Anda di halaman 1dari 24

Evaluasi Debottlenecking Opportunity Melalu Simulasi Produksi

Wellbore dan Surface Facilities Untuk Memaksimumkan


Pendapatan di Chevron Geothermal Power and Operation
Achmad Ezra Garnida

Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Email: ezragarnida@ymail.com

Abstrak

Energi listrik menjadi kebutuhan utama dari kehidupan saat ini. Namun, energi listrik berkaitan
erat dengan bahan bakar. Saat kebutuhan listrik yang terus meningkat di lain hal ketersediaan
bahan bakar terus berkurang. Oleh karena itu, dibutuhkan energi alternatif pengganti bahan bakar
fossil tersebut yaitu, Panas Bumi. Namun, pada kenyataannya produksi Panas Bumi akan terus
mengalami penurunan performa dari reservoirnya. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan performa tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari peluang
debottlenecking dengan simulasi aliran pada sumur produksi menggunakan simulator Geoflow,
dan mengevaluasi sistem surface facilities. Simulasi dilakukan dalam 3 variasi sumur yaitu As-Is,
5 Years Cycle, dan 10 Years Cycle dan variasi surface facilities constraint dan unconstraint. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa bottleneck terjadi pada Pad 14 Header dan 14/18 Corridor yang
teridentifikasi kecepatan fluida melebihi 40 m/s dan perbedaan tekanan yang signifikan. Sehingga
dapat dilakukan debottlenecking opportunity melalui metode twinning pipe yang memberikan
penurunan pada kecepatan aliran dan perbedaan tekanan dengan nilai WHP yang baru untuk
masing-masing sumur. Hasil perhitungan ekonomi menunjukkan bahwa debottlenecking
opportunity memberikan hasil yang lebih optimis pada variasi sumur As-Is dengan nilai NPV 3,04
$MM, IRR 37% dan payback period 6,87 tahun pada Pad 14 Header dan nilai NPV 1,66 $MM,
IRR 19%, Payback period 7,93 pada 14/18 Corridor.
Kata Kunci : Debottleneck, simulasi Wellbore, Surface facilities

Evaluation Debottlenecking Opportunity With Production Wellbore and


Surface Facilitiessimulation to maximize revenue in Chevron Geothermal
Power and Operation

Abstract

Electricity energy nowdays becoming priority needs and utility for our daily activity. But, to
produce electricity needs fuels. When electricity demand increasing while the availability of fuels
decreasing everyday. So, we need alternative energy to subtitute fuels, One of them are
geothermal. Meanwhile, the production of geothermal will be decreasing each day. There are
alternative to do in term to improving the performance of reservoir geothermal. This research have
goal to find debottlenecking opportunity with simulation in wellbore using Geoflow and evaluate
the system of surface facilities. Simulation have 3 variation of wells they are As-Is, 5 years cycle,
10 years cycle and also the variation of surface facilitie constraint and unconstraint. The result of
evaluation shown the bottleneck occurs in Pad 14 Header and 14/18 Corridor that have velocity
more than 40 m/s and significant pressure different. So, debottlenecking opportunity can be
perform by doing twinning pipe that give decreasing in velocity and pressure different with new
value of WHP for each wells. The result of evaluation economy give solution that debottlenecking
opportunity have more optimistic result in variation wells As-Is with score NPV 3,04 $MM, IRR
37%, Payback Period 6,87 years in Pad 14 Header and NPV 1,66 $MM, IRR 19%, Payback Period
7,93 years in 14/18 Corridor
Keywords : Debottleneck, Wellbore simulation, Surface facilities
Pendahuluan

Kebermanfaatan energi listrik bagi keberlangsung kehidupan menjadi hal


yang sangat vital saat ini. Diperkirakan kebutuhan energi listrik dunia akan
meningkat sebesar 80% pada tahun 2030 (ExxonMobil, 2010). Bagi Indonesia,
bahan bakar fosil masih menjadi sumber penyokong terbesar penghasil energi
listrik. Dengan kapasitas produksi sebesar 0,5 juta barel per tahun, di perkirakan
cadangan minyak sebesar 10 juta barel akan habis pada 20 tahun mendatang
(International Energy Agency, 2011)
Sudah hampir 20-25 tahun, produksi listrik dunia dengan sumber panas
bumi sudah berkembang signifikan. Instalasi kapasitas generator telah
berkembang dari 1300 MWe di 1975 menjadi hampir 10,000 MWe di 2007 (Earth
Policy Institute, 2008). Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar yang di
dunia, besarnya cadangan tersebut membuat energi panas bumi memiliki beberapa
keuntungan diantaranya; menjaga keamanan energi indonesia, mengurangi emisi
efek gas rumah kaca, memperluas distribusi listrik, dan tentunya mengurangi
konsumsi penggunaan bahan bakar fosil. Namun kendati memiliki potensi panas
bumi terbesar sebanyak 29 GW hanya sebesar 4% yang sudah dimanfaatkan
(International Energy Agency, 2011)
Lambatnya pengembangan panas bumi di Indonesia dikarenakan beberapa
masalah diantaranya harga jual uap yang rendah, rumitnya kebijakan pemerintah,
dampak terhadap hutan, kapasitas jaringan listrik yang sedikit, dan besarnya biaya
pengembangan lapangan panas bumi (International Energy Agency ,2011)Salah
satu alasan lambatnya pengembangan panas bumi Indonesia adalah besarnya
biaya pengembangan. Dalam pengembangan energi panas bumi untuk melakukan
pengeboran satu sumur menghabiskan biaya sebesar 15 – 20 juta euro .Dimana
tidak ada jaminan atau biaya pengembalian jika pengeboran gagal. Untuk
memperkecil resiko terjadinya kegagalan, maka diperlukan interpetasi data
ekplorasi dan data 3G (geologi, geofisika, dan geokimia). Keberhasilkan
interpetasi data tersebut, memberikan sebuah model reservoir yang baik dan
akurat sehingga dapat menjamin pengembangan suatu lapangan.
Pada penelitian kali ini, ditinjau kelanjutan dari distribusi reservoir yang
sudah diketahui, bagaimana simulasi pada sumur hingga menuju kepala sumur
hingga nanti akan menjadi listrik sebelum memasuki turbin. Namun, pada
kenyataannya sistem yang sudah ada masih berproduksi akan terus mengalami
penurunan dalam performa produksinya. Sebenarnya ada berbagai cara untuk
meningkatkan produksi dan mempertahankan produksi dari sebuah reservoir
geothermal. Dari berbagai cara tersebut harus dipertimbangkan beberapa faktor,
yang terutama adalah faktor waktu dan eknominya. debottlenecking opportunity
merupakan salah satu cara yang yang dapat mengatasi hal tersebut. Hal ini
dilakukan apabila teridentifikasi bottleneck pada sistem surface facilities.
bottleneck ini terjadi karena beberapa hal yaitu kecepatan fluida yang melebih
kapasitas dan perbedaan tekanan yang signifikan. Selanjutnya mencari tahu,
bagaimana potensi yang dapat ditinjau dengan adanya peluang debottlenecking
dan seberapa banyak kekurangan steam yang dapat dialihkan untuk
memperpanjang umur sumur yang dimiliki oleh lapangan Chevron Geothermal
Power and Operation. Sehingga, didapat potensi laju alir steam yang paling
optimal dan ekonomis.

Tinjauan Teoritis

Untuk mendapatkan hasil produksi dari daerah subsurface atau sumur, kita
perlu mengalirkan steam yang dihasilkan sumur menuju pembangkit. Pada daerah
ini merupakan tugas dari surface facilities berupa sistem perpipaan untuk
mendeliver steam menuju pembangkit. Untuk evaluasi surface facilities kali ini
akan digunakan HYSYS sebagai surface facilities simulator. Dengan
menggunakan parameter dan spesifikasi yang ada pada di lapangan. Yang akan
ditnjau adalah Unit XX yang terdapat di blok darajat Pad 14 dan Pad 18. Perlu
diperhatikan juga ada beberapa parameter yang harus di perhatikan sebagai
batasan atau constraint dalam surface facilities ini, yaitu ; kecepatan tidak lebih
dari 40 m/s (erosional velocity), dan perbedaan tekanan sebesar 1,5 bar yang
merupakan perbedaan tekanan untuk sistem yang ideal pada lapangan X. Hal ini
berdasarkan perhitungan kalkulasi yang sudah dilakukan beberapa simulasi dalam
sistem lapangan X untuk mendapatkan produksi yang optimal dibutuhkan
perbedaan tekanan sebesar 1,5 bar untuk jarak yang signifikan. Seperti data pada
tabel berikut merupakan data simulasi pipa untuk panjang pipa 1 km. Oleh karena
itu dianggap bahwa untuk keadaan pada unit XX sepanjang 2 km, dikalikan 2
senilai 1,5 bar.
Tabel 1 Nilai simulasi laju alir pada pipa untuk 1 km
Pipe Diameter Flowrate (kph) ∆P (bar/km)
(in)
24 511 1,17
30 799 0,91
36 1151 0,74
42 1566 0,63

Dengan set point pada Turbine Inlet Pressure sebesar 15,5 bar sesuai
dengan spesifikasi dari turbin yang sudah ada.
Pada bagian ini, akan di identifikasi peluang untuk melakukan optimisasi
sehingga dapat memberikan peluang menghasilkan produksi lebih banyak dan
lebih optimal. Dalam kasus ini disebut, debottlenecking opportunity.
debottlenecking opportunity merupakan identifikasi untuk menghilangkan
fenomena bottleneck yang terjadi karena adanya limitasi sistem perpipaan atau
unit operasi. Pada kasus ini merupakan surface facilities atau perpipaan.
Bottleneck disini merupakan fenomena yang terjadi karena adanya penyempitan
diameter perpipaan karena dalam proses produksi melewati batas constraint sistem
perpipaan, sehingga akan menyebabkan dP yang sangat signifikan yang terjadi
pada sistem. Oleh karena itu, fenomena ini dapat dicegah dengan debottlenecking
opportunity yaitu penghilangan bottleneck yang ada pada sistem dengan cara
twinning pipe. Twinning pipe adalah proses penggandaan pipa dengan tujuan
untuk memperbesar kapasitas pipa yang berakibat terjadinya penurunan perbedaan
tekanan sehingga kecepatan dapat di minimalkan. Fenomena tersebut sesuai
dengan persamaan dasar Bernouli yang akan menjadi fungsi objektif dalam tulisan
ini yaitu :

(2.30)
Persamaan Bernouli diatas merupakan penjelasan dimana pada sistem
surface facilities delta pressure dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada saat
melakukan twinning pipe yaitu memperbesar diameter yang menyebabkan
terjadinya penurunan delta pressure pada sistem yang menyebabkan terjadinya
pembesaran kapasitas unit. Perlakukan penggandaan pipa ini sebenarnya hanya
langkah awal untuk memastikan apakah sistem dapat berjalan jika diasumsikan
diperbesar diameter yang dinamakan fase 1. Fase awal ini dapat ditindak lanjuti
dengan meninjau lebih detail dari kapasitas pipa tersebut, diameter pipa dan lain-
lainnya.
Selain itu, pada analisa segmen-segmen pipa di surface facilities terdapat
nama-nama pipa yang merupakan nama original pipa yang diberikan oleh
perusahaan sepeti; Pad 14 Header, Pad 14 Scrubbing Section, Pad 18 Header,
Pad 18 Scrubbing Section, Pad 18 Cross Country, Pad 14/18 Corridor, Each
Parallel PCV line, Unit 2 Mainstream Line.
Karena tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh harga maksimum yang
dapat dihasilkan oleh energi geothermal maka, fungsi objektifnya berupa nilai
NPV yang merupakan keuntungan yang didapat dari keseluruhan operasional
yang ada. Sehingga, fungsi objektifnya menjadi

Dengan revenue merupakan nilai Dayalistrik yang dihasilkan oleh


pembangkit dengan kapasitas jumlah sumur yang sudah ditentukan dan lokasinya.

Metode Penelitian
As-Is, 5 years, 10
years

Input PI, simulatinusing


Input Grid Preservoir, Trreservoir,
Toughrunner and Output Deliveribility
(reservoir) each Cycle Curve & Steam Supply
geoflow

Building Model of Validation with Simulation SF using


Hysys Current data Hysys

Constraint
Constraint (Current
Well)

Identification
Debottleneck
Opportunity

V < 40 m/s
No v
η dan m
Yes
UnConstraint
Toughrunner run w/
Output FCL UnConstraint Cons and Uncons WHP
(Possible Data)

Overlay FCL and Output Steam


Steam Supply Forecast

Calculate Economic
NPV

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian


Penelitian diawali dengan simulasi daerah subsurface yang meliputi
resrvoir dan sumur, setelah itu dilakukan simulasi pada surface facilities.
Penelitian ini memiliki dua variabel bebas yaitu jenis kasus pada variabel jumlah
sumur, dan jenis variasi pada modifikasi surface facilities. Sehingga pada
penelitian ini akan menghasilkan 6 hasil yang berbeda.
Dengan simulasi sumur menggunakan Geoflow dan surface facilities
menggunakan Hysys dan memadukan kedua program tersebut menjadi sistem
produksi geothermal yang terintegrasi. Setelah dilakukan simulasi pada tahap
surface dan subsurface dilakukan evaluasi ekonomi dengan asumsi-asumsi yang
sudah diberikan.

Hasil Penelitian

a. Hasil Hysys setelah kalibrasi


Tabel 2. Hasil simulasi Hysys kalibrasi
Pad Aktual Hysys
Pad 14 19.73 19.30
Pad 18 19.30 19.00

. Tabel 2. Menunjukka hasil simulasi Hysys dengan data aktual. Pada saat
Hysys di run, kondisi tersebut dapat di aplikasikan dengan masing-masing pad
memiliki perbedaan 3.3 bar. Namun, jika kondisi itu dilakukan pada junction
gathering terjadi tidak balance Pressure. Hal ini disebabkan karena pada kondisi
awal keadaan sumur tidak terbuka 100%, sedangkan untuk Hysys dia
menggunakkan sumur dengan anggapan terbuka 100% oleh karena itu dilakukan
modifikasi sehingga kondisi operasi yang seharusnya berjalan optimal jika sumur
terbuka 100% adalah Pressure Pad 14 19.30 bar dan Pressure Pad 18 19.00 bar.
Dengan hasil ini, terbukti bahwa Surface facilities sudah dapat digunakan untuk
proses-proses selanjutnya.
b. Hasil Deliverability Curves Geoflow

