Ringkasan
57
Prasmatiwi et al.
Summary
58
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
59
Prasmatiwi et al.
60
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
eksternal dari usahatani kopi di kawasan hutan lingkungan sangat tinggi dan seterusnya.
yang meliputi manfaat penyimpanan karbon, Analisis yang digunakan untuk mengetahui
nilai keanekaragaman hayati, serta nilai faktor-faktor yang mempengaruhi WTP
konservasi tanah dan air. Manfaat biaya eksternal adalah analisis logistik
penyimpanan karbon diperoleh dari hasil (ordinal logistic regression). Pada model
penelitian Hairiah et al. (2006) dan logistik, variabel tidak bebasnya merupakan
Noordwijk et al. (2002). variabel yang memiliki skala ordinal dengan
level 3 atau lebih (Greene, 1997). Estimasi
Be = BCs + BHc + BBd parameter model logistik menggunakan
Maximum Likelihood Estimation (MLE)
Be = manfaat tidak langsung (eks- dimana estimasi probabilitas terjadinya suatu
ternalitas) kejadian tertentu dengan menghitung nilai
BCs = manfaat penyimpanan karbon Log-Odds dari variabel terikat.
BBd = manfaat sumber keaneka- Model logit merupakan fungsi logistik
ragaman hayati probabilitas kumulatif. Persamaannya:
BHc = manfaat konservasi tanah dan Pi = F (Zi) = F (+Xi)
air = 1/(1+e-z)
= 1/(1+e-( + Xi)
Metode-metode analisis yang di-
Jika kedua sisi persamaan (1) dikalikan
gunakan baik pada analisis finansial
dengan 1 + e-zi didapat:
maupun ekonomi adalah sama yaitu NPV,
IRR, dan BCR. Pada analisis ekonomi, (1 + e-zi) Pi = 1
dampak pengelolaan usahatani terhadap 1-Pi
masyarakat dan lingkungan sudah di- e-zi = 1/Pi 1 = Pi
perhitungkan dalam pendekatan ECBA Karena e-zi = ezi maka
(Barton, 1994) sehingga jika NPV > 0, Pi
BCR > 1 dan IRR > tingkat bunga, e-zi = 1/Pi 1 =
1-Pi
maka usahatani kopi di kawasan hutan
= (odd ratio)
layak atau menguntungkan atau ber-
kelanjutan.
Pi
Log = Zi = + Xi)
1-Pi
2. Regresi logistik ordinal
61
Prasmatiwi et al.
eksternal petani kopi di kawasan hutan naungan kayu-kayuan dan kopi naungan
sebagai berikut: multiguna (MPTS).
WTPpk = + 1X1 + 2X2 + 3X3
+ 4X 4 + 5X 5 + 6X 6 + Analisis Finansial
7 X 7 + 8 X8 + 9 X 9 +
9X9 + d1D1 + d2D2 + Biaya usahatani kopi terdiri dari biaya
d3D3 + investasi dan biaya operasional. Biaya
investasi merupakan biaya yang dikeluarkan
WTPpk = Kemauan membayar external cost
(WTP skala ordinal 1 sd 3). sebelum tanaman kopi menghasilkan,
X1 =luas lahan garapan kopi di hutan seperti biaya lahan yaitu biaya untuk
(ha). mendapatkan lahan dan pembukaan lahan,
X2 =Produktivitas lahan (kg setara pembelian peralatan, bibit kopi, tanaman
kopi/ha) naungan dan tanaman pencampur yang lain
X3 =Pendapatan rumah tangga (seperti petai, durian, alpokat, lada, pisang,
(Rp/tahun) dan jengkol) serta biaya penanaman dan
X4 =Pendidikan (tahun) pemeliharaan tanaman belum meng-
X5 =Pengalaman bertani kopi (tahun) hasilkan seperti biaya pupuk, obat-obatan,
X6 =Jumlah anggota keluarga (orang) dan membayar tenaga kerja.Pada tahun
X7 =Pengetahuan petani tentang ke-1, petani mengeluarkan biaya lahan dan
manfaat hutan (skor)
alat-alat pertanian yang tinggi. Pada tahun
X8 =Pengetahuan petani tentang
konservasi (skor) ke-2, biaya usahatani kopi adalah paling
D1 =Suku/etnis (D1 = 1 untuk pen- kecil, untuk kemudian biaya usahatani naik
duduk asli dan D 1 = 0 untuk lagi pada tahun ke-3 dan ke-4. Setelah
lainnya tanaman kopi menghasilkan, umumnya
D2 =Kehadiran penyuluhan pertanian aktivitas petani dalam mengelola usaha-
(D2 = 1 hadir pada penyuluhan taninya adalah sama setiap tahun. Yang
pertanian 1 tahun terakhir, D2=0 membedakan adalah kegiatan panen dan
untuk lainnya) penggilingan hasil, dimana kebutuhan tenaga
=Konstanta kerja pada kegiatan ini tergantung produksi
=Residual yang dihasilkan. Biaya usahatani kopi selama
25 tahun pertama disajikan pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Manfaat usahatani kopi di kawasan hutan
berupa produksi kopi yang dihasilkan serta
Pengelolaan budidaya kopi di Sumber-
produksi dari tanaman naungan maupun
jaya sangat beragam. Ditinjau dari tipe
tanaman pencampur yang lain. Kopi mulai
naungan, budidaya kopi dapat dikelompok-
belajar berproduksi pada tahun ketiga dengan
kan menjadi dua yaitu kopi tanpa naungan
dan kopi dengan naungan. Kopi naungan hasil produksi yang belum tinggi. Pada tahun
dibedakan lagi menjadi kopi naungan ke-4 dan ke-5 produksi mencapai produksi
sederhana yaitu jika dalam usahatani kopi yang tinggi atau yang biasa disebut sebagai
hanya ada satu macam tanaman naungan ngagung. Pada tahap awal kopi baru
yang dominan dan kopi naungan kompleks ditanam, sebagian petani menanam sayuran
atau multistrata yaitu kopi dengan sehingga sebelum kopi menghasilkan petani
bermacam-macam tanaman naungan. Kopi dapat memperoleh manfaat dari tanaman
multistrata dibedakan menjadi dua yaitu kopi tersebut. Produksi dari tanaman naungan
62
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
atau pencampur yang paling tinggi diperoleh perbandingan benefit dan cost > 1 serta IRR
dari tanaman lada. Tanaman lada biasanya 24,96%. Tingkat suku bunga IRR lebih
merambat pada tanaman naungan glirisidia. besar dari tingkat suku bunga yang berlaku
Pada saat penelitian, harga lada cukup tinggi yaitu 13,64. Hasil perhitungan Payback
yaitu sekitar Rp18.000/kg. Manfaat yang Period 4,5 tahun yang berarti penerimaan
diperoleh dari tanaman naungan yang lain kopi mampu mengembalikan investasi dalam
adalah dari kayu manis, kapuk, dan buah- kurun waktu 4,5 tahun atau kurang dari 25
buahan seperti alpokat, durian, jambu, tahun. Maka secara finansial atau dari sudut
sukun, petai, jengkol. Pada tahun ke-25 ben- pandang petani, usahatani kopi di kawasan
efit meningkat tinggi karena pada akhir hutan menguntungkan.
proyek petani memperoleh manfaat dari nilai Berdasarkan analisis finansial seperti
sisa lahan beserta tanaman (harga lahan). pada Tabel 2 keempat tipe usahatani kopi
Manfaat usahatani kopi disajikan pada di kawasan hutan layak atau me-
Gambar 1. nguntungkan. Dari keempat tipe naungan,
Dari hasil perhitungan biaya dan manfaat naungan kompleks multiguna mempunyai
kemudian dibuat cash-flow yaitu perban- nilai NPV paling tinggi dan yang paling
dingan antara manfaat dengan jumlah biaya- rendah adalah kopi tanpa naungan. Pada
biaya yang dinyatakan dalam nilai sekarang kopi tanpa naungan petani tidak men-
(present value) dengan jalan dikalikan faktor dapatkan tambahan pendapatan dari tanaman
diskon (Df) dengan tingkat bunga 13,64 campurannya.
sesuai tingkat suku bunga bank umum.
