Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Amenorrhea secara harafiah didefinisikan sebagai the absence of mens.1 Usia gadis
remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10-
16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche
dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum. Bagi kebanyakan perempuan
yang mengalami pubertas,menstruasi adalah akhir dari serangkaian kejadian yang merujuk pada
kematangan seksual.
Pematangan hipotalamus selama beberapa tahun sejak akhir masa kanak-kanak memulai
terjadinya kaskade peristiwa dengan hasil akhir yaitu pembentukan siklus menstruasi yang
normal dan peristiwa menstruasi. Amenorea terjadi bila terjadi kegagalan fungsi dalam salah satu
organ yang terlibat dalam kaskade ini. 2
Amenorrhea dibagi 2 macam, yaitu amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder.
amenorrhea primer memiliki angka kejadian kira-kira 2,5% dari populasi,secara klinik. Dahulu,
evaluasi biasanya dilakukan pada usia 16 tahun jika pertumbuhan dan perkembangan seksual
sekunder terjadi ,atau pada usia 13 tahun bila tidak ada pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Namun,sejalan dengan tren kepada menarche dini selama beberapa dekade belakangan ini,
evaluasi dapat dimulai sejak usia 15 tahun, yaitu usia dimana 97% perempuan harusnya telah
mengalami menarche. Tentu saja, keputusan untuk mengevaluasi harus dilakukan dengan penuh
pemahaman atas presentasi klinis pasien. Sebagai contoh, evaluasi tidak boleh ditunda bila
terdapat gejala neurologis (lesi hipotalamus-hipofisis) atau terdapat nyeri panggul (outflow
obstruction). Sedangkan amenorrhea sekunder memiliki angka kejadian sangat bervariasi, dari
3% pada populasi umum hingga 100% dalam kondisi stres fisik atau emosional yang ekstrim. 1
I.2 TUJUAN
I.2.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan klinik Ilmu
Kebidanan dan Kandungan di Fakultas Kedokteran Atmajaya Jakarta.
I.2.2 Tujuan khusus
Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis, tata laksana, dan prognosis amenorrhea pada perempuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi

Amenorrhea secara harafiah didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi. Dibagi 2


macam,yaitu amenorrhea primer dan sekunder : 1
Amenorrhea primer secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi pada
usia 13 tahun tanpa disertai pertumbuhan normal atau perkembangan seksual sekunder, atau
tidak adanya menstruasi pada usia 15 tahun yang disertai pertumbuhan yang normal dan
perkembangan seksual sekunder. 1

Amenorrhea sekunder secara klinis didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi selama
interval lebih dari 3 siklus, atau 6 bulan berturut-turut pada wanita yang telah mengalami
menstruasi sebelumnya. 1
Walaupun secara klasik terdapat pembagian amenorrhea primer maupun sekunder,
perbedaan ini seringkali menghasilkan kesalahan diagnostik, sehingga pembagian ini harus
dihindari.3
II.2 Etiologi dan Patofisiologi
Kehamilan adalah penyebab utama terbanyak pada amenorrhea,dan harus dipikirkan
apabila kita mengevaluasi pasien dengan amenorrhea.1 Amenorrhea sendiri adalah hal yang
normal kita temui pada perempuan sebelum pubertas, pada saat kehamilan, laktasi, dan setelah
menopause.3
Penyebab-penyebab dari amenorrhea primer dan sekunder dan frekuensinya dapat dilihat
pada kedua tabel dibawah ini :
Tabel 1. Amenorrhea Primer : Etiologi dan Frekuensi 3

Presentation Frequency (%)

Hypergonadotropic hypogonadism 43

45,X and variants 27

46,XX 14

46,XY 2

Eugonadism 30

Mllerian agenesis 15

Vaginal septum 3

Imperforate hymen 1

AIS 1

PCOS 7

CAH 1

Cushing and thyroid disease 2

Low FSH without breast development 27

Constitutional delay 14

GnRH deficiency 5

Other CNS disease 1

Pituitary disease 5

Eating disorders, stress 2

AIS = androgen insensitivity syndrome; CAH = congenital adrenal hyperplasia; CNS = central
nervous system; FSH = follicle-stimulating hormone; GnRH = gonadotropin-releasing hormone;
PCOS = polycystic ovarian syndrome. (Adapted from Reindollar, 1981, with permission.)
Tabel 2. Amenorrhea Sekunder : Etiologi dan Frekuensi 3

Etiology Frequency (%)

Low or normal FSH level: various 67.5

Eating disorders, stress 15.5

Nonspecific hypothalamic 18

Chronic anovulation (PCOS) 28

Hypothyroidism 1.5

Cushing syndrome 1

Pituitary tumor/empty sella 2

Sheehan syndrome 1.5

High FSH level: gonadal failure 10.5

46,XX 10

Abnormal karyotype 0.5

High prolactin level 13

Anatomic 7

Asherman syndrome 7

Hyperandrogenic states 2

Late-onset CAH 0.5

Ovarian tumor 1

Undiagnosed 0.5

CAH = congenital adrenal hyperplasia; FSH = follicle-stimulating hormone; PCOS = polycystic


ovarian syndrome. (Adapted from Reindollar, 1986, with permission.)

