Anda di halaman 1dari 9

Sinusitis maksilaris kronik banyak dijumpai mengingat faktor drainase yang kurang baik

(karena ostium terletak di dekat atap) dan posisi ostium yang lebih rendah dibanding ostium
sinus yang lain. Penyakit ini juga terjadi akibat infeksi akut yang tidak diobati dan adanya
faktor keradangan pada gigi.

Patologi sinusitis maksila kronik yang terjadi adlaah degenerasi pada mukosa sinus berupa
kista di hidung, polip, fibrosis dan metaplasia epitel. Tidak ada perubahan pada tulang.

Gejala sinusitis maksila kronik ini tidak begitu jelas dan tidak banyak sehingga sering kali tidak
diperhatikan penderita sinusitis maksila kronik. Keluhan yang paling banyak dikemukakan
adalah sekret hidung yang mukopurulen dan berbau. Penderita terkadang juga mengeluh buntu
di hidung akibat cairan/lendir yang tersendat dan tidak dapat dikeluarkan.

Pengobatan sinusitis maksilaris kornik pada prinsipnya sama dengan sinusitis maksilaria akut
yaitu irigasi sinus. Jika ditemukan adanya gigi yang sakit, penderita sinusitis kronik dirujuk ke
dokter gigi. Secara umum, sinusitis kronik lebih lazim pada iklim yang dingin dan basah.
Sinusitis maksilaris kronik dapat diderita oleh orang dewasa dan anak-anak usia 7-12
tahun. Sinusitis kronik merupakan gejala subjektif bervariasi dari ringan hingga berat
seperti:

- Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret dihidung dan nasofaring (post nasal drip). Sekret
dinasofaring secara terus menerus akan menyebabkan batuk kronik

- Gejala faring berupa rasa tidak nyaman di tenggorok

- Gejala saluran nafas ,berupa batuk dan kadang komplikasi di organ paru

- Gejala saluran cerna dapat terjadi gasoentritis akibat mukopus yang tertelan

- Nyeri,kepala biasanya pada pagi hari dan berkurang disiang hari

- Gejala mata,akibat perjalanan infeksi melalui duktus nasolakrimalis.


Sinusitis adalah radang atau infeksi dari satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1 Sesuai
anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusitis sfenoid. Bila peradangan ini mengenai beberapa sinus disebut multisinus,
sedang bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Di antara keempat sinusitis paranasal itu, sinus maksila merupakan sinus yang paling sering
terinfeksi. Hal ini terjadi karena (1) sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar,
(2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila
hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus
alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus
maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.2

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-
8 ml, sinus kemudian berkembag dengan cepat an akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu
15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang degan fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra
temporal maksila, dinding hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum
etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu remolar (P1
dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi geligi mudah naik keatas yang
menyebabkan sinusitis.
2. Sinusistis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari grak silia, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang
sempit. Infundibulum aalah bagian sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat
radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalagi drenase sinus maksiladan
selanjutnya yebabkan sinusitis.

1.1. Patofisiologi Sinusitis


Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks osteomeatal). Mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.
Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang
berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan
memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor
presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis dentogen.
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila
hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang
pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan
periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe.

Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi
dengan ingus yang purulen dan napas berbau busuk.

1.2. Etiologi dan Faktor Presdiposisi2

Beberapa fakor etiologi dan presdiposisi sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hurmonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaina anatomi
seperti deviasi septum atau hipertropi konka, tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindrom Kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis
kistik.

Pada anak, hipertrofi adenoidmerupaka faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu
dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.2

1.3.Gejala Klinis Sinusitis

Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung
beberapa hari sampai 4 minggu), sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3
bulan) dan sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan).2

Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk sinusitis akut. Pasien kadang tidak
menunjukan demam atau rasa lesu. Pasien mungkin hanya mengeluh terdapat ingus yang kental
yang kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung dirasakan tersumbat dan
rasa nyeri di daerah sinus yang terkena. Pada sinusitis maksila, nyeri dirasakan di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dapat
dirasakan di dahi dan telinga kanan.1, 2. Pada sinusitis etmoid, nyeri dirasakan di pangkal
hidung dan kantus medius. Kadang dirasakan nyeri di bola mata atau belakangnya, dan nyeri
akan bertambah bila mata digerakkan.

Pada pemeriksaan fisik sinusitis akut, akan tampak pembengkakan di daerah muka.
Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis
frontal di dahi dan kelopak mata atas, sedang pada sinusitis etmoid jarang timbul
pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

1.4. Diagnosis Sinusitis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskpi sangat
dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khasnya adalah adanya pus di
meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
( pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.2

1.5. Pemeriksaan penunjang Sinusitis

Pada pemeriksan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan
transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibandingkan dengan sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan laretal. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang
sakit2. CT scan sinus merupakan gold standar diagonis sinuistis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dala hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus
medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.

1.6. Terapi Sinusitis

Terapi sinusitis seringkali berupa pengobatan terhadap infeksi traktus respiratorius bagian atas,
dengan sinusitis sebagai bagian yang penting. Seringkali infeksinya hanya merupakan penyakit
terbatas yang sembuh sendiri dalam waktu singkat, jika tidak disertai komplikasi supurasi.3

Pengobatan sinusitis secara lokal intranasal dengan antibiotik tidak berguna, karena obat-obat
tersebut tidak cukup luas berkontak dengan permukaan mukosa yang terinfeksi terinfeksi agar
dapat berfungsi. Selain itu, dapat terjadi iritasi atau gangguan aktivitas silia, sehingga fungsinya
sebagai pembersih mukosa hidung justru semakin terganggu.3

Karena itu antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral. Pada sinusitis akut diberikan
antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang. Secara empiris, antibiotika
yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x 500mg), Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2
x 960 mg), Amoksisilin dan Asam Klavulanat (2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan
Levofloksasin (4 x 500 mg).1

Gejala nyeri akibat sinusitis diobati dengan analgetik. Diberikan juga dekongestan lokal berupa
tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Dekongestan ini hanya boleh diberikan untuk
waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis
medikamentosa.

Terapi bedah pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke
orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh
sumbatan.

Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi dan irigasi. Pada sinusitis etmoid,
frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus
cara Proetz (Proetz displacement therapy).

1.7. Komplikasi Sinusitis

Komplikasi sinusitis telah menurun sejak ditemukannya antibiotika. Komplikasi biasanya


terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah:

1. Osteomileitis atau abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya pada anak-anak
2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Kelainan dapat berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita
dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses ektradural atau subdural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus
4. Kelainan paru, seperti bronkhitis dan bronkhiektasis.

Istilah sinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah satu penyakit
yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik. Harus dipahami bahwa hidung
dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga infeksi yang menyerang
bronkus, paru dapat juga menyerang hidung, sinus paranasal dan sebaliknya. Infeksi sinus
paranasal yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila. Sinusitis diberi nama sesuai
dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai
semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.

Sinusitis adalah proses peradangan mukosa yang melapisi sinus. Secara klinis sinusitis
dikatakan kronis bila gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Gambaran klinis yang dapat
dijumpai adalah hidung tumpat, ingus kental, cairan mengalir di belakang hidung, hidung
berbau, penciuman berkurang, nyeri kepala, sekret di meatus media, riwayat hidung berdarah,
dan batuk.

Faktor-faktor fisik, kimia, saraf, hormonal atau emosional dapat mempengaruhi mukosa
hidung yang selanjutnya dapat mempengaruhi mukosa sinus. Pada umumnya, infeksi sinus
kronik lebih sering dijumpai pada daerah beriklim lembap dan dingin. Defisiensi nutrisi,
kelelahan, kesegaran fisik yang menurun, dan penyakit sistemik juga penting dalam etiologi
sinusitis. Perubahan faktor lingkungan seperti udara dingin, panas, kelembapan, kekeringan
dan polusi udara termasuk asap tembakau juga merupakan predisposisi infeksi. Faktor lokal
yang juga dapat merupakan predisposisi penyakit sinus antara lain deformitas tulang, alergi,
keadaan gigi geligi, benda asing, tumor, polip nasi, deviasi septum, parut stenotik ostium sinus,
konka hipertrofi, rinolit.

Etiologi

Sinusitis dapat disebabkan oleh

1. Rhinogen / Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) penyebabnya adalah


kelainan atau masalah di hidung, seperti :

Rinitis Akut (influenza)


Polip, septum deviasi

2. Dentogen / odontogenik (penyebabnya adalah kelainan gigi), yang sering


menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi premolar dan molar atas.

Kuman penyebab : Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Streptococcus


viridians, Staphylococcus aureus, Branchamella catarhatis

Patofisiologi
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus sehingga
menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme
drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya
bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi
atau reinokulasi dari virus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan
memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan
jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit. Sinusitis
kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat , obstruksi sehingga
drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.

