Definisi Konjungtivitis
1
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan
pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga
sering disebut mata merah.
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan
pengobatan.
B. Etiologi
a. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung
dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
b. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling
sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan
pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata
yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
c. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya timbul pada musim semi dan panas, dan
disebabkan oleh pajanan dengan alergen misalnya polen (serbuk sari). Pasien
2
akan mengeluh rasa tidak enak dan iritasi yang berlebihan. Terbentuk papilla
yang dapat dikonjungtiva, dan kornea bias terlibat. Konjungtivitis alergi dapat
terjadi bersama dengan reaksi alergi yang lain. Misalnya astma dan hay
fever.
d. Konjungtivitis Gonore
Konjungtivitis hiper akut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhea. Sedangkan infeksi gonokokus pada mata pada neonatus
(bayi baru lahir) disebabkan oleh infeksi tidak langsung selama keluar
melewati jalan lahir pada ibu yang menderita gonore, konjungtivitis yang berat
disebut oftalmia neonatorum.
e. Trachoma
Trachoma merupakan konjungtivitis folikular kronik yang
disebabkan Chlamydia trachomatis. Masa inkubasi dari trachoma adalah 7
hari ( 5 14 hari ). Trachoma dapat mengenai segala umur terutama dewasa
muda dan anak-anak, yang akut atau sub akut. Cara penularannya melalui
kontak langsung dengan sekret atau alat-alat pribadi.
C. Manifestasi Klinis
a. Tanda
3
dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga
bernanah).
b. Gejala
mata berair
mata terasa nyeri
mata terasa gatal
pandangan kabur
peka terhadap cahaya
terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada
pagi hari.
D. Patofisiologi
4
Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan
terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang
pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan
menjadi kabur dan rasa pusing.
Pathway
Mikroorganisme(bakteri,
virus,jamur)
Konjungtivitis Mikroorganisme,
allergen, iritatif
peradangan
lakrimas
i
Keljr air mata terinfeksi
Dilatasi pembuluh
darah Pengeluaran
cairan meningkat
Fungsi sekresi terganggu
nyeri Sclera merah edem
a
hipersekresi
Gangguan persepsi
sensori 5
Ulkus kornea
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik memperlihatkan injeksi pembuluh konjungtival bulbar.
Pada anak-anak, tanda dan gejala sistemik bisa meliputi sakit tenggorokan
dan demam.
Monosit merupakan yang utama dalam uji pulasan berwarna pada kerikan
konjungtival jika konjungtivitis disebabkan virus.
Sel polimorfonuklear (neutrofil) adalah hal utama jika konjungtivitis
disebabkan bakteri.
Uji kultur dan sensitivitas membantu mengidentifikasi organisme bacterial
yang menyebabkan dan mengidentifikasi terapi antibiotic yang tepat.
F. Penatalaksanaan
Moxifloxacin
Farmakokinetik
a. Absorbsi
moksifloksasin diserap dengan cepat dan hampir sepenuhnya.
b. Distribusi
Moxifloxacin didistribusikan ke seluruh tubuh dalam konsentrasi yang
tinggi dan berpenetrasi ke dalam jaringan paru-paru dengan baik.
6
Konsentrasi dalam jaringan paru-paru biasanya lebih tinggi 2-5 kali dari
konsentrasi dalam plasma, dan berkisar antara 2,4 sampai 11,3 g/g
selama 24 jam setelah pemberian tunggal dosis oral 500 mg.
c. Metabolisme
moksifloksasina (moxifloxacin) bekerja dengan cara menghambat dua tipe
enzim II topoisomerase yaitu DNA Gyrase dan topoisomerase IV.
topoisomerase IV memerlukan DNA terpisah yang telah direplikasi
sebelum pembelahan sel bakteri. Dengan DNA yang tidak dipisahkan,
proses terhenti dan bakteri tidak bisa membagi. Sedangkan DNA gyrase
bertanggungjawab untuk supercoil DNA sehingga akan cocok di dalam sel
yang baru terbentuk. kombinasi dari dua mekanisme di atas akan
membunuh bakteri sehingga moksifloksasina (moxifloxacin) digolongkan
sebagai bakterisida.
d. Ekresi
e. Indikasi
moksifloksasina (moxifloxacin) digunakan untuk infeksi :
7
moksifloksasina (moxifloxacin) harus dihindari pada pasien
dengan hipersensitivitas terhadap moksifloksasina (moxifloxacin)
atau antibiotik golongan kuinolon lainnya.
moksifloksasina (moxifloxacin) juga kontra indikasi pada wanita
hamil dan menyusui, anak dan remaja,
pasien dengan riwayat kelainan tendon akibat terapi kuinolon,
pasien dengan perpanjangan QT kongenital maupun dapatan,
gangguan elektrolit khususnya hipokalemia, bradikardia, gagal
jantung dengan pengurangan fraksi ejeksi ventrikel kiri, riwayat
aritmia asimtomatik.
g. Efek Samping
intoksikasi saluran cerna, perpanjangan pada pasien hipoglikemia,
super infeksi candida, mual, muntah, nyeri saluran cerna dan perut,
diare, peningkatan transaminase sementara, sakit kepala, pening.
Efek samping yang jarang namun serius yang dapat terjadi sebagai
akibat dari terapi moksifloksasina (moxifloxacin) termasuk
neuropati perifer ireversibel , tendonitis , hepatitis , efek kejiwaan
( halusinasi , depresi ) , torsades de pointes , sindrom Stevens-
Johnson dan clostridium difficile serta reaksi fotosensitifitas /
fototoksisitas .
h. Interaksi Obat
moksifloksasina (moxifloxacin) memiliki potensi untuk interaksi
obat yang serius dengan obat anti inflamasi non steroid (NSAID).
Kombinasi kortikosteroid dan moksifloksasina (moxifloxacin)
meningkatkan potensi terjadinya tendonitis dan kecacatan.
Antasida yang mengandung aluminium atau magnesium menghambat
penyerapan moksifloksasina (moxifloxacin) .
Obat yang memperpanjang interval QT ( misalnya , pimozide )
kemungkinan memiliki efek aditif pada perpanjangan QT dan
menyebabkan peningkatan risiko aritmia ventrikel .
i. Dosis
8
400 mg orally or IV every 24 hours
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas Sidarta, Dr. Prof. H. (2004). Masalah Kesehatan Mata Anda. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta