DASAR TEORI
1. Lokasi Lapangan
Yang dimaksud lokasi lapangan adalah apakah lapangan tersebut di darat
(onshore) atau di lepas pantai (offshore). Lokasi sangat berpengaruh pada
pemilihan metode pengangkatan buatan, misalkan pompa angguk di lapangan
offshore tidak direkomendasikan karena sumur offshore kebanyakan sumur
miring dan lebih dari 1 sumur, juga karena instalasi pompa angguk membutuhkan
tempat yang luas dan lingkungan offshore yang korosif.
2. Ketersediaan Sumber Tenaga
Ketersediaan listrik
Listrik dapat digunakan sebagai sumber tenaga pada gas lift, pompa angguk
(Sucker Rod Pump), Electrical Submersible Pump, dan metode lain.
Terutama untuk metode pengangkatan ESP yang sangat bergantung pada
tenaga listrik.
Ketersediaan Gas
Selain listrik, gas juga dapat merupakan sumber tenaga pada berbagai
metode pengangkatan buatan, terlebih lagi pada metode gas lift. Gas yang
tersedia dapat bersumber dari sumur minyak atau sumur gas yang terdapat
di lapangan atau didatangkan dari luar lapangan.
1
3. Kondisi reservoir
Gas Oil Ratio (GOR)
Besarnya gas bebas yang terproduksi dapat mengurangi efisiensi
pengangkatan cairan pada pompa, untuk itu unit pompa diharapkan dapat
mengatasi besarnya jumlah gas tersebut. Sebaliknya pada metode gas lift,
besarnya gas yang diproduksi justru sangat menguntungkan karena dapat
mengurangi jumlah gas yang harus diinjeksikan. Berikut merupakan batas
GOR secara umum:
a. Dibawah 500 scf/stb
Gas bebas yang diproduksikan dari sumur dengan harga kurang daro
500 scf/stb dianggap kecil, sehingga tidak menimbulkan permasalahn
pada sistem pemompaan. Sehingga hampir semua metode cocok untuk
kondisi ini.
b. Antara 500scf/stb sampai 2000 scf/stb
Pada rentang ini, jumlah gas bebas dapat mengurangi efisiensi
volumetric pada pompa, tetapi masih bisa diatasi dengan
menggunakan downhole gas separator, dan gas anchor. Oleh karena itu
gas list, SRP, ESP dan metode lain masih bisa digunakan.
c. Lebih dari 2000 scf/stb
Apabila kondisi sumur seperti ini, maka metode yang paling tepat
adalah gas lift karena GOR yang tinggi dapat mengurangi jumlah gas
yang diinjeksikan. Sedangkan apabila menggunakan metode seperti
SRP dan ESP dapat menyebabkan gas lock dan agak sulit diatasi
menggunakan downhole gas separator atau gas anchor.
4. Produktivitas Sumur
Produktivitas sumur merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam
proses pemilihan metode pengangkatan buatan karena berkaitan erat dengan
kapasitas pengangatan yang dimiliki oleh metode pengangkatan buatan tersebut.
Dalam hal ini, pengaruh produktivitas sumur terhadap pengangkatan buatan
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Kurang dari 1000 BPD
2
Sumur dengan produktivitas < 1000 BPD dianggap sumur dengan
produktivitas rendah. Walaupun semua metode pengangkatan buatan
dapat digunakan, namun pompa angguk (SRP) merupakan metode
yang paling umum dan paling sesuai pada sumur seperti ini.
b. Antara 1000 BPD sampai 1000 BPD
Pada kondisi ini, Gas Lift, ESP, Cavity Pump, dan jet pump
direkomendasikan sebagai metode pengangkatan buatan. Pompa
Angguk juga dapat digunakan tetapi kinerjanya terbatas oleh luas
plunger dan beban yang dapat ditanggung oleh polishedrod.
c. Lebih dari 1000 BPD
Sumur dengan kondisi ini merupakan sumur dengan kategori
produktivitas tinggi. Oleh karena itu Gas Lift, ESP dan jet pump
direkomendasikan untuk sumur seperti ini.
5. Water cut
Water cut merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam
proses pemilihan metode pengangkatan buatan, karena berkaitan erat dengan
volume dan gradien fluida dan kapasitas pengangkatan cairan yang dimiliki oleh
suatu metode pengangkatan buatan. Sumur dengan water cut yang tinggi
membutuhkan metode pengangkatan buatan dengan kapasitas cairan yang lebih
besar seperti ESP, Cavity Pump dan Jet Pump. Sedangkan SRP direkomendasikan
pada sumur water cut tinggi karena dapat menimbulkan beban yang besar pada
polished rod.
3
menyatakan prodiktivitas formasi adalah Produktivity Index (PI) dan Inflow
Performance Relationship (IPR).
q
PI =J = ........................................................................(3-1)
Ps−Pwf
dimana:
J = productivity Index, Bbl/d/psi
q = laju produksi, STB/d
Ps = tekanan statik, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
4
IPR menunjukkan produktivitas sumur/lapisan produktif. Bila hubungan
tersebut di-plot dalam bentuk grafik, sehingga kurva yang dihasilkan
disebutsebagai kurva IPR. Kurva IPR merupakan kurva plot antara laju alir (q)
dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dari kurva plot ini kita dapat menentukan
PI (produktivity index).
q k dP
V = A = − μ dL ........................................................... (3-2)
1. Aliran mantap
2. Fluida yang mengalir stu fasa
3. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya
4. Fluida bersifat incompressible
5. Viskositas fluida yang mengalir konstan
6. Kondisi aliran isotermal
7. Formasi homogen dan arah aliran horizontal
5
Gambar 3.1 Kurva IPR Satu Fasa
(Brown, Kermit E., 1984)
k ₀h (Pₑ−Pwf )
q = 0,007082 ...................................................(3-3)
μ ₀ B₀ . ln ¿ ¿
dimana:
Pₑ = Tekanan formasi pada jarak rₑ dari sumur, psi
Pwf = Tekanan aliran dasar sumur, psi
q = Laju produksi, STB/psi
μ₀ = Viskositas, cp
B₀ = Faktor volume formasi (FVF), bbl/stb
k = Permeabilitas efektif minyak, md
h = Ketebalan formasi produktif, ft
rₑ = Jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = Jari-jari sumur, ft
6
hanya memberikan gambaran yang tepat pada reservoir dengan aliran satu
fasa yaitu dengan kondisi tekanan diatas tekanan jenuh (Pb). Sering digunakan
untuk reservoir water drive.
q₀
Pwf = Ps - .............................................................................(3-4)
PI
Prosedur dalam membuat kurva IPR untuk aliran satu fasa adalah sebagai
berikut:
1. Siapkan data hasil uji tekanan dan tekanan dan produksi yaitu; tekanan
reservoir (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), dan laju produksi (q).
4. Hitung laju aliran (qo) pada tiap harga Pwf tersebut dengan menggunakan
persamaan 3-4.
5. plot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas grafik
kartesian, dengan qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu tegak. Hasil
plot ini akan membentuk garis yang linier.
( ) ( ) ...........................................(3-5)
2
q₀ Pwf Pwf
qₘₐₓ = 1 − 0,2 Ps − 0,8
Ps
dimana:
7
Gambar 3.2 Kurva IPR Dua Fasa Vogel
(Guyon Buo, 2007)
Selain itu dalam pengembangan Kurva IPR Dua Fasa Vogel berlaku
anggapan :
Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel adalah
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), laju produksi minyak (qo).
2. Menghitung harga (Pwf/Ps).
3. Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi (qo) ke
dalam persamaan 3-5, dan menghitung harga laju produksi maksimum (qo
max).
8
4. Untuk membentuk kurva IPR, gunakan beberapa nilai anggapan Pwf dan
menghitung harga qo dari persamaan 3-5.
5. Memplot qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. Bentuk kurva
tersebut akan melengkung.
[ ( ) ( )]
2
Q₀ Pwf P
= A0 + A1 1-2 1−0,2 − A 2 wf ......................(3-6)
Qmax Pr Pr
dimana:
1. An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda
2. An = Co + C1 (watercut) + C2 (watercut)2
3. Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam
tabel dibawah ini.
Aₙ C₀ C₁ C₂
9
terhadap titik-titik data menghasilkan persamaan sebagai berikut :
WC
= P1 Exp (P2 Pwf / Pr ).......................................(3-7)
WC @ P wf =Pr
dimana:
P1 dan P2 tergantung dari harga water cut, dan dari analisa regresi
diperoleh hubungan sebagai berikut :
Prosedur pembuatan kinerja aliran tiga fasa dari metode Pudjo Sukarno
adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis sumur, tekanan alir dasar sumur, laju produksi minyak dan air, harga
water cut (WC) berdasarkan data uji produksi.