Faktor predisposisi

1. Obstruksi mekanis : Deviasi septum, corpus alienum, polip, tumor, hipertrofi konka
2. Infeksi : Rhinitis kronis dan rhinitis alergi yang menyebabkan obstruksi ostium sinus
serta
3. menghasilkan banyak lendir yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman
4. Adanya infeksi pada gigi
5. Lingkungan berpolusi, udara dingan dan kering yang dapat merubah mukosa dan
merusak silia

Gejala Klinis

Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita
bangun pada pagi hari. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi dua, yaitu
gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif (dilihat).

Gejala subyektif antara lain: demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir hidung yang kental
dan terkadang berbau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari. Pada sinusitis
yang merupakan komplikasi penyakit alergi sering kali ditandai bersin, khususnya pagi hari
atau kalau dingin.

Gejala obyektif kemungkinan ditemukan pembengkakan pada daerah bawah orbita (mata) dan
lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala
yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala
tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:

1. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit
kepala.
2. Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
3. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran
hidung ditekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
4. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa
dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan
sakit telinga dan sakit leher.

Gejala lainnya adalah: tidak enak badan, demam, letih, lesu, batuk, yang mungkin semakin
memburuk pada malam hari, hidung meler atau hidung tersumbat . Demam dan menggigil
menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Selaput lendir hidung tampak merah
dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya adalah


Transiluminasi, Rontgen sinus paranasalis sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
penebalan mukosa, opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi) gambaran air fluid level
yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto waters. CT Scan, Sinoscopy,
pemeriksaan mikrobiologi.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Kelainan pada orbita : Terutama disebabkan oleh sinusitis ethmoidalis karena letaknya
yang berdekatan dengan mata, Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum, Edema palpebra, Preseptal selulitis, Selulitis orbita tanpa abses,
Selulitis orbita dengan sub atau extraperiostel abses, Selulitis orbita dengan
intraperiosteal abses, Trombosis sinus cavernosus
2. Kelainan intracranial : Abses extradural, subdural, dan intracerebral, Meningitis,
Encephalitis, Trombosis sinus cavernosus atau sagital
3. Kelainan pada tulang : Osteitis, Osteomyelitis
4. Kelainan pada paru : Bronkitis kronik, Bronkhiektasis
5. Otitis media
6. Toxic shock syndrome
7. Mucocele , pyococele

Penatalaksanaan :

1. Drainage
2. Medikamentosa :

1. Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak)


2. Dekongestan oral pseudo efedrin 3 X 60 mg
3. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu : ampisilin 4 X 500
mg/amoksilin 3 x 500 mg/Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet/Doksisiklin 100
mg/hari.
4. Simtomatik : parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.

1. Surgikal : irigasi sinus maksilaris.


2. Untuk kronis adalah :

Cabut geraham atas bila penyebab dentogen


Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000


Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan
Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetomo FK Unair, Surabaya
Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta
Kennedy E. Sinusitis. Available from: URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm.

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN. Editor.


Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok. Edisi keenam. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI; 2007. 150-154
2. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jilid satu. Edisi
13. Staff Ahli Bagian THT RSCM-FKUI. Alih bahasa / editor. Jakarta. Penerbit
Binarupa Aksara; 1999.

Anda mungkin juga menyukai

  • Karsinoma Laring
    Karsinoma Laring
    Dokumen3 halaman
    Karsinoma Laring
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen15 halaman
    Tonsilitis
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Case Fix
    Case Fix
    Dokumen16 halaman
    Case Fix
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Case 1
    Case 1
    Dokumen21 halaman
    Case 1
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Tonsilitis
    Tonsilitis
    Dokumen15 halaman
    Tonsilitis
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Karsinoma Laring
    Karsinoma Laring
    Dokumen3 halaman
    Karsinoma Laring
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Maksilaris Bilateral
    Sinusitis Maksilaris Bilateral
    Dokumen11 halaman
    Sinusitis Maksilaris Bilateral
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Karsinoma Laring
    Karsinoma Laring
    Dokumen3 halaman
    Karsinoma Laring
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Journal Review
    Journal Review
    Dokumen10 halaman
    Journal Review
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • PTT Karsinoma Laring
    PTT Karsinoma Laring
    Dokumen5 halaman
    PTT Karsinoma Laring
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat
  • Bentuk Sediaan Obat
    Bentuk Sediaan Obat
    Dokumen59 halaman
    Bentuk Sediaan Obat
    pamela rezy andretty
    Belum ada peringkat