Gambar 2. Deliveribility Curves Pad 14 masing-masing Cycle


Gambar 3. Deliverability Curves Pad 18 masing-masing Cycle
Hasil dari kurva untuk kasus As-Is memiliki hasil yang cukup baik, karena
pada setiap sumur dilakukan pencocokan data untuk kasus yang sebenarnya yang
sudah ada pada data peak Steam. Berhubung data yang didapat tidak semua titik,
oleh karena itu digunakan trendline polinomial untuk mendapatkan persamaan
untuk menjadi input Hysys.
Hal yang sama untuk 5 Years Cycle dan 10 Years Cycle, hasil akhir dari
geoflow adalah kurva deliveribility dari masing-masing Pad 14 dan Pad 18.
Berikut adalah Deliverability curves masing-masing pad untuk masing-masing
kasus.
Dari masing-masing kasus terlihat hasil bahwa potensi supply Steam dari
Pad 14 lebih baik dari pada Pad 18. Dan terlihat pada kurva juga, semakin kecil
nilai Pressure akan semakin besar nilai laju alir Steamnya. Begitu pun sebaliknya.
Oleh karena itu menjelaskan mengapa pada kondisi aktual sumur, Pad 18 lebih
rendah Pressurenya dibandingkan Pressure pada Pad 14. Karena, supply Steam
dari Pad 14 memiliki potensi lebih besar sehingga Pressurenya lebih rendah
dibandingkan Pad 18. Hal ini juga membuktikan bahwa pada titik tertentu kedua
pad memiliki tekanan yang laju alir yang sama pada tekanan yang tinggi yang
menunjukkan bahwa kedua sumur terhubung pada reservoir yang sama, hanya
saja masing-masing sumur memiliki productivity index yang berbeda. Hal ini
berlaku untuk masing-masing kasus.
Dari As-Is, 5 Years Cycle, dan 10 Years Cycle dari Deliverability curves
terdapat perbedaan yang sangat signifikan, yaitu jumlah laju alir Steam. Karena
pada 5 Years Cycle dan 10 Years Cycle terdapat penambahan sumur sebagai
tambahan laju alir, sehingga laju alirnya lebih besar. Sehingga, hal ini jelas
memiliki tujuan untuk memperpanjang umur dari sumur untuk tetap beroperasi.
Jika dilihat dari hasil pada Pad 14 kasus 10 Tahun pada tekanan tertentu
bukan diatas 5 Years Case, hal ini terjadi karena pada kasus 10 Years Case ada
beberapa sumur pada tahun tertentu sudah tidak dapat berfungsi oleh karena itu
dia terdapat di bawah kasus yang sebelum penambahan sumur.
Ada beberapa kendala hasil, yaitu pada kasus 5 Years Cycle dan 10 Years
Cycle. Berhubung pada kasus ini digunakkan beberapa sumur baru sebagai sumur
tambahan. Sehingga beberapa input pada geoflow di seragamkan sebagai
parameter secara typikal dari karakteristik yang diberikan. Seperti kedalaman
sumur, ketebalan sumur, dan daerah produksinya. Sehingga hasil yang diberikan
mungkin tidak sesuai dengan hasil yang akan diberikan. Tapi, memberikan hasil
yang cukup signifikan untuk perencanaan.
Selain itu, pemilihan tahun evaluasi juga perlu diperhatikan, untuk 5 Years
Cycle dilakukan pada tahun 2018.5 dan untuk 10 Years Cycle dilakukan pada
tahun 2021. Hal ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, tahun tersebut
diambil beberapa tahun setelah proses drilling sehingga dinyatakan bahwa sumur
telah beroperasi secara stabil dan dalam puncak produksinya. Selain itu, pada
forecast toughrunner untuk memiliki keseragaman hasil antara 10 Years Cycle, 5
Years Cycle, dan As-Is diambil tahun yang memiliki titik produksi yang sama
atau dalam keadaan buffer. Oleh karena alasan itu, tahun tersebut dipilih. Dan dari
hasil yang diberikan, kurang lebih produksi Steam yang dihasilkan memiliki
karakteristik yang hampir sama.
Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah, memasukkan input
kedalam geoflow yang harus bertahap. Karena, pada tahapan ini dilakukan
beberapa input pada feedzones dan geometry yang mengandung banyak angka.
Sehingga diperlukan ketelitian dan penalaran. Karena pada beberapa data input
geometry feedzones ada beberapa data yang tidak sesuai. Seperti, penempatan
casing pada daerah produksi harus diubah menjadi liner sehingga bisa produksi,
penempatan kedalaman geometry seperti saat kita menginputkan pada geoflow,
namun pada kenyataannya seharusnya bagian lapisan harus berurutan dari yang
paling atas ke yang paling bawah. Hal-hal kecil tersebut harus diperhatikan. Dan
terkadang, saat kita menggunakkan Productivity Index pada geoflow, dengan
persamaan PI kita bisa tidak mendapatkan hasil dan harus menghitung manual
Productivity Index dengan Q=C1*dP apakah hasilnya dapat sesuai atau tidak. Jika
hasil tidak sesuai geoflow tidak akan berjalan.
c. Hasil Evaluasi Debottlenecking Pada Surfave Facilities
Pada tahap ini tahapan lanjut dari kalibrasi, setelah dikalibrasi melakukan
input Deliverability curves dari geoflow yang berupa persamaan polinomial.

Gambar 4. Hysys setelah Input Deliverability Curves

Terlihat pada Gambar terdapat kotak spreadsheet untuk input


Deliverability curves. Selanjutnya yang dilakukan sama seperti tahap kalibrasi,
yaitu lakukan run hysys hingga keadaan pada steady state.
Dari hasil didapat bahwa secara kesuluruhan sistem tetap sama, hanya saja
Pressure dan flow rate dalam keadaan maksimum untuk mencapai keadaan
Pressure di interface 15.5 bar. Sehingga berbeda dengan keadaan yang aktual, jika
aktual bukaan sumur tidak 100% dan anggapan flowrate juga dikunci seperti
keadaan sekarang. Untuk tahap ini dilakukan tahap seberapa besar potensi yang
dapat dikeluarkan sumur dengan Surface facilities yang ada sekarang. Sehingga
Pressure dari setiap pad paling minimum dan flowrate paling maksimum dengan
mencapai kesetimbangan dalam sistem Surface facilities yang ada.
Dari hasil dari masing-masing kasus, tentu saja 5 Years Cycle dan 10
Years Case memiliki potensi yang lebih besar. Oleh karena itu, mereka memiliki
Pressure lebih rendah. Laju alir lebih besar. Yang perlu ditindak lanjuti pada
tahapan ini, apakah sistem dalam keadaan balance di setiap section atau tidak.
Karena, pada saat iterasi maksimum sistem tidak mendapatkan keadaan stabil.
Oleh karena itu, dibutuhkan beberap variasi data dalam tolerance Pressure yang
ada pada sistem. Pada sistem ini toleransi bisa sampai 0.3 bar. Angkat tersebut
sudah termasuk besar, Pressure balance dalam sistem harus diperhatikan karena
jika perbedaan Pressure terlalu besar, sistem tidak akan berjalan seperti
seharusnya. Terutama pada junction gathering antara Pad 18 dan Pad 14. Apabila
perbedaan Pressure terlalu besar akan terjadi fenomena back Pressure. Dalam
artian sistem bisa tidak akan berjalan atau aliran dari Pad 14 dan 18 tidak
bergabung, tapi sebaliknya aliran dari Pad 14 akan menekan aliran dari Pad 18.
Kemudian, yang perlu diperhatikan lagi ada valve pada section setelah
coridor gabungan Pad 14 dan Pad 18. Parameter pcv sangatlah berpengaruh dalam
sistem operasi Surface facilities. Karena, pada kenyataannya valve ini beroperasi
pada 2-3 bar delta Pressurenya. Karena tujuannya untuk mendapatkan nilai
maksimum maka nilai delta Pressure harus paling minimun yaitu 0.3 bar. Hal ini
sangat berpengaruh untuk operasi supaya perbedaan Pressure dapat di lihat
Setelah melakukan running hysys dilakukan peninjauan dari setiap section
segmen dalam pipa. Seperti hasil dari tahap sebelumnya. Untuk mengidentifikasi
peluang terjadinya bottleneck berikut tabel hasil dari Pressure dan velocity dalam
sistem. Yang pada masing-masing kasus as-is, 5 Years Cycle, dan 10 Years Cycle.
Tabel 3 Identifikasi segmen As-Is- Constraint

No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s ∆P, bar


1 Pad 14 Header 30 1314 38,7 119,6 -1,34
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 27,4 119,6 -0,22
3 Pad 18 Header 42 223,4 13,9 121,85 -0,05
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 9,4 121,85 -0,03
5 Pad 18 Cross Country 36 156 19,2 121,85 -0,12
6 Pad 14/18 Corridor 36 119 48 241,4591 -0,55
7 Each Parallel PCV line 36 45 24,5 120,7296 -0,69
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 48 241,4591 -0,17
Tabel 4 Identifikasi Segmen 5 Years Cycle - Constraint
∆P,
No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s bar
1 Pad 14 Header 30 1314 33,01 127,697 -1,44
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 25,3 127,697 -0,24
3 Pad 18 Header 42 223,4 15,5 119,17 -0,04
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 8,3 59,58 -0,03
5 Pad 18 Cross Country 36 156 20,3 119,17 -0,1
6 Pad 14/18 Corridor 36 119 46,29 246,867 -0,55
7 Each Parallel PCV line 36 45 23,4 123,4335 -1,87
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 46 241,4591 -0,13

Tabel 5 Identifikasi Segmen 10 Years Cycle - Constraint

∆P,
No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s bar
1 Pad 14 Header 30 1314 34,2 125,06 -1,38
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 26,6 125,06 -0,22
3 Pad 18 Header 42 223,4 17,2 116,98 -0,05
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 8,7 58,49 -0,02
5 Pad 18 Cross Country 36 156 21,4 116,98 -0,1
6 Pad 14/18 Corridor (each) 36 119 45 242,04 -0,52
7 Each Parallel PCV line 36 45 22,5 121,02 -2,08
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 45 241,4591 -0,07

Identifikasi setiap segmen bisa terlihat dari velocity dan perbedaan


tekanan. Batasan yang harus dibolehkan adalah v=40m/s dan dP sekecil
mungkin yaitu 1,5 bar. Pada tabel diketiga kasus diatas terdapat tanda di rute Pad
14 header dan Pad 14/18 corridor karena veloctiy melebihi batas atau mendekati,
serta dP yang tidak sekecil segmen-segmen lainnya. Hal-hal tersebut dapat
menjadi peluang Debottlenecking. Prinsisp Debottlenecking yang dilakukan
sesuai dengan persamaan bernouli yang sudah dijelaskan pada landasan teori.
Oleh karena itu, pada segmen-segmen tersebut dapat dilakukan Twinning
Pipe untuk memperbesar diameter dan ekivalen length dengan tujuan
mengurangi kecepatan dan Pressure drop pada segmen tersebut. Pada gambar
diperlihatkan segmen-segmen yang terdapat peluang un tuk Debottlenecking.

Gambar 5 Hysys Interface Identifikasi

Setelah mengetahui segmen tersebut, dilakukan Twinning Pipe pada


segmen tersebut hingga menjadi modifikasi Surface facilities.

Gambar 6. Hysys Interface Identifikasi Setelah Debottlenecking

Gambar diatas menampilkan tampilan Surface facilities setelah di


Twinning Pipe untuk kondisi As-Is. Untuk kondisi 5 Years Cycle, dan 10 Years
Cycle memiliki tipikal yang sama, karena segmen yang memiliki peluang identik
sama. Untuk Twinning Pipe disini membutuhkan pipa yang sama spesifikasinya
hanya saja perlu diatur pembagian alirannya. Karena ini contoh simulasi maka
dilakukan perbandingan masuk keluar antara pipa 0.5:0.5. setelah itu hasil setelah
Twinning Pipe dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6 Identifikasi Segmen As-Is - Unconstraint

∆P,
No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s bar
1 Pad 14 Header 30 1314 20,62 146,2 -0,46
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 18,3 146,2 -0,41
3 Pad 18 Header 42 223,4 21,4 130,6 -0,08
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 23,3 130,6 -0,03
5 Pad 18 Cross Country 36 156 19,2 130,6 -0,15
6 Pad 14/18 Corridor (each) 36 119 28 276,8 -0,18
7 Each Parallel PCV line 36 45 10,2 138,4 -0,41
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 13,5 241,4591 -0,22

Tabel 7 Identifikasi segmen 5 Years Cycle - Constraint

∆P,
No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s bar
1 Pad 14 Header (each) 30 1314 21,59 146,2 -0,64
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 19,2 146,2 -0,51
3 Pad 18 Header 42 223,4 20,34 130,6 -0,09
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 23,5 130,6 -0,04
5 Pad 18 Cross Country 36 156 20,1 130,6 -0,17
6 Pad 14/18 Corridor (each) 36 119 30,72 276,8 -0,23
7 Each Parallel PCV line 36 45 9,8 138,4 -0,89
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 14,3 241,4591 -0,23
Tabel 8 Identifikasi Segmen 10 Years Cycle - Unconstraint

∆P,
No Route OD,in Length,m Velocity, m/s Q, kg/s bar
1 Pad 14 Header (each) 30 1314 24 87,78 -0,85
2 Pad 14 scrubbing section 36 244,8 20,1 175,75 -0,59
3 Pad 18 Header 42 223,4 18,73 149,03 -0,09
Pad 18 Scrubbing Section
4 (each) 36 132,8 24,7 74,515 -0,05
5 Pad 18 Cross Country 36 156 22,1 149,03 -0,18
6 Pad 14/18 Corridor (each) 36 119 32,71 236,81 -0,26
7 Each Parallel PCV line 36 45 12,4 118,405 -0,35
8 Unit 2 Main Steam line 36 48 11,4 236,81 -0,3

Terlihat setelah dilakukan Twinning Pipe, velocity dan dP pada segmen-


segmen bersangkutan mengalami penurunan dan sudah masuk ke range
diperbolehkan. Karena terjadi perubahan Surface facilities maka berpengaruh
terhadap WHP dari masing-masing sumur yang mempengaruhi flow rate dari
masing-masing sumur. Sehingga didapat WHP dan Q untuk sistem yang baru
yang akan di run back ke dalam ToughRunner untuk mendapatkan forecast yang
baru untuk overlay. Berikut nilai WHP dan Q yang baru
Tabel 9 Well Head Pressure Masing-masing Cycle

As-Is 5 Years Cycle 10 Years Cycle


Pad Pad
Unit Pad 14 Pad 18 Pad 18 Pad18
14 14
WHP Constraint 19,3 19,00 19,73 18,69 19,82 18,81

WHP Unconstraint 16,5 15,65 17,38 16,5 17,82 16,86

e. Analisa Overlay

Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, bahwa dalam proses ini


dilakukan dalam 3 kasus yang berbeda yaitu, As-is, 5 Years Cycle, dan 10
Years Cycle yang masing-masing memiliki input masing-masing. Dan
masing-masing kasus di identifikasi dalam keadaan constraint dan keadaan
unconstraint.

Gambar 4. 1 Hasil Overlay antara Steam Supply dengan Steam Demand


Dari hasil Overlay Forecast as-is terlihat jika pada saat forecast sebelum
melakukan optimisasi identifikasi bottleneck, produksi Steam tidak akan
mencukupi Steam demand pada tahun 2019. Apabila dilakukan Debottlenecking
Opportunity perlakuan tersebut akan memperpanjang umur seumur hingga tahun
2024. Perlu diperhatikan, bahwa pada produksi panas bumi memiliki tujuan bukan
untuk memproduksi sebanyak-banyaknya Steam. Namun, yang dilakukan adalah
untuk memperpanjang umur produksi Steam dari sumur yang bersangkutan.
Dari grafik terdapat tiga komponen yaitu garis Steam demand, Garis
produksi Constraint, dan garis produksi unconstraint. Steam demand merupakan
kebutuhan maximum dari pembangkit untuk menghasilkan listrik sesuai dengan
kapasitasnya yaitu 95MW yang membutuhkan 161,5 kg/s Steam dari sumur.
Steam demand dari pembangkit dari setiap tahunnya dianggap sama, karena tidak
adanya penambahan pembangkit. Selanjutnya, garis produksi constraint adalah
produksi yang dapat dihasilkan sumur tanpa adanya fasilitas upgrade. Oleh karena
itu, terlihat bahwa produksi ratenya lebih bawah. Yang terakhir adalah garis
produksi unconstraint merupakan garis produksi setelah dilakukan upgrade. Satu
hal kesimpulan dari ketiga grafik diatas adalah, walaupun untuk unconstraint
memiliki daerah produksi yang lebih tinggi sehingga dalam jangka waktu pendek
produksi akan terlihat lebih lama. Namun semakin panjang time scale yang
digunakan, akan terlihat bahwa produksi unconstrain memiliki gradien yang lebih
tinggi dibandingkan garis produksi constraint. Hal ini disebabkan karena potensi
sumur yang akan semakin menurun setiap tahunnya. Dan pada akhirnya produksi
setelah upgrade fasilitas tidak begitu terlihat berbeda.
Hal yang sama berlaku untuk kasus 5 Years Cycle dan 10 Years Cycle.
Terdapat perbedaan anatara ketiga grafik tersebut, yaitu panjang umurnya. Seperti
yang sudah dijelaskan diliteratur bahwa evaluasi jangka waktu setiap kasus yang
memberikan perbedaan. Terlihat bahwa, dari ketiga grafik tersebut semakin
panjang umurnya, upgrade Surface facilities yang dilakukan perbedaan semakin
tidak terlalu signifikan. Dari sini dapat terlihat bahwa Debottlenecking merupakan
tindakan jangka pendek yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur
produksi. Jika ingin melakukan untuk jangka waktu yang sudah lama, lebih baik
mencari alternatif sumur lain, atau menambah sumur untuk produksi. Karena pada
akhirnya produksi akan bergantung terhadap potensi reservoir yang sudah
berproduksi.

f. Analisa Ekonomi Cash Flow


Perhitungan dengan menghubungkan hasil dari overlaying Steam
production rate sehingga menghasilkan komponen ekonomi seperti yang sudah
ditulis di teori dan metodologi. Berikut hasil perhitungan untuk masing-masing
kasus dengan perhitungan merubah dari energi termal menjadi energi listrik.
Dari perhitungan yang dilakukan adalah hasil konversi dari termal menjadi
listrik. Konversi yang dilakukan dengan kriteria yang sudah diberikan didapat
hasil bahwa sebelum dimodifikasi energi listrik yang dihasilkan mampu bertahan
hingga beberapa tahun, namun selanjutnya mengalami kekurangan suplai dari
steam yang menyebabkan listrik yang tergenerasi tidak 100%. Sedangkan hasil
unconstraint memiliki kemampuan memberikan kekuatan generasi lebih lama
dibandingkan constraint. Hal ini menunjukkan bahwa unconstraint memiliki
keuntangan yang lebih banyak dibandingkan constraint. Selanjutnya, hasil listrik
pembangkit setiap tahunnya di kalikan dengan load factor dari pembangkit yaitu
pembangkit yang beroperasi yang dalam keadaan sesungguhnya sesuai dengan
asumsi yang sudah digunakan pada bab 3. Sehingga hasil yang didapat adalah
listrik yang dapat dijual kepada pembeli dengan harga yang ketentuan yang sudah
ditentukan pertahunnya.
Perlu diperhatikan, bahwa perhitungan keuntungan yang dilakukan adalah
incremental listrik yang dihasilkan dari unconstrain dengan constraint. Jadi
seberapa keuntungan yang didapat setelah melakukan modifikasi pada surface
facilities. Sebelum mendapatkan hasil bahwa perlu diperhatikan peraturan regulasi
yang sudah ditetapkan dengan batasn net kapasitas sebesar 90%. Dengan begitu
perhitungan cashflow dapat dilakukan untuk masing-masing variasi pada surface
facilities. Dengan investasi pada Pad 14 Header sebesar 0,6 $MM dan pada 14/18
Corridor sebsar 2,3 $MM. Capex yang digunakan merupakan capex setelah
penambahan operasi yang dilakukan. Didapat hasil bahwa keuntungan pada Pad
14 Header mulai muncul pada tahun 2018. Dan keuntungan pada 14/18 corridor
terjadi pada tahun 2019.
Sehingga hasil evaluasi yang dapat dirangkum dari cashflow dalam NPV,
IRR, dan Payback adalah
Tabel 4. 12 Evaluasi Ekonomi Pad 14 Header

Value Measures Unit Score


NPV $MM 3,04
IRR Fraction 37%
POT Years 6,87

Tabel 4. 13 Evaluasi Ekonomi 14/18 Corridor

Value Measures Unit Score


NPV $MM 1,66
IRR Fraction 19%
POT Years 7,93

4.6.1 5 Years Cycle

Dengan perhitungan yang sama seperti kasus sebelumnya dengan


asumsi yang ada dan penambahan investasi sumur untuk setiap tahunnya
didapat hasil :
Tabel 4. 14 Evaluasi Ekonomi 14 Header

Value Measures Unit Score


NPV $MM 4,03
IRR Fraction 22%
POT Years 9,8

Tabel 4. 15 Evaluasi Ekonomi 14/18 Corridor

Value Measures Unit Score


NPV $MM 2,66
IRR Fraction 15%
POT Years 10,29
4.6.2 10 Years Cycle
Tabel 4. 16 Evaluasi Ekonomi 14 Header