Berdasarkan Tabel 1 hasil analisis Analisis Ekonomi
finansial diperoleh nilai NPV > 0 yang
menunjukkan bahwa selisih antara nilai Di samping berbagai biaya dan manfaat
sekarang dari manfaat yang diterima oleh seperti yang telah dikemukakan pada analisis
finansial, sesungguhnya masih ada biaya-
petani kopi sebagai pengusaha adalah lebih
biaya lain yang timbul sebagai akibat
besar dari nilai sekarang biaya yang
dikeluarkan untuk usahatani. BCR atau kegiatan konversi hutan menjadi usahatani
20.000
(Benefit)
10.000
5.000
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Gambar 1. Biaya dan keuntungan finansial usahatani kopi di kawasan hutan lindung.
Figure 1. Financial cost and benefit of coffee farming in protected forest.
63
Prasmatiwi et al.
kopi yaitu biaya lingkungan (environmental perhatikan nilai eksternalitas dan meng-
costs). Biaya lingkungan merupakan gunakan nilai lingkungan hutan US$458
eksternalitas. Berbagai biaya lingkungan disajikan pada Gambar 2.
yang terjadi dalam kenyataannya selama ini
Hasil analisis /ECBA/ dengan mem-
tidak pernah diperhitungkan sebagai biaya
perhitungkan nilai eksternalitas pada tingkat
yang harus ditanggung oleh petani kopi.
Biaya lingkungan meliputi nilai hutan yang bunga sosial pada beberapa skenario nilai
hilang akibat alih fungsi hutan ke usahatani ekonomi hutan disajikan pada Tabel 3. Nilai
kopi. Biaya dan manfaat ekonomi usahatani tukar rupiah terhadap dolar merupakan nilai
kopi di kawasan hutan dengan mem- tukar bayangan (Shadow exchange rate)
Tabel 2. Analisis finansial pada berbagai tipe naungan pada usahatani kopi
Table 2. Financial analysis of coffee farming by type of shade
30.000
25.000
Rp (OOO)
20.000
5.000
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
64
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
Tabel 3. Analisis ekonomi usahatani kopi di kawasan hutan dengan memperhitungkan nilai eksternalitas
Table 3. Economic analysis of coffee farming in protected forest adjusted with external value
Nilai ekonomi hutan NPV (Rp) BCR IRR (%)
Economic value of forest, US $/ha/year
yaitu nilai tukar resmi dibagi dengan faktor maka NPV= 0, BCR=1, dan IRR= tingkat
konversi. bunga sosial (24,69%). Dengan demikian
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa jika nilai ekonomi hutan lebih besar US$536
besarnya nilai NPV, IRR, dan BCR analisis maka NPV adalah negatif sehingga usahatani
ekonomi usahatani kopi di kawasan hutan kopi di kawasan hutan adalah tidak layak.
tergantung dari besarnya nilai eksternalitas. Dengan kata lain karena perhitungan itu
Dalam studi ini biaya eksternalitas nilai sudah memperhitungkan dampak usahatani
ekonomi dan lingkungan hutan pada awalnya kopi terhadap lingkungan maka jika biaya
diperhitungkan menurut hasil penelitian lingkungan > besar US$536 usahatani kopi
Costanza et al. (1997) NPV hasil per- tidak berkelanjutan. Biaya lingkungan dan
hitungan analisis ekonomi (pada tingkat suku sosial US$536 merupakan biaya yang harus
bunga sosial) pada keseluruhan nilai hutan dibayar oleh petani kopi supaya usahatani
(nilai tinggi, rata-rata, maupun nilai rendah) kopi di kawasan hutan dapat dilaksanakan.
adalah negatif. Nilai NPV apabila nilai Hasil analisis ekonomi pada berbagai tipe
ekonomi hutan US$1.175 adalah minus naungan disajikan pada Tabel 4.
