Anda di halaman 1dari 31

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Dasar Teknik Produksi

Dalam merencanakan pemasangan metode pengangkatan buatan (artificial


lift), harus mempertimbangkan semua kondisi sumur dan reservoir agar
pengangkatan buatan dapat berjalan efisien. Beberapa metode artificial lift yang
sangat sering dipakai dalam industri perminyakan adalah pompa angguk (Sucker
Rod Pump), pompa beram listrik (Electrical Submersible Pump), dan Gas Lift.

Secara garis besar, dalam menentukan metode yang cocok dipakai


terdapat berbagai faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu:

1. Lokasi Lapangan
Yang dimaksud lokasi lapangan adalah apakah lapangan tersebut di darat
(onshore) atau di lepas pantai (offshore). Lokasi sangat berpengaruh pada
pemilihan metode pengangkatan buatan, misalkan pompa angguk di lapangan
offshore tidak direkomendasikan karena sumur offshore kebanyakan sumur
miring dan lebih dari 1 sumur, juga karena instalasi pompa angguk membutuhkan
tempat yang luas dan lingkungan offshore yang korosif.
2. Ketersediaan Sumber Tenaga
 Ketersediaan listrik
Listrik dapat digunakan sebagai sumber tenaga pada gas lift, pompa angguk
(Sucker Rod Pump), Electrical Submersible Pump, dan metode lain.
Terutama untuk metode pengangkatan ESP yang sangat bergantung pada
tenaga listrik.
 Ketersediaan Gas
Selain listrik, gas juga dapat merupakan sumber tenaga pada berbagai
metode pengangkatan buatan, terlebih lagi pada metode gas lift. Gas yang
tersedia dapat bersumber dari sumur minyak atau sumur gas yang terdapat
di lapangan atau didatangkan dari luar lapangan.

1
3. Kondisi reservoir
 Gas Oil Ratio (GOR)
Besarnya gas bebas yang terproduksi dapat mengurangi efisiensi
pengangkatan cairan pada pompa, untuk itu unit pompa diharapkan dapat
mengatasi besarnya jumlah gas tersebut. Sebaliknya pada metode gas lift,
besarnya gas yang diproduksi justru sangat menguntungkan karena dapat
mengurangi jumlah gas yang harus diinjeksikan. Berikut merupakan batas
GOR secara umum:
a. Dibawah 500 scf/stb
Gas bebas yang diproduksikan dari sumur dengan harga kurang daro
500 scf/stb dianggap kecil, sehingga tidak menimbulkan permasalahn
pada sistem pemompaan. Sehingga hampir semua metode cocok untuk
kondisi ini.
b. Antara 500scf/stb sampai 2000 scf/stb
Pada rentang ini, jumlah gas bebas dapat mengurangi efisiensi
volumetric pada pompa, tetapi masih bisa diatasi dengan
menggunakan downhole gas separator, dan gas anchor. Oleh karena itu
gas list, SRP, ESP dan metode lain masih bisa digunakan.
c. Lebih dari 2000 scf/stb
Apabila kondisi sumur seperti ini, maka metode yang paling tepat
adalah gas lift karena GOR yang tinggi dapat mengurangi jumlah gas
yang diinjeksikan. Sedangkan apabila menggunakan metode seperti
SRP dan ESP dapat menyebabkan gas lock dan agak sulit diatasi
menggunakan downhole gas separator atau gas anchor.
4. Produktivitas Sumur
Produktivitas sumur merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam
proses pemilihan metode pengangkatan buatan karena berkaitan erat dengan
kapasitas pengangatan yang dimiliki oleh metode pengangkatan buatan tersebut.
Dalam hal ini, pengaruh produktivitas sumur terhadap pengangkatan buatan
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Kurang dari 1000 BPD

