Anda di halaman 1dari 16

Tugas Patofisiologi

Makalah Motion Sickness


(disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi)

Disusun oleh:
Dewi Nurhasanah (11161013)
Eva Novianti (11161022)
Putri Purnamasari (11161045)
Kelas : 2 FA1

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung


Jl. Soekarna Hatta No. 754, Bandung
2017
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul Motion Sickness
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Bandung, 17 November 2017

Penyusun
Daftar Isi

BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 6
2.1. Anatomi Telinga .................................................................................................... 6
Proses Pendengaran .......................................................................................... 10
Keseimbangan ..................................................................................................... 10
2.2. Defenisi ................................................................................................................ 11
2.3. Etiologi .................................................................................................................. 11
2.4. Patofisiologi ......................................................................................................... 11
2.5. Gejala dan Tanda ............................................................................................... 13
2.7 Penatalaksaan dan Pencegahan ..................................................................... 13
BAB III .............................................................................................................................. 14
KESIMPULAN ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan,
adalah suatu kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari
mata dan organ-organ sensitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular
mengenai posisi tubuh. Penyakit ini bukan merupakan suatu keadaan patologis,
tapi merupakan respon yang normal untuk stimulasi terhadap individu yang tidak
familiar yang karenanya harus dilakukan adaptasi.
Motion sickness atau kinetosis adalah kondisi yang ditandai dengan pucat,
mual, dan muntah. Hal ini dikarenakan oleh kejadian yang benar-benar terjadi.
Banyaknya lingkungan yang berbeda yang terjadi disekitar kita dapat
menyebabkan mual dan muntah, dan hal ini diindentifikasikan dengan terminologi
sebagai mabuk laut, mabuk udara, mabuk darat, mabuk ski, dan bahkan mabuk
gajah atau unta. Walaupun jelas kelihatan keragaman stimulasi penyebab,
terdapat ciri khas yang sama yang memprovokasi stimulasi dan dalam hal gejala
dan tanda. Pola dari perkembangan gejala bergantung pada sifat dari kondisi
terpapar dan sifat individualnya.
Setiap orang yang mempunyai fungsi vestibular yang normal mudah
terkena penyakit ini sampai kebeberapa derajat walaupun kepekaan mereka
berbeda dalam tingkat kekuatan yang melatarbelakanginya untuk pola yang sama
dari gerakan tubuhnya sendiri. Secara relatif, stimulasi yang diprovokasi seperti
gerakan yang lembut gejala-gejala dari kepala lebih dominan seperti rasa sakit
kepala, mengantuk. Sedangkan untuk stimulasi yang diprovokasi seperti membuat
kepala berputar selama melakukan putaran gejala dari pencernaan lebih dominan
seperti rasa mual dan muntah.
Penyakit ini sulit diindentifikasi dalam kondisi tanpa pemeriksaan
laboratorium jika tidak terlihat rasa pucat dan mualnya. Individu-individu yang
kehilangan fungsi vestibularnya secara total kebal terhadap penyakit ini dan
individu yang kehilangan setengahnya lebih sering terkena dibandingkan orang
normal.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan refarat ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya, mengenai
topic bahasan Motion Sickness.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Telinga


Telinga merupakan sebuah badan organ yang mampu mengesan bunyi dan
juga berperanan dalam keseimbangan dan kedudukan tubuh. Telinga pada hewan
vertebrata memiliki dasar yang sama daripada ikan hingga manusia, dengan
beberapa jenis bergantung kepada fungsi dan spesies. Setiap vertebrata memiliki
satu pasang telinga, keduanya terletak simetris pada bagian yang berlawanan di
kepala, untuk menjaga keseimbangan dan kedudukan bunyi. Telinga terdiri dari
tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 1. Anatomi Telinga


Telinga luar
Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar meliputi
daun telinga atau pinna, liang telinga atau meatus auditorius eksternus.
Aurikel (Pinna) disebut juga daun telinga, bentuknya tidak teratur,
terdiri atas tulang rawan dan jaringan fibrosa, kecuali pada ujung
paling bawah, yaitu cuping telinga, bagian cuping hanya tersusun oleh
lemak. Daun telinga berfungsi untuk membantu mengkonsentrasikan
getaran gelombang suara (vibrasi) menuju bagian dalam telinga.
Saluran luar auditori merupakan pipa pendengaran dengan panjang
sekitar 2,5 cm, sepertiga luarnya adalah tulang rawan, sementara
dua pertiga dalamnya berupa tulang. Saluran ini berfungsi untuk
meneruskan vibrasi yang telah ditangkap oleh aurikel menuju
membran timpani (selaput gendang). Pada saluran ini juga terdapat
rambut-rambut, yang berfungsi untuk mencegah benda asing masuk
ke dalam telinga. Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang
menghasilkan zat seperti lilin yang disebut serumen. Hanya bagian
saluran yang menghasilkan sedikit serumen yang memiliki rambut.
Pada ujung saluran terdapat gendang telinga yang meneruskan
bunyi ke telinga dalam.

Gambar 2. Anatomi Telinga Luar


Telinga tengah
Telinga tengah meliputi gendang telinga, 3 tulang- tulang pendengaran
(maleus, inkus dan stapes) dan pinggir tuba Eustachius. Getaran suara yang
diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang pendengaran.
Setiap tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang berikutnya.
Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran
ke koklea.
Pada manusia dan hewan darat yang lain, telinga tengah dan saluran
pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian
luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh.

Membran timpani atau sering disebut sebagai gendang telinga, dengan


bentuk menyerupai gendang, terletak tepat setelah saluran luar auditori dan
merupakan penerima rangsangan vibrasi pertama. Membran timpani
berfungsi untuk meneruskan vibrasi suara menuju tulang-tulang
pendengaran (osikula).

Osikula merupakan tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas tiga tulang


kecil, tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai dan bersambung
dari membran timpani menuju rongga telinga dalam. Tulang-tulang tersebut
adalah tulang martil (maleus), tulang landasan (inkus), dan tulang
sanggurdi (stapes). Semua tulang tersebut berfungsi meneruskan vibrasi
dari membran timpani menuju jendela oval di telinga dalam secara
berurutan, mulai dari tulang martil, tulang landasan, dan tulang sanggurdi.

Saluran Eustachius merupakan saluran di dalam rongga telinga tengah


yang menjorok menghubungkan telinga dengan faring. Saluran Eustachius
akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka ketika kita
menelan, sehingga tekanan udara di dalam telinga tengah dengan udara
luar akan seimbang. Dengan begitu, cedera atau ketulian akibat tidak
seimbangnya tekanan udara, dapat dihindarkan. Dalam keadaan biasa,
hubungan tuba Eustachius dan telinga tengah tertutup dan terbuka ketika
mengunyah dan menguap. Hal ini menjelaskan mengapa penumpang kapal
terbang berasa 'pekak sementara' ketika mendarat. Rasa 'pekak'
disebabkan perbedaan tekanan antara udara sekeliling. Tekanan udara di
sekitar telah menurun, sedangkan di telinga tengah merupakan tekanan
udara biasa. Perbedaan ini dapat diatasi dengan mekanisme mengunyah
sesuatu atau menguap.
Telinga dalam
Telinga dalam terdiri atas beberapa rongga yang menyerupai saluran-
saluran, yaitu vestibula, tiga saluran setengah lingkaran (saluran semi
serkuler), dan koklea (rumah siput).

Vestibula merupakan bagian pertama dari telinga dalam yang berfungsi


sebagai pintu penghubung bagian-bagian telinga.
Tiga saluran setengah lingkaran (Saluran semi serkuler), yaitu saluran
superior, posterior, dan lateral. Ketiga saluran ini saling membuat sudut
tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran
terdapat penebalan yang disebut ampula. Saluran semi serkuler
berfungsi untuk membantu otak dalam mengendalikan keseimbangan,
dan kesadaran akan kedudukan tubuh kita.
Koklea adalah sebuah tabung berbentuk spiral yang membelit dirinya
seperti rumah siput. Belitan-belitan tersebut melingkari sebuah sumbu
berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari tulang, dan disebut
modiolus. Dalam koklea terdapat jendela oval (fenestra vestibuli) yang
menghubungkan telinga tengah dengan telinga dalam, dan jendela
melingkar (fenestra kokhlea) yang berfungsi sebagai reseptor suara.

Selain itu, di dalam koklea juga terdapat cairan limfa. Cairan tersebut
bergetar bila ada bunyi, getaran cairan tersebut merangsang ujung-ujung saraf
pendengaran (nervus auditori) dan oleh ujung-ujung saraf pendengaran
diteruskan ke otak untuk ditafsirkan sebagai suara.
Proses Pendengaran

Gambar 3. Potongan melintang koklea.

Bunyi memasuki telinga melalui kanalis auditorius ekternus dan


menyebabkan membrana timpani bergetar. Getaran menghantarkan suara, dalam
bentuk energi mekanis, melalui gerakan pengungkit osikulus oval. Energi mekanis
ini kemudian dihantarkan cairan telinga dalam ke koklea, di mana akan menjadi
energi elektris. Energi elektris ini berjalan melalui nervus vestibulokoklearis ke
nervus sentral, di mana akan dianalisis dan diterjemahkan dalam bentuk akhir
sebagai suara. Selama proses penghantaran,gelombang suara menghadapi masa
yang jauh lebih kecil, dari aurikulus yang berukuran sampai jendela oval yang
sangat kecil, yang mengakibatkan peningkatan amplitudo bunyi.

Keseimbangan
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam terdapat organ
keseimbangan. Bagian ini secara struktur terletak di belakang labirin yang
membentuk struktur utrikulus dan sakulus serta tiga salur setengah bulat atau
kanalis semisirkularis. Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan badan
dan memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian keseimbangan
dari saraf vestibulokoklearis.
Kelainan sisten keseimbangan dan vestibuler mengenai lebih dari 30 juta
orang Amerika yang berusia 17 tahun ke atas dan mengakibatkan lebih dari
100.000 patah tulang panggul pada populasi lansia setiap tahun. Keseimbangan
badan dipertahankan oleh kerja sama otot dan sendi tubuh (sistem proprioseptif),
mata (sistem visual), dan labirin (sistem vestibuler). Ketiganya membawa
informasi mengenai keseimbangan, ke otak (sistem serebelar) untuk koordinasi
dan persepsi korteks serebelar. Otak, tentu saja, mendapatkan asupan darah dari
jantung dan sistem arteri. Satu gangguan pada salah satu dari daerah ini seperti
arteriosklerosis atau gangguan penglihatan, dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan. Aparatus vestibularis telinga tengah memberi unipan balik
mengenai gerakan dan posisi kepala, mengkoordinasikan semua otot tubuh, dan
posisi mata selama gerakan cepat gerakan kepala.

2.2. Defenisi
Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan, adalah
suatu kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari mata
dan organ-organ sesnsitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular
mengeni posisi tubuh. Penyakit disekitar kita ini diindentifikasikan dengan
terminologi sebagai mabuk laut, mabuk udara, mabuk darat, mabuk ski, dan
bahkan mabuk gajah atau unta.

2.3. Etiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap
kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri
secara cepat sedangkan telinga dalam lebih lama. Sampai kedua organ ini
menyesuaikan diri dan menetapkan sinyal yang indentik untuk dikimkan ke otak
maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap posisi tubuh dapat terjadi.
Penyakit ini dapat diprovokasi oeh gerakan yang tiba-tiba seperti saat berada
diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran yang
bergelombang.

