Anda di halaman 1dari 39

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reservoir

Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon

(minyak dan gas) dan air. Proses akumulasi minyak bumi di bawah permukaan

haruslah memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir

minyak bumi. Unsur-unsur yang menyusun reservoir adalah sebagai berikut :4)

1) Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak bumi,

gas bumi atau keduanya. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan

yang porous dan permeable.

2) Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat

impermeable, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir, sehingga

berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.

3) Perangkap (trap), merupakan suatu unsur pembentuk reservoir yang

mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya

merupakan bentuk concave ke bawah dan menyebabkan minyak serta gas

bumi berada di bagian teratas reservoir.

2.1.1 Jenis-Jenis Reservoir Minyak

1. Reservoir Minyak Jenuh

Reservoir minyak jenuh adalah reservoir dimana cairan (minyak) dan gas

terdapat bersama-sama dalam keseimbangan. Keadaan ini bisa terjadi pada P dan

T reservoir terdapat di bawah garis gelembung (lihat titik B pada Gambar 2.1).

5
titik awal dari tekanan reservoir berada di bawah titik Pbnya, sehingga fluida

reservoir ada dua fasa yaitu fasa gas dan minyak (sebagai fasa cair). Penurunan

tekanan akan merubah harga GOR produksi sebagai akibat terbebaskannya gas

dari larutan.

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fluida Reservoir Minyak4)

2. Reservoir Minyak Tak Jenuh

Reservoir minyak dikatakan tak jenuh apabila dalam reservoir hanya

mengandung satu macam fasa saja yaitu cairan (minyak). Keadaan ini dapat

terjadi bila tekanan reservoirnya lebih tinggi dari tekanan gelembungnya, seperti

terlihat pada Gambar 2.1, yaitu titik D. Pada resevoir tak jenuh cenderung

mengandung komponen berat yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan

reservoir minyak jenuh sehingga hasil yang diperoleh di permukaan berlainan.

6
2.1.2 Karakteristik Batuan Reservoir

1 .Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang pori-pori

(pore volume) dengan volume batuan total (bulk volume). Besar kecilnya porositas

suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir.

2. Permeabilitas

Permeabilitas batuan merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan suatu

batuan porous untuk mengalirkan fluida.

3 Saturasi

Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-

pori total pada suatu batuan berpori.

4. Wettabilitas

Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi

oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tidak saling bercampur

(immisible).

5. Kompresibilitas

Terdapat tiga konsep tentag kompresibilitas batuan, yaitu :

7
a. Kompresibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material

padatan (grain) terhadap satuan perubahan tekanan.

b. Kompresibilitas bulk, yaitu fraksi perubahan volume dari atuan terhadap

satuan perubahan tekanan.

c. Kompresibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori dari

batuan terhadap satuan perubahan tekanan.

2.1.3 Karakteristik Fluida Reservoir

1. Densitas Minyak

Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak terhadap

volume minyak.

2. Viskositas Minyak

Viskositas minyak didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak

terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran

tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir.

3. Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume minyak

dalam barrel pada kondisi standar yang ditempati oleh satu stock tank

barrel minyak termasuk gas yang terlarut.

4. Kelarutan Gas dalam Minyak

Kelarutan gas dalam minyak didefinisikan sebagai banyaknya

volume gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan

dan temperatur reservoir

8
2.2 Parameter Dasar Sumur Continuous Flow Gas Lift

Beberapa parameter dasar yang harus dipahami sebelum merencanakan

suatu sumur continuous flow gas lift antara lain adalah produktivitas sumur,

Inflow Performance Relationship (IPR), gradien tekanan statis cairan, gradien

tekanan gas, dan temperatur di dalam sumur.

2.2.1 Produktivitas Sumur

Produktivitas sumur adalah ukuran kemampuan suatu reservoir untuk

memproduksikan minyak, dinyatakan dalam “Productivity Index” atau PI. PI

tetap, jika yang mengalir fluida satu fasa (P >Pb) dan PI tidak tetap, jika yang

mengalir dua fasa (P < Pb).

Secara definisi PI adalah perbandingan antara laju aliran produksi (Q)

sumur pada suatu harga tekanan aliran di dasar sumur (Pwf) dengan tekanan statis

formasi (Pst). PI merupakan indeks yang digunakan untuk menyatakan

kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada kondisi tertentu secara

kualitatif. Selisih antara tekanan sumur pada keadaan static (Pst) dan tekanan

dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf) dikenal dengan istilah Drawdown

Pressure (Pst-Pwf), sehingga PI sumur dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut :

q test
PI = , BPD/psi ......................................................................(2.1)
PR−Pwf

atau

9
0.007082.ko.h
PI = re , bbl/hari/psi.........................................................(2.2)
μo.βo.ln 0.472.
rw

Dari persamaan diatas dapat dianggap bahwa harga PI selalu tetap untuk

setiap harga tekanan alir dasar sumur (Pwf). Persamaan tersebut tidak dapat

dipenuhi bila terdapat gas dalam aliran fluida. Gas tersebut akan dijumpai pada

kondisi dimana tekanan reservoir lebih kecil atau sama dengan tekanan titik

gelembung minyak (PR ≤ PB). Pada kondisi ini PI tidak dapat ditentukan dengan

persamaan diatas dan harga PI untuk setiap harga Pwf akan selalu berubah. Untuk

aliran dua fasa (cair dan gas) harga PI dinyatakan dengan persamaan berikut :

dqo
PI = − , BPD/psi ...........................................................................(2.3)
dPwf

2.2.2 Inflow Performance Relationship (IPR)

Untuk perencanaan metode produksi suatu sumur ataupun untuk melihat

kelakuan suatu sumur selama berproduksi, hubungan antara kapasitas produksi

minyak (qo) dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf) biasanya digambarkan secara

grafis dan disebut sebagai grafik Inflow Performance Relantionship (IPR). Pada

sumur-sumur minyak, IPR sering digunakan dengan dua metode yaitu Metode

Vogel dan Metode Standing.

1. Metode Vogel

 Metode Vogel Untuk Reservoir Jenuh

Pembuatan IPR untuk saturated reservoir dengan metode ini tidak

memperhatikan faktor kerusakan formasi dengan demikian flow

10
efficiency (FE) dianggap 1.0 (satu). Secara matematis, persamaan untuk

membuat IPR ditulis sebagai berikut : 1:47)

Qo Pwf Pwf2
= 1 − 0.2 − 0.8 ......................................... (2.4)
Qomax Pr Pr2

 Metode Vogel Untuk Reservoir Tidak Jenuh (Kondisi Pwf test ≥ Pb)

Pada kondisi ini, IPR yang linier dapat dibuat dengan menggunakan

productivity index konstan yang diperoleh dari data tes dan dapat dicari

dengan persamaan : 1:54)

Qo test Qb
PI = = ................................................... (2.5)
Pr−Pwf test Pr−Pb

Sehingga laju alir pada kondisi bubble point dapat dicari dengan

persamaan :

Qb = PI (Pr − Pb) ..............................................................(2.6)

Sedangkanuntuk IPR yang melengkung dapat dicari dengan

menggunakan persamaan : 1:54)

PI x Pb Pwf Pwf2
Qo = Qb + [1 − 0.2 − 0.8 ] ................... (2.7)
1.8 Pb Pb2

11
Gambar 2.2 Inflow Performance Relationship

2. Metode Standing

Modifikasi persamaan Vogel dilakukan oleh Standing dengan

memperhatikan flow efficiency (FE) dan digunakan dalam pembuatan

IPR. Pada umumnya, harga FE diperoleh dari pressure build up test

(PBU test).

