Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki
sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Sindrom cairan
ketuban adalah sebuah gangguan langka dimana sejumlah besar cairan ketuban tiba tiba memasuki
aliran darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke dalam
sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban
seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental. yang
dapat menghambat pembuluh darah dan mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Dua tempat
utama masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang dapat robek sekalipun
pada persalinan normal. Ruptura uteri meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban. (dr. Irsjad
Bustaman, SpOG.2009)
Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan pada dinding pembuluh darah dan dapat
terjadi pada wanita tua/ usia lebih dari 30 tahun, sindrom janin mati, Multiparitas, Janin besar intrauteri,
Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban dan kontraksi uterus
yang kuat. Dua puluh lima persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam.
Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang terjadi.
Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus
yang pernah dilaporkan. Sesudah tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. Dalam
kenyataannya memang emboli cairan ketuban jarang dijumpai, namun kondisi ini dapat mengakibatkan
kematian ibu dengan cepat. Sekalipun mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian
pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat
perdarahan yang tidak terkendali. Meskipun jarang terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban terjadi pada
wanita, maka akan menyumbat aliran darah ke paru, yang bila meluas akan mengakibatkan penyumbatan
dijantung, sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara mendadak bisa terjadi. Karena wanita tersebut
akan mengalami gangguan penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi perubahan pada
membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak
adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.). Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa diantisipasi
jauh-jauh hari karena emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain, perjalanan kehamilan
dari bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di
persalinan sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya akan mengalami
kasus serupa. Begitu juga sebaliknya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui asuhan kebidanan emboli cairan ketuban
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep teori dari cairan ketuban dan emboli cairan ketuban
b. Mahasiswa mengetahui WOC emboli cairan ketuban
c. Mahasiswa mengetahui pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan emboli cairan ketuban
d. Mahasiswa mengetahui diagnosa dan intervensi yang muncul pada emboli cairan ketuban berdasarkan
NANDA, NIC NOC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
2.1.1 Cairan Ketuban
Merupakan semacam cairan yang memenuhi seluruh rahim dan memiliki berbagai fungsi
untuk menjaga janin. Di antaranya, memungkinkan janin dapat bergerak dan tumbuh bebas ke segala arah,
melindungi terhadap benturan dari luar, barier terhadap kuman dari luar tubuh ibu, dan menjaga
kestabilan suhu tubuh janin. Ia juga membantu proses persalinan dengan membuka jalan lahir saat
persalinan berlangsung maupun sebagai alat bantu diagnostik dokter pada pemeriksaan amniosentesis. Air
ketuban mulai terbentuk pada usia kehamilan 4 minggu dan berasal dari sel darah ibu. Namun sejak usia
kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkan air seni. Sehingga terhitung sejak
pertengahan usia kehamilan, air ketuban sebagian besar terbentuk dari air seni janin.Pada kehamilan
normal, saat cukup bulan, air ketuban jumlahnya sekitar 1.000 cc.

2.1.2 Emboli Cairan Ketuban


Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki
sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima
persen wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang
dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan
post partum atau edema pulmoner akut. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya
cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical ( yang dapat terobek
sekalipun pada persalinan normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra uteri meningkat kemungkinan
masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini
mendahului atau bersamaan dengan episode emboli.

2.2 Etiologi
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba tiba tanpa diduga pada wanita yang proses persalinanya sulit
atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut
dengan janin yang amat besar , mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
b. Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh
darah.
c. Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah dan
memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan
mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan
akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat menyebabkan
iskemik bahkan kematian mendadak.
d. Menconium dalam cairan ketuban
e. Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini juga
menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk
ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia,
dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.
f. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi
ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.

2.3 Fisiologi
Ketuban (Amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau ke-8
perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion, berkembang menjadi sebuah
kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara
bertahap menekan mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.

Gambar 1. Kantung amnion pada hari ke-10 ditampakkan pada gambar sebelah kiri dan di sebelah kanan merupakan
kantung amnion pada hari ke-12 yang selanjutnya akan tumbuh menekan mudigah dikutip dari
Cunningham1

Cairan ketuban (amnion) pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material
sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml
dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20
minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi
dibandingkan dengan janin sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada
setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel
selaput amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin
dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas,
ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan
200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran
sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan
menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esophagus,
atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion

2.4 Patofisiologi
Pathophysiology dari EAK yang kurang dipahami. Berdasarkan deskripsi awal, ia berteori bahwa
cairan ketuban dan sel-sel janin memasuki sirkulasi ibu, mungkin memicu reaksi anafilaksis terhadap
antigen janin. Namun, bahan janin tidak selalu ditemukan dalam sirkulasi ibu pada pasien dengan EAK,
dan materi berasal dari janin yang sering ditemukan pada wanita yang tidak mengembangkan EAK.
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena
endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian
bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena)
terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta
komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk
sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban
tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama
kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme
arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan
curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan
pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase
perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler
Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup
dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan.
Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel
gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki
sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Cara masuknya cairan
ketuban Dua tempat utama masuknya cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena
endocervical (yang dapat terobek sekalipun pada persalinan normal) dan daerah utero plasenta.Ruputra
uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta merupakan peristiwa yang
sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau bersamaan dengan episode emboli. Etiologinya Kematian
janin intrauteri, Janin besar intrauteri, Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun. Insidensi yang tinggi
kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban, Kontraksi uterus yang kuat.
Ketika emboli cairan ketuban terjadi, maka akan terjadi penyumbatan aliran darah ibu, lama-
kelamaan akan mengalami penumbatan diparu, bila meluas akan terjadi penyumbatan aliran darah ke
jantung, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan di jantung, dan dapat menyebabkan kematian,
terutama pada wanita yang sudah tua.
Perdarahan juga bisa terjadi, akibat emboli cairan ketuban, sehingga pasien akan mengalami
kekurangan volume cairan akibat perdarahan, jika tidak diatasi segera, pasien dapat mengalami syok.

3.2 Saran
Dengan makalah ini penulis berharap, mahasiswa dapat memahami konsep teori beserta asuhan
keperawatan emboli cairan ketuban, meskipun emboli cairan ketuban jarang ditemukan, namun sebagai
tim medis harus tetap waspada akan terjadinya emboli cairan ketuban, sehingga secara tidak langsung
dapat mengurango mortalitas ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Widjanarko, 2009.Emboli-air-ketuban http://reproduksiumj.blogspot.com

Midwiferyeducator, 2010. Emboli-Cairan-Amnion-Ecahttp://Midwiferyeducator.Wordpress.Com

http://fkunhas.com/emboli-air-ketuban-eak-20100619156.html

Aini, 2011. emboli-cairan-ketuban. http://ainicahayamata.wordpress.com

Emir Fakhrudin, 2009. fisiologi-dan-patologi-cairan-amnionhttp://www.emir-fakhrudin.com


Dr. Fredrico Patria, SpOG

(Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSIA Permata Cibubur)

Emboli air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke


dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen disini ialah unsur-unsur yang
terdapat di air ketuban, seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan
lemak janin, dan musin/cairan kental.

Secara keseluruhan, insiden berkisar antara 1 dalam 8000 sampai 1 dalam 80000
kehamilan. Di Amerika, emboli air ketuban menempati 10 persen dari penyebab
kematian ibu, sedangkan di Inggris, persentasenya berkisar 16 persen. Sebagian
besar penderita emboli air ketuban yang selamat, menderita gangguan neurologis.

Emboli air ketuban dapat terjadi saat persalinan, baik normal maupun melalui
operasi Caesar. Pada saat persalinan, terdapat risiko untuk terjadinya emboli air
ketuban karena banyak pembuluh darah balik yang terbuka, yang memungkinkan air
ketuban masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyumbat pembuluh darah balik.

Beberapa faktor risiko dalam emboli air ketuban adalah :

1. Meningkatnya usia ibu


2. Multiparitas (banyak anak)
3. Adanya mekoneum
4. Laserasi serviks
5. Kematian janin dalam kandungan
6. Kontraksi yang terlalu kuat
7. Persalinan singkat
8. Plasenta akreta
9. Air ketuban yang banyak
10. Robeknya rahim
11. Adanya riwayat alergi atau atopi pada ibu
12. Adanya infeksi pada selaput ketuban
13. Bayi besar

Meskipun demikian, para ahli berpendapat bahwa kondisi emboli air ketuban tidak
dapat dihindarkan.

Pada saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama
vena) terbuka. Akibat tekanan tinggi karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban
beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah.
Selanjutnya air ketuban dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu. Jika
sumbatan di paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah jantung.
Akibatnya timbul gangguan pada jantung dan paru-paru.

Cotton pada tahun 1996, mengemukakan teori untuk menjelaskan kerusakan yang
terjadi dalam kasus emboli air ketuban. Secara patofisiologis, terjadi dua fase :
Fase pertama : air ketuban beserta komponennya memasuki sirkulasi darah -> adanya mediator biokimiawi yang
dikeluarkan oleh tubuh -> terjadi vasospasme arteri paru-paru -> terjadi hipertensi pembuluh darah dari paru ->
kenaikan tekanan ventrikel kanan -> terjadi hipoksia -> adanya kerusakan otot jantung dan paru-paru -> gagal
jantung kiri -> terjadi kegagalan pernafasan
Fase kedua : adanya mediator biokimiawi -> gangguan pembekuan darah
(DIC) -> fase perdarahan yang ditandai dengan perdarahan dan hilangnya
kontraksi rahim

