
dapat tidur dengan nyenyak (Dudley et al., 2017).
Selain itu karena untuk mengurangi gejala membutuhkan obat terus menerus,
maka kontrol rutin adalah suatu keharusan pada pasien jiwa. Jika penggunaan obat
dihentikan tiba-tiba atau tanpa arahan dokter, maka gejala yang dikeluhkan akan
kembali. Oleh karena itu, motivasi dan edukasi untuk pasien agar pasien kontrol
rutin sangat dibutuhkan.
Keluarga Ny.G (41 tahun) adalah nuclear family yang terdiri atas 4 orang.
Pasien tinggal satu rumah bersama suami yaitu Tn. Sw (48 tahun) dan anak kedua
perempuan An. C (11 tahun). Dalam keluarga tersebut, terdapat satu orang sakit
yaitu Ny. G, usia 41 tahun dengan diagnosis Skizofrenia Residual. Suami Ny.G
bekerja sebagai petani yang berpenghasilan tidak tetap.
Dari aspek lingkungan fisik, pasien memiliki masalah karena tinggal di dalam
rumah yang kurang bersih dan kurang terawat. Sedangkan dari lingkungan non
fisik pasien memiliki masalah dengan pendidikan yang masih rendah.
Dalam pendekatan secara holistik pada aspek biologis dan klinis didapatkan
bahwa nuclear family tersebut terdiri dari Ny. G (41 tahun), Tn. Sw (48 tahun) dan
anak kedua perempuan An. C (11 tahun). Fungsi sosialisasi keluarga Ny.G dinilai
cukup. Pada awal diketahui Ny.G mengalami gangguan jiwa, Ny. G sempat
75

dipasung di rumah oleh keluarganya karena Ny.G sering mengamuk dan pergi dari
rumah. Namun setelah Ny.G rutin berobat, gejala-gejala tersebut mulai berkurang.
Pihak keluarga tidak merahasiakan penyakit Ny.G. Masyarakat di lingkungan
tempat tinggal Ny. G tidak mengucilkan pasien maupun mencibir keluarga pasien.
Masyarakat sekitar juga ikut mendukung kesembuhan Ny. G. Bentuk dukungan
yang diberikan dapat berupa dukungan emosional, misalnya rasa empati,
kepedulian dan perhatian.

Sebelum sakit, Ny. G bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun saat ini
Ny.G sudah tidak bekerja karena dari keluarga menyarankan untuk fokus dalam
pengobatan dan istirahat dengan cukup. Suami Ny. G bekerja sebagai petani. Biaya
pengobatan Ny. G menggunakan fasilitas BPJS.
Fungsi fisiologis keluarga Ny. G tergolong baik. Hal ini terlihat dari total skor
APGAR 9. Secara umum, tidak ada hambatan komunikasi pada keluarga ini.
Dilihat dari pola interaksi antar keluarga, hubungan antar anggota keluarga dalam
satu rumah secara keseluruhan harmonis.
Fungsi Patologis keluarga Ny. G terganggu pada bagian ekonomi. Fungsi
ekonomi keluarga Ny.G dapat dikatakan tidak stabil. Penghasilan keluarga Ny.G
hanya didapatkan dari suaminya yang bekerja sebagai petani dengan pendapatan
yang tidak pasti. Penghasilan yang didapat masih belum cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, pasien masih membutuhkan bantuan
keuangan dari Ayah pasien. Hal ini juga diperberat karena kondisi pasien yang
tidak bisa bekerja karena penyakitnya. Sehingga, pasien tidak dapat bekerja untuk
membantu keuangan keluarga. Selain itu, tingkat pendidikan pasien dan suaminya
yang rendah membuat pasien dan suaminya tidak dapat memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang lebih baik.
Kesadaran memeriksakan diri keluarga Ny. G ke dokter sudah cukup baik. Hal
tersebut terlihat dengan kesadaran keluarga besarnya untuk membawa Ny. G
berobat ke pelayanan kesehatan apabila mengeluhkan penyakit tertentu. Pasien
76

rajin untuk kontrol ke pelayanan kesehatan jiwa dan minum obat secara rutin.
Pengetahuan pasien akan pentingnya pengendalian dan komplikasi dari
penyakitnya baik.
Kebersihan pribadi juga dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Lingkungan
tempat tinggal kurang bersih dan kurang terawat. Beberapa ruang dalam rumah
tampak kurang tertata rapi. Tidak terdapat pagar pada bagian belakang rumah,
selain itu terdapat tempat pembuangan sampah yang cukup, namun tidak memiliki
batas seperti bak maupun penutup, karena sampah biasanya dibakar saat sudah
terkumpul. Perlu dibangun kesadaran untuk memperbaiki kebersihan pada
lingkungannya serta kesadaran untuk menjaga daya tahan tubuhnya dengan makan
teratur dan bergizi.
TAHAP V
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai kondisi Ny.G untuk
mencegah terulangnya gejala yang meresahkan keluarga dan tetangga
pasien.
b. Memberikan edukasi agar Ny.G melanjutkan pengobatan hingga keadaannya
membaik dan mencegah terjadinya episode berulang.
c. Memberikan edukasi agar Ny. G lebih meningkatkan perilaku hidup sehat,
dengan meningkatkan asupan gizi, sadar akan kebersihan, dan karakteristik
lingkungan yang sehat untuk menjaga kesehatan.
d. Puskesmas lebih aktif untuk mempromosikan kepada masyarakat mengenai
penyakit jiwa. Agar tidak timbul stigma negatif yang kemungkinan dapat
mengganggu pengobatan pasien. Selain itu agar masyarakat dapat
mengambil langkah dan sikap yang sesuai dan tidak berlebih-lebihan.
e. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik secara langsung dalam
acara khusus, maupun disisipkan dalam acara lain seperti rapat koordinasi,
posyandu, program prolanis, hingga pengajian mengenai edukasi tentang
pola hidup bersih dan sehat melalui kader, bidan, atau petugas terkait secara
berkala.
2. Preventif
a. Menjaga agar tidak terpapar pada stressor yang berlebihan.
b. Menjaga hubungan sosial baik dengan keluarga atau dengan tetangga.
c. Menjaga ibadah agar berjalan sesuai ketentuan dari setiap agama.

