Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pratikum Hari/Tanggal : Kamis, 3 Meret 2016

Biokimia Umum Waktu : 12.00-14.30


PJP : Puspa Puspita J, S.Si, M.Sc
Asisten : Sabighoh Zanjabila
M. Maffuchin Sholeh
Sri Novita
Faris Wahyu Purnomo

KARBOHIDRAT

Kelompok 9

Panji Khoirul Anam B04150037

Meisi Nuriski B04150127

Puteri Delarin Rallysa Sutisna B04150131

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN

Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau


polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila
dihidrolisis. Karbohidrat mengandung gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida
atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Karbohidrat menyediakan kebutuhan
dasar yang diperlukan tubuh makhluk hidup. Misalnya, pada vertebrata, glukosa
mengalir dalam aliran darah sehingga tersedia bagi seluruh sel tubuh. Sel-sel
tubuh tersebut menyerap glukosa dan mengambil tenaga yang tersimpan di dalam
molekul tersebut pada proses respirasi selular untuk menjalankan sel-sel tubuh.
Selain itu, kerangka karbon monoksakarida juga berfungsi sebagai bahan baku
untuk sintesis jenis molekul organik kecil lainnya,termasuk asam amino dan asam
lemak (Purnomo 2006)

Terdapat tiga golongan utama karbohidrat yaitu monosakarida,


oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan senyawa karbohidrat
yang paling sederhana karena molekulnya hanya terdiri dari beberapa atom C dan
tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat yang lain.
Rumus umum monosakarida adalah (CH2On). Umumnya senyawa monosakarida
adalah aldehid atau keton yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil.
Beberapa molekul karbohidrat ada yang mengandung unsur nitrogen dan sulfur.
Jika gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan aldehid maka
monosakarida ini disebut aldosa, contoh aldosa yaitu glukosa dan galaktosa. Jika
gugus karbonil pada ujung rantai monosakarida adalah turunan keton maka
monosakarida ini disebut ketosa, contoh ketosa yaitu fruktosa. Monosakarida
yang paling kecil adalah gliseraldehid dan dihidroksiaseton (Priyadi 2015)

Oligosakarida merupakan karbohidrat yang jika dihidrolisis akan terurai


menghasilkan 3 10 monosakarida, misalnya dekstrin dan maltopentosa, yang
termasuk kelompok ini adalah disakarida, trisakarida, dan seterusnya. Tiga
senyawa disakarida utama yang penting dan melimpah di alam yaitu sukrosa,
laktosa dan maltosa. Ketiga senyawa ini memiliki rumus molekul yang sama
(C12H22O11) dengan struktur molekul berbeda. Maltosa terdiri atas dua residu a
dan - glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glikosida a(1-4) dan maltosa yang
terbentuk adalah -maltosa. Maltosa tidak ditemukan bebas di alam. Laktosa
terdiri atas residu b-galaktosa dan b-glukosa serta membentuk b-laktosa. Laktosa
ditemukan bebas terutama pada susu. Laktosa masih bersifat pereduksi karena
gugus fungsionalnya yaitu gugus karbonil masih reaktif (bebas). Sukrosa terdiri
atas residu a-glukosa dan -fruktosa yang menghasilkan bentuk b-sukrosa dengan
ikatan glikosianat (12). Sukrosa disintesis oleh jaringan tumbuhan yang
berkloroflas melalui proses fotosintesis, tidak ditemukan pada jaringan hewan.
(Winarno 2008)

Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida


sebagai monomer. Rumus umum polisakarida, yaitu (C6H10O5n). Contoh
polisakarida adalah selulosa, glikogen, dan amilum (pati). Pati merupakan
polisakarida yang tersusun oleh glukosa. Dipandang dari strukturnya, butir-butir
pati terdiri dari dua bagian, bagian amilosa yang merupakan rantai lurus polimer
glukosa, dan bagian amilopektin yang terdiri dari rantai bercabang polimer
glukosa jika dihidrolisis sempurna akan dihasilkan molekul-molekul glukosa
(Wiratmaja 2011). Karbohidrat dalam tubuh hewan dibentuk dari beberapa asam
amino, gliserol lemak, dan sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal
dari tumbuh tumbuhan, karbohidrat dalam sel tubuh disimpan dalam hati dan
jaringan otot dalam bentuk glikogen. Tujuan diadakannya praktikum ini yaitu
menunjukkan sifat dan struktur karbohidrat melalui uji-uji kualitatif serta
mengamati struktur beberapa karbohidrat melalui sifat reaksinya dengan beberapa
reagen uji.

METODE

Waktu dan Tempat Pratikum

Pratikum karbohidrat dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 3 Maret 2016.


Tepatnya pada pukul 12.00-14.30 WIB. Pratikum ini dilaksanakan di laboratorium
biokimia FMIPA-IPB Bogor

Bahan dan Alat


Bahanbahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain larutan
percobaan, yaitu larutan glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, laktosa 1%,
maltosa 1%, dan pati 1%. Selain itu digunakan juga ragi untuk uji fermentasi,
fosfomolibdat untuk uji barfoed, dan dan tepung percobaan ( tepung pati, tepug
gum arab, tepung agar-agar) untuk uji iod. Reagen yang digunakan yaitu pereaksi
molisch, pereaksi benedict, pereaksi barfoed, pereaksi selliwanoff, fenil hidrazin
Na asetat kering, dan iod encer.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah pipet ukur, pipet
tetes, tabung reaksi, karet penghisap, penjepit tabung, rak tabung, penangas air,
mikroskop, mortar, tabung fermentasi, stopwatch dan papan uji.

Prosedur
1. Uji Molisch
Tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan. Selanjutnya ke dalam
tabung reaksi tersebut dimasukkan 2.5 mL larutan uji, 2 tetes pereaksi Molisch,
dan kemudian dicampur hingga merata. Secara hati-hati kemudian dimasukkan
1.5 mL asam sulfat pekat ke dalam tabung dalam keadaan miring melalui dinding
tabung. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna violet (ungu)
kemerah-merahan pada batas kedua cairan, sedang reaksi negatif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna hijau. Uji ini dilakukan terhadap larutan glukosa 1%,
larutan fruktosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, maltosa 1%, dan
larutan pati 1%.

2. Uji Benedict.
Percobaan dilakukan dengan menyiapkan tabung reaksi yang kering dan
bersih pertama kali. Selanjutnya dimasukkan 2.5 mL larutan Benedict dan 4 tetes
larutan uji ke dalam tabung reaksi, dicampur hingga merata, dan selanjutnya
dididihkan selama 5 menit. Setelah 5 menit dididihkan, larutan didinginkan dan
diamati perubahan warna yang terjadi. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata. Reaksi belum
dikatakan positif jika perubahan warna yang terjadi hanya sedikit saja. Uji ini
dilakukan terhadap larutan glukosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan laktosa 1%, maltosa 1%, dan larutan pati 1%.

3. Uji Barfoed.
Tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan. Selanjutnya dimasukkan
1 ml pereaksi Barfoed dan 1 mL larutan uji ke dalam tabung reaksi. Setelah itu,
tabung tersebut dipanaskan dalam air yang mendidih selama 3 menit dan
kemudian didinginkan. Setelah dingin, dimasukkan 1 mL fosfomolibdat, dikocok,
dan diamati perubahan warna yang terjadi. Uji ini dilakukan terhadap larutan
glukosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, maltosa
1%, dan larutan pati 1%.

4. Uji fermentasi
Percobaan dilakukan dengan 2 g ragi roti dihaluskan dan 10 mL larutan
uji dengan mortar sampai homogen. Selanjutnya bahan yang telah halus tadi
dimasukkan ke dalam tabung fermentasi sampai bagian kaki yang tertutup terisi
panuh oleh cairan. Selanjutnya dilakukan pemeraman pada suhu 36C dan
diperiksa setiap 15 menit. Jika terdapat ruangan gas pada kaki tabung yang
tertutup, dilakukan pengukuran panjang gas tersebut dari ujung tabung.
Selanjutnya untuk membuktikan bahwa gas yang terbentuk adalah gas CO2,
dilakukan penambahan NaOH 10% ke dalam tabung fermentasi melalui kaki yang
terbuka dan kemudian mulut tabung tabung ditutup dengan ibu jari sambil
dibolak-balik beberapa kali. Adanya gas CO2 ditunjukkan dengan adanya isapan
pada ibu jari. Uji ini juga dilakukan terhadap larutan glukosa 1%, larutan fruktosa
1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, maltosa 1%, dan larutan pati 1%.

