Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara saat ini merupakan unit pembangkit energi terbesar di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah batubara di Indonesia cukup besar yaitu berkisar 65,4 milyar ton dengan cadangan 12 milyar ton (ESDM, 2007). Selain itu harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan sumber energi lainnya. Saat ini PLTU menyumbangkan 35,03% (52.352,96 GWh) dari kebutuhan energi di Indonesia (BPS, 2008). Dampak pengoperasian PLTU bagi lingkungan adalah emisi debu dan gas hasil sisa pembakaran batubara terhadap kualitas udara sekitar. Salah satu polutan dari cerobong PLTU adalah senyawa gas SO2, yang dihasilkan akibat kandungan senyawa sulfur (S) dalam batubara. Adapun banyaknya senyawa gas SO2 yang dihasilkan dari pembakaran batubara bergantung pada jenis batubara yang dibakar. Untuk mengurangi emisi gas SO2, PLTU batubara memasang unit Flue Gas Desulfurization (FGD) dan menghasilkan banyak gypsum sintetik (CaSO4.2H2O) dengan proses wet limestone scrubbing atau dry limestone scrubbing. Selain dapat mengurangi sumber polutan, gypsum sebagai hasil samping unit Flue Gas Desulfurization (FGD) ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk amonium sulfat. Adapun PLTU di Indonesia yang sudah menggunakan teknologi FGD adalah PLTU Tanjung Jati B dan PLTU Paiton II. Unit burner PLTU Tanjung Jati menghasilkan sulfur dioksida (SO2) sebesar 516,24 Kg/hr (Vargo, 2006) sedangkan untuk PLTU Paiton II kandungan sulfur sebesar 0,69%, laju alir flue gas 2.149.000 m3/hr dan maksimum consentrasi SO2 yang masuk FGD 1.981 mg/m3 (AEE, 2010). Penggunaan teknologi FGD ini pastinya akan terus berkembang di masa yang akan datang, karena kualitas batubara yang dibakar di PLTU atau bahkan di pabrik- pabrik lainnya akan semakin menurun mutunya. Hal ini disebabkan pemanfaatan batubara saat ini difokuskan pada pemanfaatan batubara berkualitas baik. Pada Tabel 1.1 berikut dipaparkan data PLTU yang beroperasi di Indonesia :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Data PLTU di Indonesia
Kapasitas (MWe) Daerah
Nama
Suralaya Coal Power Plant Indonesia 3400 Banten
Indramayu Coal Power Plant 990 Jawa Barat Tanjung Jati-B Coal Power Plant 1320 Jawa Tengah Paiton PLN Coal Power Plant Indonesia 800 Jawa Tengah Cilacap Coal Power Plant Indonesia 600 Jawa Tengah Paiton I Coal Power Plant Indonesia 1340 Jawa Timur Paiton II Coal Power Plant Indonesia 1320 Jawa Timur Ombilin Coal Power Plant Indonesia 200 Sumatera Barat
Menurut hasil pemasangan teknologi FGD di Illinois Power Co., Orleans,
Amerika Serikat, dengan kapasitas 500 MWe dengan kandungan sulfur 3,5% pada batubara, efisiensi desulfurisasi sebesar 95%, dapat menghasilkan 47 ton gypsum per jam (Chou, 1995). Amonium sulfat biasa disebut pupuk ZA (Zwuafel Amonium) banyak dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen, terutama untuk tanaman industri dan perkebunan. Pupuk amonium sulfat mengandung unsur nitrogen dan sulfur dimana unsur sulfur ini tidak dimiliki pupuk nitrogen lainnya, misal urea (CO(NH2)2), amonium nitrat (NH4NO3) dan lain-lain. Amonium sulfat biasanya dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk atau bahkan sebagai campuran dalam pembuatan pupuk nitrogen lainnya seperti pupuk NPK. Selain itu, Amonium sulfat digunakan juga sebagai bahan baku dalam pakan ternak, penyekat, zat additive dalam fermentasi, fotografi, nylon dyes, amonium alum, farmasi, hidrogen peroksida, pembuatan tinta printer, dan lem perekat tulang (EPA, 1979). Indonesia masih mengimpor amonium sulfat dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Data impor menunjukkan jumlah penggunaan amonium sulfat di Indonesia cukup tinggi. Pada Tabel 1.2 ditampilkan data impor amonium sulfat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.2 Data impor amonium sulfat Tahun Jumlah (Kg) Nilai (US $) 1999 226.101.306 17.560.589 2000 136.628.452 11.255.319 2001 183.343.684 14.755.100 2002 247.623.371 22.299.485 2003 227.067.311 20.803.958 2004 106.824.435 14.542.211 2005 172.146.209 23.116.906 2006 279.413.492 33.032.584 2007 242.223.466 32.722.685 2008 438.633.304 155.064.082 2009 338.394.570 46.680.565 2010 268.451.459 40.540.262 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Menurut prediksi Kementerian Perindustrian, kebutuhan pupuk amonium
sulfat tahun 2011 adalah sebanyak 1,6 juta ton, Sementara proyeksi produksi nasional pada tahun yang sama untuk pupuk amonium sulfat 0,65 juta ton. Angka prediksi tersebut menunjukkan masih besarnya kesenjangan antara demand dan supply pupuk amonium sulfat di Indonesia sehingga perlu didirikan pabrik baru untuk memproduksinya.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah pengkajian pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat dengan memanfaatkan gypsum hasil FGD PLTU batubara di Indonesia.
1.3 Tujuan Pra-Rancangan
Adapun tujuan dari pra rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah agar dapat menerapkan ilmu teknik kimia yang telah didapatkan selama kuliah seperti neraca massa, neraca energi, utilitas, proses perancangan pabrik kimia. Dengan dibuatnya pra rancangan pabrik amonium sulfat, maka mahasiswa dapat memahami kegunaan dari ilmu yang selama ini dipelajari dan didapatkan di kuliah.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Pra-Rancangan Adapun manfaat dari pra-rancangan pabrik pupuk amonium sulfat adalah untuk memberikan informasi awal tentang kelayakan pendirian pabrik pupuk amonium sulfat dari gypsum hasil samping unit Flue Gas Desulfurization PLTU batubara berupa perkiraan total biaya yang diperlukan maupun tata letak pabrik yang akan didirikan.