Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara saat ini merupakan unit
pembangkit energi terbesar di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah batubara di
Indonesia cukup besar yaitu berkisar 65,4 milyar ton dengan cadangan 12 milyar ton
(ESDM, 2007). Selain itu harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
penggunaan sumber energi lainnya. Saat ini PLTU menyumbangkan 35,03%
(52.352,96 GWh) dari kebutuhan energi di Indonesia (BPS, 2008).
Dampak pengoperasian PLTU bagi lingkungan adalah emisi debu dan gas
hasil sisa pembakaran batubara terhadap kualitas udara sekitar. Salah satu polutan
dari cerobong PLTU adalah senyawa gas SO2, yang dihasilkan akibat kandungan
senyawa sulfur (S) dalam batubara. Adapun banyaknya senyawa gas SO2 yang
dihasilkan dari pembakaran batubara bergantung pada jenis batubara yang dibakar.
Untuk mengurangi emisi gas SO2, PLTU batubara memasang unit Flue Gas
Desulfurization (FGD) dan menghasilkan banyak gypsum sintetik (CaSO4.2H2O)
dengan proses wet limestone scrubbing atau dry limestone scrubbing. Selain dapat
mengurangi sumber polutan, gypsum sebagai hasil samping unit Flue Gas
Desulfurization (FGD) ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk amonium sulfat.
Adapun PLTU di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi FGD adalah
PLTU Tanjung Jati B dan PLTU Paiton II. Unit burner PLTU Tanjung Jati
menghasilkan sulfur dioksida (SO2) sebesar 516,24 Kg/hr (Vargo, 2006) sedangkan
untuk PLTU Paiton II kandungan sulfur sebesar 0,69%, laju alir flue gas 2.149.000
m3/hr dan maksimum consentrasi SO2 yang masuk FGD 1.981 mg/m3 (AEE, 2010).
Penggunaan teknologi FGD ini pastinya akan terus berkembang di masa yang
akan datang, karena kualitas batubara yang dibakar di PLTU atau bahkan di pabrik-
pabrik lainnya akan semakin menurun mutunya. Hal ini disebabkan pemanfaatan
batubara saat ini difokuskan pada pemanfaatan batubara berkualitas baik. Pada Tabel
1.1 berikut dipaparkan data PLTU yang beroperasi di Indonesia :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.1 Data PLTU di Indonesia

Kapasitas (MWe) Daerah


Nama

Suralaya Coal Power Plant Indonesia 3400 Banten


Indramayu Coal Power Plant 990 Jawa Barat
Tanjung Jati-B Coal Power Plant 1320 Jawa Tengah
Paiton PLN Coal Power Plant Indonesia 800 Jawa Tengah
Cilacap Coal Power Plant Indonesia 600 Jawa Tengah
Paiton I Coal Power Plant Indonesia 1340 Jawa Timur
Paiton II Coal Power Plant Indonesia 1320 Jawa Timur
Ombilin Coal Power Plant Indonesia 200 Sumatera Barat

Menurut hasil pemasangan teknologi FGD di Illinois Power Co., Orleans,


Amerika Serikat, dengan kapasitas 500 MWe dengan kandungan sulfur 3,5% pada
batubara, efisiensi desulfurisasi sebesar 95%, dapat menghasilkan 47 ton gypsum per
jam (Chou, 1995).
Amonium sulfat biasa disebut pupuk ZA (Zwuafel Amonium) banyak
dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen, terutama untuk tanaman industri dan
perkebunan. Pupuk amonium sulfat mengandung unsur nitrogen dan sulfur dimana
unsur sulfur ini tidak dimiliki pupuk nitrogen lainnya, misal urea (CO(NH2)2),
amonium nitrat (NH4NO3) dan lain-lain. Amonium sulfat biasanya dapat digunakan
secara langsung sebagai pupuk atau bahkan sebagai campuran dalam pembuatan
pupuk nitrogen lainnya seperti pupuk NPK. Selain itu, Amonium sulfat digunakan
juga sebagai bahan baku dalam pakan ternak, penyekat, zat additive dalam
fermentasi, fotografi, nylon dyes, amonium alum, farmasi, hidrogen peroksida,
pembuatan tinta printer, dan lem perekat tulang (EPA, 1979).
Indonesia masih mengimpor amonium sulfat dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Data impor menunjukkan jumlah penggunaan amonium
sulfat di Indonesia cukup tinggi. Pada Tabel 1.2 ditampilkan data impor amonium
sulfat sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.2 Data impor amonium sulfat
Tahun Jumlah (Kg) Nilai (US $)
1999 226.101.306 17.560.589
2000 136.628.452 11.255.319
2001 183.343.684 14.755.100
2002 247.623.371 22.299.485
2003 227.067.311 20.803.958
2004 106.824.435 14.542.211
2005 172.146.209 23.116.906
2006 279.413.492 33.032.584
2007 242.223.466 32.722.685
2008 438.633.304 155.064.082
2009 338.394.570 46.680.565
2010 268.451.459 40.540.262
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Menurut prediksi Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk amonium


sulfat tahun 2011 adalah sebanyak 1,6 juta ton, Sementara proyeksi produksi
nasional pada tahun yang sama untuk pupuk amonium sulfat 0,65 juta ton. Angka
prediksi tersebut menunjukkan masih besarnya kesenjangan antara demand dan
supply pupuk amonium sulfat di Indonesia sehingga perlu didirikan pabrik baru
untuk memproduksinya.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dari pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah
pengkajian pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat dengan memanfaatkan
gypsum hasil FGD PLTU batubara di Indonesia.

1.3 Tujuan Pra-Rancangan


Adapun tujuan dari pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah agar
dapat menerapkan ilmu teknik kimia yang telah didapatkan selama kuliah seperti
neraca massa, neraca energi, utilitas, proses perancangan pabrik kimia. Dengan
dibuatnya pra rancangan pabrik amonium sulfat, maka mahasiswa dapat memahami
kegunaan dari ilmu yang selama ini dipelajari dan didapatkan di kuliah.

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Pra-Rancangan
Adapun manfaat dari pra-rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah
untuk memberikan informasi awal tentang kelayakan pendirian pabrik pupuk
amonium sulfat dari gypsum hasil samping unit Flue Gas Desulfurization PLTU
batubara berupa perkiraan total biaya yang diperlukan maupun tata letak pabrik yang
akan didirikan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai