Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak
diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-
2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh
dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal
sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal akan menimbulkan berbagai penyakit.1,2

Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya, tidak


jelas akan tetapi secara umum memberikan gambaranhistopologi tertentu pada glomerolus.
Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus dengan manifestasi klinis dan pola histopatologik yang multiple.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain.1

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan


dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.2

Tujuan

Pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dengan lebih lanjut mengenai
penyakit infeksi pada ginjal yang sering mengenai pada anak-anak yaitu glomerulunefritis
akut post streptococcus. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk mengetahui
etiologi,patofisiologi dan juga mempelajari penelatalaksanaan penyakit GNAPS.
BAB 2

PEMBAHASAN ISI

2.1 Anamnesis

a) Riwayat penyakit sekarang :1-4

- Aapaka terdapat hematuria atau urin berwarna gelap seperti teh. Hal ini disebabkan
oleh hemolisis darah merah yang memasuki glomerulus membrane basal dan melewati
sistem tubulus.

- Pola kencing adakah oligouria,poliuria,dysiuria atau anuria. Pada GNA post


streptococcus biasanya terjadi oliguria.

- Apakah terdapat edema periorbital yaitu edema diwajah dan kelopak mata terutama
setelah bangun tidur dan perlahan-lahan menghilang. Dapat juga ditemukan edema
generalisata/anasarka akibat gangguan eksresi garan dan air di ginjal. Derajat edema
berbeza bergantung tingkat kerusakan glomerulus.

- Adanya periode laten, yaitu periode yang terjadi antara infeksi streptokokus dan
munculnya gejala akan GNPSA. Periode laten ini sekitar 1-2 minggu setelah
infeksi tenggorokan atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (pyoderma)

- Anak tampak lemah, lesu dan pucat.

- Anorexia serta anak sering mual dan muntah.

b) Riwayat penyakit terdahulu :

- Apakah terdapat infeksi streptoccus seperti faringitis, tonsillitis atau pyoderma


sebelum ini.

- Apakah terdapat trauma ginjal?

- Apakah terdapat riwayat susah nak BAK?

c) Riwayat penyakit keluarga :2,3

- Apakah terdapat ahli keluarga terdekat yang menderita penyakit ginjal.

- Adanya riwayat ketulian dengan gagal ginjal dalam keluarga terutama pada saudara
laki-laki sangat mungkin sindrom Alport.

- Apakah terdapat riwayat penyakit darah tinggi.


2.2 Pemeriksaan

2.2.1 Pemeriksaan fisik

a. Vital sign :
terjadi peningkatan tekanan darah dan suhu dapat meningkat.
b. Inspeksi :
Perhatikan ada atau tidak pembesaran pada daerah abdomen dan pinggang, jika
ditemui dapat didagnosa sebagai tumor. Perhatikan jika terdapat trauma seperti luka.
Pada penderita GNAPS dapat ditemukan sembap atau udem pada daerah mata
(preorbital) dan dapat juga anasarka.
c. Palpasi :
Pemeriksaan dengan posisi baring, dapat dilakukan tes ballottement. Pada GNAPS tes
ballottement negative. Tiada nyeri tekan saat palpasi.
d. Perkusi :
Dilakukan tes shifting dullness. Pada GNAPS dengan odem atau asites pada daerah
abdomen tes akan positif.
e. Auskultasi :
Terdengar suara bising yaitu systolic bruit pada stenosis atau aneurysma arteri renalis
dan pada GNAPS tes negative.3

2.2.2 Pemeriksaan penunjang

i. Urinalisis :
Makroskopis hematuria (tea-cola coloured urine)
Volume urin berkurang (oliguria)
Berat jenis urin meningkat
Proteinuria (<3gr/hari)
Ditemukan eritrosit(++), leukosit(+) dan sedimen silinder eritrosit, leukosit
serta hialin.2,4
ii. Hematologi
Laju endap darah meningkat
Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia.
Anemia
Kadar albumin serum menurun
Rendahnya kadar komplemen merupakan indikasi adanya reaksi antigen-
antibodi pada GNPSA. Adanya penurunan kadar C3 dan C5 dan properdin.
Peningkatan BUN dan kreatinin
Pada pasien pasca-faringitis ditemukan peningkatan ASO (anti-streptolysin),
Anti-NAD, AHase, dan anti-DNAse B, sedangkan pada pasien pasca-infeksi
kulit akan lebih sering ditemukan peningkatan kadar AHase dan anti-DNAse
B. Sekarang sudah ada test streptozyme yang dapat digunakan untuk
mengukur ASO, Anti-NAD, AHase, dan anti-DNAse B sekaligus.2,4,5
iii. Pemeriksaan patologi :