Ada beberapa skema klasifikasi yang digunakan untuk membagi penyebab dari
amenorrhea, salah satu yang digunakan adalah skema yang membagi berdasarkan kelainan
anatomis dan kelainan hormonal, dan lebih lanjut lagi dibagi menurut kelainan yang didapat
(acquired) maupun yang diturunkan (inherited).Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Skema klasifikasi amenorrhea 3

Anatomic Hormonal/endocrinologic

Inherited Hypergonadotropic Disorders of the anterior


Mllerian agenesis (partial or hypogonadism pituitary gland
complete) Premature ovarian failure Inherited
Vaginal septum (POF)

Cervical atresia Inherited Pituitary hypoplasia

Imperforate hymen Chromosomal (gonadal Acquired

Labial fusion dysgenesis)

Acquired Single gene disorders Adenoma

Intrauterine synechiae Acquired Prolactinoma

(Asherman syndrome) Infectious Destructive processes

Dilatation and curettage Autoimmune Macroadenoma

Infection (tuberculosis) Iatrogenic Metastases

Cervical stenosis Environmental Radiation

Idiopathic Trauma

Hypogonadotropic Infarction (Sheehan


hypogonadism syndrome)

Disorders of the Infiltrative disease


hypothalamus

Inherited Chronic disease

Idiopathic End-stage kidney disease


hypogonadotropic
hypogonadism (IHH)

Kallmann syndrome Liver disease

Acquired Malignancy

Hypothalamic Acquired
amenorrhea ("functional") immunodeficiency
syndrome
Eating disorders Malabsorption syndromes

Excessive exercise Eugonadotropic


amenorrhea

Stress Inherited

Destructive processes Polycystic ovarian


syndrome

Tumor Late-onset congenital


adrenal hyperplasia

Radiation Ovarian tumors (steroid-


producing)

Infection Acquired

Infiltrative disease Hyperprolactinemia

Pseudocyesis Thyroid disease

Cushing syndrome

Acromegaly

II.2.1 Kelainan Anatomis


II.2.1.2 Diturunkan (inherited)
Ini adalah penyebab tersering amenorrhea pada dewasa muda, dan anatomi pelvis
abnormal kurang lebih pada 15% perempuan dengan amenorrhea primer (American
Society for Reproductive Medicine,2006)
Gambar 1. Kelainan anatomis pada jalan keluar (outflow tract)

Obstruksi Jalan Keluar (outflow tract obstruction)


Amenorrhea dapat ditemukan pada himen imperforata (1 dari 2000 perempuan),
septum vagina tranversal (1 dari 70000 perempuan), atau atresia dari vagina / serviks
(Banerjee, 1999; Parazzini, 1990; Reid, 2000).Pasien-pasien ini memiliki kariotipe
46XX,dengan karakteristik seksual perempuan dan fungsi ovarium yang normal. Jumlah
perdarahan uterus normal, tetapi jalan keluarnya yang tidak ada atau terjadi obstruksi.
Pasien ini biasanya mengeluh gejala seperti nyeri payudara,food craving,dan perubahan
mood, dimana terkait dengan peningkatan level progesteron.Akumulasi darah dibalik
lokasi obstruksi sering menyebabkan nyeri abdomen atau massa abdominal yang
siklik.Menstruasi yang retrograd ini dapat berkembang menjadi endometriosis.

Defek Mulleri (Mllerian Defects)

Duktus mulleri pada saat embrionik berkembang menjadi vagina


atas,serviks,korpus uteri, dan tuba fallopi. Agenesis mulleri dapat parsial maupun
komplit.Pada yang komplit ( Mayer-Rokitansky-Kster-Hauser syndrome), pasien gagal
mengembangkan semua struktur mulleri,sehingga pada pemeriksaan hanya ditemukan
vaginal dimple.Kasus ini terjadi 1 dari 5000 bayi perempuan baru lahir (Aittomaki, 2001;
Reindollar, 1981).
II.2.1.3 Didapat (acquired)

Abnormalitas lain pada uterus yang dapat menyebabkan amenorrhea termasuk


stenosis serviks, dapat terjadi karena conization, electrosurgery, atau cryosurgery untuk
terapi displasia serviks.
Amenorrhea juga terjadi pada parut intrauteri yang luas. Adanya jaringan parut ini
disebut juga sinekia uteri, atau asherman syndrome. Destruksi dari endometrium
basalis,mencegah penebalan endometrium sebagai respon hormon ovarium.Tidak ada
jaringan yang diproduksi dan kemudian akan terlewatkan setelah level hormon steroid
turun pada akhir fase luteal. Kerusakan ini dapat terjadi mengikuti kuretase yang kasar,
pembedahan uterus (metroplasty, miomektomi, sectio cesar, atau infeksi dari Intra-uterine
Device (IUD). Tuberkulosis endometritis juga penyebab relatif sindrom asherman yang
cukup sering pada negara berkembang (Buttram, 1977; Klein, 1973).

II.2.2 Kelainan Endokrin

II.2.2.1 Hipergonadotropik Hipogonadism (Premature Ovarian Failure)


Hal ini merujuk pada semua proses dimana fungsi ovarium menurun atau hilang
(hipogonadism).Karena feedback negatif yang kurang,maka terjadi peningkatan LH dan
FSH (hipergonadotropik).Kelainan ini biasanya disebabkan disfungsi ovari dibanding
kelainan hipotalamus / pituitari. Hal ini sering disebut premature menopause or
premature ovarian failure (POF), disebabkan oleh kehilangan oosit sebelum usia 40
tahun, didiagnosis berdasar serum FSH 40 mIU/mL yang didapat kurang dari 1 bulan
setelahnya (angka kejadian 1 dari 1000 perempuan<30thn, dan 1 dari 100 perempuan
<40tahun) (Coulam, 1986).

II.2.2.1.1 Kelainan Herediter

Defek kromosom
Disgenesis gonad adalah penyebab tersering POF. Pada kelainan ini, oosit
menjalani percepatan atresia dan ovarium diganti oleh jaringan fibrotik (Simpson,
1975; Singh, 1966).
Abnormal kariotip
Delesi materi genetik dari kromosom X merupakan 2/3 penyebab
disgenesis gonad (Devi, 1998; Tho, 1981). Pasien ini disebut sebagai sindroma
turner , kariotip 45X ditemukan pada setengah dari pasien-pasien ini, dimana
sebagian besar memiliki defek somatik termasuk perawakan pendek, webbed
neck, low hairline, shield-shaped chest, dan defek kardiovaskular (Turner, 1972).
Kurang lebih 90% individu dengan disgenesis gonad karena kehilangan materi
genetik X tidak pernah mengalami menstruasi, 10% sisanya memiliki folikel
residu yang dapat menghasilkan menstruasi,dan jarang mendapat kehamilan.

Gambar 2. Gambaran fenotip dari sindroma turner.

Pada kasus agenesis gonad,mozaik kromosom dapat ada keberadaan


kromosom Y, seperti 45 X / 46 XY. Analisis kromosom harus dilakukan pada
semua kasus amenorrhea yang terkait POF,terutama yang berusia <30thn. Karena
kehadiran kromosom Y tidak dapat ditentukan secara klinis,hanya sebagian kecil
pasien yang menunjukkan gejala kelebihan androgen. 25% dari pasien-pasien ini
akan berkembang menjadi germ-cell tumor (Manuel, 1976; Simpson, 1975;
Troche, 1986).

Normal Kariotip
Sisa 1/3 pasien dengan disgenesis gonad memiliki kariotip normal (46 XX
atau 46 XY) dan disebut memiliki disgenesis gonad murni. Pasien dengan genotip
46 XY secara fenotip perempuan karena kekurangan sekresi testosteron dan
substansi penghambat mulleri dari disgenesis testis. Etiologinya masih kurang
dipahami, namun mungkin terkait defek gen tunggal atau destruksi jaringan gonad
di uterus,dapat karena infeksi maupun toksin.
Defek genetik spesifik
Jarang pada pasien POF ,ditemukan mutasi dari gen tunggal, contohnya
mutasi gen CYP17 . Pada pasien ini terjadi penurunan aktivitas 17--hydroxylase
and 17,20-lyase , dimana mencegah produksi kortisol,androgen, dan estrogen.
Pasien ini memiliki infantil seksual dan amenorrhea primer karena kekurangan
estrogen, juga dapat ditemukan peningkatan sekresi ACTH yang menstimulasi
sekresi mineralokortikoid dan menyebabkan hipokalemia dan hipertensi
(Goldsmith, 1967).

Mutasi dari reseptor LH dan FSH juga dilaporkan pada pasien POF.Mutasi
ini mencegah respon normal terhadap gonadotropin yang beredar, sebuah kondisi
yang dinamakan resistant ovary syndrome (Aittomaki, 1995; Kim, 1974).

Galaktosemia adalah penyebab yang jarang dari POF. Merupakan kelainan


autosomal resesif, dimana kondisi ini merujuk pada gangguan metabolisme
galaktosa karena defisiensi galactose-1-phosphate uridyl transferase. Metabolit
galaktosa memiliki efek toksik langsung terhadap germ cell . Galaktosemia sering
didiagnosis pada program skrining bayi baru lahir maupun evaluasi pediatrik
untuk gangguan tumbuh kembang, lama sebelum pasien datang ke ginekologist
(Kaufman, 1981; Levy, 1984; Robinson, 1984).

II.2.2.1.2 Kelainan yang didapat


Hipergonadotropik hipogonadism dapat didapat melalui infeksi, penyakit
autoimmune, terapi medik, atau karena penyebab lain. Infeksi sebagai penyebab
POF relatif jarang dan kurang dipahami, dengan mumps oophoritis yang paling
sering ditemukan (Morrison, 1975).

Penyakit autoimun
Penyakit autoimun diperkirakan mencapai 40% dari kasus POF (Hoek,
1997; LaBarbera, 1988). Kerusakan ovarium mungkin merupakan komponen dari
kerusakan poliglandular,bersama dengan hipotiroid,insufisiensi adrenal, atau
sistemik lupus eritematosus (SLE).
Penyebab Iatrogenik
Penyebab iatrogenik merupakan penyebab yang relatif sering. Termasuk
diantaranya pasien yang menjalani pembedahan eksisi atau pembuangan komplit
ovarium.Dapat juga karena radiasi pelvis dari pasien dengan penyakit hodgkin,
dan dapat juga pada pasien yang menjalani kemoterapi. Alkylating agent juga
dipercaya dapat merusak fungsi ovarium.

Beberapa toksin di lingkungan dapat memberi efek buruk pada kesehatan


folikular. Termasuk merokok, logam berat, solven, pestisida, dan kimia industri
(Jick, 1977; Mlynarcikova, 2005; Sharara, 1998).

II.2.2.2 Hipogonadotropik Hipogonadism


Istilah ini merujuk bahwa abnormalitas yang utama terdapat pada axis
hipotalamus-pituitari. Penurunan stimulasi gonadotropin pada ovarium menyebabkan
penurunan produksi hormon steroid ovarium.
II.2.2.2.1 Kelainan pada Hipotalamus

II.2.2.2.1.1 Kelainan herediter


Kelainan hipotalamus herediter secara primer termasuk diantaranya pasien
dengan hipogonadotropik hipogonadism idiopatik. Beberapa dari mereka,
memiliki defek pada kemampuan penciuman dan dikatakan memiliki sindroma
Kallman,yaitu penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan / autosomal
resesif, dan terkait kromosom X. Pada penderita ini,GnRH yang disekresi gagal
menstimulasi gonadotropin dari hipofisis.Penurunan produksi estrogen
menghasilkan gangguan perkembangan payudara atau siklus menstruasi. Sindrom
ini sering terkait dengan anomali midline wajah seperti cleft palate,agenesis renal
unilateral,ataxia cerebellar,epilepsi,neurosensory hearing loss dan sinkinesis
(Winters, 1992; Zenaty, 2006).
II.2.2.2.1.2 Disfungsi Hipotalamus yang didapat

Gangguan fungsional atau Amenorrhea hipotalamus

Gangguan ini lebih sering terjadi daripada gangguan herediter


hipotalamus. Yaitu defisiensi gonadotropin yang menyebabkan anovulasi
kronik,yang diduga berasal dari gangguan fungsi hipotalamus atau pusat otak
yang lebih tinggi. Diagnosis mencakup 3 kategori utama : gangguan
makan(Eating Disorders), latihan ekstrim (extreme exercise), dan stress.
Eating Disorders , anorexia nervosa dan bulemia dapat menyebabkan
amenorrhea.Pada keduanya dapat menyebabkan penurunan berat badan yang
hebat. Disfungsi hipotalamus pada anorexia bersifat berat dan dapat
mempengaruhi hipotalamus-pituitari axis. Amenorrhea ini muncul mengikuti
penurunan berat badan yang terjadi, kadang walaupun pasien anorexia dapat
kembali ke berat badan semula,tak semua dari mereka dapat memiliki siklus
menstruasi yang normal kembali.
Exercise-Induced Amenorrhea , Hal ini sering terjadi pada perempuan
dimana latihan yang dilakukan menyebabkan kehilangan lemak yang signifikan,
seperti ballet,gymnastic, dan lari jarak jauh. Apabila dari mereka memiliki
menstruasi, siklusnya biasanya memiliki variabilitas pada jarak dan lama haid
karena menurunnya fungsi hormonal,termasuk pemendekan fase luteal.
Stress-Induced Amenorrhea , hal ini terkait kejadian traumatik pada
hidup,seperti kematian sanak keluarga atau perceraian. Sering pada pasien ini
datang dalam keadaan stress karena sedang menjalani ujian,sedang merencanakan
pernikahan,atau drop-out dari sekolah.
Patofisiologi Amenorrhea hipotalamus fungsional dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Gambar 3. Patofisiologi amenorrhea hipotalamus fungsional

Latihan terkait dengan peningkatan kadar opioid endogen (endofin),


opioid ini merubah pulsasi GnRH. Sebagai bagian dari respon stress, tiap kondisi
ini memacu peningkatan corticotropin releasing hormon (CRH) dari hipotalamus
dan menyebabkan produksi kortisol dari kelenjar adrenal. CRH ni dapat merubah
pola pulsasi dari sekresi GnRH, dimana kortisol secara langsung maupun tidak
langsung mengganggu fungsi neuronal GnRH.
Eating disorders diduga mengganggu fungsi ovulasi melaui beberapa
faktor hormonal termasuk insulin, glukagon, dan leptin.Pasien dengan anorexia
nervosa memiliki kadar leptin yang rendah pada darah. Leptin memiliki konsep
sebagai satiety factor, ada hipotesa yang mengatakan bahwa penurunan
produksi leptin karena weight loss dapat menstimulasi neuropeptide Y, dimana
selanjutnya dapat menstimulasi rasa lapar dan merubah pulsasi GnRH.

Destruksi Anatomis
Setiap proses yang merusak hipotalamus dapat mempengaruhi sekresi
GnRH dan menyebabkan hipogonadotropik hipogonadism dan amenorrhea.
Tumor-tumor yang sering menyebabkan amenorrhea termasuk
craniopharyngioma, germinomas, tumor sinus endodermal, granuloma eosinofilik
(Hand-Schller-Christian syndrome), dan glioma, tentu saja juga lesi-lesi
metastase.
Kadang ada juga yang disebabkan infeksi,seperti tuberkulosis, dan
penyakit infiltratif seperti sarcoidosis. Trauma dan radiasi juga dapat sebagai
penyebab lainnya.

II.2.2.2.2 Kelainan pada kelenjar hipofisis anterior

II.2.2.2.2.1 Kelainan herediter

Disfungsi hipotalamus dan pituitari yang terkait dengan agenesis gonad


dan hipoplasia adrenal telah secara jelas dideskripsikan pada pasien dengan
mutasi pada reseptor hormon nuklear, faktor steroidogenic-1 (SF-1; NR5A1) dan
DAX1 (NR0B1) (Beranova, 2001; Layman, 1997, 1998; Matthews, 1993; Weiss,
1992).

II.2.2.2.2.2 Kelainan yang didapat


Adenoma pituitari adalah penyebab utamanya, sebagian besar adenoma
mensekresi prolaktin, tetapi perubahan sekresi hormon pituitari apapun dapat
menyebabkan amenorrhea. 1 dari 10 perempuan amenorrhea memiliki kadar
serum prolaktin yang tinggi,dan lebih dari setengah perempuan dengan galaktorea
dan amenorrhea juga memiliki kadar serum prolaktin yang tinggi ("galactorrhea-
amenorrhea syndrome").
Dopamin adalah regulator utama biosintesis dan sekresi prolaktin,
peningkatan kadar prolaktin dapat meningkatkan reflek produksi dopamin
sentral,yang merubah fungsi neuronal GnRH. Fungsi pituitari juga dapat diganggu
oleh beberapa penyebab seperti tumor pituitari (efek kompresi), proses
peradangan ,penyakit infiltratif, lesi metastase,pembedahan maupun radiasi pada
pituitari dan sindroma sheehan (panhipopituitarisme yang muncul setelah
pendarahan post-partum yang masif dengan komplikasi hipotensi) .