5. Uji Selliwanof
Tabung reaksi yang bersih dan kering disiapkan. Selanjutnya dimasukkan
2 mL pereaksi Selliwanof dan 4 tetes bahan percobaan, dididihkan selama 30
detik, dan diamati perubaha warna yang terjadi. Uji ini juga dilakukan terhadap
larutan glukosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%,
maltosa 1%, dan larutan pati 1%.

6. Uji osazon
Uji dilakukan dengan langsung mengamati sediaan yang telah dibuatkan di
bawah mikroskop. Uji ini juga dilakukan terhadap larutan glukosa 1%, larutan
fruktosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, maltosa 1%, dan larutan pati
1%.

7. Uji iod
Uji dimulai dengan penyiapan papan uji yang bersih dan kering.
Selanjutnya dimasukkan sedikit tepung agar-agar ke papan uji, ditambahkan
beberapa tetes larutan iod encer, dicampur hingga rata, dan diamati perubahan
warna yang terjadi. Uji ini juga dilakukan terhadap tepung pati, tepung agar-agar
dan tepung gum arab.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Uji Molisch

Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Glukosa - Bening/violet

Fruktosa + Merah

Sukrosa + Merah

Laktosa + Violet tipis

Maltosa + Violet tipis

Pati - Merah

Keterangan (+) Mengandung karbohidrat (-) Tidak mengandung karbohidrat


Pereaksi molisch terdiri dari -naftol dalam alkohol yang akan bereaksi
dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang disebabkan
oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat dan akan membentuk
cincin berwarna ungu pada larutan glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa, maltose,
dan pati. Hal ini menunjukkan bahwa uji molisch sangat spesifik untuk
membuktikan adanya karbohidrat. Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa
karbohidrat oleh asam sulfat pekat, dehidrasi heksosa menghasilkan senyawa
hidroksi metil furfural, sedangkan dehidrasi pentosa menghasilkan senyawa
fulfural, uji positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan kondensasi
antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan alpha-naftol dalam pereaksi
molish. Hasil reaksi yang positif menunjukkan bahwa larutan yang diuji
mengandung karbohidrat, sedangkan hasil reaksi yang negatif menunjukkan
bahwa larutan yang diuji tidak mengandung karbohidrat (Hawab 2001).

Terbentuknya cincin ungu menyatakan reaksi positif, pada percobaan yang


memberikan reaksi positif adalah fruktosa, sukrosa, laktosa, dan maltosa.
Sedangkan glukosa dan pati tidak menghasilkan cincin ungu. Hal ini tidak sesuai
dengan teori karena seharusnya semua sampel yaitu glukosa, fruktosa, laktosa,
maltosa, sukrosa, dan pati bereaksi positif dengan ditandai terbentuknya warna
ungu. Semakin pekat warna ungu yang terbentuk maka semakin pendek rantai
karbonnya, kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh pencucian tabung reksi yang
tidak bersih sehingga larutan terkontaminasi, ataupun tidak tepatnya volume
larutan yang diambil.

Tabel 2 Uji Benedict

Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Glukosa + Merah Bata

Fruktosa + Merah Bata


Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Sukrosa - Biru muda

Laktosa - Biru kehijauan

Maltosa + Merah bata

Pati - Biru

Keterangan : + Gula pereduksi - Bukan gula pereduksi

Uji Benedict merupakan uji yang dilakukan untuk membedakan gula


pereduksi bedasarkan reduksi ion kupri, dalam suasana alkalis. Gula reduksi
adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi dikarenakan
adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat teroksidasi langsung
melalui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak dapat teroksidasi secara
langsung, tetapi harus diubah menjadi aldehid dengan perpindahan tautomerik
yang memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai. Monosakarida yang
termasuk gula reduksi antara lain glukosa, fruktosa, gliseraldehida, dan galaktosa.
Untuk disakarida, contohnya adalah laktosa dan maltosa. Sedangkan yang
termasuk gula non-reduksi adalah sukrosa. Gula non-reduksi dicirikan dengan
tidak adanya struktur rantai terbuka, sehingga tidak rentan terhadap proses
oksidasi reduksi. Gula pereduksi beraksi dengan pereaksi na2co3 menghasilkan
endapan merah bata (Cu2O). OH laktol pada gula pereduksi menentukan
karbohidrat sebagai gula pereduksi atau bukan. Sekalipun aldosa atau ketosa
berada dalam bentuk sikliknya, namun bentuk ini berada dalam kesetimbangannya
dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, sehingga gugus
aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor (Wahyudi
2005).
Berdasarkan percobaan didapat bahwa tidak semua larutan yang diujikan
positif mengandung gula pereduksi. Pati, sukrosa, dan laktosa tidak mengandung
gula pereduksi karena setelah dipanaskan tidak terdapat endapan berwarna
merah.Menurut teori, seharusnya laktosa termasuk gula pereduksi, namun pada
percobaan tidak terdapat endapan merah bata. Kesalahan ini dapat terjadi karena
larutan terkontaminasi akibat pencucian tabung yang kurang bersih ataupun
proses pemanasan yang kurang maksimal. Sedangkan fruktosa, maltose, dan
glukosa merupakan gula pereduksi karena setelah dipanaskan menghasilkan
endapan berwarna merah. Terbentuknya endapan merah ini sebagai hasil ion
reduksi dari Cu2 menjadi ion Cu oleh suatu gugus aldehid atau keton bebas
yang terkandung dalam gula reduksi yang berlangsung dalam suasana alkalis.

Tabel 3 Uji Barfoed

Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Glukosa + Biru kehitaman

Fruktosa + Biru kehitaman

Sukrosa - Biru muda


Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Laktosa - Biru muda

Maltosa - Biru muda

Pati - Biru muda

Keterangan : (+)Monosakarida , (-) Disakarida

Uji Barfoed menggunakan pereaksi yang terdiri atas larutan kupriasetat dan
asam asetat dalam air, dan digunakan untuk membedakan antara monosakarida
dengan disakarida. Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada
disakarida. Jadi, Cu2O terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada oleh
disakarida. Warna biru tua akan muncul sebagai hasil positif setelah penambahan
fosfomolibdat. Menurut literatur, glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa
merupakan monosakarida sehingga menunjukkan hasil positif (berwarna biru tua),
sedangkan laktosa dan pati merupakan disakarida dan menunjukkan hasil negatif.
pati merupakan polisakarida yang terdiri atas beberapa monosakarida atau
disakarida (Poedjiadi 2007). Tetapi dalam percobaan hanya glukosa dan fruktosa
yang menunjukkan reaksi positif ditandai dengan warna biru tua, sedangkan
sukrosa, maltosa, laktosa, dan pati menunjukkan reaksi negatif. Kesalahan
tersebut terjadi karena proses hidrolisis kurang cukup waktu dan suhu yang masih
kurang panas . Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Gambar 25. Reaksi pada uji Barfoed.
Poedjiadi A dan Supriyanti FT. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Pr.