Bila didefinisikan :

Pwf
y=1− ............................................................................. (2.8)
Pr

Maka akan diperoleh persamaan dari metode Standing sebagai berikut :


:60)

Qo
= 1.8(FE)(y) − 0.8(FE)2 (y)2 ..............................(2.9)
Qomax

12
Persamaan (3.20) diatas digunakan untuk membuat IPR pada kondisi

saturated reservoir (Pr ≤ Pb). Sedangkan pembuatan IPR Standing pada

kondisi undersaturated reservoir(Pr >Pb) menggunakan persamaan

berikut : 1:64)

PI x Pb
Qo = Qb + [1.8(FE)(y) − 0.8(FE)2 (y)2 ] ...... (2.10)
1.8(FE)

Persamaan ini digunakan pada undersaturated reservoir dengan kondisi

Pwf test > Pb. Apabila Pwf tes< Pb maka persamaan modifikasi Standing

yang digunakan untuk membuat IPR adalah dengan memodifikasi

persamaan menjadi persamaan berikut : 1:64)

Qo
PI = Pb ........................... (2.11)
(Pr−Pb)+ [1.8(FE)y−0.8(FE)2 y2 ]
1.8(FE)

2.2.3 Gradien Tekanan Cairan

Gradien tekanan cairan adalah besarnya perubahan tekanan terhadap setiap

perubahan kedalaman sumur, yang biasanya dinyatakan dalam Psi/ft. Sehingga

tekanan cairan dapat ditentukan sebagai berikut :

psi
Tekanan = gradien tekanan ( ft ) x kedalaman vertikal(ft) .......... (2.12)

13
2.2.4 Tekanan Kolom Gas

Hal yang sama dengan cairan, karena berat kolom vertikal gas maka tekanan

gas akan selalu berbeda pada setiap kedalaman sumur. Tekanan pada suatu

kedalaman yang bertambah karena adanya berat kolom gas.

2.2.5 Temperatur di Dalam Sumur

Temperatur sama seperti tekanan, semakin dalam temperatur semakin besar.

Hal ini penting diperhatian sebab tekanan sangat dipengaruhi oleh temperatur.

Sebuah katup gas lift yang telah diset tekanan buka atau tutupnya di permukaan

tekanan setting-nya akan berubah pada saat katup tersebut di pasang dalam sumur

katup tersebut dioperasikan.

2.3 Metode Produksi Gas Lift

2.3.1 Prinsip Sumur Gas Lift

Pada prinsipnya metode produksi sembur buatan (gas lift) adalah suatu cara

produksi dari metode artificial lift dengan menggunakan gas bertekanan tinggi

yang diinjeksikan ke dalam tubing melalui annulus casing. Sehingga

menyebabkan densitas cairan di dalam tubing menurun dan gradien tekanan di

dalam kolom tubing berkurang, akhirnya timbul perbedaan tekanan antara Pr dan

Pwf yang biasa disebut dengan drawdown yang lebih besar dari sebelumnya.

Dengan demikian mengakibatkan mengalirnya fluida dari reservoir ke

permukaan. Untuk menjelaskan hal tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut:

14
A B C

Gambar 2.3 Prinsip Sumur Gas Lift

1. Gambar A

Sumur tidak mampu lagi mengangkat cairan ke permukaan tetapi masih

mampu mengangkat cairan sampai ketinggian h1. Dimana ketinggian ini

sebanding dengan tekanan reservoir (Pr) dan pada keadaan seperti ini tekanan

akan sama dengan tekanan statis dasar sumur (SBHP), sehingga tidak terjadi

aliran fluida.

2. Gambar B

Gas bertekanan tinggi diinjeksikan ke dalam annulus casing sampai ujung

rangkaian tubing pada suatu kedalaman tertentu. Cairan yang tadinya berada di

kolom annulus terdorong masuk ke dalam tubing, sehingga tinggi cairan pada

15
kolom tubing naik menjadi h2. Oleh karena itu, maka tekanan dasar sumur akan

menjadi lebih besar dari tekanan reservoir dan pada keadaan seperti ini sangat

mungkin akan terjadinya aliran balik ke reservoir.

3. Gambar C

Bila gas terus diinjeksikan dengan rate tertentu, maka gas akan masuk dan

tercampur dengan cairan di kolom tubing, sehingga gradien tekanan cairan di

dalam tubing berkurang yang besarnya ditentukan oleh GLR di kolom tubing.

Apabila keadaan ini dapat terpenuhi, maka akan mengakibatkan tekanan alir di

dasar lubang sumur (FBHP) lebih kecil dari tekanan reservoir (Pr) maka akan

terjadi aliran dari reservoir ke lubang sumur secara terus-menerus, sehingga dapat

berprodulsi kembali.

2.3.2 Instalasi Sumur Gas Lift

Berdasarkan instalasinya, maka sumur gas lift dapat dibedakan :

Gambar 2.4 Tipe Instalasi Sumur Gas Lift2)

16
1. Open Installation

Open Installation gas lift atau gas lift instalasi terbuka adalah intalasi yang

dilengkapi dengan katup gas lift, tetapi tidak memakai packer dan standing valve.

Tipe instalasi ini digunakan pada sumur – sumur yang mempunyai PI dan BHP

tinggi.

2. Semi Closed Installation

Semi closed installation gas lift atau gas lift instalasi setengah tertutup

adalah instalasi gas lift yang dilengkapi dengan katup gas lift dan dipasang packer

pada annulus paling bawah, tetapi tanpa standing valve. Instalasi ini dapat dipakai

pada sumur yang PI-nya cukup tinggi, tetapi BHP-nya rendah. Packer dalam

instalasi ini berfungsi antara lain:

 Mencegah pengaruh tekanan gas injeksi di annulus, yang dapat

menekan cairan kembali ke dalam formasi

 Jika pada suatu saat sumur tersebut mati atau ditutup karena alasan

tertentu, maka cairan dari formasi tidak mengisi kolom casing

3. Closed Installation

Closed installation gas lift atau gas lift instalasi tertutup adalah instalasi

yang memakai katup gas lift dilengkapi dengan standing valve pada tubing dan

packer pada annulus di bawah katup gas lift yang paling bawah. Standing valve

disini berfungsi sebagai penahan masuknya gas yang diinjeksikan ke dalam

17
sumur. Instalasi ini digunakan pada kondisi sumur yang PI-nya rendah dan BHP-

nya rendah.

2.3.3 Berdasarkan Cara Penginjeksian Gas

Pertimbangan utama dalam penentuan suatu sistem injeksi gas yang dipakai

adalah berdasarkan pada besarnya SBHP (Static Bottom Hole Pressure) dan PI

(Productivity Index). Dari Tabel 2.1 berikut dapat sebagai pertimbangan dalam

penentuan sistem injeksi gas untuk sumur yang akan diproduksikan secara sembur

buatan.

Tabel 2.1 Penentuan Sistem Injeksi dan Tipe Instalasi

PI SBHP Sistem Injeksi Tipe Instalasi

Tinggi Tinggi Continuous Semi Closed

Tinggi Rendah Intermitten Closed

Rendah Tinggi Intermitten Semi Closed

Rendah Rendah Intermitten Closed

Adapun PI disebut tinggi apabila PI > 0.5 bpd/psi, sedangkan dianggap

rendah apabila PI < 0.5 bpd/psi. Begitu juga dengan SBHP, dikatakan tinggi

apabila tekanan statik tersebut dapat mengangkat kolom cairan di lubang sumur

secara alami lebih besar atau sama dengan 70% dari kedalaman sumur. Bila

kolom cairan yang terangkat kurang dari 70% dan terendah 40% dari kedalaman

sumur, maka SBHP sumur dikatakan rendah.

18
1. Continuous Flow Gas Lift

Dalam continuous flow gas lift, gas bertekanan tinggi diinjeksikan ke dalam

tubing secara teru-menerus sehingga menurunkan harga tekanan alir pada dasar

sumur dan sumur tersebut dapat mengalirkan fluida yang ada di dalam reservoir.

Prosesnya hampir sama dengan sembur alam, yang berbeda adalah adanya

dua gradien tekanan alir di kolom tubing yaitu gradien tekanan alir di atas titik

injeksi (Gfa) dimana GLR-nya adalah GLR formasi ditambah dengan jumlah gas

yang diinjeksikan, dan yang kedua adalah gradien tekanan alir di bawah titik

injeksi (Gfb) yang merupakan GLR formasi murni dari sumur.

Gambar 2.5 Ilustrasi Continuous Flow Gas Lift Well

19
Dari ilustrasi sumur continuous flow gas lift tersebut, jika gradien tekanan

alir di bawah titik injeksi dan gradien tekanan alir di atas titik injeksi diasumsi,

maka untuk menentukan FBHP dapat dengan persamaan berikut:

𝐹𝐵𝐻𝑃 = 𝑃𝑡 + 𝐺𝑓𝑎 (𝐿) + 𝐺𝑓𝑏 (𝐷 − 𝐿) ................................................ (2.12)

Keterangan :

FBHP = tekanan alir dasar sumur, psi

Pt = tekanan tubing, psi

Gfa = gradien tekanan alir di atas titik injeksi, psi/ft

Gfb = gradien tekanan alir di bawah titik injeksi, psi/ft

L = kedalaman titik injeksi, ft

D = kedalaman total sumur, ft

2. Intermittent Flow Gas Lift

Intermittent gas lift digunakan pada sumur–sumur dengan volume fluida

rendah atau sumur–sumur yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :

 Productivity Index (PI) tinggi, tekanan statis dasar sumur (Ps) rendah

 Productivity Index (PI) rendah, tekanan statis dasar sumur (Ps) rendah

Intermittent flow adalah metode siklus produksi dimana antara periode

produksi dengan periode penutupan ditentukan secara berurutan dengan masing-

masing periode waktu. Siklus tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut:

20
A B C D

Gambar 2.6 Siklus Intermittent Flow Gas Lift

1. Gambar A

Timer controller dan operating gas lift valve, keduanya dalam posisi

tertutup sedangkan standing valve di ujung rangkaian tubing terbuka dan cairan

dari formasi masuk ke dalam tubing sampai di atas operating valve sampai pada

ketinggian tertentu (sesuai SBHP), dan dalam periode waktu tertentu (sesuai PI),

artinya cairan akan terakumulasi di kolom tubing. Periode ini disebut dengan

periode penutupan.

21
2. Gambar B

Timer controller terbuka, gas injeksi mengalir dan operating valve juga

terbuka. Gas injeksi dengan rate yang relatif besar dengan cepat masuk ke dalam

tubing di bawah kolom cairan melalui operating valve, maka cairan akan

terdorong ke permukaan. Pada saat yang besamaan, standing valve tertutup

sehingga gas injeksi dalam tubing terhalang masuk formasi. Periode ini disebut

juga periode produksi.

3. Gambar C

Timer controller menutup, tetapi operating valve masih terbuka karena

tekanan dalam casing masih besar. Setelah cairan terdorong sampai ke permukaan

, maka tekanan casing turun sampai operating valve tertutup dan standing valve

terbuka. Periode ini disebut juga dengan periode stabilisasi.

4. Gambar D

Timer controller dan operating valve keduanya menutup. Gas injeksi dan

cairan dalam tubing telah masuk ke flowline sehingga tekanan kepala sumur akan

sama dengan tekanan separator, dan standing valve akan terbuka, maka cairan

dari formasi kembali masuk ke dalam tubing. Proses tersebut akan kembali

berulang dari posisi A.

22
2.3.4 Berdasarkan Penempatannya

Katup gas lift pada kondisi operasi di dalam sumur ditempatkan atau

didudukkan pada mandrel dan menurut penempatannya katup gas lift dibedakan

menjadi dua macam, conventional valve dan retrievable valve.

1) Conventional Valve

Conventional gas lift valve ditempatkan atau didudukkan pada mandrel

jenis conventional yaitu katup yang diletakkan diantara tubing dan casing pada

rangakaian tubing. Saat katup akan dicabut karena adanya kerusakan katup

maupun perencanaan ulang terhadap katup, maka katup akan dicabut bersamaan

dengan rangakaian tubing.