II.2.2.2.3 Penyebab lain hipogonadotropin hipogonadism


Keadaan hipogonadotropin hipogonadism ini juga dapat ditemui pada
penderita gagal ginjal terminal, penyakit liver, malignansi, sindroma
immunodefisiensi, dan sindroma malabsorbsi.

II.2.2.3 Amenorrhea Eugonadotropin


Beberapa kelainan yang menyebabkan amenorrhea tidak selalu terkait dengan
kadar gonadotropin yang abnormal. Pada pasien ini, sekresi kronik steroid mempengaruhi
feedback normal antara ovarium dan hipotalamus-pituitari axis. Kurangnya siklusitas
mempengaruhi maturasi oosit normal dan terjadi kegagalan menstruasi .Pasien ini tetap
dapat mensekresi estrogen, dan disebut chronic anovulation with estrogen present.

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) adalah penyebab terbanyak anovulasi


kronik dengan kehadiran estrogen . Gejala klinis bervariasi dari gangguan siklus
ovulasi,menometroragia, hingga amenorrhea komplit (disebabkan efek atropi dari
endometrium yang berploriferasi oleh androgen)
Adult-Onset Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH),dapat menyebabkan
hiperandrogenisme dan siklus menstruasi yang iregular.Onset dewasa pada penyakit ini
disebabkan oleh mutasi dari gen CYP21, yang mengkode enzim 21-hydroxilase. Pasien
ini tak mampu mengubah progesteron menjadi kortisol dan aldosteron, dan justru
meningkatkan produksi androgen. Peningkatan ini menyebabkan kegagalan maturasi
oosit,dan berujung pada anovulasi dan amenorrhea.
II.2.2.4 Hiperprolaktinemia dan Hipotiroidisme

Hiperprolaktinemia telah diketahui sebagai penyebab hipogonadotropin


hipogonadism. Kelainan tiroid juga penyebab yang relatif cukup sering pada
oligomennorhea dimana kadar gonadotropin dalam batas normal. Secara klasik,
hipotiroid menyebabkan amenorrhea,sedang hipertiroid dapat menyebabkan menorraghia.
Penurunan kadar hormon tiroid dalam darah menyebabkan kompensasi berupa
peningkatan thyrotropin-releasing hormone (TRH), TRH ini meningkatkan TSH dan
selain itu dapat berikatan dengan lactotropes hipofisis dan meningkatkan sekresi
prolaktin.
Peningkatan prolaktin menghasilkan kompensasi berupa peningkatan dopamin
sentral (penghambat primer sekresi prolaktin). Peningkatan kadar tersebut merubah
sekresi GnRH, kemudian mengganggu siklus normal sekresi gonadotropin dan mencegah
ovulasi.

Gambar 4. Patofisiologi hiperprolaktinemia dan hipotiroidisme pada amenorrhea

II.3 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, penting untuk menentukkan organ mana yang
mengalami ganguan kemudian baru dapat ditentukan secara tepat penyebab dari amenorrhea
ini.1 Diagnosa banding untuk amenorrhea cukup luas, mulai dari karena kelainan genetik sampai
gangguan endokrin, gangguan fisiologi, lingkungan dan struktural. Untuk memfasilitasi
penegakkan suatu diagnosa kerja yang cepat dan akurat, maka penting untuk dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang detail. Semua pasien dengan amenorrhea yang tidak
dilakukan histerektomi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kehamilan, kadar serum thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan prolaktin1. Untuk menegakkan diagnosis pada kasus
amenorrhea primer dan sekunder, langkah yang terpenting dalam mendiagnosa adalah dengan
menyingkirkan kemungkinan bahwa pasien tersebut sedang hamil.
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, hal pertama yang harus kita pikirkan adalah
adanya kehamilan. Setelah kehamilan disingkirkan, dengan mengikuti alogaritma yang ada maka
kita semakin dekat pada diagnosa yang sebenarnya. Sering terjadi overlapping antara penyebab
amenorrhea primer dan sekunder. Untuk itu memastikan perkembangan seksual pasien
merupakan kunci utama untuk membedakan kedua hal ini4.

ANAMNESA

Anamnesa yang lengkap meliputi riwayat perkembangan masa kanak kanak dan area
perkembangan lainnya termasuk grafik tinggi badan dan berat badan terhadap usia pada
thelarche dan menarche. Memastikan usia saat menarche pada ibu serta saudara perempuan
pasien disarankan karena usia saat menarche di dalam anggota keluarga dapat terjadi dalam usia
yang hampir sama antar anggota keluarga satu sama lain. Durasi dan lamanya menstruasi, berapa
hari dalam 1 siklusnya, HPHT ( hari terakhir haid terakhir ), ada tidaknya molimina ( nyeri pada
payudara dan perubahan mood yang mendadak sebelum menstruasi ) adalah informasi penting
yang harus ditanyakan ke pasien. Riwayat penyakit kronis, trauma, operasi sebelumnya, dan
pemakian obat obatan juga penting. Riwayat melakukan hubungan seksual sebaiknya
ditanyakan dengan menjaga kerahasiaan pasien. Sebaiknya juga ditanyakan tentang pemakaian
obat obatan, latian fisik, situasi rumah dan sekolah serta keadaan psikososialnya. Gejala klinik
yang sering dijumpai meliputi gejala vasomotor, hot flashes, perubahan virilizing, galaktorea,
sakit kepala, lesu, palpitasi, cemas, kehilangan pendengaran, dan gangguan penglihatan. 1

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pmeriksaan tanda tanda vital, termasuk tinggi badan
dan berat badan, serta rasio maturitas seksual. Yang ditemukan pada pemeriksaan fisik antara
lain4 :

Keadaan Umum
o Anorexia : cachexia, bradikardi, hipotensi, hipotermia, yellow skin ( karotenemia
), BMI < 18.
o Tumor Hipofisis : perubahan funduskopi, gangguan lapangan pandang, cranial
nerve signs.
o Sindroma polikistik ovarii : acne, acanthosis nigricans, hirsuitisme, BMI > 30
o Inflammatory Bowel Disease : fisura, skin tags, darah samar pada pemeriksaan
rektal ( RT )
o Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : webbed neck, pembesaran
carrying angle, tidak adanya pembesaran payudara dan postur yang pendek.
Payudara
o Galaktorea : dengan mempalpasi payudara
o Delayed pubertas : belum berkembang dan rambut pubis jarang.
o Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : belum berkembang dengan
pertumbuhan rambut pubis yang normal.
Rambut Pubis dan Genitalia Eksternal
o Hiperandrogenisme : distribusi rambut pubis, rambut di wajah yang berlebih
o Androgen Insensitivity syndrome : rambut pubis dan axilla tidak ada atau tipis
dengan payudara yang berkembang ( gejala dan keparahan tergantung pada defek
reseptor androgen )
o Delayed pubertas : tanpa payudara yang berkembang
o Tumor adrenal atau ovarium : Klitoromegali, virilization
o Pelvic Fullness : kehamilan, massa di ovarium, kelainan genitalia
Vagina
o Hymen imperforata : pembengkakan vagina eksternal
o Agenesis ( Syndrome Rokitansky Hauser ) : pemendekan vagina dengan uterus
yang rudimenter atau tidak adanya uterus, rambut pubis normal
o Androgen insensitivity syndrome - pemendekan vagina tanpa uterus, rambut pubis
tidak ada
Uterus : jika uterus membesar maka kehamilan harus disingkirkan
Cervix :
o Menilai kanalis vaginalis, efek estrogen pada mukosa vagina, dan sekresi mukus.
o Adanya mukus menunjukkan adanya produksi E2 oleh ovarium ( tidak diimbangi
oleh produksi progesteron )
o Mukus jernih, mukus berlebih setelah hari ke 20 siklus menunjukkan adanya
anovulasi
o Mukus yang sedikit dan vagina yang kering dan pucat menunjukkan tidak
diproduksinya E2

Pada referat ini akan dibahas mengenai diagnosa amenorrhea menurut masing masing
penyebabnya:

II.3.1 Diagnosa pada amenorrhea primer1

Melalui pemeriksaan pelvis maka dapat didapatkan adanya sebuah vagina dan uterus dan
tidak terdapatnya septum vagina ataupun hymen imperforata yang dapat menyebabkan gagal
munculnya menstruasi. Karena pemeriksaan pelvis pada remaja perempuan sulit dilakukan, USG
pelvis atau pemeriksaan yang menggunakan anestesi mungkin diperlukan untuk menentukan ada
tidaknya sebuah uterus.

Jika uterus tidak ditemukan, maka kadar serum testosteron sebaiknya ditentukan dan
pemeriksaan karyotyping dilakukan untuk dapat membedakan antara terjadinya agenesis duktus
muller dan testicular feminization.

Berikut adalah alogaritma dalam mengakkan diagnosis pada amenorrhea primer:

II.3.2 Diagnosis pada amenorrhea yang disertai galaktorea-hiperproteinemia1


Pasien dengan hipotiroidisme memiliki kadar thyroid-releasing hormone (TRH). TRH.
TRH menstimulasi pelepasan dari prolaktin dan menyebabkan terjadinya galacthorrhea
amenorrhea syndrome. TSH juga meningkat dan lebih mudah diukur dan merupakan
pemeriksaan screening untuk hipotiroidisme. Setelah hipotiroidisme diterapi dengan baik, maka
kadar prolaktin serum harus diukur kembali setelah fungsi tiroid kembali normal. Jika kadar
prolaktin tetap meningkat atau lebih tinggi dari 50 200 ng/ml, pasien sebaiknya diteliti lebih
jauh untuk dilihat bagaimana keadaan hipofisis ( sella turcica ) atau dengan CT Scan atau MRI
sella turcica untuk mengesampingkan mikroadenoma atau makroadenoma hipofisis.

Anamnesa yang sangat teliti harus dipastikan apakah hiperprolaktinemia disebabkan oleh
pemakaian obat obatan atau bukan. Sekresi prolaktin dihambat oleh dopamin dan distimulasi
oleh serotonin dan TRH. Obat obatan yang memblok sintesis atau pengikatan dopamin akan
meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin akan meningkat dengan agonis serotonin dan
menurun dengan antagonis serotonin. Makroadenoma hipofisis sebaiknya disingkirkan jika kadar
prolaktin lebih tinggi dari 50 100 ng/ml, bahkan jika pasien diberi obat obatan yang
meningkatkan kadar prolaktin.