2
Sumur dengan produktivitas < 1000 BPD dianggap sumur dengan
produktivitas rendah. Walaupun semua metode pengangkatan buatan
dapat digunakan, namun pompa angguk (SRP) merupakan metode
yang paling umum dan paling sesuai pada sumur seperti ini.
b. Antara 1000 BPD sampai 1000 BPD
Pada kondisi ini, Gas Lift, ESP, Cavity Pump, dan jet pump
direkomendasikan sebagai metode pengangkatan buatan. Pompa
Angguk juga dapat digunakan tetapi kinerjanya terbatas oleh luas
plunger dan beban yang dapat ditanggung oleh polishedrod.
c. Lebih dari 1000 BPD
Sumur dengan kondisi ini merupakan sumur dengan kategori
produktivitas tinggi. Oleh karena itu Gas Lift, ESP dan jet pump
direkomendasikan untuk sumur seperti ini.
5. Water cut
Water cut merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam
proses pemilihan metode pengangkatan buatan, karena berkaitan erat dengan
volume dan gradien fluida dan kapasitas pengangkatan cairan yang dimiliki oleh
suatu metode pengangkatan buatan. Sumur dengan water cut yang tinggi
membutuhkan metode pengangkatan buatan dengan kapasitas cairan yang lebih
besar seperti ESP, Cavity Pump dan Jet Pump. Sedangkan SRP direkomendasikan
pada sumur water cut tinggi karena dapat menimbulkan beban yang besar pada
polished rod.

3.2 Produktivitas Formasi


Produktivitas formasi adalah kemampuan suatu formasi untuk
mengalirkan fluida yang dikandungnya pada kondisi tekanan tertentu. Pada
umumya sumur-sumur yang baru ditemukan mempunyai tenaga pendorong alami
yang mampu mengalirkan fluida dari reservoir ke permukaan dangan tenaganya
sendiri. Akan tetapi dengan berjalannya waktu produksi, kemampuan dari formasi
untuk mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan tekanan, yang
besarnya sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoir. Parameter yang

3
menyatakan prodiktivitas formasi adalah Produktivity Index (PI) dan Inflow
Performance Relationship (IPR).

3.2.1 Produktivity Index


Produktivity Index (PI) merupakan index yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan sumur untuk berproduksi pada suatu beda tekanan
tertentu atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh
suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan
tekanan dasar sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). Secara
matematis dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:

q
PI =J = ........................................................................(3-1)
Ps−Pwf

dimana:
J = productivity Index, Bbl/d/psi
q = laju produksi, STB/d
Ps = tekanan statik, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

Untuk menentukan harga PI secara langsung adalah sewaktu sumur


tersebut flowing. Kemudian dicatat harga Pwf dan q sumur tersebut. Bedasarkan
pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba memberikan batasan
terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut:

a. PI rendah jika besarnya < 0,5


b. PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
c. PI tinggi jika besarnya >1,5

3.2.2 Inflow Performance Relationship


Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan pernyataan PI secara
grafis yang menggambarkan perubahan-perubahan dari harga tekanan dari harga
alir dasar sumur (Pwf) versus laju alir (q) yang dihasilkan karena terjadinya
perubahan tekanan alir dasar sumur tersebut.

4
IPR menunjukkan produktivitas sumur/lapisan produktif. Bila hubungan
tersebut di-plot dalam bentuk grafik, sehingga kurva yang dihasilkan
disebutsebagai kurva IPR. Kurva IPR merupakan kurva plot antara laju alir (q)
dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dari kurva plot ini kita dapat menentukan
PI (produktivity index).

A. Kurva IPR Satu Fasa


Dasar dari aliran fluida pada media berpori diambil dari teori “Darcy
(1856) dengan persamaan:

q k dP
V = A = − μ dL ........................................................... (3-2)

Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan diantaranya adalah :

1. Aliran mantap
2. Fluida yang mengalir stu fasa
3. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya
4. Fluida bersifat incompressible
5. Viskositas fluida yang mengalir konstan
6. Kondisi aliran isotermal
7. Formasi homogen dan arah aliran horizontal

5
Gambar 3.1 Kurva IPR Satu Fasa
(Brown, Kermit E., 1984)

Persamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial,


dimana dalam suatu lapangan persamaan tersebut berbentuk:

k ₀h (Pₑ−Pwf )
q = 0,007082 ...................................................(3-3)
μ ₀ B₀ . ln ¿ ¿
dimana:
Pₑ = Tekanan formasi pada jarak rₑ dari sumur, psi
Pwf = Tekanan aliran dasar sumur, psi
q = Laju produksi, STB/psi
μ₀ = Viskositas, cp
B₀ = Faktor volume formasi (FVF), bbl/stb
k = Permeabilitas efektif minyak, md
h = Ketebalan formasi produktif, ft
rₑ = Jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = Jari-jari sumur, ft

6
hanya memberikan gambaran yang tepat pada reservoir dengan aliran satu
fasa yaitu dengan kondisi tekanan diatas tekanan jenuh (Pb). Sering digunakan
untuk reservoir water drive.

q₀
Pwf = Ps - .............................................................................(3-4)
PI

Prosedur dalam membuat kurva IPR untuk aliran satu fasa adalah sebagai
berikut:

1. Siapkan data hasil uji tekanan dan tekanan dan produksi yaitu; tekanan
reservoir (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), dan laju produksi (q).

2. Hitung indeks produktivitas (PI) dengan persamaan 3-1

3. Pilih tekanan alir dasar sumur (Pwf) anggapan

4. Hitung laju aliran (qo) pada tiap harga Pwf tersebut dengan menggunakan
persamaan 3-4.
5. plot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas grafik
kartesian, dengan qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu tegak. Hasil
plot ini akan membentuk garis yang linier.

B. Kurva IPR Dua Fasa


Jarang fluida berada dalam kondisi satu fasa, selanjutnya untuk membuat
kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel mengembangkan
persamaan hasil regresi yang sederhana dan mudah pemakaiannya, yaitu:

( ) ( ) ...........................................(3-5)
2
q₀ Pwf Pwf
qₘₐₓ = 1 − 0,2 Ps − 0,8
Ps

dimana:

qo = Laju alir, bopd.


qmax = Laju alir maksimum, bpd

7
Gambar 3.2 Kurva IPR Dua Fasa Vogel
(Guyon Buo, 2007)

Selain itu dalam pengembangan Kurva IPR Dua Fasa Vogel berlaku
anggapan :

1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut

2. Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol

3. Tekanan reservoir di bawah tekanan saturasi (Pb)

Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel adalah
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis (Ps), tekanan alir dasar sumur (Pwf), laju produksi minyak (qo).
2. Menghitung harga (Pwf/Ps).
3. Mensubtitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi (qo) ke
dalam persamaan 3-5, dan menghitung harga laju produksi maksimum (qo
max).

8
4. Untuk membentuk kurva IPR, gunakan beberapa nilai anggapan Pwf dan
menghitung harga qo dari persamaan 3-5.
5. Memplot qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. Bentuk kurva
tersebut akan melengkung.

C. Kurva IPR Tiga fasa


Dalam metode Pudjo Sukarno membuat persamaan sebagai berikut:

[ ( ) ( )]
2
Q₀ Pwf P
= A0 + A1 1-2 1−0,2 − A 2 wf ......................(3-6)
Qmax Pr Pr

dimana:
1. An (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda
untuk water cut yang berbeda
2. An = Co + C1 (watercut) + C2 (watercut)2
3. Cn (n = 0, 1, dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam
tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Konstanta Cn untuk masing-masing An

Aₙ C₀ C₁ C₂

A₀ 0,980321 -0,115661 x 10⁻¹ 0,17905 x 10⁻⁴

A₁ -0,414360 0,392799 x 10⁻² 0,237075 x 10⁻⁵

A₂ -0,564870 0,762080 x 10⁻² -0,202079 x 10⁻⁴

Seperti yang diketahui sebelumnya, harga water cut berubah sesuai


dengan perubahan tekanan alir dasar sumur pada satu harga tekanan reservoir,
maka perlu dibuat hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan water cut.
Hubungan ini dinyatakan sebagai : Pwf/Pr terhadap WC/(WC @Pwf = Pr)
ditentukan dari sumber simulator, untuk kelima harga water cut. Analisa regresi

9
terhadap titik-titik data menghasilkan persamaan sebagai berikut :
WC
= P1 Exp (P2 Pwf / Pr ).......................................(3-7)
WC @ P wf =Pr
dimana:
P1 dan P2 tergantung dari harga water cut, dan dari analisa regresi
diperoleh hubungan sebagai berikut :

P1 = 1.606207 – 0130447 (water cut)

P2 = -0.517792 + 0.110604 (water cut)