Value Measures Unit Score


NPV $MM 6,55
IRR Fraction 14%
POT Years 15,09

Tabel 4. 17 Evaluasi Ekonomi 14/18 Corridor

Value Measures Unit Score


NPV $MM 5,07
IRR Fraction 13%
POT Years 15,91

Dari hasil yang didapat dari ketiga kasus terlihat bahwa masing-masing
terdapat keuntungannya. Terbukti bahwa evaluasi peluang Debottlenecking dari
setiap segmen dapat mempengaruhi produksi listrik tiap tahunnya dengan cara
mengurain delta Pressure dari whp menuju turbin. Keuntungan yang didapat pada
corridor 14/18 lebih banyak dibandingkan 14 header dikarenakan jumlah panjang
dari segmen tersebut, sehingga yang perlu dilakukan lebih sedikit tapi hasilnya
sama menguntungkan. Secara akumulatif 10 Years Cycle lebih baik dibandingkan
5 Years Cycle dan As-Is dikarenakan jumlah tahun yang digunakan. Sehingga
secara ekonomi ketiga kasus ini tidak dapat dibandingkan. Namun, hal ini terlihat
dari grafik overlay, terdapat penambahan tahun yang dalam arti produksi listrik
panas bumi disitulah keuntungan yang dapat diambil. Kesempatan untuk
menutupi keadaan kekurangan Steam rate. Selain itu, time value of money juga
berperan dalam hal ini.
Pada As-Is dengan evaluasi ekonomi Pad 14 Header NPV 3,04 $MM, IRR
37% dan payback period 6,87 tahun. Kemudian, 14/18 Corridor dengan NPV 1,66
$MM, IRR 19% dan payback period 7,93 tahun. Pada 5 Years Cycle dengan
evaluasi ekonomi Pad 14 Header NPV 4,03 $MM, IRR 22% payback period
9,87 tahun. Kemudian, dengan evaluasi ekonomi 14/18 Corridor NPV 1,97 $MM,
IRR 15%% dan payback period 10,29 tahun. Pada 10 Years Cycle dengan
evaluasi ekonomi Pad 14 Header NPV 6,55 $MM, IRR 14% payback period
15,09 tahun. Kemudian, dengan evaluasi ekonomi 14/18 Corridor NPV 5,07
$MM, IRR 13% dan payback period 15,19 tahun.
Untuk evaluasi ekonomi, dalam keadaan sebenarnya hanya dari beberapa
divisi, sehingga perhitungan ekonomi hanya keberuntungan yang didapat dalam
ruang lingkup proyek tersebut, bukan keuntungan yang didapat secara
menyeluruh. Secara keseluruhan aplikasi proyek ini dapat diaplikasikan dan
terbukti memiliki hasil yang optimis secara hasil teoritikal dan secara hasil
ekonomi.
Perlu diperhatikan juga, bahwa workflow yang digunakan masih dapat
diubah, dan dapat berkembang setiap saatnya. Yang dilakukan merupakan
percobaan workflow yang paling optimis dari segi hasil. Namun, secara realistik
masih belum bisa dipastikan. Karena , pada kasus ini, banyak asumsi-asumsi yang
digunakan untuk mencapai hasil seperti kali ini. Untuk kedepannya lebih baik
mencari segi perspektif secara realistik dan mencari potensi lain untuk
memperpanjang umur produksi tanpa membutuhkan cost yang lebih banyak

DAFTAR PUSTAKA
Brennen, C. E., 2005. Fundamentals of Multiphase Flow. Cambridge: Cambridge
University Press.
ExxonMobil, 2010. The Outlook For Energy: A View to 2030, Texas:
ExxonMobil.
Freeston, D. H. and Hadgu, T. (1987) Modelling of Geothermal Wells with
Multiple feed points : a preliminary study. 9th New Zealand Geothermal
Workshop. Auckland, Newzealand.
Grant, M. A. & Bixley, P. F., 2011. Geothermal Reservoir Engineering. Oxford:
Elsevier.
Hasan dan Kabir, 2010. “Modeling two-phase fluid and heat flows in geothermal
wells”,
Hariawan, T., 2013. Saatnya Potensi Geotermal Jawa Timur Dieksplorasi.
[Online]
Available at: http://regional.kompasiana.com/2013/10/02/saatnya-potensi-
geotermal-jawa-timur-di-eksplorasi-597792.html
[Diakses 22 Oktober 2013].
International Energy Agency, 2011. Technology Roadmap: Geothermal Heat and
Power - Foldout, Paris: International Energy Agency.
Kholisoh, S. D., 2014. Optimasi Numerik, Yogyakarta: Program Studi Teknik
Kimia UPN "Veteran" Yogyakarta
KESDM, 2010. Indonesia Energy Outlook 2010, Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral.
Miller, C. W. (1980) Wellbore user's manual. Report LBL-10910, Lawrence
Berkeley Laboratory, Berkeley, CA, U.S.A
Nuqramadha, W. A., 2012. Pemodelan Sistem Panasbumi dengan Metode
Magnetotelurik di Daerah Arjuno-Welirang, Jawa Timur, Depok:
Universitas Indonesia.
Pruess, K., 2002. Mathematical Modeling of Fluid Flow and Heat Transfer in
Geothermal Systems-An Introduction in Five lectures, Earth Sciences
Division, Lawrance Berkeley National Laboratory, University of California.
Pruess, K. & Curt Oldenburg, G. M., 2012. TOUGH2 User's Guide, Version 2.
California: University of California.
Sigurdsson, H. et al., 1999. Encyclopedia of Volcanoes. New York: Academic
Press.
Sunaryo, 2012. Identification of Arjuno-Welirang Volcano-Geothermal Energy
Zone by Means of Density and Susceptibility Contrast Parameters.
International Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS,
XII(01).
Siregar, P. H. H., 2004. Optimization of Electrical Power Production Process for
The Sibayak Geothermal Field, Indonesia. Geothermal Training
Programme,.
Wahyuningsih, R., 2005. Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi
di Indonesia, Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi Kementrian ESD
24

Anda mungkin juga menyukai