Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Selulosa merupakan biomolekul yang paling banyak ditemukan di alam dan merupakan
unsur utama penyusun kerangka tumbuhan. Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis
tiap tahun. Daun kering mengandung 10- 20%selulosa; kayu 50% dan kapas 90%(Kolman,
2001). Selama ini limbah pertanian maupun kehutanan, seperti jerami gandum maupun padi,
tongkoljagung, bagas, kulit kacang dan lain-lain belum dimanfaatkan secara optimal, padahal
limbah-limbah tersebut merupakan sumber energi yang potensial. Kandungan selulosanya yang
tinggi sehingga dapat dikonversi menjadi gula-gula sederhana (gula pereduksi) dan selanjutnya
difermentasi menjadi etanol oleh khamir atau bakteri.

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa, kopolimer dua unit -D
glukosa dan - D-glukopiranosa 2-O-(karboksilmetil)- garam monosodium yang terikat melalui
ikatan -1,4-glikosidik. CMC memiliki kelarutan lebih tinggi daripada selulosa, sehingga mudah
dihidrolisis. Hidrolisis CMC menjadi gula-gula sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan
katalis asam, enzim maupun mikroba selulolitik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses
hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan daripada menggunakan asam. Selain tidak
menimbulkan masalah korosi dan berlangsung pada kondisi mild (pH 4,8 dan suhu 500C),
ternyata proses hidrolisais secara enzimatis menghasilkan yield lebih tinggi daripada hidrolisis
yang dikatalisis asam (Duff and Murray, 1996).

Enzim selulase diproduksi oleh mikroba selulolitik dari golongan bakteri dan jamur.
Permasalahan yang sering muncul dalam penelitian adalah kurang tersedianya enzim selulase
yang murah dan efisien. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini adalah dengan
memanfaatkan bekicot sebagai sumber enzim selulase. Selama ini bekicot banyak digunakan
sebagai pakan ternak karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi (75 gram/100gram daging
bekicot). Silaban, R., 1999 menemukan mikroba selulolitik, Pseudomonas alcaligenes PaAf-18
di dalam tubuh bekicot. Mikroba selulolitik tersebut memproduksi enzim selulase untuk
mencerna makanan (selulosa) dan sebagian disimpan dalam hepatopankreas yang salurannya
bermuara ke sistem pencernaan. Isolasi enzim selulase dari hepatopankreas bekicot lebih mudah
dilakukan daripada isolasi dari bakteri atau jamur, yakni melalui proses dekstruksi sel,
homogenasi dan sentrifugasi.

Dalam melakukan kerja katalitiknya, aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu konsentrasi substrat, pH, suhu, konsentrasi enzim dan waktu reaksi (Price, 1979). Di
industri pengungkapan sifat dan karakteristik suatu produk enzim sangat diperlukan untuk
efisiensi proses produksi dan lebih jauh akan difungsikan untuk memperoleh produk akhir yang
berkualitas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk isolasi enzim selulase dari bekicot,
Achatina fulica dan menentukan karakteristiknya yang meliputi kondisi suhu, pH, konsentrasi
substrat dan parameter kinetik. Dari penelitian diharapkan glukosa sebagai hasil hidrolisis dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim Selulase

Sel hidup mensintesis zat yang bersifat sebagai biokatalisator, yaitu enzim. Enzim ini
dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi hasilnya (Mc. Kee, 2003). Selulase
merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo--1,4-glukonase (CMCase,Cx
selulase, endoselulase atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso--1,4-glukonase
(aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan -1,4-glukosidase atau selobiase (Crueger et al.,
1984).

Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim
selulase ini, yaitu :
Endo-1,4--D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase), yang
mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal -1,4-glikosida untuk
menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi (Ikram et al., 2005).
Exo-1,4--D-glucanase (selobiohidrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan
non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa (Ikram et al., 2005).
glucosidase (selobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan
glukosa (Ikram et al., 2005).

Ketiga enzim tersebut bekerja secara sinergis mendegradasi selulosa dan melepaskan
gula reduksi (glukosa) sebagai produk akhirnya. Reaksi pemecahan selulosa menjadi glukosa,
selengkapnya disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase komplek (Sixta,
2006).