Prosedur pembuatan kinerja aliran tiga fasa dari metode Pudjo Sukarno
adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan data-data penunjang meliputi ; tekanan reservoir/tekanan
statis sumur, tekanan alir dasar sumur, laju produksi minyak dan air, harga
water cut (WC) berdasarkan data uji produksi.
2. Penentuan WC pada Pwf ≈ Ps. Menghitung terlebih dahulu harga P1 dan P2
yang diperoleh dari persamaan (3-8) dan (3-9) Kemudian hitung harga WC
@Pwf ≈ Ps dengan persamaan (3-6)
3. Penentuan konstanta A0, A1, dan A2 berdasarkan harga WC pada Pwf ≈ Ps,
kemudian menghitung harga konstanta tersebut dimana konstanta C0, C1 dan
C2 diperoleh dalam Tabel 3.1
4. Menentukan qt maksimum dari persamaan dari persamaan (3-7) dan
konstanta A0, A1, dan A2 dari langkah 3
5. Menentukan laju produksi minyak (qo) berdasarkan qt maksimum pada
langkah 4, kemudian hitung harga laju produksi minyak qo untuk berbagai Pwf.
6. Menentukan laju produksi air (qw), dari harga water cut (WC) pada tekanan
alir dasar sumur (Pwf) dengan persamaan;

q w= ( 100−WC
WC
) x q ......................................................................(3-8)
0

7. Membuat tabulasi harga-harga qw, qo, qt, untuk berbagai harga Pwf pada Pa
aktual.

10
8. Membuat grafik hubungan antara Pwf terhadap qt, dimana Pwf mewakili sumbu
y dan qt mewakili sumbu x.
3.3 Aliran Fluida Dalam Pipa Vertikal

Di lapangan minyak untuk suatu bottom hole flowing (pwf) tertentu,


formasi akan memproduksi fluida dan untuk mengangkat fluida ke permukaan
melalui tubing kita harus mengetahui pressure loss akibat aliran fluida di dalam
tubing. Dengan mengetahui pressure loss tersebut, kita dapat mengetahui tekanan
di permukaan kurang dari tekanan atmosfer fluida tidak akan mengalir ke
permukaan. Friction loss atau kehilangan sebagian tenaga terjadi karena adanya
fluida yang mengalir pada tubing kemudian mengalami tegangan geser (shear
stress) pada dinding tubing. Persaman gradien tekanan dapat diterapkan pada
setiap fluida yang mengalir dengan sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan
dengan tiga komponen, yaitu adanya perubahan energi kinetik, adanya perubahan
energi potensial (elevasi), dan adanya gesekan pada dinding pipa.

[ ][ ] [ ] [ ]
dP
dL
¿
dP
+
dP
+
dP
dL el dL f dL acc
....................................................(3-9)

[ ]
2
dP g fρV ρVdp
=¿ sin+ + ................................................ (3-10)
dL gc 2 g c d gc dL

dimana:
 = Densitas fluida, lb/cuft
V = Kecepatan aliran, ft/dt
F = Faktor gesekan
D = Diameter dalam pipa, inch
 = Sudut kemiringan pipa
G = Percepatan gravitasi, ft/dt2
gc = Faktor konversi
Darcy dan Weisbah’s menghitung kehilangan energi karena gesekan
dengan persamaan :

11
L . v2
h=f ...............................................................................(3-11)
d .2 g

dimana:
h = Friction loss, ft
f = Friction facktor
l = Panjang pipa, ft
v = Kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ft/s
g = Percepatan gravitasi, ft/s2

Gambar 3.3 Grafik Friction Loss William-Hazen


(Brown, Kermit E., 1984)

Berdasarkan persamaan diatas, William-Hazen membuat suatu persamaan


empiris untuk friction loss (hf), yaitu :

12
( ) ( )
1,85 1,85
100 Qo Ekspekstasi
2,083 x x
Hf = c 34,3 ...........................(3-12)
4,8655
2,441

dimana:
Hf = Friction loss, ft
C = Konstanta dari bahan yang digunakan dalam pembuatan pipa
Q = Laju produksi, bpd
ID = Diameter dalam pipa, inch

3.4 Pompa Benam Listrik (Electrical Submersible Pump)


Pompa benam listrik dibuat atas dasar pompa sentrifugal yang dimana
digerakkan oleh tenaga motor listrik. Untuk pompa ini juga disebut pompa
submersible hal ini karena didalam operasinya pompa dan motor berada dibawah
fluid level atau tercelup kedalam fluida. Pompa ini digerakkan dengan motor listrik
melalui suatu poros motor (shaft) yang memutar pompa, dan akan memutar sudu-
sudu (impeller) pompa. Perputaran sudu-sudu itu menimbulkan gaya sentrifugal
yang digunakan untuk mendorong fluida ke permukaan.