Gejala klinis :

Gangguan pernapasan
Cyanosis atau kebiruan
Gangguan aliran darah, atau syok
Perdarahan
Koma

Lebih dari 50 persen pasien dengan emboli air ketuban mengalami kematian dalam
1 jam pertama, dan 50 persen pasien yang selamat akan mengalami gangguan
pembekuan darah (DIC) yang timbul sebagai perdarahan dari rahim atau dari luka
operasi. Proses emboli air ketuban bisa berlangsung sangat cepat. Pada umumnya
dalam 1 jam sesudah melahirkan, nyawa ibu yang mengalami emboli air ketuban
tidak lagi bisa tertolong. Apalagi muncul secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya
dan proses berlangsung dengan cepat. Pada ibu bersalin kasus emboli air ketuban
kematiannya mencapai 86%.

Terapi yang diberikan biasanya hanya berupa terapi suportif, sesuai dengan gejala
yang timbul

Pada gejala sesak nafas, ibu diberi oksigen atau dimasukan ke dalam alat bantu nafas, bila sumbatan yang terjadi
sedikit, gejala sesak napas dapat menghilang
Pada gangguan yang berupa pembekuan darah atau ibu mengalami
perdarahan hebat, yang dapat dilakukan transfusi darah

Kasus emboli air ketuban sulit dicegah, tidak dapat diprediksi. Diagnosis pasti
didapat dengan otopsi. Dimana terlihat komponen air ketuban tersebar di pembuluh
darah paru.Diagnosis yang bisa ditegakkan adalah diagnosis klinis dimana dokter
akan mengamati gejala klinis si ibu, apakah ia mengalami sesak nafas, wajah
kebiruan, terjadi gangguan sirkulasi jantung, tensi darah turun mendadak, bahkan
sampai jantung berhenti atau gangguan perdarahan.

Risiko emboli air ketuban tidak dapat diantisipasi jauh-jauh hari karena emboli air
ketuban paling sering terjadi saat persalinan, perjalanan kehamilan yang lancar tidak
menjamin seorang ibu aman dari ancaman emboli air ketuban
Emboli air ketuban
I. Pengertian
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi
darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan shock. Dua puluh lima persen wanita
yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai.
Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis yang dibuat adalah shock obastetrik, perdarahan post
partum atau edema pulmoner akut.
II. Etiologi
Faktor predisposisi
1. Multiparitas
2. Usia lebih dari 30 tahun
3. Janin besar intrauteri
4. Kematian janin intrauteri
5. Menconium dalam cairan ketuban
6. Kontraksi uterus yang kuat
7. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
III. Patofisiologi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena
endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian
bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena)
terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta
komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk
sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang
mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban
tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama
kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme
arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan
curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan
pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase
perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation Intaravakuler
Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup
dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan.
Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel
gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler.
IV. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan ketuban:
1. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik pada saat pengukuran ( Hipotensi )
2. Dyspnea
3. Batuk
4. Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari hipoksia.
5. Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung janin dapat turun hingga kurang dari
110 denyut per menit (dpm). Jika penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah
Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit mungkin menunjukkan Bradycardia
terminal.
6. Pulmonary edema.
7. Cardiac arrest.
8. Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang berlebihan setelah
melahirkan.Kegagalan rahim untuk menjadi perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.
9. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
V. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gas darah arteri : pO2 biasanya menurun.
2. Tekanan vena sentralis dapat meningkat, normal, atau subnormal tergantung pada kuantitas hilangnya
darah. Darah vena sentralis dapat mengandung debris selular cairan amninon.
3. Gambaran koagulasi ( fibrinogen, hitung jumlah trombosit, massa protrombin, produk pecahan fibrin. Dan
massa trombo[lastin parsial ) biasanya abnormal , menunjukkan DIC.
4. EKG dapat memperlihatkan regangan jantung kanan akut.
5. Keluaran urin dapat menurun, menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat.
6. Foto toraks biasanya tidak diagnostic tapi dapat menunjukkan infiltrate. Scan paru dapat memperlihatkan
defek perfusi yang sesuai dengan proses emboli paru.
VI. Penatalaksanaan
1. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri
, defek koagulasi ).
2. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan .
3. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri.
4. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
5. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan.
6. Amniofilin ( 250 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme ..
7. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan
kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik
kira kira 100 mmHg.
8. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
9. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan.
10. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit.
12. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen.
13. Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan
pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah.
14. Digitalis berhasiat kalau terdapat kegagalan jantung.
VII. Komplikasi
1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan.
2. Ganguan pembekuan darah.
VIII. Prognosis
Sekalipun nortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita
meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali.
Mortalitas feral tinggi dan 50% kematian terjadi inutera

Anda mungkin juga menyukai