Anda di halaman 1dari 11

GEOLOGI REGIONAL PARE PARE - PINRANG (SUL-SEL)

Geomorfologi Regional.

Kenampakan bentang alam di daerah Pinrang umumnya merupakan daerah pantai serta
pegunungan dan perbukitan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan sebagian lagi
nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karekteristik masing-masing batuannya,
pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya
menghasilkan kenampakkan bentang alam

seperti yang nampak sekarang ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengelompokkan satuan morfologi daerah Pinrang dapat
dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi
yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang. Berdasarkan atas
kenampakan relief dan ketinggiannya, maka

daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan morfologi yaitu :

1. Satuan Morfologi Berelief Sedang

2. Satuan Morfologi Berelief Rendah.

II.1.1 Satuan Morfologi Berelief Sedang

Satuan ini terletak di bagian selatan yang meliputi seperempat bagian dari daerah penelitian
dengan ketinggian antara 100 meter sampai 375 meter. Satuan ini berupa rangkaian perbukitan
yang agak rapat dimana puncak-puncaknya relatif runcing yang terdiri dari Bukit Batu, Bukit
Tolong dan Bukit Lakaliki. Secara umum batuan penyusun dari satuan morfologi ini adalah
batuan yang relatif resisten terhadap pelapukan yakni satuan breksi vulkanik.

Bukit batu terletak di sebelah Utara yang memanjang dari Utara ke Selatan dengan ketinggian
puncak 126 meter, dimana kemiringan lereng di bagian Selatan antara 30o 60o, sedangkan di
bagian Utara kemiringan lereng antara 10o 25o. Oleh karena perbukitan tersebut melandai ke
Utara, sedangkan lereng pada sebelah Selatan merupakan suatu tebing, maka perbukitan tersebut
adalah suatu puncak Questa.

Bukit Tolong terletak di sebelah Selatan Yang memanjang dari Timur Luat

Barat Daya dengan ketinggian puncak 285 meter, sedang kemiringan lereng di bagian Barat yaitu
antara 15o 30o, dan kemiringan lereng di bagian Timur antara 45o 80oke arah Timur. Oleh
karena perbukitan tersebut melandai ke arah Barat sedangkan lereng di sebelah Timur
merupakan suatu tebing yang curam, maka perbukitan
tersebut adalah suatu puncak Questa.

Satuan Morfologi Berelief Rendah

Satuan ini meliputi tiga perempat dari daerah penelitian yang terletak sebagian diantara Bukit
Tolong dan Bukit Lakaliki yakni mulai dari Kampung Mangimpuru di bagian Selatan sampai ke
bagian Utara Desa Lapede. Daerah ini merupakan perbukitan yang renggang dengan puncak-
puncaknya sudah membulat, dimana terdapat dua puncak yang dikenal antara lain Bukit
Lemabang (67 meter), dan Bukit Sikarangtuluwe (86 meter), dengan kemiringan antara 5o 10o.

Penyebaran lain dari satuan morfologi ini adalah terletak di bagian Barat yang dimulai dari Desa
Baru 2 sampai Desa Banrong, dan sepanjang garis pantai dimana pada umumnya disusun oleh
satuan Alluvial dan satuan Tufa. Di bagian Barat dari kota Pare-Pare dijumpai teluk Pare-Pare
yang mempunyai kedalaman antara 5 70 meter.

Stratigrafi Regional

Menurut RAB SUKAMTO (1982), dalam stratigrafi lembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat, dimana sebagai batuan tertua adalah batuan Ultrabasa yang umurnya belum diketahui,
sedangkan hasil penarikan radiometri pada batuan Sekis yakni 111 juta tahun atau Kapur Akhir.
Batuan tua ini tertindih secara tidak selaras oleh formasi Balangbaru berupa
endapan flysch dengan ketebalan lebih dari 2000 meter dan berumur Kapur Akhir. Batuan
gunungapi Paleosen yang diendapkan pada lingkungan laut menindih tidak selaras
endapan flysch. Sedangkan batuan gunung api tertindih tidak selaras oleh Formasi Mallawa dan
berangsur beralih ke endapan karbonat dari Formasi Tonasa yang berumur Eosen Miosen
Tengah secara menerus dengan ketebalan 3000 meter. Formasi Camba secara tidak selaras
menindih Formasi Tonasa dengan ketebalan sekitar 5000 meter dan berumur Miosen Tengah
Pliosen. Bagian atas Formasi Camba berhubungan menjemari dengan Formasi Walanae yang
tebalnya sekitar 4500 meter dan berumur Miosen Akhir Pliosen Awal.