Rp15.616.792. Jika nilai ekonomi hutan Yang menjelaskan bahwa dengan
US$763 maka nilai NPV juga masih negatif. memperhitungkan nilai eksternalitas yakni
Namun pada nilai ekonomi hutan US$458 nilai ekonomi hutan US$458/ha/tahun, maka
maka nilai NPV positif yaitu Rp1.648.633. hanya usahatani kopi naungan kompleks
Hasil perhitungan menunjukkan jika nilai kayu-kayuan dan multi guna yang layak atau
ekonomi dan lingkungan hutan US$536 dapat berkelanjutan. Usahatani kopi tanpa
Tabel 4. Analisis ekonomi usahatani kopi dengan memperhitungkan nilai eksternalitas pada berbagai tipe naungan
Table 4. Economic analysis of coffee farming adjusted with external value with several shade types
Nilai ekonomi hutan Tipe naungan NPV (Rp) BCR IRR (%)
Forest value, US $/ha/year Shade type
65
Prasmatiwi et al.
naungan dan naungan sederhana di kawasan dilakukan dengan memperbaiki teras, gulud,
hutan tidak layak secara ekonomi, karena rorak, dan menanam tanaman penguat teras
biaya eksternalitas pada kedua tipe naungan dan tanaman penutup tanah. Aktivitas
ini sangat besar. Jika nilai ekonomi hutan pembuatan teras mengeluarkan biaya yang
US$301/ha/tahun, maka keempat sistem paling tinggi yaitu Rp151.250. Hal ini dapat
naungan usahatani kopi di kawasan hutan dimaklumi karena hanya 48% petani yang
layak atau berkelanjutan serta usahatani kopi membangun teras pada lahannya dan teras
naungan kompleks multiguna (MPTS) lebih dibangun dengan bangunan semi permanen
berkelanjutan dibanding yang lain. Hal dan hanya 2% yang terasnya diberi bangunan
ini ternyata sejalan dengan kebijakan penguat teras dengan batu. Petani juga
pemerintah tentang hutan kemasyarakatan bersedia mengeluarkan biaya untuk kegiatan
yang mewajibkan petani di kawasan hutan reboisasi hutan lindung. Petani anggota HKm
untuk menanam minimal 400 pohon mempunyai tanggung jawab untuk
MPTS/ha. memelihara hutan lindung di sekitar lokasi
kebun kopinya. Sebesar 48% tidak bersedia
Kemauan Membayar (WTP) Biaya membayar WTP untuk menambah tanaman
Eksternal naungan di kebun kopinya. Petani
beranggapan bahwa jumlah naungan sudah
Dalam rangka meningkatkan keber- cukup dan sudah sesuai dengan peraturan
lanjutan usahatani kopi di kawasan hutan Bupati Lampung Barat yang mewajibkan
serta menghadapi tantangan sertifikasi, menanam minimum 400 pohon naungan/
petani kopi di kawasan hutan tiap tahunnya hektar, dan sisanya 52% petani kopi bersedia
mengeluarkan biaya eksternal terutama untuk menambah tanaman naungan di kebun
memperbaiki bangunan konservasi tanah, kopinya yaitu dengan menanam tanaman
menambah atau mengganti tanaman naungan buah-buahan seperti durian, nangka, petai,
yang mati, membayar pajak lingkungan, serta alpokat atau tanaman kayu-kayuan seperti
kegiatan rehabilitasi hutan lindung dengan kayu afrika, cempaka, mahoni, atau sengon.
rata-rata Rp475.660 (Tabel 5). Sehubungan dengan penanaman kopi di
kawasan hutan, sebesar 46% petani mengaku
WTP untuk perbaikan konservasi tanah setuju jika pemerintah akan menarik pajak
merupakan biaya yang dikeluarkan paling lingkungan dengan rata-rata Rp8.560/ha/
besar. Perbaikan bangunan konservasi tanah tahun.
Tabel 5. Bentuk dan nilai WTP biaya eksternal petani kopi di kawasan hutan dalam rangka perbaikan lingkungan
Table 5. Activity and value of WTP external cost to sustain the environment of coffee under protected forest
Aktivitas WTP external Cost Maximum Minimum Standard deviation
Activity (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
66
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
Berdasar perhitungan WTP kemudian belum semakin luas lahan garapan, jumlah
diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah anggota keluarga, produktivitas lahan,
dan dibuat dalam 3 rangking. Skor 3 (ter- pendapatan rumah tangga dan pengetahuan
tinggi) menunjukkan apresiasi petani kopi petani tentang manfaat hutan maka
terhadap lingkungan sangat tinggi dan probabilitas kemauan membayar (WTP)
seterusnya. Hasil analisis faktor-faktor yang biaya eksternal dalam rangka perbaikan
mempengaruhi kemauan petani kopi lingkungan dan meningkatkan keberlanjutan
membayar biaya eksternal petani kopi di usahataninya akan semakin besar. Semakin
kawasan hutan menggunakan analisis ordinal besar jumlah anggota keluarga, semakin
logit model disajikan pada Tabel 6. besar ketersediaan tenaga kerja sehingga
Nilai Pseudo-R2 sebesar 0,585 dengan semakin besar kemauan membayar WTP.
koefisien estimasi variabel bebas yang Variabel pendidikan petani, penge-
signifikan sebanyak lima dari sepuluh variabel tahuan konservasi, pengalaman, etnis, dan
yang diprediksi. kehadiran petani dalam penyuluhan pertanian
Goodness of fit ditunjukkan dari nilai tidak berpengaruh nyata terhadap kemauan
LR X2 hitung (54,514) > X2 tabel. Hasil membayar (WTP) biaya eksternal. Petani
uji Z menunjukkan luas lahan usahatani, suku asli (Lampung) maupun pendatang
produktivitas lahan, pendapatan rumah (Jawa dan Sunda) tidak berbeda dalam
tangga, jumlah anggota keluarga, dan membayar WTP. Dalam kehidupan sehari-
pengetahuan petani tentang manfaat hutan hari kedua suku sudah membaur, sehingga
berpengaruh positif terhadap kemauan tidak terjadi perbedaan dalam WTP.
membayar (WTP) biaya eksternal ini berarti
Tabel 6. Regresi ordinal logit faktor faktor yang mempengaruhi WTP biaya eksternal
Table 6. Ordinal logistic regression of determinant affecting WTP external cost
Variabel (Variable) Coefficient Std. Error Z Significant Odd ratio
Konstanta 1 19.99 8.653 5.337 0.021
Konstanta 2 25.898 9.516 7.407 0.006
Luas lahan (farm size) 2.864 ** 1.417 4.084 0.043 17.5315
Produktivitas lahan (land productivity) 0.001 * 0.001 2.743 0.098 1.0010
Pendapatan (income) 4.88E-08 * 0.000 3.237 0.072 1.0000
Pendidikan (education) 0.08 0.216 0.136 0.712 1.0833
Pengalaman (experience) -0.071 0.061 1.365 0.243 0.9315
Anggota keluarga (family member) 1.067 * 0.581 3.372 0.066 2.9066
Pengetahuan hutan (forest knowledge) 0.155 * 0.091 2.910 0.088 1.1677
Penget konservasi (conservation knowledge) 0.056 0.139 0.163 0.686 1.0576
Suku (ethnic) -4.498 3.224 1.947 0.163 0.0111
Penyuluhan (extension) 0.325 1.792 0.033 0.856 1.3840
LR index (Pseudo-R2) 0.585
LR statistic 54.514
Prob (LR stat) 0.0000
* significant at a = 10%
** significant at a = 5%
*** significant at a = 1%
67
Prasmatiwi et al.
