1. Prolapsus uteri itu adalah suatu keadaan dimana posisi rahim turun dari tempat asalnya
karena otot yang menyangganya agar tetap berada di tempatnya mulai melemah.
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. Klasifikasi dari prolaps uteri yaitu :
Desensus uteri,uterus turun,tetapi serviks masih dalam vagina.
Prolaps uteri uteri tingkat I,uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah
sampai introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat II,sebagian besar uterus keluar dari vagina.
Prolaps uteri tingkat III atau prosidensia uteri,uterus keluar seluruhnya dari
vagina,disertai dengan inversio vaginae.
Sumber : Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SP.
Epidemiologi dan etiologi dari prolaps uteri
a. Epidemiologi
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita 2 yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua
anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara
berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan
saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO menemukan bahwa laporan kasus
prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada kasuskasus yang dapat
dideteksi dalam pemeriksaan medik.
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti
dilaporkan di klinik dGynecologie et Obstetrique Geneva insidensinya 5,7%, dan
pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%. Dilaporkan di Mesir, India,
dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika dan
Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia hanya 1,5% dan lebih
sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita dengan
pekerja berat. Dari 5.372 kasus ginekologik di Rumah Sakit Dr. Pirngadi di Medan
diperoleh 63 kasus prolapsus uteri terbanyak pada grande multipara dalam masa
menopause dan pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut 69% berumur diatas 40
tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara.
b. Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering,partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk porolaps yang sudah
ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap, prasat
Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dsb. Jadi tidaklah
mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa
nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya prolapsus
genetalis. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, factor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi
dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi
otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah
berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
Sumber : Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SP.
Etiologi :
Prolapsus organ panggul terjadi akibat kelemahan atau cedera otot dasar panggul sehingga
tidak mampu lagi menyangga organ panggul.
Uterus adalah satu satunya organ yang berada diatas vagina. Bila kandung kemih atau usus
bergeser maka keduanya akan mendorong dinding vagina.
Meskipun prolapsus bukan satu keadaan yang bersifat life threatening, namun keadaan ini
menimbulkan rasa tak nyaman dan sangat mengganggu kehidupan penderita.
Prolapsus uteri adalah keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi kendor
sehingga uterus akan turun atau bergeser kebawah dan dapat menonjol keluar dari vagina.
Dalam keadaan normal, uterus disangga oleh otot panggul dan ligamentum penyangga. Bila
otot penyangga tersebut menjadi lemah atau mengalami cedera akan terjadi prolapsus
uteri. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang sangat
berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vaginae dan berada diluar vagina.
Prolapsus uteri sering terjadi bersamaan dengan urethrocele dan cystocele (urethra dan
atau kendung kemih terdorong keluar dari dinding depan vagina ) dan rectocele (dinding
rectum terdorong keluar dari dinding belakang vagina)
Prolapsus uteri itu adalah suatu keadaan dimana posisi rahim turun dari tempat asalnya
karena otot yang menyangganya agar tetap berada di tempatnya mulai melemah.
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. Klasifikasi dari prolaps uteri yaitu :
Desensus uteri,uterus turun,tetapi serviks masih dalam vagina.
Prolaps uteri uteri tingkat I,uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah
sampai introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat II,sebagian besar uterus keluar dari vagina.
Prolaps uteri tingkat III atau prosidensia uteri,uterus keluar seluruhnya dari
vagina,disertai dengan inversio vaginae.
Sumber : Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SP.
2. Prolapsus vagina ( vaginal vault ) :
vaginal vault adalah puncak vagina dan bagian ini dapat turun dengan
sendirinya pasca histerektomi. Komplikasi ini terjadi pada 15% pasien pasca
histerektomi
PENCEGAHAN
Menjaga berat badan dengan merubah gaya hidup
Latihan otot dasar panggul ( Kegel Exercise )
Hindari konstipasi
Olah raga teratur
Berhenti merokok
Jangan mengangkat beban berat
2. Faktor Resiko
Faktor risiko yang telah diteliti antara lain adalah kehamilan, persalinan per
vaginam, menopause, defisiensi estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen jangka
waktu panjang (konstipasi, mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktif
kronik, mengedan), ras, indeks massa tubuh (IMT), faktor genetik, faktor anatom,
biokimiawi dan metabolisme jaringan penunjang,dan riwayat pembedahan
(histerektomi dan kolposuspensi Burch).
Persalinan per vaginam diduga sebagai penyebab utama POP, melalui
mekanisme kerusakan otot levator ani, nervus pudenda, dan fasia penyokong organ
panggul. Risiko POP meningkat 1,2 kali pada setiap penambahan jumlah persalinan per
vaginam. Risiko relatif terjadinya prolaps berdasarkan jumlah persalinan terdapat pada
tabel 1.
Faktor risiko
1) Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai akibat progresif yang
bertahap dari cedera melahirkan pada fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum
uteroskral dan kardinal) dan laserasi otot, terutama otot-otot levator dan perineal body
(perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya prolapsus organ genital.
Pada penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa kerusakan mekanik
dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolapsus dibandingkan perempuan tidak
prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan.
Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita yang telah
melahirkan.2Jumlah paritas berbanding lurus dengan kejadian prolapsus. WHO Population
Report (1984) menduga bahwa kejadian prolapsus akan meningkat tujuh kali lipat pada
perempuan dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan yang mempunyai satu anak.
2) Faktor non-obstetri
a. Genetik
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon berkurang dan
berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik. Menopause terjadi rata-rata pada
usia 50-52 tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit
terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen.
Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan kadar estrogen
sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya jaringan kolagen menyebabkan
kelemahan pada otot-otot dasar panggul.17 Saraf pada serviks merupakan saraf otonom,
sebagian besar serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan
kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini
menghilang setelah menopause.22
e. Peningkatan BMI (obesitas)
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis kronis dan
asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan konstipasi diduga menjadi
faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti halnya obesitas (peningkatan indeks massa
tubuh) batuk yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut)
dan secara progresif dapat menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami prolapsus.
Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan prolapsus, terjadi
penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan IV. Pada beberapa penelitian,
sepertiga dari perempuan dengan Sindroma Marfan dan tigaperempat perempuan dengan
Sindroma EhlerDanlos tercatat mengalami POP.Kelemahan bawaan (kongenital) pada
fasia penyangga pelvis mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang
ditunjukkan pada nulipara.
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia yang dihirup
dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan yang diduga
berperan dalam terjadi prolapsus.Namun, beberapa penelitian tidak menunjukkan
hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapses.
Sumber : Bulletins--Gynecology ACoP. 2007 .ACOG Practice Bulletin Pelvic organ prolapse.
Obstetrics & Gynecology. No. 85 Vo :11:717-729.
Sumber : Hagen S, Thakar R. 2012 .Conservative management of pelvic organ prolapse.
Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine.
OUTCOME
Terapi agresif /operatif :
seringkali tidak perlu dikerjakan karena:
keadaan ini tidak bersifat life threatening .
Olah raga dapat memperbaiki funsgi otot dasar panggul.
Pembedahan hanya dilakukan pada kasus prolapsus yang berat
KOMPLIKASI
Ulkus servik
Hemoroid akibat konstipasi
Obstruksi saluran urine
Grade Describtion
0 No Descent
ANTERIOR KOLPORAFI
Dilakukan untuk koreksi sistokel dan pergeseran urethra. Tindakan berupa memperbaiki fascia
puboservikal untuk menyangga vesica urinaria dan urethra
POSTERIOR KOLPORAFI
Dilakukan untuk koreski enterocele
PERINEORAFI :
memperbaiki kerusakan corpus perinealis
JENIS OPERASI
Operasi MANCHESTER
Merupakan kombinasi kolporafi anterior - amputasi servik yang memanjang
kolpoperineorafi posterior menjahit ligamentum Cardinale didepan puntung servik untuk
membuat uterus anteversio.
Histerektomi vaginal
Dikerjakan histerektomi saja atau disertai dengan kolporafi anterior dan posterior
Operasi LeFort colpocleisis
Tindakan ini terdiri dari :
Menjahit dinding sebagian anterior dan posterior vagina yang terbuka ( partial
colpocleisis ) sedemikian rupa sehingga uterus berada dibagian atas penutupan vagina
tersebut.
Complete Colpocleisis
Obliterasi vagina secara total
Colpoplexy
Menggantung puntung vagina (transvaginal atau transabdominal) pada sacrum atau
ligamentum sacrospinosum atau ligamentum sacrouterina
6. Prinsip diagnosis
a) Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh POP terdiri atas gejala vagina, berkemih, buang
air besar (BAB), dan seksual.
Gejala Prolaps
Beberapa hal yang menjadi catatan untuk gejala POP adalah:
Gejala benjolan dipengaruhi oleh gravitasi sehingga makin berat pada posisi berdiri.