2.4. Patofisiologi
Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan
penyakit ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini.
1. Teori darah dan sistem pencernaan. Teori ini menjelaskan bahwa muntah
adalah respon refleks dari iritasi mukosa lambung. Dan dari teori darah yaitu
karena aliran darah yang sedikit ke otak meyebabkan iritasi pada mata dan
secara cepat menyebabkan spasme kapiler otak yang menyebabkan muntah.
Dan teori ini ditolak karena individu yang kehilangan fungsi vestibular kebal
terhadap penyakit ini.
2. Teori detektor toksin. Sistem vestibuler bertindak sebagai detektor toksin. Otak
berkembang untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi di sistem
vestibular, visual dan informasi kinetotik sebagi bukti dari malfungsi sistem
saraf pusat. Inisiasi muntah adalah sebagai pertahanan melawan neurotoksin
yang mungkin termakan. Sistem detektor toksin yang utama adalah
kemoreseptor di nervus vagus dan di batang otak.
3. Teori perbedaan sensori berhubungan dengan perangsangan penyakit
sebagai perbedaan antara sistem vestibular sebagai transduser dengan
indera lain sebagai sinyal atau antara kanalis semisirkularis dan otolith yang
lebih spesifik terhadap tubuh yang bergerarak. Bagaimanapun juga, teori ini
kurang dapat menjelaskan dan tidak dapat mengindentifikasi kenapa
beberapa keadaan dapat memprovokasi dan keadaan yang lain tidak.
Binatang percobaan menunjukkan sensitivitas yang menurun cukup dalam
terhadap obat-obatan emesis setelah dilakukannya labirinthectomi bilateral.
Banyak perubahan baik secara autonim atau endokrin yang terjadi selama
terserang penyakit ini dan stress juga menyertainya. Pemindahan area proyeksi
vestibular di serebelum membuat monyet jadi tidak mudah terserang penyakit ini,
hal ini juga dapat membuktikan apakah pemindahan juga menyingkirkan respon
muntah terhadap obat-obatan yang menyebabkan muntah.
Muntah disebabkan oleh aktivasi yang terkoordinir antara otot polos dan
somatik yang menghasilkan perubahan yang tepat sesuai dengan tekanan
intrabadominal dan tekanan intrathoracic yang membuka spinkter esofagus.
Mekanisme koordinasi sistem saraf pusat adalah kompleks dan sekarang ini
sudah banyak dipahami secara baik. Penyakit ini yang parah dengan serangan
muntah yang hebat dan berulag dapat mengakibatkan suatu keadaan alkalosis
karena hilangnya ion hidrogen dan menyebabkan peningkatan ekskresi ginjal
terhadap bikarbonat yang mengakibatkan defesiensi klorida yang dapat
menyebabkan otot-otot melemah, konstipasi dan aritmia.
Hilangnya natrium dapat menyebabkan hipotensi, pelepasan Anti-Diuretic
Hormone (ADH) juga meningkat. Adanya sisitem vestibular tidaklah menjadi
penting lagi terhadap proses muntahnya. Muntah dapat ditimbulkan dari berbagai
aktivasi baik sentral atau perifer.
Kepekaan terhadap penyakit ini sulit ditentukan. Kepekaan terhadap satu
kondisi tertentu mungkin tidak dapat disamaratakan terhadap situasi yang lain.
Walaupun sistem vestibular penting terhadap penyakit ini tetapi kepekaan penyakit
ini tidak berhubungan dengan sensitivitas sistem vestibular. Setipa individu
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap bentuk stimulasi yang berbeda.
Gerakan kepala yang dibuat selama rotasi tubuh yang pasif dapat
menyebabkan pola yang ganjil pada stimulasi sistem kanal dan organ-organ otolith.

2.5. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda dari penyakit ini adalah :
1. Sindroma mual.
2. Gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual dan
muntah.
3. Gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering.
4. Gejala-gejala SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata,
dan lesu.
2.6 Prevalensi Motion Sickness
Hampir 80% dari populasi mengalaminya.
Perahu kecil dan mobil cenderung yang paling provokatif merangsang
terjadinya motion sickness.
Lebih sering terjadi pada wanita (terutama selama kehamilan), anak-
anak usia 2-12 tahun, dan orang dengan migrain.
Penelitian di India _ prevalensi motion sickness adalah sekitar 28%,
wanita lebih rentan (27%) dari pria (16,8%). Individu yang aktif lebih jarang
terkena.