13
Gambar 3.4 Rangkaian Peralatan Pompa Benam Listrik
(Gabor Takacs.,2009)

A. Peralatan Pompa Benam Listrik


Secara umum peralatan pompa benam listrik dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Peralatan diatas permukaan
2. Peralatan dibawah permukaan.
Pada Gambar 3.4 dilihat dengan kelengkapan peralatannya, dengan
permukaan bawahnya

B. Peralatan di Atas Permukaan


Peralatan diatas permukaan meliputi wellhead, junction box, switchboard,
dan transformer.

1. Wellhead
Wellhead harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang
kabel dan tubing, dan didesain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai 3000

14
psi.

Gambar 3.5 Kabel Pack-Off Pada Tubing Hanger


(Schlumberger, Reda Pumps)
Pada Wellhead juga terdapat tubing hunger khusus yang mempunyai
lubang untuk cable pack-off atau penetrator. Tubing hunger dilengkapi dengan
lubang untuk hydraulic control line, yaitu saluran cairan hidrolik untuk menekan
subsurface ball valve agar terbuka.

2. Junction Box
Junction Box merupakan suatu peralatan yang terletak di antara
switchboard dan wellhead. Dalam operasi pompa, gas dapat mengalir keatas
melalui kabel dan naik ke permukaan menuju switchboard. Gas tersebut bisa
menyebabkan kebakaran sehingga harus dicegah. Oleh karena itu, fungsi junction
box adalah untuk mengeluarkan gas yang naik ke atas. Fungsi lain dari Junction
box adalah sebagai penghubung kabel antara kabel yang berasal dari dalam sumur
dengan kabel yang berasal dari switchboard. Biasanya junction box diletakkan 15
feet dari wellhead karena banyak alat elektronik yang ada di dalamnya. Alat ini
juga sarankan tingginya 2-3 feet dari tanah.

15
Gambar 3.6 Junction Box
(Schlumberger, Reda Pumps)
3. Switchboard

Alat ini merupakan bagian yang penting karena berfungsi sebagai control
dari peralatan pompa electric submersible pump yang berada di bawah permukaan
kemudian dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload prottion
serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara manual ataupun
otomatis apabila terjadi penyimpangan. Switchboard ini dapat digunakan untuk
tegangan dari 440volt sampai 4800 volt.

4. Transformer
Transformer merupakan bagian dari peralatan atas permukaan dari
electric submersible pump yang berfungsi sebagai pengubah tekanan dari primary
voltage menjadi voltage yang disesuaikan dengan kebutuhan dari motor yang
digunakan. Perubahan tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya.
Biasanya tegangan input transformer diberikan tinggi agar didapat ampere yang
rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang

16
besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-
down transformer sampai dengan tegangan yang dibuthkan oleh motor. Pada
switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi mencatat
arus motor vs waktu ketika motor bekerja.

C. Peralatan di Bawah Permukaan


Peralatan dibawah permukaan dari pompa benam listrik terdiri atas
pressure sensing instruments, electric motor, protector, intake, pump unit dan
electric cable serta alat penunjang lainnya.

1. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)


Pressure Sensing Instruments adalah sebuah alat yang mencatat tekanan
dan temperature sumur. Secara umum PSI Unit mempunyai dua komponan pokok
yaitu:
a. PSI Down Hole Unit
Dipasang dibawah motor type upper atau center tandem, karena alat ini
dihubungkan pada wye dari electric motor yang seolah-olah merupakan bagian dari
motor tersebut.
b. PSI Surface Readout
Merupakan bagian dari system yang mengontrol kerja Down Hole Unit
serta menampakkan (Display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit.

17
Gambar 3.7 Pressure Dan Temperature Sensing Instrument
(Schlumberger, Reda Pumps)

2. Electric Motor
Jenis motor Pompa Benam Listrik adalah motor listrik induksi dua kutub
tiga fasa. Motor dipasang pada bagian paling bawah dari rangkaian dan
digerakkan oleh arus listrik yang dikirim melalui kabel. Motor berfungsi untuk
menggerakkan pompa dengan mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik.
Didalam motor terdapat minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik
tinggi.
Fungsi minyak tersebut adalah :
a. Sebagai pelumas
b. Sebagai tahanan (isolasi)
c. Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran
rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

18
Motor terbagi atas 2 bagian yaitu stator (bagian yang diam) dan rotor
(bagian yang bergerak).

Gambar 3.8 Motor Pompa Benam Listrik


(Schlumberger, Reda Pumps)

3. Protector
Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau
Equalizer (ODI). Secara prinsip protector mempunyai empat fungsi utama, yaitu :
1. Melindungi tekanan dalam motor dari tekanan di annulus
2. Menyekat masuknya fluida sumur masuk ke dalam motor
3. Tempat dudukan thurust bearing untuk meredam gaya axial yang
ditimbulkan oleh pompa.
4. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor
sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada saat bekerja dan
saat dimatikan.