II.3.3. Diagnosis pada amenorrhea sekunder1


II.3.3.1 Amenorrhea yang tidak disertai galaktorea-hiperproteinemia1

Langkah pertama untuk menegakkan diagnosa adalah dengan progestin


challenge, dimana secara tidak langsung menentukan apakah ovarium memproduksi
estrogen. Jika endometrium dipersiapkan oleh estrogen, progestin eksogen akan
menghasilkan menstruasi. Berikan antara medroxyprogesterone acetate 10 mg peroral
setiap harinya selama 5 hari atau berikan progesteron 100200 mg intramuskular sebagai
single dose. Jika diikuti oleh perdarahan pervaginam maka ovarium mensekresi estrogen.
Akan tetapi jika tidak maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat estrogen atau pasien
tersebut menderita Asherman's syndrome.

Dari sudut pandang praktis, jika pasien tidak mempunyai riwayat D&C
(Dilatation and Curettage ), hampir tidak mungkin pasien tersebut menderita Ashermans
syndrome. Asherman's syndrome dapat disingkirkan dengan memberikan estrogen
terkonjugasi sebanyak 2,5 mg peroral setiap harinya selama 25 hari, ditambah
medroxyprogesterone acetate sebanyak 10 mg peroral pada hari ke 16 25. Pasien
dengan Ashermans Syndrome tidak mengalami perdarahan dengan regimen pengobatan
ini.

Ashermans Syndrome juga dapat didiagnosis dengan melakukan tes serum


progesteron per minggu nya. Beberapa nilai pada ovulatory range ( > 3 ng/mL ) yang
tidak disertai dengan menstruasi merupakan indikasi untuk Ashermans syndrome.
Hysterosalpingography, sonohysterography, dan hysteroscopy dapat juga digunakan
untuk mendiagnosa Ashermans Syndrome.

Pada pasien yang tidak menderita Ashermans Syndrome dan tidak berespon baik
dengan progestin challenge, disfungsi ovarium dapat berasal dari hipotalamus atau dari
ovarium sendiri. Perbedaannya berdasarkan pada kadar FSH. Primary ovarian
dysfunction mensekresi estradiol kadar rendah dengan kadar serum FSH yang tinggi. FSH
dengan kadar lebih tinggi dari 40 mIU/mL mengindikasikan suatu primary ovarian
failure.
II.3.3.2 Amenorrhea yang disebabkan oleh primary ovarian failure1

Karyotyping diindikasikan untuk wanita yang mengalami prematur menopause,


sebagian apabila amenorrheanya primer. Pasien dengan amenorrhea primer dapat
memiliki steroid enzyme defect. Ooforitis autoimun bersifat reversible dan menyebabkan
ovarian failure sehingga harus diteliti lebih lanjut.

II.3.3.3 Amenorrhea yang disertai disfungsi hipofisis hipotalamus

Perbedaan antara disfungsi hipotalamus dari disfungsi hipofisis dapat dicapai


dengan pemberian GnRH, tetapi secara umum merupakan suatu usaha yang sia sia,
karena penyebab karena hipofisis jarang tejadi dan dapat sering didiagnosis berdasarkan
anamnesa. Pada Kallmanns syndrome, pemberian single dose bolus GnRH tidak
menimbulkan respon yang normal. Pemberian GnRH dapat sampai 40 dosis untuk
menimbulkan efek pada hipofisis sehingga akan berespon normal. Pompa GnRH juga
dapat digunakan.

Pada wanita dengan amenorhea sekunder, observasi kadar LH dan FSH setelah
pemberian GnRH dapat membantu untuk menentukan apakah pasien tersebut mengalami
gangguan pubertas yang terlambat.

Pasien yang mengalami perdarahan akibat respon dari pemberian progestin


challenge dapat dibagi menjadi 4 kategori :

1. Virilized dengan atau tanpa ambiguous genitalia


2. Hirsuitisme dengan polikistik ovarii, hiperthecosis atau mild maturity-onset adrenal
hyperplasia
3. Non hirsuitisme dengan disfungsi hipotalamus
4. Amenorrhea sekunder menjadi penyakit sistemik
.

II.4 Penatalaksanaan Amenorrhea1

Selain kehamilan, anovulasi dan penyakit kronis, kelainan yang dapat menyebabkan
keadaan amenorrhea membutuhkan keahlian subspesialis untuk tatalaksana. Kebanyakan metode
yang dibutuhkan untuk tatalaksana berupa bedah dan terapi spesifik. Untuk pasien remaja
dengan constitutional delay atau anovulasi, tujuan dari tatalaksana adalah restorasi dari siklus
ovulasi.

Tatalaksana pada wanita dengan amenorrhea, harus mengingat keadaan apa yang paling
mungkin menyebabkannya, hal ini akan sangat membantu. Walaupun diagnosis banding untuk
Amenorrhea cukup bervariatif, pasien dengan amenorhea primer dan sekunder biasanya karena 1
diantara 5 keadaan berikut : sindrom PCO, Amenorrhea failure dan disfungsi tiroid. .

II.4.1 Sindrom PCO

Sindrom PCO dengan gejala oligomenorrhea atau amenorrhea, hormon androgen


yang berlebih dan gambaran polikistik ovarium melalui USG . BMI yang tinggi dan
resistensi insulin juga memegang peranan yang penting dalam patogenesis sindrom PCO.
Pasien dengan sindrom PCO memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya Diabetes
Mellitus, hipertensi, gangguan profil lipid, hipotiroid dan kanker endometrium.
Jika kehamilan bukanlah tujuan, induksi withdrawal bleeding tiap bulannya dapat
dilakukan. Cyclic progesteron dan kontrasepsi oral dapat menyebabkan withdrawal
bleeding tiap bulannya . Kontrasepsi oral menurunkan sekresi LH, sehingga produksi
androgen menurun ,perbaikan pada acne dan hirsutisme. Kontrasepsi oral menyebabkan
atrofi pada lining endometrium sehingga menurunkan insidensi hiperplasia endometrium
dan kanker endometrium.