Enzim selulase menghidrolisis ikatan -1,4-glikosidik pada molekul selulosa sehingga


menghasilkan glukosa (Afsahi et al., 2007). Enzim ini umumnya digunakan dalam berbagai
industri seperti teknologi pangan, tekstil, pakan ternak, kertas, pertanian, dan dalam
pengembangan penelitian (Kovcs, 2009).
B. Selulosa

Selulosa merupakan polimer lurus dari -1,4-D-Glukosa (Fessenden, 1992). Biokonversi


selulosa menjadi glukosa merupakan proses yang komplek yang memerlukan selulase dengan
beragam aktivitas. Dari sudut pandang industri, produksi enzim selulase yang memiliki beragam
aktivitas sangat diperlukan khususnya yang memiliki aktivitas CMC-ase dan avicelase (Ray et
al., 2007). Selulosa merupakan biomolekul yang paling banyak ditemukan di alam dan
merupakan unsur utama penyusun tumbuhan (Koolman, 2001). Banyak hewan mengkonsumsi
tumbuhan yang mengandung selulosa sehingga di dalam pencernaan hewan dibutuhkan bakteri
selulolitik yang dapat membantu proses penguraian selulosa menjadi glukosa.

Selulosa adalah suatu homopolimer rantai lurus yang disusun oleh unit - glukosa, dua
molekul -glukosa digabungkan melalui suatu ikatan 1,4 untuk membentuk -3-selobiosa.
Molekul selulosa adalah polimer sederhana rantai lurus yang terdiri dari 1000-10.000 unit
selobiosa yang saling bergabung melalui ikatan 1,4- -g1ukosidik. Rumus -glukosa pada
selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.

Selain selulosa, polisakarida lain yang memiliki monomer hanya berupa glukosa adalah
pati atau amilum. Struktur kimia dari kedua polisakarida ini sangat mirip. Beda amilum dan
selulosa yaitu terdapat pada ikatan glikosidiknya, dimana glukosa amilum terikat pada 1,4--D-
glukosa sedangkan glukosa selulosa terikat pada 1,4--D-glukosa. Hal ini menyebabkan amilum
dapat dicerna oleh tubuh karena enzim-enzim pencernaan tubuh dapat menghidrolisis ikatan -
nya tetapi tidak mampu menghidrolisis ikatan pada selulosa (Campbell, 2002).

Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa (Koolman et al.,2001).

Gambar 3. Struktur Kimia Amilosa (Fessenden, 2005).


Gambar 4. Perbedaan ikatan glikosidik antara amilum dan selulosa
C. Aktivitas Enzim

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang


mempengaruhi kerja enzim adalah sebagai berikut:
a. Substrat

Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Enzim hanya mampu berikatan dengan substrat
yang memiliki bentuk yang sesuai dengan sisi aktif enzim. Selain itu konsentrasi substrat juga
mempengaruhi aktivitas enzim. Semakin tinggi konsentrasi substrat dapat meningkatkan atau
mengurangi kecepatan suatu reaksi enzimatik, jika konsentrasi substrat jumlahnya lebih sedikit
daripada jumlah enzim maka peningkatan kandungan substrat akan meningkatkan kecepatan
reaksi. Laju aktivitas enzim akan meningkat dengan meningkatnya kadar substrat sampai suatu
titik tertentu. Saat enzim jenuh dengan substrat, penambahan kadar substrat tidak akan
berpengaruh pada kecepatan reaksi (Hames & Hooper, 2000).
b. Suhu