Semakin lama, benjolan akan terasa semakin menonjol terutama setelah adanya aktifitas
fisik berat jangka panjang seperti mengangkat benda berat atau berdiri.
Derajat prolaps tidak berhubungan dengan gejala urgensi, frekuensi atau inkontinensia
urin.
Pada studi yang menilai korelasi antara gejala dengan lokasi dan derajat prolaps,
ditemukan bahwa korelasi antara gejala BAB dan prolaps posterior lebih kuat
dibandingkan korelasi antara gejala
berkemih dengan prolaps anterior.
Gejala seperti rasa tekanan, ketidaknyamanan, benjolan yang terlihat dan gangguan
seksual tidak spesifik untuk kompartemen tertentu.
Klinisi perlu memberikan pertanyaan secara spesifik, karena kebanyakan pasien tidak
akan secara sukarela memberikan informasi mengenai gejala yang dirasakannya.
Untuk menilai dampak gangguan dasar panggul terhadap kualitas hidup maka digunakan 2
kuesioner yang telah divalidasi yaitu Pelvic Floor Distress Inventpry (PFDI) dan Pelvic
Floor Impact Questionnaires (PFIQ).
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
2. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain
3. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
a. Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
b. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang bukan
kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
c. Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk mengetahui derajat
prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
4. Manuver Valsava.
a. Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan melakukan
pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver Valsava.
b. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina, serviks,
apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara
sistematis dan terpisah.
c. Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada posisi berdiri di
atas meja periksa.
d. Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk menentukan
risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.
5. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan otot levator
ani
6. Pemeriksaan rektovagina
a. untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Urin residu pasca berkemih
a. Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur volume
berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh, kemudian diikuti
dengan pengukuran volume urin residu pasca berkemih dengan kateterisasi atau
ultrasonografi.
2. Skrining infeksi saluran kemih
3. Pemeriksaan urodinamik, apabila dianggap perlu.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real-time.
b. Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam memeriksa pasien secara
klinis.
c. Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna antara persalinan, dimensi
hiatus levator, avulsi levator ani dengan risiko terjadinya prolaps. Namun belum
ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar panggul.
Sumber : Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SP.
7. Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapses ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin
mendapatkan anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak
mengizinkan untuk dioperasi.
Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapses ringan, terutama yang terjadi pada
pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-
otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah, penderita disuruh
mengucupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai
berhajat: atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya.
Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam
vagina.
Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar papanggul terlalu lemah,
pessarium jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi.
Sumber : Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SP.
8. Prognosis
Dubia et bonam (setelah dilakukan interfensi)
Sebagian besar wanita dengan prolapsus uteri ringan tidak mengalami gejala dan tidak
butuh pengobatan. Pessarium vagina dapat sangat efektif untuk banyak wanita dengan
prolapsus uteri. Tindakan operatif selalu memberikan hasil yang memuaskan, meskipun
beberapa wanita mungkin membutuhkan pengobatan lagi di masa akan datang untuk
prolapsus dinding vagina yang berulang .
Sumber : Lotisna, D. 2007. Prolaps Genitalia. Devisi Uroginekologi Rekonstruksi.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. FK UH. Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Brittany s, nuut . 2016 . Diagnosis and management of pelvic organ prolapse: The basics. Vol
4. No 2. Woman healtcare a clinical journal for NPs.
https://npwomenshealthcare.co.id/diagnosis-management-pelvic-organ-
prolapse-basics/
Bulletins--Gynecology ACoP. 2007 .ACOG Practice Bulletin Pelvic organ prolapse. Obstetrics
& Gynecology. No. 85 Vo :11:717-729.
Hagen S, Thakar R. 2012 .Conservative management of pelvic organ prolapse. Obstetrics,
Gynaecology & Reproductive Medicine.
Junizar & Santoso. B. I. 2013. Penatalaksaan Prolaps Organ Panggul. Perkumpulan Obstetri
&Ginekologi Indonesia. Himpunan Urogenikologi Indonesia .
Lotisna, D. 2007. Prolaps Genitalia. Devisi Uroginekologi Rekonstruksi. Departemen Obstetri
dan Ginekologi. FK UH. Makassar.
Perkumpulan Obstetri & Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan penatalaksanaan prolaps organ
panggul. Himpunan Uroginekologi Indonesia : Jakarta.
Tsikouras, P. Et al; 2013. Uterine prolapse in pregnancy: risk factors, complications and
management. Viewed 24 Mei 2017, from <http://www.
informahealthcare.com/jmf>
Wiknjosastro H,dkk. 2009. Buku Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka SP.