2. Penentuan WC pada Pwf ≈ Ps. Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2
yang diperoleh dari persamaan (3-8) dan (3-9) Kemudian hitung harga WC
@Pwf ≈ Ps dengan persamaan (3-6)
3. Penentuan konstanta A0, A1, dan A2 berdasarkan harga WC pada Pwf ≈ Ps,
kemudian menghitung harga konstanta tersebut dimana konstanta C0, C1 dan
C2 diperoleh dalam Tabel 3.1
4. Menentukan qt maksimum dari persamaan dari persamaan (3-7) dan
konstanta A0, A1, dan A2 dari langkah 3
5. Menentukan laju produksi minyak (qo) berdasarkan qt maksimum pada
langkah 4, kemudian hitung harga laju produksi minyak qo untuk berbagai Pwf.
6. Menentukan laju produksi air (qw), dari harga water cut (WC) pada tekanan
alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan;
q w= ( 100−WC
WC
) x q ......................................................................(3-8)
0
7. Membuat tabulasi harga-harga qw, qo, qt, untuk berbagai harga Pwf pada Pa
aktual.
10
8. Membuat grafik hubungan antara Pwf terhadap qt, dimana Pwf mewakili sumbu
y dan qt mewakili sumbu x.
3.3 Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal
[ ][ ] [ ] [ ]
dP
dL
¿
dP
+
dP
+
dP
dL el dL f dL acc
....................................................(3-9)
[ ]
2
dP g fρV ρVdp
=¿ sin+ + ................................................ (3-10)
dL gc 2 g c d gc dL
dimana:
= Densitas fluida, lb/cuft
V = Kecepatan aliran, ft/dt
F = Faktor gesekan
D = Diameter dalam pipa, inch
= Sudut kemiringan pipa
G = Percepatan gravitasi, ft/dt2
gc = Faktor konversi
Darcy dan Weisbah’s menghitung kehilangan energi karena gesekan
dengan persamaan :
11
L . v2
h=f ...............................................................................(3-11)
d .2 g
dimana:
h = Friction loss, ft
f = Friction facktor
l = Panjang pipa, ft
v = Kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ft/s
g = Percepatan gravitasi, ft/s2
12
( ) ( )
1,85 1,85
100 Qo Ekspekstasi
2,083 x x
Hf = c 34,3 ...........................(3-12)
4,8655
2,441
dimana:
Hf = Friction loss, ft
C = Konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa
Q = Laju produksi, bpd
ID = Diameter dalam pipa, inch
13
Gambar 3.4 Rangkaian Peralatan Pompa Benam Listrik
(Gabor Takacs.,2009)
1. Wellhead
Wellhead harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang
kabel dan tubing, dan didesain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai 3000
14
psi.
2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu peralatan yang terletak di antara
switchboard dan wellhead. Dalam operasi pompa, gas dapat mengalir keatas
melalui kabel dan naik ke permukaan menuju switchboard. Gas tersebut bisa
menyebabkan kebakaran sehingga harus dicegah. Oleh karena itu, fungsi junction
box adalah untuk mengeluarkan gas yang naik ke atas. Fungsi lain dari Junction
box adalah sebagai penghubung kabel antara kabel yang berasal dari dalam sumur
dengan kabel yang berasal dari switchboard. Biasanya junction box diletakkan 15
feet dari wellhead karena banyak alat elektronik yang ada di dalamnya. Alat ini
juga sarankan tingginya 2-3 feet dari tanah.
15
Gambar 3.6 Junction Box
(Schlumberger, Reda Pumps)
3. Switchboard
Alat ini merupakan bagian yang penting karena berfungsi sebagai control
dari peralatan pompa electric submersible pump yang berada di bawah permukaan
kemudian dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload prottion
serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara manual ataupun
otomatis apabila terjadi penyimpangan. Switchboard ini dapat digunakan untuk
tegangan dari 440volt sampai 4800 volt.
4. Transformer
Transformer merupakan bagian dari peralatan atas permukaan dari
electric submersible pump yang berfungsi sebagai pengubah tekanan dari primary
voltage menjadi voltage yang disesuaikan dengan kebutuhan dari motor yang
digunakan. Perubahan tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya.
Biasanya tegangan input transformer diberikan tinggi agar didapat ampere yang
rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang
16
besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-
down transformer sampai dengan tegangan yang dibuthkan oleh motor. Pada
switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi mencatat
arus motor vs waktu ketika motor bekerja.