68
Analisis keberlanjuatan usahatani kopi di kawasan hutan kabupaten Lampung Barat
Greene, W.H. (1997). Econometric Analysis. Prawoto, A. (2008). Hasil kopi dan siklus hara
Second Edition. Macmillan Pu-blishing mineral dari pola tanam kopi dengan
Company. New York. beberapa spesies tanaman kayu industri.
Pelita Perkebunan, 24, 121.
Hairiah, K.; S. Rahayu & Berlian (2006).
Layanan lingkungan agroforestri Rappole, J.H.; D.I. King & J.H.V. Rivera
berbasis kopi: cadangan karbon dalam (2003). Coffee and conservation.
biomasa pohon dan bahan organik tanah Conservation Biology, 17, 334-336.
(studi kasus dari Sumberjaya, Lampung
Ruitenbeek, J. (1999). Indonesia. In:
Barat). Agrivita, 28, 298309.
Indonesias Fires and Haze; the cost
Hernandez-Martinez, G.; R.H. Manson & A.C. of catastrophe. Edited by Glover, D.
Hernandez (2009). Quantitative & T. Jessup. Institute of Southeast
classification of coffee agro-ecosystems Asian Studies, Singapore.
spanning a range of production Sorby, K. (2002). Environmental benefits of
intensities in central Veracruz, sustainable coffee. World Bank
Mexico. Agriculture, Ecosystems and Agricultural Technology Note, 30,
Environment, 134, 8998. 1-4.
Kine, A. (2009). Sustainable coffee certifica-
Syam, T.; H. Nisdale; A.K. Salam; M. Utomo;
tions: A comparison matrix. SCAA
A.K. Mahi; J. Lumbanraja; S.G.
Sustainable Committee.
Nugroho & M. Kimura (1997). Land
Kuosmanen, T. & M. Kortelainen (2007). use and cover changes in a hilly area
Valuing environmental factors in cost- of South Sumatera, Indonesia (from
benefit using data envelopment analysis. 1970 to 1990). Soil Science and Plant
Ecological Economics, 62, 5665. Nutrition, 43, 587-599.
Lopez-Gomez, A.M.; G. Williams-Linera & Van Noordwijk, M. (2000). Forest conversion
R.H. Manson (2008). Tree species and watershed functions in the humid
diversity and vegetation structure in tropics. Proceedings IC-SEA/NIAES
shade coffee farms in Vercruz, Mexico. workshop Bogor. ICRAF-South East
Agriculture, Ecosystems and Asia Program. Bogor.
Environment, 124, 160172. Van Noordwijk, M.; S. Rahayu; K. Hairiah;
Manurung, E.G.T. (2001). Laporan teknis Y. C. Wulan; A. Farida & B. Verbist
analisis valuasi ekonomi investasi (2002). Carbon stock assessment for
perkebunan kelapa sawit di Indone- a forest-to-coffee conversion land-
sia. NRM Program. Environmental scape in Sumberjaya (Lampung, In-
Policy and Institutional Strengthen- donesia): from allometric equations
ing IQC. to land use change analysis. Science
in China, 45, 7586.
Mas, A.H. & T. V. Dietsch (2003). An In-
dex of Management Intensity for Verbist B; A. Eka Dinata & S. Budidarsono
Coffee Agroecosystems to Evaluate (2005). Factors driving land use change:
Butterfly Species Richness. Ecologi- Effects on watershed functions in a
cal Applications, 13, 14911501. coffee agroforestry system in Lampung,
Perfecto, I.; J. Vandermeer; A. Mas; L.S. Pinto Sumatera. Agricultural System, 85,
(2005). Biodiversity, yield, and shade 254270.
coffee certification. Ecological Eco-
nomics, 54, 435446.
*********
69