Formasi Walanae disusun oleh batuan Sedimen beumur Miosen Pliosen dan penyebarannya
cukup luas, sedangkan di bagian Barat lebih banyak tersingkap batuan asal gunungapi dan batuan
setempat dijumpai batuan Beku terobosan dan batuan Metamorf.

Dan dibeberapa tempat telah mengalami gerakan-gerakan tektonik komplek. Hal ini dibuktikan
dengan adanya banyak sesar dengan arah yang tidak beraturan, seperti yang terdapat di daerah
Bantimala sebelah Timur Pangkajene.

Dalam tulisan SARTONO dan ASTADIREDJA (1981), yang telah mengadakan penelitian
tentang Geologi Kwarter Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa Formasi Walanae yang tersusun
atas Lempung dan selang-seling Batugamping Pasiran yang mengandung fosil Mollusca dan
Foraminifera kecil yang menunjukkan umur Miosen Akhir. Formasi Walanae tertindih tidak
selaras oleh Formasi Berru yang terdiri dari Batupasir selang-seling lapisan Lempung dan
Konglomerat di bagian atasnya.

Formasi Berru mengandung fosil Gastropoda, Pelecypoda dan Foraminifera kecil yang
menunjukkan umur Pliosen Akhir. Sedangkan di beberapa tempat dijumpai Batugamping
berwarna putih, kadang-kadang dijumpai struktur bioturbasi. Kandungan fosil yang dijumpai
pada Batugamping ini yakni Foraminifera kecil yang menunjukkan umur Plestosen Bawah.

Di atas Batugamping terdapat satuan kerakal yang terdiri dari berbagai batuan seperti Rijang,
Kuarsit, Batuan Malihan, Fosil Kayu, Oksida Besi dan sedikit Batuan Beku, dimana bentuk
komponennya membulat. Satuan kerakal polemik (batuan yang memiliki atau mengandung
banyak fragmen batuan lain dengan sifat fisik yang berbeda-beda ) bersifat tidak padu dan makin
ke atas ukurannya semakin halus, dimana kerakal polemik ini diduga merupakan endapan fluvial
yang mengalami penorehan sungai Walanae purba. Endapan Aluvium berupa Lempung, Pasir,
Lanau dan Kerakal berasal dari batuan yang telah mengalami denudasi.

Stratigrafi Lokal

Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas ciri-ciri batuan yang dapat diamati di
lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan, urutan litologi yang menerus
dan dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000.

Dengan dasar penyatuan tersebut di atas maka stratigrafi daerah penelitian yang dipetakan, dapat
disusun menjadi 5 (lima) satuan batuan yakni :

1. Satuan Aluvial

2. Satuan Breksi Vulkanik

3. Satuan Batugamping

4. Satuan Batuan Beku

5. Satuan Tufa

Empat dari kelima satuan batuan tersebut di atas dapat ditentukan umurnya dengan pertolongan
fosil foraminifera planktonik. Pembahasan dari masing-masing satuan batuan dimulai dari yang
tua sampai yang muda.

1. Satuan Tufa

Susunan batuan yang dijumpai pada satuan ini ternyata tufa merupakan anggota litologi yang
paling dominan, sehingga dinamakan satuan tufa. Satuan dinamakan Satuan Tufa. Satuan Tufa
terletak di sebelah utara daerah penelitian dan menempati hampir tiga perempat bagian yaitu
pada daerah dengan morfologi yang berelief rendah. Satuan batuan ini diperkirakan memiliki
tebal sekitar 800 meter berdasarkan pada penampang A B.

Satuan batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna abu-abu kecoklatan, tingkat
pelapukan sedang sampai lanjut, dimana perkembangan litologi secra vertikal diawali
dengan lempung tufaan dan napal, dan dibagian tengah terdiri dari tufa kasar, sedangkan pada
bagian atas terdiri dari tufa halus.

Lempung tufaan yang tersingkap pada daerah penelitian (Desa Tanahmailiye), memperlihatkan
perlapisan yang baik dengan ketebalan antara 0.5 1.5 meter, kemiringan perlapisan berkisar
120 - 140. Adapun struktur sedimen yang dijumpai berupa struktur laminasi sejajar. Ketebalan
batuan yang tersingkap yaitu mencapai 12 meter, dengan arah perlapisan N 1530 / 120 E.

Berdasarkan hasil analisa petrografis, batuan ini berupa lempung tufaan, tekstur klastik halus
dengan ukuran mineral sekitar 0.003 mm, dengan kandungan mineral terdiri dari mineral
lempung 80 %, gelas vulkanik 15 % dan cangkang fosil 5 %. Cangkang fosil yang dijumpai
dalam sayatan tipis tidak dapat ditentukan spesiesnya karena ukurannya terlalu kecil.

Dari hasil analisa paleontologis, pada batuan ini ternyata mengandung fosil foraminifera kecil
jenis planktonik dan bentonik dalam jumlah yang tidak banyak. Species-species foraminifera
planktonik yaitu
berupa Globigerinoides sacculiferBRADY, Globigerinoides trilobus REUSS, Globoquadrina ven
ezuelana HEDBERG,Globorotalia obesa BOLLI. Dan yang berupa fosil foraminifera bentonik
yang dijumpai yaitu Bolivina sp, Bullimina sp dan Uvigerina sp.

Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut diatas menurut Natland, 1933,
mencirikan lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona

IV dengan kedalaman antara 300 1000 meter dan temperatur 5 80C.

Secara menerus di atas lempung tufaan terdapat Napal, yang tersingkap di daerah Tanahmailiye.
Warna segar abu-abu, warna lapuk kehitaman, memperlihatkan perlapisan yang baik dengan
ketebalan antara 0.2 0.5 meter, kemiringan perlapisan batuan antara 120 140. Berdasarkan
hasil pengukuran diperoleh ketebalan dari batuan mencapai 3 meter, dengan arah N 1560E / 120.

Dari hasil pengamatan petrografis memperlihatkan tekstur klastik, dengan ukuran mineral lebih
kecil dari 0,05 mm. Kandungan mineral terdiri dari Klasit 60 %, mineral Lempung 40 %.
Mineral Kalsit sebagian tersusun oleh cangkang fosil dari jenis Foraminifera kecil, dimana
spesies dari jenis foraminifera ini tidak dapat ditentukan sebab ukurannya terlalu kecil.

Sedangkan dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini mengandung fosil foraminifera kecil
dari jenis planktonik dan bentonik. Adapun fosil planktoniknya antara
lain Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY, Hastigerinaaequilater
alis BRADY, Orbulina universa DORBIGNY. Sedangkan untuk kandungan fosil bentoniknya
yang dijumpai antara lain Bulimina sp, Uvigerina sp dan Bolivina sp. Berdasarkan atas
kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut, maka menurut Natland 1933, mencirikan
lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona IV dengan kedalaman antara 300 1000
meter dan temperatur antara 50 - 80C.

Pada bagian atas dari batuan napal ini dijumpai sisipan Batupasir dengan kenampakan lapangan
berwarna abu-abu keputihan, berbutir halus sampai sedang. Umumnya berlapis dengan ketebalan
perlapisan antara 10 15 cm. Berdasarkan hasil

pengukuran di desa Tanahmailiye batuan ini memiliki ketebalan 40 60 cm.

Pengamatan petrografis pada Batupasir berupa lithic graywacke, memperlihatkan tekstur


klastik, dengan ukuran mineral antara 0,2 - 1 mm. Kandungan mineral terdiri dari fragmen
batuan 60 %, Plagioklas jenis Andesin (An 46) 20 %, mineral bijih 10 % dan mineral Lempung
10 %.

Secara menerus di atas sisipan batupasir dijumpai Tufa kasar, yang tersingkap di desa
Tanahmailiye, kota Pare-pare dan Cappagalung. Arah umum dari perlapisannya N 3300E / 80 dan
N 3400E / 120, dengan kenampakan lapangan berwarna segar kuning keputihan dan warna lapuk
kecoklatan, ukuran butir pasir kasar sampai halus. Kadang dijumpai adanya struktur laminasi
sejajar, dengan ketebalan perlapisan antara 0.5 2 meter. Berdasarkan pengukuran yang
dilakukan di Kampung Mandar, ketebalan batuan ini mencapai 125 meter.