17
Gambar 3.7 Pressure Dan Temperature Sensing Instrument
(Schlumberger, Reda Pumps)
2. Electric Motor
Jenis motor Pompa Benam Listrik adalah motor listrik induksi dua kutub
tiga fasa. Motor dipasang pada bagian paling bawah dari rangkaian dan
digerakkan oleh arus listrik yang dikirim melalui kabel. Motor berfungsi untuk
menggerakkan pompa dengan mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik.
Didalam motor terdapat minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik
tinggi.
Fungsi minyak tersebut adalah :
a. Sebagai pelumas
b. Sebagai tahanan (isolasi)
c. Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran
rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.
18
Motor terbagi atas 2 bagian yaitu stator (bagian yang diam) dan rotor
(bagian yang bergerak).
3. Protector
Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau
Equalizer (ODI). Secara prinsip protector mempunyai empat fungsi utama, yaitu :
1. Melindungi tekanan dalam motor dari tekanan di annulus
2. Menyekat masuknya fluida sumur masuk ke dalam motor
3. Tempat dudukan thurust bearing untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa.
4. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor
sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada saat bekerja dan
saat dimatikan.
19
Gambar 3.9 Jenis Labyrinth Type Protector
(Schlumberger, Reda Pumps)
4. Intake
Intake merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan fluida yang
dimana merupakan saluran masuknya fluida kedalam pompa menuju ke atas
permukaan. Intake juga memiliki beberapa jenis di antaranya standar intake dan
gas separator. Intake dipasang dibawah pompa dengan cara menyambungkan
sumbunya (shaft) memakai coupling. Standar intake biasanya dapat digunakan
pada kondisi gas yang rendah pada suatu sumur produksi, contohnya kurang dari
10% gas content. Sedangkan gas separator dapat dipasang pada kondisi sumur
yang memiliki banyak kandungan gas hal itu di lakukan untuk mencegah
terjadinya gas lock.
20
Gambar 3.10 Jenis Rotary Gas Separator
(Schlumberger, Reda Pumps)
21
5. Pump unit
6. Electric Cable
Kabel yang dipakai adalah jenis tiga konduktor. Fungsi utama dari kabel
tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari transfomers sampai ke
22
motor didalam sumur. Kabel harus tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur,
tekanan migrasi gas dan tahan terhadap resapan fluida dari sumur. Sehingga kabel
harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik.
23
b. Temperatur tinggi
Dianjurkan untuk pemasangan pada sumur dengan temperatur yang cukup tinggi
sampai mencapai mencapai 400ºF. Untuk sumur bersuhu tinggi (lebih 250ºF) perlu
dipasang epoxy untuk melindungi kabel, O-ring dan seal.
7. Check valve
Check valve digunakan untuk menjaga fluida agar tetap berada di atas
pompa, check valve ini dipasang pada tubing (2-3 joint) di atas pompa. Jika check
valve tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan
melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas
akan mengalami back flow itu membuat putaran dari impeller berbalik arah dan
dapat menyebabkan kerusakan pada motor.
8. Bleeder valve
Bleeder valve ini dipasang satu joint di atas check valve yang berfungsi
untuk mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida tersebut akan
keluar melalui bleeder valve.
9. Centralizer
Centralizer digunakan untuk menjaga kedudukan dari pompa agar tidak
bergeser atau agar pompa selalu berada ditengah - tengah pada saat pompa sedang
beroperasi. Sehingga dapat mencegah kerusakan kabel karena gesekan yang
terjadi.
1. Pump Intake
Besarnya intake pressure akan berpegaruh terhadap besarnya gas yang ikut
terproduksi, axial thrust, dan jenis aliran fluida ke dalam pompa yang akan
berpengaruh terhadap kinerja pompa ESP dan gross fluida yang diproduksikan.