Suhu mempengaruhi laju reaksi katalisisenzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu
akan meningkatkan energi molekul substrat dan pada akhirnya meningkatkan laju reaksi enzim.
Peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi reaktif
substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan menyebabkan turunnya
aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energy termal molekul yang membentuk struktur protein
enzim tersebut akan menyebabkan rusaknya interaksi-interaksinon kovalen (ikatan hidrogen,
interaksi van der Waals, interaksi hidrofobik, dan interaksi elektrostatik) yang menjaga struktur 3
dimensi enzim secara bersama-sama sehingga enzim mengalami denaturasi. Denaturasi
menyebabkan struktur lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif
enzim berubah dan terjadi penurunan aktivitas enzim (Hames & Hooper, 2000).
c. pH (keasaman)
Perubahan pH dapat menyebabkan turunnya aktivitas enzim sehubungan dengan perubahan
ionisasi gugus-gugus fungsionilnya. Hal ini terjadi karena pada hakekatnya enzim adalah protein
yang tersusun atas asam amino yang dapat melakukan ionisasi yaitu mengikat dan melepaskan
proton atau ion hidrogen pada gugus amino, karboksil dan gugus fungsionil lainnya. Perubahan
pH juga dapat mengakibatkan enzim mengalami denaturasi karena akibat adanya gangguan
terhadap gugus ioniknya. Gugus ionik ini berperan penting dalam menjaga konformasi sisi aktif
enzim untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. Enzim mempunyai aktivitas
maksimum pada pH tertentu. Ada enzim yang bekerja maksimum pada kondisi asam, ada juga
pada kondisi basa. Namun kebanyakan enzim bekerja maksimum pada pH netral (Hames &
Hooper, 2000).
d. Waktu
Waktu kontak/reaksi antara enzim dan substrat menentukan efektivitas kerja enzim. Semakin
lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin maksimum.
e. Produk Akhir
Reaksi enzimatis selalu melibatkan 2 hal, yaitu substrat dan produk akhir. Selain substrat, produk
akhir juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim menurun, hal ini
terjadi karena adanya feed back inhibition dari glukosa sehingga dapat menghambat aktivitas
enzim selulase. Molekul glukosa sebagai produk akhir dari enzim selulase menempel pada sisi
alosterik enzim sehingga sisi aktif enzim selulase tidak dapat lagi ditempati oleh substrat selulosa
(Simanjuntak et al., 2010)

D. Mikroorganisme Penghasil Selulase

Enzim selulase dapat diproduksi dari mikroba selulolitik baik kapang maupun bakteri.
Kapang selulolitik yang biasa digunakan dari jenis Trichoderma, Aspergillus, dan Penicillium.
Sedangkan bakteri yang pada umumnya menghasilkan selulase adalah Pseudomonas,
Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellovibrio, dan Sporosphytophaga (Lynd et al., 2002).
Beberapa penelitian tentang karakterisasi selulase dari berbagai jenis mikroorganisme sudah
dilakukan, dan menunjukkan karakteristik enzim selulase yang berbeda-beda. Perbedaan
karakteristik tersebut disebabkan karena sumber isolat dan strain bakteri yang berbeda (Alamet
al., 2013).
Beberapa karakteristik enzim selulase yang sudah diketahui beserta sumber mikrobanya
akan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik selulase dari beberapa jenis mikroorganisme
Studi Pembuatan Enzim Selulase Dari Mikrofungi Trichoderma reesei
Dengan Substrat Jerami Padi Sebagai Katalis Hidrolisis Enzimatik
Pada Produksi Bioetanol

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: diskmill, oven, ayakan 100 mesh, timbangan digital, inkubator,
sentrifuge, kertas saring, vortex, spektrofotometer tipe 20 D, pipet ukur, gelas ukur, tabung reaksi,
erlenmeyer, magnetic stirer.

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini antara lain biakan Trichoderma reesei yang
berasal dari Dinas Pertanian Magelang, jerami padi varietas Ciherang yang diperoleh dari area
persawahan di Kabupaten Kediri, Potato Dextrose Agar (PDA), larutan nutrisi atau media pertumbuhan
mikroba (aquades, ekstrak ragi, Bacterioogical peptone, (NH4)2S04, KH2PO4; FeSO4.7H2O; dan Laturan
CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%), reagen Dinitrosalycilic Acid (DNS), reagen Biuret, Tricloroacetic
Acid (TCA), dan Petroleum Ether (PE).