Dari hasil pengamatan petrografis batuan ini berupa crystal vitric tuff, memperlihatkan tekstur
klastik. Kandungan mineral terdiri dari gelas vulkanik 40 %, Plagioklas jenis Andesin (An 42) 35
%, Hornblende 13 %, Augit 8 % dan mineral bijih 4 %.

Kemudian secara menerus di atas tufa kasar dijumpai Tufa halus, yang tersingkap di pinggir
jalan Lapede. Batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar kuning keputihan dan
warna lapuk kecoklatan, ukuran butir kurang dari 0.5 mm, dengan ketebalan perlapisan antara
0.2 0.6 meter.

Hasil pengamatan petrografis berupa Tufa gelas, memperlihatkan tekstur klastik, dengan ukuran
mineral lebih kecil dari 0,1 mm. Kandungan mineral terdiri dari gelas vulkanik 80 90 %,
Plagioklas 7 %, Piroksin 2 5 %, mineral Lempung 4 % dan mineral kedap cahaya 1 3 %.
Plagioklas dan Piroksin, sulit untuk ditentukan jenisnya, karena ukurannya yang sangat kecil.

Dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini terdapat foraminifera kecil jenis planktonik dan
bentonik. Species foraminifera planktonik yang dijumpai antara lain
: Globorotalia menardii DORBIGNY, Globorotalia dutertei DORBIGNY,Globigerina bulloides
DORBIGNY, Globorotalia calida PARKER, Sphaerodinellasubdehiscens BLOW,
Orbulina universa DORBIGNY, Globigerinoides trilobus
REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides obliquus BOLLI,Globoquadrina v
enezuelana HEDBERG, Globoquadrina altispira JARVIS &
CUSHMAN, Hastigerina aequilateralis BRADY. Dan lainnya. Sedangkan spesies untuk
foraminifera jenis bentonik antara
lain Bullimina buchiana, Bolovina stritulaCUSHMAN dan Uvigerina sp.

Berdasarkan atas kandungan fosil bentonik maka sesuai dengan klasifikasi Natland, 1933, maka
batuan tersebut terendapkan pada lingkungan pengendapan laut zona IV dengan kedalaman 300
1000 meter dan temperatur antara 50 80C.

Berdasarkan atas uraian-uraian litologi telah diinterpretasikan lingkungan pengendapan dari tiap-
tiap anggota litologi, maka dapat disimpulkan bahwa satuan tufa terendapkan pada lingkungan
laut tenang dan terbuka pada kedalaman 300 1000 meter, dengan kisaran temperatur antara 50 -
80 C. Dan secara integral dapat disimpulkan bahwa satuan Tufa diendapkan pada laut dalam
dengan susunan pengendapan sama cepat dengan penurunan dasar cekungan.

Adapun umur dari satuan tufa ditentukan berdasarkan kisaran hidup spesies-spesies yang
diendapkan pada contoh batuan 63-a, 63-b, 58 dan contoh batuan 1, kemudian dibandingkan
dengan kisaran hidup menurut Postuma (1971) dan Blow (1969). Umur batas bawah satuan ini
ditentukan dengan awal pemunculan dariHastigerina aequilateralis BRADY, yang didapat pada
bagian bawah dari satuan ini. Sedangkan batas atas ditentukan dengan
punahnya Globorotalia obesa BOLLI dan awal pemunculan
dari Globorotalia dutertrei DORBIGNY.

Berdasarkan atas hal-hal yang dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa umur satuan ini
adalah antara zona Globorotalia siakensis bagian bawah sampai zona Globorotalia dutertrei,
(N.14 N.18), atau dapat disetarakan dengan Kala Miosen Tengah bagian atas sampai Kala
Pliosen Bawah.

Hubungan antara satuan tufa dengan satuan dibawahnya tidak diketahui sebab tidak tersingkap /
dijumpai di daerah penelitian. Setelah melihat persamaan litologi dan penyebaran geografis yang
sangat dekat dengan formasi Walanae dapat dikorelasikan. Jadi dalam kerangka stratigrafi
regional, satuan tufa mempunyai nilai kesebandingan dengan formasi Walanae.