19
Gambar 3.9 Jenis Labyrinth Type Protector
(Schlumberger, Reda Pumps)

4. Intake
Intake merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan fluida yang
dimana merupakan saluran masuknya fluida kedalam pompa menuju ke atas
permukaan. Intake juga memiliki beberapa jenis di antaranya standar intake dan
gas separator. Intake dipasang dibawah pompa dengan cara menyambungkan
sumbunya (shaft) memakai coupling. Standar intake biasanya dapat digunakan
pada kondisi gas yang rendah pada suatu sumur produksi, contohnya kurang dari
10% gas content. Sedangkan gas separator dapat dipasang pada kondisi sumur
yang memiliki banyak kandungan gas hal itu di lakukan untuk mencegah
terjadinya gas lock.

20
Gambar 3.10 Jenis Rotary Gas Separator
(Schlumberger, Reda Pumps)

Ada beberapa jenis intake yang sering dipakai, yaitu :


a. Standar Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. “Jumlah gas yang
masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15% dari total
volume fluida. Intake meempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa,
dan dibagian luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring
partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa”.
b. Rotary Gas Separator “bisa memisahkan gas sampai dengan 90%, dan
biasanya dipasang untuk sumur-sumur GLR tinggi. Gas Separator jenis ini
tidak direkomendasi untuk dipasang pada sumur-sumur yang abrasive”.
c. Static Gas Separator yang dipakai untuk memisahkan gas higga 20% yang
biasa juga disebut dengan reserve gas.

21
5. Pump unit

Pompa merupakan alat yang multistages centrifugal yang terdiri dari


impeller dan diffuser, shaft dan juga housing. Di dalam housing terdiri dari
sejumlah stages yang mana di setiap stages terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage pada setiap pompa dapat dikorelasikan dengan head
capacity. Prinsip pada pompa ini yaitu fluida yang masuk kedalam pompa melalui
intake akan diterima melalui stage yang berada di paling bawah dari pompa,
kemudian impeller mendorongnya masuk dan karena adanya proses centrifugal
maka fluida terlempar keluar dan diterima oleh diffuser dan seterusnya sampai
stage yang berada di paling akhir.

Gambar 3.11 Unit Pompa Benam Listrik


(Schlumberger, Reda Pump)

6. Electric Cable

Kabel yang dipakai adalah jenis tiga konduktor. Fungsi utama dari kabel
tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari transfomers sampai ke

22
motor didalam sumur. Kabel harus tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur,
tekanan migrasi gas dan tahan terhadap resapan fluida dari sumur. Sehingga kabel
harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik.

Gambar 3.12 Jenis Cable Flat dan Round


(Afandi, Mohammad Aries, 2001)

Bagian kabel umumnya terdiri dari:


a. Konduktor
b. Isolasi
c. Sarung
d. Jaket

Umumnya ada dua kabel yang biasa dipakai di lapangan, yaitu:


a. Temperatur rendah
Dianjurkan untuk pemasangan pada sumur dengan maximum 200ºF

23
b. Temperatur tinggi
Dianjurkan untuk pemasangan pada sumur dengan temperatur yang cukup tinggi
sampai mencapai mencapai 400ºF. Untuk sumur bersuhu tinggi (lebih 250ºF) perlu
dipasang epoxy untuk melindungi kabel, O-ring dan seal.

7. Check valve
Check valve digunakan untuk menjaga fluida agar tetap berada di atas
pompa, check valve ini dipasang pada tubing (2-3 joint) di atas pompa. Jika check
valve tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan
melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas
akan mengalami back flow itu membuat putaran dari impeller berbalik arah dan
dapat menyebabkan kerusakan pada motor.

8. Bleeder valve
Bleeder valve ini dipasang satu joint di atas check valve yang berfungsi
untuk mencegah minyak keluar pada saat tubing di cabut. Fluida tersebut akan
keluar melalui bleeder valve.