2) Retrievable Valve

Untuk katup jenis ini ditempatakan pada side pocket mandrel (SPM) yaitu

sebuah mandrel yang mempunyai dudukan katup di dalamnya dan dibuat

sedemikian rupa sehingga tidak akan mengurangi inside diameter (ID) tubing

tersebut. Kemudian apabila katup akan dicabut, cukup hanya mencabut katup

yang dikehendaki dengan sebuah alat wire line unit.

2.3.5 Berdasarkan Pengatur Tekanan Operasinya

Berdasarkan pengatur tekanan opersinya, gas lift valve dibedakan menjadi

dua macam, casing pressure operated dan tubing pressure operated (fluid

operated valve).

23
1) Casing Pressure Operated Valve

Pada dasarnya valve ini akan bekerja karena pengaruh tekanan casing

sebagai faktor yang dominan, namun tekanan tubing juga mempunyai pengaruh.

Casing operated valve ini masih dibedakan lagi menjadi dua jenis yaitu unbalance

valve dan balance valve.

a. Unbalance Valve

Pada valve jenis ini, tekanan casinglah yang paling dominan berpengaruh

untuk membuka dan menutupnya valve. Akan tetapi pengaruh tekanan tubing

terhadap port valve juga tetap ada. Artinya pada valve jenis ini akan terjadi

perbedaan tekanan kerja antara saat valve akan terbuka dengan valve akan tertutup

atau sering disebut Spread (P).

b. Balance Valve

Mekanisme kerja membuka dan menutupnya valve ini adalah sepenuhnya

merupakan pengaruh tekanan casing, sedangkan tekanan tubing relatif tidak

berpengaruh. Oleh karena itu, dalam hal ini tidak terdapat perbedaaan tekanan

antara saat valve akan membuka dan saat valve akan menutup.

24
Gambar 2.7 Balanced Casing Pressure Operated Valve2)

2) Tubing Pressure Operated Valve

Konstruksi valve ini hampir sama dengan casing pressure operated valve,

tetapi tekanan tubing akan bekerja pada luas permukaan valve yang lebih besar

(bellow), sedangkan tekanan casing bekerja pada permukaan valve yang lebih

kecil (port valve).

Gambar 2.8 Fluid Operated Valve2)

25
2.4 Perencanaan Sumur Continuous Flow Gas Lift

2.4.1 Penentuan Titik Injeksi (POI)

1. Buat skala pada kertas grafik untuk kedalaman pada sumbu tegak dan

tekanan pada sumbu datar, dengan titik nol berada di ujung kiri atas.

2. Buat garis gradien statik dengan menarik garis Pwh di permukaan

sampai kedalaman tertentu.

3. Plot tekanan operasi gas injeksi (Pso = Pko – 100) dan buat dari garis

kedalaman nol.

4. Lalu buat GLR formasi dengan menghubungkan kedalaman dengan

tekanan. Kedalaman yang diambil adalah titik di atas kedalaman

tengah perforasi. Tekanan dapat dibaca dari kurva pressure traverse.

5. Tentukan titik POB dengan melihat perpotongan garis Pso dengan

garis GLR formasi.

6. Kurangi titik POB dengan 100 psi pada GLR formasi, maka ini

merupakan point of injection (POI).

7. Buat kurva gradien tekanan alir minimum tubing di atas titik gas

injeksi, di mulai dari tekanan kepala sumur (Pwh) dengan

menggunakan grafik vertical pressure gradient menggunakan GLR

yang sesuai sehingga dapat bertemu pada titik injeksi gas (POI) dan

GLR yang sesuai tersebut merupakan GLR total.