2. Satuan Batuan Beku Andesitik

Satuan batuan beku Andesitik merupakan batuan intrusi dalam bentuk gang, dimana batuan yang
terintrusi adalah satuan tufa. Satuan batuan ini dijumpai di daerah Tanjung Torang disebelah
Utara Lumpus. Sedang kontak intrusi dijumpai di tepi jalan Kampung Lemoe.

Secara umum satuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar abu-abu kehitaman,
dengan warna lapuk kehitaman, tekstur porphiroafanitik dan strukturnya massive.

Hasil pengamatan secara petrografis, berupa batuan beku Andesit, tekstur porfiritik. Kandungan
mineral terdiri dari Plagioklas jenis Andesin (An 45) 70 80 %, Augit 5 7 %, Biotit 8 10 %,
Hornblende 2 3 %, Feldsfar 10 15 % sebagai massa dasar dan sulit untuk menetukan
jenisnya. Pada umumnya bentuk dari mineral-mineralnya euhedral dan subhedral, sedangkan
massa dasarnya berupa mikrolit-mikrolit. Kehadiran Augit dan Hornblende hanya sebagai
mineral tambahan.

Umur dari satuan ini diperkirakan Pliosen Bawah yakni setelah terbentuknya satuan batuan tufa,
dimana kontak intrusi dari kedua satuan ini dijumpai di kampung Lemoe dan yang diterobos
hanya satuan tufa.

3. Satuan Batugamping

Satuan batugamping ditemukan tersingkap pada daerah Ujunglero bagian Utara, dan menempati
daerah yang morfologinya berelief rendah. Berdasarkan pengukuran disebelah Selatan Desa
Tanahmailiye, maka dapat diketahui bahwa tebal dari satuan ini adalah 75 80 meter, dengan
arah umum N 1560E / 120.

Secara umum batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar kuning-kuning
keputihan, warna lapuk kecoklatan, dengan ketebalan perlapisan 0.5 1 meter.

Berdasarkan pengamatan petrografis berupa kalkarenit, memperlihatkan tekstur klastik, dengan


ukuran mineral lebih kecil dari 1,5 mm. Kandungan mineral terdiri dari kalsit 80%, mineral
Lempung 10%, kuarsa 2 % dan mineral bijih 3 %. Kalsit terlihat sebagai fragmen dan sebagian
sebagai penyusun test foraminifera yang telah rusak, bentuk mineralnya membulat tanggung,
sedang mineral lempung penyebarannya tidak merata.

Pengamatan secara Paleontologi pada satuan batuan ini dijumpai fosil foraminfera kecil jenis
plaktonik dan bentonik. Spesies foraminifera planktonik yang ditemukan antara lain
: Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides fistulosus SCHUBERT, Globigerinoides rub
er DORBIGNY, Globigerinoides conglobatus
BRADY, Globorotaliadutertei DOEBIGNY, Globorotalia tosaensis TAKANAYAGI &
SAITO, Globorotaliatumida BRADY, Sphaerodinella dehiscens PARKER &
JONES, Orbulina universaDORBIGNY, dan Pulleniatina obliquiloqulata PARKER & JONES.
Sedangkan untuk fosil bentonik antara
lain Elphidium sp, Eponides sp, Cibicides sp, Nodosaria sp, Buliminasp, dan Robulus sp.
Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut, maka berdasarkan klasifikasi
Natland 1933, batuan ini terendapkan pada lingkungan pengendapan laut zona II dengan
kedalaman 15 90 meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.

Pada uraian litologi di atas, maka dapat disimpulkan secara keseluruhan batugamping
terendapkan pada lingkungan pengendapan zona II pada laut terbuka dengan kedalaman 15 - 90
meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.
Umur dari satuan batuan ini ditentukan berdasarkan kisran hidup spesies-spesies foraminifera
planktonik yang dijumpai, kemudian dibandingkan dengan daftar kisaran hidup pada zonasi dari
Postuma (1971) dan Blow (1969). Umur batas bawah dari satuan ini ditentukan dengan
terdapatnya Globigerinoides ruber DORBIGNY, Globorotaliatumida BRADY,
dan Globorotalia dutertrei DORBIGNY. Sedangkan umur batas atas ditentukan berdasarkan
punahnya Globoquadrina altispira CUSHMAN & JARVIS, dan awal pemunculan
dari Globorotalia tosaenssis TAKANAYAGI & SAITO.