77
78

3. Kuratif
a. Mengkonsumsi obat secara teratur sesuai dengan dosis yang telah
ditetapkan.
b. Kontrol rutin agar gejala tidak muncul dan perlunya ada pengawasan dalam
konsumsi obat.
4. Rehabilitatif
a. Kontrol ke fasilitas kesehatan jiwa secara rutin.
b. Adanya dukungan dari keluarga dan orang terdekat pasien.
c. Makan makanan yang bergizi 3 kali sehari dapat ditambah dengan konsumsi
buah.
79

B. Flow Sheet
Nama : Ny. G
Diagnosis : F20.5 Skizofrenia residual

No Tanggal Kondisi Pasien Pemeriksaan Fisik Terapi Planning Target

1. 25 Sulit untuk Perawatan diri baik, Edukasi tentang Kontrol ke Pasien minum
Oktober memulai tidur riwayat skizofrenia pentingnya kontrol dan spesialis jiwa di obat dengan
2017 paranoid tanpa meminum obat secara RSJD Surakarta rutin.
gejala positif atau kontrol. Pemberian terapi Tidak muncul
Edukasi tentang keadaan Chlorpromazine gejala.
negatif.
yang dialami pasien.
2. 28 Sulit untuk Perawatan diri baik, Edukasi tentang Kontrol ke Pasien minum
Oktober memulai tidur riwayat skizofrenia pentingnya kontrol dan spesialis jiwa di obat dengan
2017 paranoid tanpa meminum obat secara RSJD Surakarta rutin.
gejala positif atau kontrol. Pemberian terapi Tidak muncul
Edukasi tentang keadaan Chlorpromazine
negatif. gejala.
yang dialami pasien.
3. 31 Sulit untuk Perawatan diri baik, Edukasi tentang Kontrol ke Pasien minum
Oktober memulai tidur riwayat skizofrenia pentingnya kontrol dan spesialis jiwa di obat dengan
2017 paranoid tanpa meminum obat secara RSJD Surakarta rutin.
gejala positif atau kontrol. Pemberian terapi Tidak muncul
Edukasi tentang keadaan Chlorpromazine gejala..
negatif.
yang dialami pasien.
Sumber : Data primer, Oktober 2017
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Ny. G menjalani kehidupan sehari-hari bersama suami dan anak
perempuannya. Fungsi fisiologis pasien dengan keluarganya baik dan fungsi
patologis di bidang ekonomi dan pendidikan.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Ny. G terjalin baik
3. Penyakit pada pasien Ny. G merupakan penyakit yang dapat membaik jika
rutin kontrol dan teratur munim obat.
4. Kesadaran Ny. G dan keluarganya terhadap penyakit, keteraturan minum
obat sudah baik.

B. Saran
1. Ny. G disarankan untuk meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
sekitar.
2. Keluarga harus selalu mengingatkan dan mendukung pasien untuk
meminum obat serta menjaga kesehatannya.
3. Puskesmas hendaknya meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan memaksimalkan kerjasama lintas sektor pada pasien
dengan penyakit jiwa untuk menghilangkan stigma negatif dan
meningkatkan kesadaran baik pasien maupun keluarganya bahwa pasien
masih membutuhkan terapi dan dukungan.
4. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan
untuk dapat melihat permasalahan kesehatan pasien secara lebih
komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

80
Dudley K, Liu X, De HS. Chlorpromazine dose for people with schizophrenia.
The Cochrane Collaboration. 2017;33:8-34.

Khan AY, Rachna K, George DI, Mona G. Residual symptoms of schizophrenia.


Current Psychiatry. 2017;16:35-37.

Maslim R. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ke 3. Bagian Ilmu


Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Maslim R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan


DSM-V. Cetakan 2. Bagian Ilmu Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta: PT
Nuh Jaya.

Nikvarz N, Mostafa V, Navid K. Chlorpromazine versus penfluridol for


schizophrenia. The Cochrane Collaboration. 2017;20:15-18.

Sadock BJ, Sadock VA. 2011. Kaplan and Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Lampiran 1. Foto-Foto Kegiatan FOME

81
Autoanamnesis dengan Pasien
Alloanamnesis dengan Ayah
Pasien

Ruang Keluarga Kamar Tidur Pasien

Dapur Kamar Mandi

82

Anda mungkin juga menyukai