Tabel 4 Uji Seliwanoff

Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Glukosa - Bening

Fruktosa + Jingga

Sukrosa + Jingga

Laktosa - Bening
Sampel Hasil Perubahan Warna Gambar

Maltosa - Bening

Pati - Bening

Keterangan (+) Ketosa (-) Aldosa

Uji Selliwanof digunakan untuk membedakan karbohidrat aldosa dan


ketosa. Aldosa sebelum mengalami dehidrasi lebih dahulu mengalami
transformasi menjadi ketosa, dengan demikian aldosa akan bereaksi negatif. Pada
suasana asam ketosa lebih mudah terhidrolisis dibandingkan aldosa. Pereaksi
Selliwanof terdiri dari reorsinol dan HCl. Dehidrasi ketosa dengan reorsinol
membentuk warna merah muda atau jingga. Aldosa bereaksi lambat dengan
reorsinol dan membentuk warna bening. Fruktosa dan sukrosa menunjukkan hasil
positif terhadap uji ini, sedangkan glukosa, laktosa, maltosa, dan pati
menunjukkan hasil negatif. Hal disebabkan fruktosa dan sukrosa mempunyai
gugus keton. Karbohidrat yang mengandung gugus keton direaksikan dengan
saliwanoff akan menunjukkan warna merah (kuning +) sebagai reaksi positifnya
(Sumardjo 2009).Perubahan warna yang dihasilkan fruktosa lebih pekat daripada
yang lain. Ini berarti fruktosa memiliki gugus keton sehingga dapat membentuk 4-
hidroksi metil furfural (Slamet 2007).Berikut reaksinya:

Gambar 10 Reaksi pada uji Selliwanof

Sumber : Slamet, S dkk. 2007. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.


Yogyakarta: Liberty yogyakarta
Tabel 6 Hasil Uji Fermentasi

Menit Tinggi gas Tinggi gas Setelah


Sampel t
Ke- Awal(cm) Akhir (cm) Ditambah NaOH
5 0 0,2 0,2
10 0,2 0,4 0,2
Glukosa +++
15 0,4 0,9 0,5
20 0,9 2,0 1,1
5 0 1 1
10 1 2 1
Fruktosa ++
15 2 2 0
20 2 2 0
5 0 0,2 0,2
10 0,2 0,5 0,3
Sukrosa ++
15 0,5 1 0,5
20 1 2 1
5 0 0,1 0,1
10 0,1 0,1 0
Laktosa +++
15 0,1 0,1 0
20 0,1 0,1 0
5 0 <0,1 <0,1
10 0,1 <0,1 0
Maltose +
15 0,1 <0,1 0
20 0,1 1 0,9
5
10
Pati - - -
15 -
20

Keterangan :
(+++) : Besar hisapan
(++) : Sedang hisapan
(+) : Kecil hisapan
(-) : Tidak ada hisapan

Fermentasi adalah bentuk pengawetan makanan secara modern. Umumnya


bahan makanan yang akan diawetkan akan mengalami proses pengubahan
karbohidrat menjadi alkohol. Proses tersebut dipengaruhi oleh enzim yang dibuat
oleh sel-sel ragi. Umumnya bahan makanan yang diawetkan ditaburi dengan ragi,
kemudian disimpan dalam keadaan lembab tanpa sinar matahari. Beberapa contoh
proses fermentasi sering digunakan dalam pembuatan tempe, tape, tahu, kecap,
tauco, dan lain-lain (Umrah, 2012)
Fermentasi merupakan perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam pangan. Mikroorganisme
seperti itu disebut anaerob, karena mereka mampu hidup dan memecah senyawa
organik tanpa oksigen. Beberapa dari organisme tersebut akan mati jika
didedahkan dengan oksigen. Dalam hal ini mereka disebut anaerob obligat.
(Buckle, 1985)
Ragi yang sering digunakan dalam fermentasi adalah Saccharomyces
cerevisiae. Saccharomyces adalah yeast yang dapat tumbuh dengan baik dalam
kondisi aerob maupun anaerob. Tapi dalam kondisi anaerob, yeast akan
memfermentasi subtrat menjadi gula sangat cepat dan akan segera dikonversi
menjadi ethanol. (Sasmitamihardja,2000)

Proses fermentasi gula menjadi alkohol :


C6H12O6 + khamir 2 C2H5OH + 2 CO2
(Glukosa) (Etil Alkohol) (Karbondioksida)