METODE PENELITIAN

Pengembangbiakan Mikroba
Pengembangbiakan mikroba dilakukan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) miring secara zig zag
dengan bantuan kawat ose dan api bunsen (secara aseptik) di dalam ruangan steril. Biakan mikrofungi
diinkubasi pada suhu 27C di dalam lemari aseptik selama 7 hari kemudian hasil biakan mikroba
disimpan dalam lemari pendingin.

Penyiapan Larutan Nutrisi


Larutan nutrisi atau media cair merupakan larutan yang berfungsi untuk menyediakan unsur unsur yang
diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Larutan nutrisi dibuat dengan mencampurkan 1 L larutan buffer
sitrat dengan 1,0 g ekstrak ragi (yeast extract); 1,5 g bacterioogical peptone; 1,4 g (NH4)2S04 ; 2,0 g
KH2PO4; 0,005 g FeSO4.7H2O; 5 mL laturan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1% (Anwar dkk, 2010).
Larutan nutrisi kemudian diaduk menggunakan magnetic stirer hingga homogen.

Produksi Enzim Selulase


Produksi enzim selulase dimulai dengan mencampurkan 5 gram bubuk jerami dengan 25 mL larutan
nutrisi ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditutup dengan kapas steril dan dilapisi alumunium foil,
kertas, dan diikat dengan benang. Campuran substrat dan media kemudian disterilkan menggunakan
autoclave pada temperatur 121 oC selama 15 menit. Media kemudian didinginkan hingga suhu ruang
sebelum proses inokulasi mikroba secara aseptik dilakukan. Spora yang tumbuh di dalam satu tabung
reaksi disuspensikan kedalam 1mL larutan 0,1% tween 80 kemudian diinokulasikan secara aseptik ke
dalam media. Hasil dari proses tersebut kemudian diinkubasi selama 4,6, dan 8 hari pada suhu 27 0C, 30
0C dan 35 0C dengan variasi pH pada media cair sebesar 4,5, dan 6.
Pemanenan Enzim
Enzim dipanen dengan sistem sentrifugasi menggunakan sentrifuge. Enzim di dalam erlenmeyer terlebih
dahulu dicampur dengan 100 mL larutan 1% tween 80. Sentrifugasi dilakukan selama 30 menit dengan
kecepatan 4000 rpm. Cairan enzim (supernatan) yang dihasilkan kemudian disaring dengan kertas saring
agar terpisah dengan residu padatan.

Pengujian Aktivitas Enzim


Aktivitas enzim diuji menggunakan metode CMCase dalam satuan International Unit (IU) dengan reagen
Dinitosalicylic Acid (DNS) (Miller, 1959). Menurut Apriyanto, dkk (1989), dalam suasana alkali gula
pereduksi akan mereduksi asam 3,5 dinitrosalisilat membentuk senyawa yang dapat diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 540-550 nm. Metode CMCase dalam pengujian aktivitas enzim
mendefinisikan satu International Unit (IU) sebagai 1 mol glukosa yang dihasilkan dari degradasi
substrat CMC tiap menit dalam waktu inkubasi 10 menit dengan suhu 350C. Jumlah glukosa yang
dihasilkan dilihat melalui indikator spektrum warna menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm. Larutan glukosa 0; 0,5; 1; 1,5; 2,0 M digunakan untuk membuat kurva stardard pada
perhitungan jumlah glukosa yang dihasilkan. Konversi kadar glukosa ke dalam unit aktivitas (IU)
menggunakan rumus (Ghose, 1987) :