9. Centralizer
Centralizer digunakan untuk menjaga kedudukan dari pompa agar tidak
bergeser atau agar pompa selalu berada ditengah - tengah pada saat pompa sedang
beroperasi. Sehingga dapat mencegah kerusakan kabel karena gesekan yang
terjadi.

3.5 Tahap design Electrical Submersible Pump


Dalam melakukan perencanaan desain ESP terdapat beberapa tahapan
perhitungan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pump Intake
Besarnya intake pressure akan berpegaruh terhadap besarnya gas yang ikut
terproduksi, axial thrust, dan jenis aliran fluida ke dalam pompa yang akan
berpengaruh terhadap kinerja pompa ESP dan gross fluida yang diproduksikan.
Besarnya pump intake pressure dapat dihitung dengan persamaan:

24
Perbedaan Kedalaman = Midperfo – PSD...............................(3-13)
Perbedaan Tekanan = Perbedaan Kedalaman x Gf..................(3-14)
PIP = Pwf −¿ ) (3-15)

dimana:
PIP = Pump Intake Pressure, psi
Gf = Gradien Fluida, psi/ft
PSD = Pump Setting Depth, ft
Midperfo = Mid Perforasi, ft

2. Perhitungan Total Dynamic Head (TDH)


Dalam menentukan jumlah pump stages yang diinginkan, total head yang
ditanggulangi pompa ESP harus ditentukan. Ini disebut dengan total dynamic head
(TDH) dan ini merupakan jumlah dari komponen dibawah ini, semuanya ditunjukan
dalam satuan panjang :
a. Tekanan kepala sumur pada laju produksi cairan tertentu
b. Net hidrostatik pressure yang terjadi pada pompa
c. Frictional pressure dropyang terjadi pada rangkaian tubing pada laju alir
tertentu.
Istilah kedua sama dengan persamaan level dinamis cairan pada kedalaman
vertical sebenarnya (TVD), fluida level pada kedalam didalam anulus casing
stabil selama produksi dengan laju alir yang diinginkan. Hal ini mudah untuk
ditemukan dari nilai pump intake pressure (PIP) diasumsikan bahwa kolom minyak
di anulus terdapat diatas pump setting depth:

PIP
FOP = ........................................................................... (3-16)
grad l

H D=PSD−FOP ......................................................................(3-17)

dimana:

25
FOP = Fluid Over Pump, ft
HD = Vertical Lift, ft
grad l = Gradien Liquid, psi/ft

Harus dicatat, bahwa umumnya pompa diatur dibawah kedalaman ini.


Aturan yang praktis adalah minimal 500 ft dari cairan diatas pompa (fluid over
pump, FOP), batas lainnya adalah kedalaman sandface (perforasi). Alasannya
adalah dalam instalasi konvensional motor harus diatur diatas kedalaman sandface
untuk meyakinkan kecepatan cairan yang dibutuhkan untuk pendinginan yang baik.
Frictional head loss pada rangkaian tubing dapat diperkirakan dari Gambar 3.4,
dimana kehilangan pada pipa sepanjang 1000ft, Δhfr, diplot versus laju cairan.
Total frictional head loss pada rangkaian tubing diketahui dengan :

H f = Friction Loss x PSD........................................................(3-18)

Dan untuk menghitung tubing head, berikut persamaannya:

Tubing Pressure ( psi)


HT = .....................................................(3-19)
Gf

Dan untuk menghitung Total Dynamic Head dari persamaan diatas ialah:

TDH = H D + H F + H T .............................................................(3-20)

dimana:
H F = Tubing Friction Loss, ft
H T = Tubing Head Pressure, ft

Pemilihan pompa ESP yang baik untuk operasi pada sumur tertentu
menyangkut beberapa hal yaitu :
a. Menentukan seri pompa (outside diameter) yang akan digunakan

26
b. Memilih tipe pompa yang dibutuhkan/diinginkan
c. Mengitung jumlah stages yang diburuhkan, juga
d. Mengecek kemampuan mekanik pompa yang dipilih
3. Tingkat pompa
Setelah TDH dihitung, maka tahap selanjutnya adalah menghitung tingkat
pompa. Tingkat pompa dapat didefinisikan sebagai berikut,

TDH
Stage = .................................................................(3-21)
haed / stage

dimana:
TDH = Total Head Pompa, ft
Head/Stage = Beban yang diterima pompa tiap satu stage

4. Kemampuan Pompa
Sebelum pompa digunakan, terlebih dulu harus dilihat kemampuan mekanik
dari pompa agar tidak melebihi beban pada shaft atau housing pompa yaitu yang
telah ditetapkan oleh pabrik pembuat pompa.