Besarnya pump intake pressure dapat dihitung dengan persamaan:
24
Perbedaan Kedalaman = Midperfo – PSD...............................(3-13)
Perbedaan Tekanan = Perbedaan Kedalaman x Gf..................(3-14)
PIP = Pwf −¿ ) (3-15)
dimana:
PIP = Pump Intake Pressure, psi
Gf = Gradien Fluida, psi/ft
PSD = Pump Setting Depth, ft
Midperfo = Mid Perforasi, ft
PIP
FOP = ........................................................................... (3-16)
grad l
H D=PSD−FOP ......................................................................(3-17)
dimana:
25
FOP = Fluid Over Pump, ft
HD = Vertical Lift, ft
grad l = Gradien Liquid, psi/ft
Dan untuk menghitung Total Dynamic Head dari persamaan diatas ialah:
TDH = H D + H F + H T .............................................................(3-20)
dimana:
H F = Tubing Friction Loss, ft
H T = Tubing Head Pressure, ft
Pemilihan pompa ESP yang baik untuk operasi pada sumur tertentu
menyangkut beberapa hal yaitu :
a. Menentukan seri pompa (outside diameter) yang akan digunakan
26
b. Memilih tipe pompa yang dibutuhkan/diinginkan
c. Mengitung jumlah stages yang diburuhkan, juga
d. Mengecek kemampuan mekanik pompa yang dipilih
3. Tingkat pompa
Setelah TDH dihitung, maka tahap selanjutnya adalah menghitung tingkat
pompa. Tingkat pompa dapat didefinisikan sebagai berikut,
TDH
Stage = .................................................................(3-21)
haed / stage
dimana:
TDH = Total Head Pompa, ft
Head/Stage = Beban yang diterima pompa tiap satu stage
4. Kemampuan Pompa
Sebelum pompa digunakan, terlebih dulu harus dilihat kemampuan mekanik
dari pompa agar tidak melebihi beban pada shaft atau housing pompa yaitu yang
telah ditetapkan oleh pabrik pembuat pompa.
BHP
BHP pump = stage γ l...........................................................(3-22)
stage
dimana:
BHP/stage = Daya yang dibutuhkan untuk menggerakan satu pump stage, HP/stage
Stages = Jumlah stage pada pompa yang dipilih.
Γl = Specific Gravity cairan yang terproduksi.
5. Memilih Motor
Dalam memilih motor yang akan digunakan, hal yang harus diperhatikan
27
adalah :
a. Motor yang tepat (diameter luar Seri)
b. Daya motor yang diperlukan
c. Kombinasi antara kuat arus (ampere) dan tegangan (voltage) yang baik
Berikut persamaan untuk menghitung kecepatan fluida pendingin motor :
,
ql
vl =0.0119 2 2 ............................................................(3-23)
ID c −ODm
dimana:
q, l = Laju alir cairan di tempat (in-situ), bpd
IDc = Diameter dalam, rangkaian casing, inch
OD m = Diameter luar motor, inch
Kebutuhan kuat arus motor secara aktual dihitung dari data rancangan pada
motor yang dipilih dan daya yang diperlukan oleh sistem seperti diberikut :
BHP system
I = I np ........................................................................(3-24)
HP np
dimana:
I np = Rancangan arus pada motor, amps
HP np = Daya input pada motor, HP
BHPsystem = Daya yang dibutuhkan sistem ESP, HP
6. Penentuan Kabel
Dalam penentuan kabel yang harus diperhatikan adalah jenis kabel, bahan
kabel dan ukuran kabel dengan mempertimbangkan semua kondisi operasional
ESP. Tahanan total dari kabel (dalam ohm) pada temperatur sumur dihitung dari
persamaan:
28
Lc r
RT = [ 1+0.00214 ( BHT −77 ) ]..........................................(3-25)
1000
dimana:
Lc = Panjang Kabel, ft
r = Tahanan Konduktor pada 77ºF, ohm/1000ft
BHT = Temperatur dasar sumur, ºF
Kehilangan daya pada kabel (satuan Kw) dihitung dari tahanan kabel dan
arus motor :
2
∆ Pc =
3l Rt
............................................................................(3-26)
1000
dimana:
I = Arus yang diperlukan motor, amp
1.73 x tegangantotal x l
KVA = ...............................................(3-27)
1000
dimana:
KVA = Kilo volt ampere
I = Arus yang diperlukan motor, ampere
29
Pemilihan switchboard harus melebihi nilai tegangan total, kebutuhan
daya motor serta beban pada motor. Pemilihan transformer harus memperhatikan
nilai total KVA dimana trsnsformer yang akan digunakan memiliki daya melebihi
nilai total KVA
B. Kekurangan ESP
1. Biaya pertama pemasangan ESP relative lebih mahal dibanding Artificial
lift lainnya
2. Kurang baik pada sumur yang memiliki problem kepasiran.
3. Menimbulkan emulsi
4. Mempercepat terjadinya water coning
30
31