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan awal (pretreatment) fisik pada jerami padi sebelum akhirnya didapatkan bubuk jerami
padi ukuran 100 mesh bertujuan agar kadar air dalam jerami berkurang (hingga kisaran 4%) sehingga
jerami awet disimpan serta memudahkan treatment selanjutnya yaitu degradasi selulosa ke dalam
monomer gula penyusunnya.Enzim selulase yang dihasilkan pada penelitian ini berupa cairan berwarna
coklat pekat dan berbau sangat menyengat yang menyerupai cairan di dalam rumen sapi. Sarma (2005)
mengemukakan bahwa mikroba di dalam rumen sapi mensekresikan enzim enzim pencernaan ke dalam
cairan rumen untuk membantu degradasi partikel makanan. Enzim enzim tersebut adalah enzim
selulase, xilanase, amilase, pektinase, lipase, dan protease. Aktivitas enzim yang merupakan indikator
efektivitas kerja enzim yang diuji menggunakan metode CMCase. Hasil uji aktivitas menunjukkan nilai
yang fluktuatif antar tiap perlakuan suhu, pH, dan waktu inkubasi. Hasil pengujian aktivitas enzim pada
berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Hasil Uji Aktivitas Enzim pada Berbagai Kombinasi Perlakuan
Aktivitas enzim yang dihasilkan berada pada kisaran 0,3464 1,0313 IU/mL, aktivitas terbesar diperoleh
pada perlakuan suhu 35 0C, pH 6, dan waktu inkubasi 8 hari yaitu sebesar 1,0313 IU/mL. Kadar protein
yang merupakan indikator jumlah mikroba yang terkandung di dalam enzim. Uji kadar protein
menggunakan metode Biuret. Hasil pengukuran kadar protein pada masing masing kombinasi perlakuan
tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Pengukuran Kadar Protein pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Kadar protein tertinggi
diperoleh pada perlakuan suhu 35 0C, pH 6, dan waktu inkubasi 8 hari yaitu sebesar 393,178 g/mL.
Hasil Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan software Minitab.15 dengan menetapkan standar ()
sebesar 5 % maka didapatkan adanya pengaruh nyata antar perlakuan pH larutan nutrisi dan waktu
inkubasi terhadap aktivitas enzim dan kadar protein yang dihasilkan. Sedangkan untuk perlakuan suhu,
memberi pengaruh nyata terhadap aktivitas enzim namun tidak memberi pengaruh nyata pada kadar
protein yang dihasilkan.
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa produksi enzim selulase
dari mikrofungi Trichoderma reesei dengan substrat bubuk jerami padi terdiri dari beberapa tahapan
diantaranya pretreatment fisik pada jerami padi hingga diperoleh bubuk jerami lolos ayakan 100 mesh,
pemilihan dan pengembangbiakan Trichoderma reesei, proses inkubasi, serta pemanenan enzim dengan
sistem sentrifugasi. Kondisi optimal produksi enzim selulase diperoleh pada perlakuan suhu 35 oC, pH 6,
dan waktu inkubasi 8 hari. Aktivitas enzim pada perlakuan ini sebesar 1,0313 IU/mL dengan kadar
protein sebesar 393,178 g/mL.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, N., Arief W., dan Sugeng W. 2010. Optimasi Produksi Enzim Selulase untuk Hidrolisis Jerami

Padi. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 (www.digilib.its.ac.id/public/ITSResearch

11652-195209161980031002-Paper4.pdf)
Apriyanto, A., Dedi F., Ni Luh P, Sedarnawati, Slamet Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa

Pangan. Institut Pertanian Bogor : Bogor


Fox, P.F. 1991. Food Enzymology, vol 1, Elsevier Applied Science Ltd., New York

Ghose, T.K. 1987. Measurement of Cellulase Activities. Biochemical Engineering Research

Center : New Delhi India.


Lynd, L.R., Weimer P.J., Van Zyl W.H., and Pretorius IS. 2002. Microbial cellulose utilization:

Fundamentals and biotechnology. Microbiol. Mol.Biol. Rev., 66: 506-577.


Miller, G L. Use Of Dinitrosalicylic Acid Reagent For Determination Of Reducing Sugar. Anal

Chem.1959;31:426428.
Rachmania, F. dan Lazuardi.2009. Pengaruh Liquid Hot Water terhadap Perubahan Struktur Sel Bagas.

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknolohi Industri, Institut Teknologi Sepuluh No vember.

Silaban,R.1999.Enzim Selulolitik Pada Bakteri Pseudomonas Alcaligenes PaAf-18. Disertasi. Bandung:

Institut Teknologi Bandung.

Sarma. 2005. Identifikasi Enzim Pencernaan pada Rumen Domba. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K. Enzyme-based hydrolysis processes for ethanol from

lignocellulosic materials: a review, 2007, BioResources, Vol. 2, pp. 707-738

Anda mungkin juga menyukai