Metformin sekarang ini digunakan untuk memperbaiki siklus ovulasi. Penelitian


lebih lanjut dibutuhkan untuk menentukan apakah metformin harus digunakan untuk
pencegahan dari perkembangan Diabetes Mellitus, gangguan kardiovaskular dan
gangguan profil lipid. Pasien harus dihimbau untuk mempertahankan ratio BB-TB sesuai
dengan referensi yang sesuai dan melakukan aktivitas seperti olahraga karena keduanya
merupakan terapi utama untuk mengontrol sindrom PCO.

II.4.2 Hipothalamik amenorrhea

Hipotalamik Amenorrhea adalah penyebab tersering pada pasien dengan ganguan


makan, restriksi kalori, olahraga yang berlebihan dan stress psikogenik. Hypotalamik
amenorrhea paling baik diterapi dengan modifikasi tingkah laku , secara multidisipliner,
tergantung dari apa penyebabnya. Secara multidisipliner yang meliputi ahli gizi,
counsellor, dokter dan anggota keluarga. Setelah adanya perbaikan dari tingkah laku
yang menyebabkan terjadinya hipotalamik amenorrhea, kebanyakan wanita dapat
kembali ke dalam siklus menstruasinya secara normal.

Wanita dengan anoreksia nervosa yang parah, mungkin tidak dapat kembali ke
siklus menstruasinya secara normal setelah kenaikan berat badan. BMI < 15
membutuhkan intervensi dari ahli gizi yang terkait. Perawatan dalam rumah sakit
mungkin diindikasikan pada pasien ini. Pada kelompok ini memerlukan terapi sulih
hormon estrogen dan monitoring massa tulang. Peningkatan berat badan merupakan
faktor penting untuk perbaikan massa tulang. Terapi dengan menggunakan gonadotropin
mungkin dibutuhkan untuk konsepsi.
Pasien dengan hipotalamik amenorrhea yang disebabkan olahraga berlebih
seringkali menolak untuk mengubh pola tingkah laku mereka. Hal ini terutama berlaku
pada atlet. Walaupun hal ini kontroversial, pertimbangan untuk meningkatkan E2 dengan
kontrasepsi oral. Kebanyakan atlet bahkan menggunakan kontrasepsi oral untuk
membatasi atau menghindari menstruasi.

Hipotalamik amenorrhea fungsional yang disebabkan stress merupakan diagnosis


eksklusi. Gangguan makan dan pembatasan kalori harus sudah dieksklusikan sebagai
faktor penyebab. Modifikasi tingkah laku atau pola hidupmerupakan terapi yang utama.
Selain itu juga dapat digunakan kontrasepsi oral untuk memperbaiki kadar E2 yang
rendah

II.4.3 Hiperprolactinemia

Hiperprolaktinemia dengan kadar TSH normal membutuhkan pencitraan MRI


untuk menentukan keberadaan tumor, microadenoma atau macroadenoma serta lesi
sistem saraf pusat yang lain. Microadenoma dan prolaktinoma , dengan diameter , 1cm
merupakan tumor yang tumbuh lambat dan paling sering ditemukan pada wanita pre-
menopause. Tatalaksana yang perlu dipikirkan pada pasien ini adalah untukmemperbaiki
tingkat kesuburan, meng eliminasi galaktorrhea dan mengurangi gejala- gejala
hypoestrogenemia. .

Hiperprolaktinemia simptomatis karena adanya gangguan dari hipofisis harus


diobati pada awalnya dengan menggunakan agonis dopamin seperti bromokriptin dan
cabergolin. Macroadenoma juga dapat diobati dengan menggunakan agonis dopamin
sebagai awalan. Seringkali, lesi yang lebih besar gagal untuk merespon terhadap terapi
medis terutama pada pasien yang telah mengalami gangguan akut penglihatan. Hal ini
merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan atau radiasi.

II.4.4 Hypergonadotropic hypogonadism

Pada pasien yang gagal memasuki masa pubertas, hipergonadotropik


hypogonadism seringkali diassosiasikan dengan sindrom turner dan gangguan dysgenesis
gonadal yang lain seperti sindrom Swyer. Delesi dari kromosom X ( sindrom turner),
delesi parsial dan translokasi merupakan diagnosis yang paling sering ditemukan.
Kariotip genetik diperlukan untuk mendeteksi adanya Y- containing chromatin.

Pasien yang memiliki kromosom Y memiliki kemungkinan 25% untuk terjadinya


tumor gonad. Gonad harus secepatnya dibuang, karena memang tidak berfungsi dengan
semestinya.Terapi sulih hormon mungkin diperlukan untuk terjadinya proses pubertas
dan juga harus dipikirkan perkembangan yang maksimal dari massa tulang.Sindroma
turner berkaitan dengan gangguan pada telinga, ginjal, evaluasi pada organ tersebut
diperlukan secara seksama..

Premature ovarian failure setelah pubertas terjadi pada 1% pada wanita dewasa.
Pengobatan harus ditentukan berdasarkan keadaan masing- masing individu. Beberapa
pasien membutuhkan Terapi sulih Estrogen untuk hot flashes dan simptom lainnya yang
berhubungan dengan keadaan menopause, misalnya osteoporosis, bukan untuk
menyembuhkan dari penyebab itu sendiri.

II.4.5 Disfungsi tiroid

Pasien dengan hipotiroid dan hipertiroid harus menjalani tatalaksana yang sesuai
.

Anda mungkin juga menyukai