Secara makroskopis terjadi pembesaran ginjal secara simetris hingga 25-50%


dari normal. Permukaan pucat karena edema.
Dapat ditemukan bintik-bintik merah akibat perdarahan
Hiperselularitas glomerulus secara difus
Adanya leukosit PMN
Dapat ditemukan bentuk crescent pada glomerulus.4,6

Gbr 1: histopatologi glomerulus pada GNAPS. Sumber daripada


http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/glomerulonefritis-
poststreptokokus-akut/

2.3 Diagnosis

Definisi

Glomerulunefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada glomerulus yang


terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat kuman streptococcus.
Glomerulunefritis merupakan gambaran klasik sindrom nefritik akut yaitu onset cepat dari
hematuria, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab
utama hematuria pada anak.2

2.3.1 Working diagnosis

Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi dapat diduga melalui urinalysis. Urinalysis
menunjukkan adanya hematuria dengan sel darah merah, proteinuria dan polymorphonuclear
leucocytes. Mild normochromic anemia dapat terjadi akibat daripada hemodilution dan low-
grade hemolysis. Selain itu kadar serum C3 akan menurun pada fasa akut dan kembali normal
pada 6-8 minggu selepas onset.

Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan kultur streptococcus yang positif pada kultur
tengorokkan. Disamping itu, peningkatan antibody titer O dapat mengkonfirmasi adanya
infeksi streptococcus. Secara klinis anak yang diagnosis GNA post streptococcus akan
mengalami gejala syndrome nefritis akut, terdapat infeksi streptococcus dan juga kadar C3
yang rendah.

2.3.2 Differential diagnosis

Dig 1: Differential diagnosis GNAPS. Sumber diambil dari Kliegman RM, Greenbaum LA,
Lye. Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and Therapy, 2nd ed. Philadelphia,
Elsevier, 2004, p 427.

POSTSTREPTOCOCC RAPIDLY
AL PROGRESSIVE
GLOMERULONEPHRI IGA GOODPASTURE GLOMERULONEPHRIT
DISEASES TIS NEPHROPATHY SYNDROME IS (RPGN)
Clinical
manifestations
Age and sex All ages, mean 7 yr, 2 : 1 1035 yr, 2 : 1 1530 yr, 6 : 1 Adults, 2 : 1 male
male male male
Acute nephritic 90% 50% 90% 90%
syndrome
Asymptomatic Occasionally 50% Rare Rare
hematuria
Nephrotic 1020% Rare Rare 1020%
syndrome
Hypertension 70% 3050% Rare 25%
Acute renal 50% (transient) Very rare 50% 60%
failure
Other Latent period of 13 wk Follows viral Pulmonary None
syndromes hemorrhage; iron
deficiency anemia

Laboratory ASO titers (70%) Serum IgA Positive anti-GBM Positive ANCA in some
findings (50%) antibody
C3C9;normal C1, C4 IgA in dermal
capillaries
Renal pathology
Light Diffuse proliferation Focal proliferation Focal diffuse Crescentic GN
microscopy
proliferation with
crescents
Electron Subepithelial humps Mesangial deposits No deposits No deposits
microscopy
Prognosis 95% resolve Slow progression 75% stabilize or 75% stabilize or improve if
spontaneously in 2550% improve if treated treated early
early
ACE, angiotensin-converting enzyme; ANCA, antineutrophil cytoplasmic antibody; ASO,
anti-streptolysin O;GBM, glomerular basement membrane; GN, glomerulonephritis; HLA,
human leukocyte antigen; Ig, immunoglobulin.4
2.4 Epidemiologi

Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak dengan faringitis
dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa faktor predominan untuk
GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling sering menyerang anak dalam
rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa 5% anak yang terkena berusia di
bawah 2 tahun dan10% adalah orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki
memiliki resiko dua kali lebih besar untuk terkena GNPSA dibanding anak perempuan. Tidak
ada predileksi ras dan genetic tapi, kemungkinan prevalensi meningkat pada anak yang sosial
ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.2

2.5 Etiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan sering lebih mengenai anak
pria dibanding anak wanita. Timbulnya GNA post streptococcus didahulu oleh infeksi ekstra
renal terutama ditraktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Periode antara infeksi saluran nafas atau
kulit dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten. Periode
laten ini biasanya antara 1-2 minggu, merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat
dibedakan dengan sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit
(impetigo) biasanya antara 8-21 hari.2

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :2

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:2,4,6
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
3. Parasit : malaria dan toksoplasma

Gbr 2: kuman streptococcus dalam perwarnaan gram.


2.6 Patofisiologi
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi merupakan penyakit prototipe dari
glomerulonefritis akut akibat infeksi. Adanya periode laten antara infeksi streptococcus
dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologi
memegang peranan penting dalam pathogenesis glomerulunefritis. Glomerulonefritis akut
post streptococcus merupakan salah satu contoh dari penyakit kompleks imun.

Diduga respons yang berlebihan dari sistim imun penderita akibat stimulus antigen dengan
produksi antibody yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-antibody.
Kompleks imun ini kemudian akan beredar dalam darah dan mengendap pada membrane
basal glomerulus. Ianya kemudian akan mengaktivasi sistim komplemen yang melepaskan
susbtansi yang akan menarik neutrophil yang kemudian melepaskan enzim lisosom sebagai
factor responsive yang dapat merusakkan glomerulus.2-6

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada
glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan
terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada
antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.4,6

Dig 2: clinical pathway hematuria dan proteinuria

adanya kompleks sirkulasi ke kompleks


antigen antibody mendap dalam
glomerulus
didalam darah membran basalis

aktivasi PMN
dan trombosit terjadi inflamasi komplemen
menuju tempat dan lesi terfiksasi
lesi

proliferasi sel-sel peningkatan


endotel, kebocoran proteinuria dan
mesengium dan kapiler hematuria
epitel glomerulus

Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3
dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta
normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen
melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit
dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya
terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang
mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.4-6

Mekanisme patofisiologi GNAPS ini masih belum diketahui dengan pasti tapi dapat
disimpulkan GNAPS terjadi akibat :2

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibody yang melekat pada membrane basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane
basalis glomerulus.

Akibat daripada mendapnya komplek imun :

1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria

Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap protein dan sel-
sel eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.6

Gbr 3: kapiler glomerulus pada GNAPS

2. Oedem

Mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem pada sindrom nefrotik.

Penurunan faal ginjal LFG tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli.
Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis),
akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh
pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi
plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi
oedem.2,5,6
2.7 Manifestasi klinik

Poststreptococcus glomerulonephritis sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun dan sangat
jarang pada usia dibawah 3 tahun. Gejala klinis pada GNAPS dapat bermacam-macam dan
sering asimptomatik. Secara tipikalnya ia diawali dengan gejala infeksi saluran pernafasan
dengan nyeri tenggorokan sebelum timbulnya sembab atau udem.

Sindrom nefritis akut : gejala yang sering ditemukan yaitu hematuria dimana urin
berwarna gelap kerana mengandung darah. Kelainan pada urin dapat menetap selama
1 tahun walupun anak sudah dari infeksi.
Terjadi edema ringan yang terbatas disekitar mata, wajah sembab atau dapat terjadi
pada seluruh tubuh merupakan salah satu sindrom nefrotik.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan glomerulonefritis akut pada hari
pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Hipertensi
timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal. Hipertensi sistolik dan atau diastolik
sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang,
dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada
kira-kira 5-10% dari semua pasien.
Terjadi insuffisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia dan acidosis
metabolic : pada masa akut arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi
menjadi kurang akibat berkurangnya glomerulus filtration rate(GFR). Ini akan filtrasi
garam, ureum dan zat lain berkurang dan sebagai akibat kadar ureum, kreatenin darah
meningkat.
Oliguria dan dapat juga terjadi anuria. GFR yang berkurang, menyebabkan natrium
ion dan air direabsorpsi sehingga dieresis air berkurang.
Gejala- gejala tidak specific seperti malaise, letargi, nyeri perut/ pinggang.
Mual, muntah, tiada nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang pada anak dengan
GNAPS.
Suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.2,4

Gbr 4&5: edema preorbital pada anak dan hematuria

2.8 Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus dalam mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.

1. Medikamentosa
i. Pemberian antibiotic seperti penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini
tidak memperngaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin
ini dianjurkan hanya 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karenan imunitas
yang menetap. Secara teoritisnya seaorang anak dapat terinfeksi lagi dengan
kuman nefritogen lain tapi kemungkinan ini kecil. Jika alergi terhadap golongan
penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
ii. Pengobatan terhadap hipertensi :
Pemberian cairan biasanya dikurangi dan diberikan pemberian sedative untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirehat.
- pada hipertensi ringan (130/80 mmHg) tidak diberikan anti hipertensi.
- hipertensi sedang (140/q00mmHg) diberi hidralazin dengan dosis 0.1-0.2
mg/kgBB/kali IM atau 0.75 mg/kgBB/ hari(4 dosis) secara peroral. Atau
nifedipin sublingual 0.25-0.5 mg/kgBB (kemasan 5mg dan 10 mg).
- hipertensi berat diberi klonidin drip dengan dosis 0.002mg.kgBB/8jam
ditambah dengan 100ml dextrose 5% atau nifedipin sublingual.
- hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin secara intramuscular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian lanjutkan dengan reserpin pemberian oral dengan dosis
0.03mg/kgBB/hari.
iii. Diuretic dulu tidak diberikan pada glomerulunefritis akut tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (lasix) secara IV dengan dosis 1mg/kgBB/kali dalam masa
5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
iv. Bila anuria berlansgusng selama 5-7 hari maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan seberapa cepat dengan cara dialysis peritoneum atau
hemodialysis.
v. Bila timbul gagal jantung dapat diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.2,4,5
2. Non medikamentosa
Istirehat mutlak atau tirah baring selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirehat
mutlak selama 6-8 minggi untuk memberikan kesempatan kepada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa memobilisasi
penderita selama 3-4 minggu dari mulai timbul gejala tidak berakibat buruk
pada perjalanan penyakit.
Dietik :
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah
garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.2,4
2.9 Komplikasi

a. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yag tidak


mendapat pengobatan secara tuntas.
b. Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari sebagai akibatnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti gagal ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia dan
hiperfosfatemia.
c. Peritoneum dialysis jika oliguria atau anuria untuk tempoh yang lama tetapi jarang
terjadi pada anak.
d. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
e. Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopne, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi
yang menetap dan kelainan di miokardium.
f. Anemia yang timbul karenan adanya hipervolomia kaerena adanya hipervolemia
disamping sintesis eritropoetik yang menurun.2,4

2.10 Pencegahan

Terapi antibiotic sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit tidak akan
menghilangkan risiko glomerulunefritis. Anggota keluarga penderita dengan
glomerulonefritis akut harus dilakukan ujian biakkan untuk streptococcus beta haemolitikus
grup A dan diobati jika biakan positip.4

2.11 Prognosis

Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3 dan tekanan darah umumnya menurun
dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2. Hematuria
mikroskopis dan makroskopis atau gross hematuria dapat menetap selama 4-6 minggu, serta
LED dapat meningkat terus sampai kira-kira 3 bulan. Protein sedikit dalam urin dan dapat
menetap untuk beberapa bulan.2,4,6

Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih daripada 95% anak dengan glomerulonefritis akut
post streptococcus. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS
menjadi kronik 2%; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan
progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Tanda-
tanda prognosis memburuk bila terjadi oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu,
penurunan GFR, hipokomplemenemia menetap, kenaikkan circulating fibrinogen-fibrin
complexes dan kenaikkan konsentrasi fibrin degradation product dalam urin. 7

Namun jarang fasa akut dapat menjadi sengat berat dan menimbulkan hialinisasi glomerulus
dan insuffisiensi ginjal kronis. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan manajemen
yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut. Kekambuhan sangat jarang terjadi.4
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Glomerulunefritis akut post streptococcus dimulai dengan infeksi pada faringitis atau
kulit pada anak-anak. Oleh itu, diharapkan ibu-bapa menjadi lebih peka terhadap kesihatan
anak mereka dengan segera mendapatkan perawatan jika anak-anak didapati sering batuk
pilek. Selain itu, ibu bapa harus lah memastikan anak-anak mereka diberikan imunisasi yang
sempurna untuk mencegah pelabagi infeksi disamping memastikan tumbuh kembang anak
yang baik.

Tingkat kesadaran orang ramai tentang kebersihan diri dan juga lingkungan
menyebabkan anak-anak kecil mudah terkena infeksi saluran pernafasan dan kulit. Kejadian
GNAPS sudah mulai menurun pada Negara maju namun masih terus berlanjut pada Negara
yang berkembang. Dengan menjaga kebersihan diri dan mengamalkan gaya hidup sehat,
diharap dapat menurunkan factor prevalensi GNAPS pada anak-anak.

3.2 Daftar pustaka

1) Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta; 2000


2) Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 2.
Bagian ilmu kesehatan anak FKUI pub; 2007: 832-9
3) Gleadle J. At a glance : anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga pub; 2007 : 99
4) Marcdante KJ. Kliegman RM. Jenson HB. Behrman RE. Nelson textbook of
paediatrics. 18th ed. Saunders Elsevier pub; 2007 : 2173-5
5) Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. 3rd ed. EGC pub. Jakarta; 2008 : 192-3
6) Kumar V. Robbins SL. Robbins Basic Pathology. 8th ed. Saunders / Elsevier pub;
2007: 542-59
7) Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptococcus. 20 Oktober 2011. Diunduh
daripada http://www.scribd.com/doc/52157295/GLOMERULONEFRITIS-AKUT-
PASCA-INFEKSI-STERPTOCOCCUS

Anda mungkin juga menyukai