2.7 Penatalaksaan dan Pencegahan


Pencegahan dan pengobatan penyakit ini adalah kompleks. Sebagian kecil
individu normal sangat mudah terkena penyakit ini untuk hampir pada semua
keadaan, sebagian lagi tidak mudah terkena dan yang lainnya berada diantaranya.
Pencegahan terbaik untuk orang-orang dengan kepekaan tinggi adalah
penghindaran dan membangun adaptasi terhadap situasi atau keadaan yang
memprovokasinya.
Secara alternatif, penambahan paparan secara perlahan-lahan
meningkatkan derajat stimulasi provokasi seperti membuat kepala bergerak
selama tubuh secara pasif berotasi dengan kecepatan rotasi yang tinggi dapat
menyebabkan adaptasi dapat dicapai tanpa membangkitkan penyakit ini bahkan
derajat stressor yang dicapai di step pertama bukanlah provokasi yang dapat
ditolerir.
Tehnik modifikasi perilaku telah sangat lama dipromosikan untuk mencegah
penyakit ini, keberhasilan juga sudah banyak dilaporkan, tapi jarang disebarkan
didunia sebenarnya dimana pelatihannya pun tidak ada. Sebagai tambahan studi
ini sebenarnya tidak pernah mencakup kontrol yang sesuai dengan plasebo.
Sejumlah obat-obatan dapat mengurangi kepekaan terhadap penyakit ini seperti
dimenhydrinate, meclizine, cyclizine.
Obat-obatan penyakit ini bekerja dengan mengurangi sensitivitas terhadap
gerakan. Dengan menguranginya berarti mengurangi kekacauan sinyal yang akan
diterima oleh otak dan obat-obatan ini dapat mencegah penyakiti ini. Obat-obatan
ini dapat diklasifiksikan kedalam dua kategori yaitu over the counter (OTC) dan
obat-obat yang harus diresepkan. Produk-produk OTC berisikan antihistamin dan
cocok untuk gejala yang ringan dan merupakan self-medication. Sedangkan obat
yang diresepkan berisi scopolamin yaitu antikolinergik dan menurut penelitian
lebih efektif. Scopolamin cocok untuk mengobati gejala sedang-berat.

BAB III

KESIMPULAN

1. Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan,


adalah suatu kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak
dari mata dan organ-organ sesnsitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem
vestibular mengeni posisi tubuh.
2. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ
penting keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan
diri terhadap kecepatan yang berbeda ketika terjadinya gerakan.
3. Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan
penyakit ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini.
4. Gejala dan tanda dari penyakit ini meliputi sindroma mual, gangguan epigastrik
seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual dan muntah, gejala-gejala pada kulit
seperti pucat, keringat dingin, mulut kering, gejala-gejala SSP seperti sakit
kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan lesu.
5. Pencegahan dan pengobatan penyakit ini adalah kompleks. Pencegahan
terbaik untuk orang-orang dengan kepekaan tinggi adalah penghindaran dan
membangun adaptasi terhadap situasi atau keadaan yang memprovokasinya.
6. Obat-obatan penyakit ini bekerja dengan mengurangi sensitivitas terhadap
gerakan. Dengan menguranginya berarti mengurangi kekacauan sinyal yang
akan diterima oleh otak dan obat-obatan ini dapat mencegah penyakiti ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Higler, Adams Boeis. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke IV. 1997. Jakarta:
EGC.
2. Benson, Alan J. Motion Sickness. Disadur dari : www.motion sickness2.pdf
diakses pada 17 November 2017
3. Ikawati, Zullies. 2010. Motion Sickness Disadur dari
www.emedicinehealth.com diakses pada 17 November 2017
4. Sherman, Craig R, dkk. Motion Sickness: Review of Preventative Remedies.
Disadur dari : www.motionsickness.net.pdf diakses pada 16 November 2017

Anda mungkin juga menyukai