Fermentasi terjadi pada kondisi anaerob. Tetapi sebelum dikondisikan


menjadi anaerob, pada fermentasi alokohol khamir yang digunakan dibiarkan
tumbuh terlebih dahulu dalam kondisi aerob. Setelah khamir yang tumbuh dirasa
cukup banyak maka dapat dikondisikan menjadi anaerob. Dengan ini fermentasi
akan berjalan lebih cepat. (Singleton,2006). Prinsip dari uji ini adalah
pembentukan etanol dan CO2 dari karbohidrat dalam keadaan anaerob bila
ditambahkan NaOH. NaOH berfungsi sebagai pendesak gas CO2 sehingga gas
tersebut lepas ke udara. Hasil percobaan menunjukan bahwa karbondioksida yang
dihasilkan fruktosa lebih cepat. Hal ini disebabkan karena fruktosa merupakan
monosakarida yang lebih reaktif dibandingkan disakarida ataupun polisakarida.
Pati dan disakarida lainnya merupakan molekul yang lebih besar
dibandingkan dengan monosakarida sehingga kemampuan ragi untukmencerna
dan mengubah pati tersebut menjadi etil alkohol dan karbondioksida lebih banyak
mengeluarkan energy dan waktu yang lebih lama, bahkan tidak menghasilkan gas
karbondioksida pada pati seperti pada pengamatan. Sehingga glukosa dan fruktosa
yang merupakan monosakarida dapat menhasilkan gas karbondioksida lebih
banyak dibandingkan dengan disakarida atau polisakarida (Hamdan 2007).
Sedangkan pada maltose gas karbondioksida yang dihasilkan sangat sedikit pada
menit pertama sampai ke 15 yaitu kurang dari 0,1 mm, namun pada menit ke 20
maltosa mengalami peningkatan yang sangat cepat. Seharusnya glukosa
menghasilkan gas karbondioksida yang lebih cepat dibandingkan fruktosa.
Glukosa akan lebih cepat mengalami fermentasi karena merupakan
golongan monosakarida yang cukup mengalami satu tahap untuk berubah menjadi
asam laktat atau asetat setelah proses glikolisis menuju proses fermentasi karena
tidak ada gas O2. Sebaliknya, golongan disakarida seperti sukrosa harus dipecah
terlebih dahulu menjadi monosakarida agar dapat mengalami fermentasi.
(simbolon 2008) kesalahan dalam percobaan dapat disebabkan oleh beberapa
factor diantaranya, yaitu kesalahan pengamat dalam menghitung tinggi gas. Daya
hisap paling besar setelah ditambah NaOH dialami oleh glukosa dan laktosa.
Fruktosa dan sukrosa mengalami daya hisap yang sedang, untuk maltose
mengalami daya hisap yang paling kecil. Sedangkan pati tidak mengalami daya
hisap sama sekali. Semakin tinggi hisapan pada ibu jari, semakin tinggi pula gas
karbondioksida yang dihasilkan.
Tabel 6 Hasil Uji Osazon

Larutan Uji Gambar Literature

Glukosa 1%

(Babu, 2015)

Fruktosa 1%

(Babu, 2015)

Sukrosa 1%

(Babu, 2015)

Laktosa 1%

(Babu, 2015)

Maltose 1%

(Babu, 2015)

Pati 1%

Fenilhidrazin bereaksi dengan monosakarida dan beberapa disakarida


membentuk hidrazon dan osazon. Hidrazon merupakan substansi yang mudah
larut dan sulit diisolasi. Sedang osazon kebalikannya, ia relatif tidak melarut dan
membentuk kristal yang bentuknya spesifik untuk setiap jenis sakarida.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kristal yang terbentuk dari osazon tidak
terlihat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu,
kesalahan dalam proses pengamatan atau kesalahan pada mikroskop yang
digunakan.
Uji Iod
Prinsip kerja uji iod adalah penambahan iodium pada polisakarida yang
menyebabkan terbentuknya kompleks absorbs berwarna spesifik. Uji iod
merupakan uji terhadap amilum atau pati. Amilum atau pati dengan iodium
menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen
dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium membentuk warna
coklat. Amilosa kurang lebih 20 % memiliki struktur lienier dan dengan iodium
membentu warna biru. Sementara penambahan iodium fraksi memberikan warna
ungu sampai merah. (Sumardjo, 2009)
Gum arab merupakan hidrokoloid yang dihasilkan dengan eksudasi alami
dari pohon akasia, merupakan hidrokoloid yang sangat mudah larut dalam air
panas maupun air dingin, membentuk larutan dengan viskositas rendah, akan
tetapi tidak larut pada alkohol dan pelarut organik lainnya. Gum arab dapat
mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode spray
drying karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat melindungi dari
oksidasi, absorbsi dan evaporasi (Bertolini et al., 2001).
Pati jagung dan barley dalam bentuk native dan modifikasinya (pati
suksinat dan oktenil suksinat berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan
dinding untuk enkapsulasi flavor volatile daging (flavor ayam bakar). Enkapsulat
dengan menggunakan pati jagung dan barley dalam bentuk native dan
modifikasinya sebagai bahan dinding memiliki kemampuan retensi yang baik
terhadap flavor volatile produk olahan daging. (Jeon et al, 2002)
Iodin dengan pati dapat membentuk suatu ikatan kompleks alfa heliks
amilase yang berwarna biru. Komponen pati yang berperan yaitu amilosa. Hasil
uji iod menunjukan bahwa pati memberikan hasil yang positif untuk uji ini. Hal
ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang
membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit
glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan
molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan
warna biru tua pada kompleks tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu jika
direksikan dengan beberapa larutan penguji yang bereaksi dengan zat tersebut. Uji
Molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat secara umum, uji Benedict
digunakan untuk menentukan gula pereduksi dalam karbohidrat. Uji Barfoed
digunakan untuk mengidentifikasi antara monoskarida, disakarida, dan
polisakarida. Uji Selliwanof digunakan untuk menentukan karbohidrat jenis
ketosa. Uji fermentasi yang menggunakan ragi dapat mencerna dan merubah
karbohidrat menjadi etil alkohol dan gas karbondioksida. Uji Osazon digunakan
untuk mengamati perbedaan yang spesifik bagi tiap karbohidrat melalui
penampang endapan yang dihasilkannya.
Saran

Penggunaan pipet yang berbeda saat mengambil sampel maupun reagen


sangat membantu ketepatan dan menghidari tercampurnya sampel lain atau reagen
lain. Pipet harus dicuci bersih dan dikeringkan agar larutan tidak terkontaminasi.
Pemanasan yang dilakukan pada percobaan uji benedict, barfoed dan seliwanoff
harus diakukan pada suhu yang optimal dan waktu yang tepat sehingga hasil yang
diperoleh dapat sesuai dengan teori atau literatur

DAFTAR PUSTAKA
Babu V, Silambhanan S, Krithika. 2015. Osozones of the uncommonly
encountered reducing sugars. IJIMS. 2(9): 24-29
Bertolini A.C., A.C. Siani dan C.R.F. Grosso. 2001. Stability of Monoterpenes
encapsulated in gum arabic by spray drying. J. Agr. Food. Chem. 49:780
785.
Hamdan A. 2007. Dasar-dasar biokimia. Jakarta(ID) : UI-Press
Hawab M. 2001. Dasar-Dasar Biokimia Umum. Institut Pertanian Bogor: Unit
Biokimia Jurusan Kimia FMIPA.
Jeon Y, Vasanthan T, Temelli F, Song B-K. 2003. The suitability of barley and
corn starches in their native and chemically modified forms for volatile
meat flavor encapsulation. Food research international 36:349-355
Poedjiadi A. 2006. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta(ID) : UI Press
Priyadi.2015.Uji Kualitatif Karbohidrat. Jurnal Teknlogi Agroindustri.2(3):60-87
Purnomo. 2006. Biologi. Jakarta(ID) : Sunda Kelapa Pustaka
Simbolon Karlina. 2008. Pengaruh persentase ragi tape dan lama fermentasi
terhadap mutu tape ubi jalar [Skripsi]. Sumatera Utara (ID):Universita
Sumatera Utara
Singleton, P. dan Diana S. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology edition. John Willey and Sons. England. P:31
Slamet S . 2007. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.Yogyakarta(ID):
Liberty yogyakarta
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta(ID): Buku
Kedokteran EGC
Wahyudi. 2005. Kimia Organik II. Malang(ID): UM Press
Winarno G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID) : Gramedia
Wiratmaja, I. G., dkk., 2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan
Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma cattonii sebagai Bahan
Baku. Jurnal ilmiah teknik mesin. 5 (1): 75-84.

Anda mungkin juga menyukai