Berdasarkan atas hal yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa umur dari
satuan batugamping adalah antara zona Globorotalia margaritae bagian Bawah dengan
Zona Globorotalia tosaensis pada bagian atas, (N.18 N.21), atau dapat disetarakan dengan Kala
Pliosen Bawah sampai Kala Pliosen Atas.

Hubungan antara satuan batugamping dengan satuan tufa yang berada dibawahnya, tidak
dijumpai adanya ketidak selarasan. Pada kontak antara kedua satuan ini terlihat adanya
perselingan batugamping dengan tufa, menunjukkan hubungan satuan batuan selaras.

4. Satuan Breksi Vulkanik

Satuan Breksi vulkanik ditemukan tersingkap hampir seperempat bagian pada daerah penelitian
yakni berada di bagian Selatan daerah penelitian dan menempati daerah yang morfologinya
berelief sedang serta merupakan litologi penyusun pada daerah perbukitan. Berdasarkan
penampang geologi D E, maka tebal satuan ini antara 275 375 meter.

Secara umum satuan ini memilki kenampakan lapangan berwarna segar abu-abu kehitaman
dengan tingkat pelapukan sedang dengan hasil pelapukan berwarna coklat kehitaman. Bentuk
fragmen angular dengan ukuran rata-rata antara 2 20 cm, kadang-kadang dijumpai fragmen
yang berukuran sampai 40 cm, sedangkan matriksnya berupa tufa yang berwarna kuning
keputihan dan berukuran pasir. Perkembangan litologi secara vertikal dan horizontal relatif
konstan.

Pengamatan petrografis pada fragmen berupa andesit, memperlihatkan tekstur porfiritik.


Kandungan mineral terdiri dari Plagioklas 70 80 %, Piroksin 3 8 %, Hornblende 2 5 %,
Feldsfar 15 20 % dan mineral bijih 2 4 %. Pada umumnya bentuk mineral uhedraldan
subhedral. Mineral utamanya adalah plagioklas jenis Andesin (An 40 An 42), massa dasar
berupa mikrolit-mikrolit feldsfar, sedangkan kehadiran Augit dan Hornblende sebagai mineral
tambahan.

Pengamatan petrografis pada matrik berupa lithic crystal tuff, memperlihatkan tekstur klastik.
Kandungan mineral terdiri dari fragmen batuan 40 -60 %, Plagioklas jenis Andesin (An 44) 25
30 %, gelas vulkanik 10 20 %, mineral bijih 5 % dan mineral Lempung 7 %.
Adapun umur dari satuan breksi vulkanik ini diperkirakan berumur Plistosen berdasarkan data-
data yang dijumpai di lapangan, dimana hubungan antara satuan batuan ini dengan satuan batuan
batugamping di bawahnya tidak selaras.

Lingkungan pengendapan dari satuan breksi vulkanik dimana tidak dijumpai fosil foraminifera
bentonik sebagai penciri lingkungan pengendapan, namun berdasarkan sifat fisik yang diperoleh
di lapangan menunjukkan sortasi jelek, pemilahan buruk dan tidak kompak, bentuk fragmen
menyudut dan dijumpai adanya fosil kayu, sehingga disimpulkan bahwa lingkungan
pengendapan satuan breksi vulkanik adalah lingkungan darat.

Dengan melihat persamaan litologi dan penyebaran geografisnya yang sangat dekat dengan
lokasi tipe, ternyata satuan breksi vullkanik dapat dikorelasikan dengan gunungapi Pare-Pare,
dimana terendapkan pada lingkungan darat. Jadi dalam hubungan stratigrafi regional, satuan
breksi vulkanik sama dengan satuan batuan gunungapi Pare-Pare yang berumur Plistosen (RAB
SUKAMTO, 1982).

5. Satuan Alluvial

Penamaan satuan ini didasarkan atas waktu terbentuknya yakni pada zaman Alluvium. Di daerah
penelitian satuan ini terdiri dari endapan pantai dan endapan sungai. Secara umum satuan ini
disusun oleh gravel, pasir dan lempung, berwarna kecoklatan sampai kelabu dan merupakan hasil
pelapukan batuan di sekitarnya yang diangkut dengan media air ke tempat yang lebih rendah.

Gravel yang dijumpai berupa pecahan-pecahan batuan beku, juga dijumpai rombakan-rombakan
batuan sedimen lainnya, kadangkadang berbentuk membulat, oval, yang mencirikan adanya
proses transportasi air. Satuan ini terletak tidak selaras dengan batuan yang ada di bawahnya.
Kontak ketidakselarasan dapat dijumpai pada tebing-tebing sungai berupa ketidak selarasan
menyudut.

Secara umum litologi penyusun dari satuan ini berupa fragmen-fragmen batuan beku andesit
yang berukuran kerikil sampai bongkah. Satuan ini belum mengalami sedimentasi dan litifikasi
dan kompaksi, dengan demikian disimpulkan bahwa batuan ini merupakan endapan sungai
muda. Penyebaran satuan ini umumnya di daerah pantai, dengan ketebalan antara 1.5 2.5
meter.

Sedangkan endapan pantai yang dijumpai berupa material-material lepas yang terdiri dari
lempung, pasir dan cangkang-cangkang binatang laut.

struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa struktur sesar dari jenis sesar
geser, dalam hal ini disimpulkan berdasarkan pada data serta kenampakan lapangan, penyebaran
litologi yang tidak teratur, dan adanya perubahan jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang
terlalu besar. Adapun struktur sesar yang dijumpai di lapangan dimulai dari yang tua sampai
yang muda yaitu :

1. Sesar Tolong

2. Sesar Ujunglere

3. Sesar Bacukiki

4. Sesar Bojo.

1. Sesar Tolong

Sesar ini diberi nama sesar Tolong sebab terdapat di daerah Bukit Tolong sebelah Timur. Sesar
Tolong adalah merupakan jenis sesar geser yang berarah Baratdaya Timurlaut, dimana
dijumpai cermin sesar atau slickenslide, yang ditemukan pada Kampung Mangimpuru.

Umur dari sesar Tolong, dimana satuan batuan yang tergeser adalah satuan Tufa yang berumur
antara Miosen Tengah Pliosen Bawah, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari sesar Tolong
adalah setelah Pliosen Bawah.

2. Sesar Ujunglero

Sesar ini diberi nama sesar Ujunglero sebab struktur sesar ini terdapat di daerah Ujunglero
sebelah Utara. Sesar Ujunglero adalah merupakan jenis sesar geser yang berarah Baratdaya - -
Timurlaut, dimana penyebaran Batugamping yang tidak teratur dan keterdapatan tebing yang
relatif lurus melalui zona sesar, serta adanya perubahan jurus dan kemiringan perlapisan batuan.

Umur dari sesar Ujunglero dapat diketahui dari jenis batuan yang tergeser, dimana pada sekitar
daerah pensesran dijumpai satuan Batubara dan ditemukan bahwa pada gejala struktur ini satuan
yang tergeser adalah satuan Batugamping yang berumur antara Pliosen Bawah Pliosen Atas,
maka dapat disimpulkan bahwa umur dari sesar Ujunglero adalah setelah Pliosen Atas.

3. Sesar Bacukiki

Sesar ini diberi nama Sesar Bacukiki, oleh karena arah dari struktur sesar ini melalui desa
Bacukiki yaitu berarah Timur Barat, dimana dijumpai adanya cermin sesar atau slickenslide,
yang terdapat di desa Bacukiki.

Umur dari sesar Bacukiki, dimana satuan batuan yang bergeser penyebarannya adalah satuan
Breksi Vulkanik yang berumur Plestosen, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari sesar geser
Bacukiki adalah setelah Plestosen.
4. Sesar Bojo

Sesar ini diberi nama Sesar Bojo, sebab struktur sesar ini melalui Sungai Bojo, dimana sesar ini
merupakan jenis sesar geser yang berarah Timur Barat, dan dijumpai adanya cermin sesar atau
slickenslide, yang ditemukan di tepi Sungai Bojo.

Umur dari sesar Bojo, ditentukan dari batuan yang mengalami pensesaran, dimana satuan batuan
yang mengalami pergeseran akibat dari sesar ini adalah satuan Breksi Vulkanik yang berumur
Plestosen, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari sesar Bojo ini adalah setelah Plestosen.

Anda mungkin juga menyukai