BHP
BHP pump = stage γ l...........................................................(3-22)
stage

dimana:
BHP/stage = Daya yang dibutuhkan untuk menggerakan satu pump stage, HP/stage
Stages = Jumlah stage pada pompa yang dipilih.
Γl = Specific Gravity cairan yang terproduksi.

Harus dipertimbangkan internal pressure dari housing pompa dengan


internal pressure maksimum, yaitu ketika pompa berada pada maksimum head.

5. Memilih Motor
Dalam memilih motor yang akan digunakan, hal yang harus diperhatikan

27
adalah :
a. Motor yang tepat (diameter luar Seri)
b. Daya motor yang diperlukan
c. Kombinasi antara kuat arus (ampere) dan tegangan (voltage) yang baik
Berikut persamaan untuk menghitung kecepatan fluida pendingin motor :

,
ql
vl =0.0119 2 2 ............................................................(3-23)
ID c −ODm

dimana:
q, l = Laju alir cairan di tempat (in-situ), bpd
IDc = Diameter dalam, rangkaian casing, inch
OD m = Diameter luar motor, inch

Kebutuhan kuat arus motor secara aktual dihitung dari data rancangan pada
motor yang dipilih dan daya yang diperlukan oleh sistem seperti diberikut :

BHP system
I = I np ........................................................................(3-24)
HP np

dimana:
I np = Rancangan arus pada motor, amps
HP np = Daya input pada motor, HP
BHPsystem = Daya yang dibutuhkan sistem ESP, HP

6. Penentuan Kabel
Dalam penentuan kabel yang harus diperhatikan adalah jenis kabel, bahan
kabel dan ukuran kabel dengan mempertimbangkan semua kondisi operasional
ESP. Tahanan total dari kabel (dalam ohm) pada temperatur sumur dihitung dari
persamaan:

28
Lc r
RT = [ 1+0.00214 ( BHT −77 ) ]..........................................(3-25)
1000

dimana:
Lc = Panjang Kabel, ft
r = Tahanan Konduktor pada 77ºF, ohm/1000ft
BHT = Temperatur dasar sumur, ºF

Kehilangan daya pada kabel (satuan Kw) dihitung dari tahanan kabel dan
arus motor :

2
∆ Pc =
3l Rt
............................................................................(3-26)
1000

dimana:
I = Arus yang diperlukan motor, amp

7. Pemilihan Switchboard dan Temperatur


Ketika menentukan switchboard dan transformers, informasi yang paling
penting adalah daya maksimum yang dibutuhkan sistem ESP di permukaan. Ini
dapat diperoleh dari tegangan permukaan yang dibutuhkan dan arus motor.
Tegangan permukaan terdiri dari tegangan yang dibutuhkan terminal motor
(pada rancangan/nameplate) ditambah penurunan tegangan disepanjang kabel
daya. Untuk menghitung kilo volt ampere menggunakan persamaan:

1.73 x tegangantotal x l
KVA = ...............................................(3-27)
1000

dimana:
KVA = Kilo volt ampere
I = Arus yang diperlukan motor, ampere

29
Pemilihan switchboard harus melebihi nilai tegangan total, kebutuhan
daya motor serta beban pada motor. Pemilihan transformer harus memperhatikan
nilai total KVA dimana trsnsformer yang akan digunakan memiliki daya melebihi
nilai total KVA

3.6 Kelebihan dan kekurangan ESP


Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pompa esp,
A. Kelebihan ESP
a. Dapat beroperasi pada sumur yang dalam
b. Mampu mengangkat fluida dalam jumlah besar
c. Dapat memisahkan gas yang mungkin mengganggu proses pengisapan
d. Sesuai dipergunakan pada sumur-sumur yang mempunyai PI tinggi
e. Sesuai dipasang pada sumur-sumur miring karena tidak ada bagian- bagian
bergerak
f. Peralatan relative kecil jika dibandingkan dengan laju produksi yang
diperoleh

B. Kekurangan ESP
1. Biaya pertama pemasangan ESP relative lebih mahal dibanding Artificial
lift lainnya
2. Kurang baik pada sumur yang memiliki problem kepasiran.
3. Menimbulkan emulsi
4. Mempercepat terjadinya water coning

30
31

Anda mungkin juga menyukai