2.4.2 Penentuan Jumlah Gas yang Diinjeksikan

Untuk menentukan banyaknya gas yang diinjeksikan maka dapat digunakan

persamaan :

26
𝑄𝑔𝑖 = 𝑄𝑙 (𝐺𝐿𝑅𝑇 − 𝐺𝐿𝑅𝑓 ) ...................................................................... (2.13)

Keterangan :

Qgi = laju alir gas yang diinjeksikan, mscfd

Ql = laju alir produksi yang diharapkan, stb/d

GLRT = Gas Liquid Ratio (GLR) total (GLR di atas titik injeksi),

scf/stb

GLRf = Gas Liquid Ratio (GLR) formasi (GLR di bawah titik

injeksi),scf/stb

2.4.3 Penentuan Spasi Valve

Prosedur dalam penentuan spasi katup (jarak antara katup) secara grafis

adalah sebagai berikut :

1) Dari titik Pwh, tarik garis killing fluid gradients sampai berpotongan

dengan garis Pso+50 psi.

2) Dari titik perpotongan tersebut, tarik garis mendatar sampai

berpotongan dengan garis flowing pressure gradient di atas titik

injeksi, titik ini merupakan kedalaman valve pertama.

3) Selanjutnya dari titik kedalaman pertama, tarik garis sejajar dengan

garis killing fluid gradients sampai memotong garis Pso, kemudian

dari Pso dikurangi 15 psi ditarik garis yang sejajar dengan Pso,

perpotongan garis tersebut merupakan kedalaman valve kedua.

4) Ulangi seperti langkah ke-3 untuk menentukan letak kedalaman valve

yang berikutnya.

27
2.4.4 Penentuan Ukuran Port dan Tekanan Buka Tutup Valve

Ukuran port katup ditentukan dengan menggunakan grafik pada Lampiran

8, dengan mengetahui upstream pressure (Pc), downstream pressure, dan laju gas

throughput-nya, maka ukuran port-nya (orifize size) dapat diketahui.

Tekanan buka tutup valve ditentukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Tentukan opening pressure (Po) pada tiap-tiap kedalaman valve dari garis Pso

2) Tentukan tubing pressure (Pt) pada tiap kedalaman valve, dapat dibaca dari

garis GLR total.

3) Tentukan closing pressure atau dome pressure (Pbt) pada tiap kedalaman

valve, dengan persamaan :

𝑃𝑏𝑡 = 𝑃𝑜 (1 − 𝑅) + 𝑃𝑡 𝑥 𝑅 ........................................................... (2.14)

(R = Ap/Ab, dapat diketahui dari tabel spesifikasi valve pada Lampiran 10)

4) Tentukan dome pressure pada temperatur 60 ºF, untuk memenuhi Pbt pada

temperatur valve di dalam sumur.

𝑃𝑏 = 𝐶𝑡 (𝑃𝑏𝑡) ................................................................................. (2.15)

(Ct dapat diperoleh dari tabel pada Lampiran 11)

5) Tentukan Test Rack Opening Pressure (Ptro) pada temperature 60 ºF, atau

bisa dihitung dengan persamaan :

28
𝑃𝑏
𝑃𝑣𝑜 = 1−𝑅........................................................................................ (2.16)

dan

𝑃𝑏𝑡
𝑃𝑡𝑟𝑜 @ 𝑑𝑒𝑝𝑡ℎ = (1−𝑅) .................................................................... (2.17)

2.5 Analisis Sistem Nodal pada Sumur Gas Lift

Analisis Sistem Nodal adalah suatu cara yang digunakan untuk menganalisa

sumur-sumur minyak dan gas bumi dalam hal menentukan laju alir fluida sumur

yang optimum. Penggunaan metode ini dilakukan dengan menentukan sebuah titik

(node) untuk diamati pada sumur. Beberapa titik pada sumur yang bisa digunakan

sebagai Pnode dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.9 Kehilangan Tekanan dari Reservoir sampai Permukaan1)

29
Gambar (2.9) menunjukkan hilang tekanan pada media berpori sampai

separator yang dapat digunakan sebagai titik (node) dalam menganalisa sumur.

Beberapa titik ini dapat diurai sebagai berikut :

 ∆P1 = Pr - Pwfs, adalah kehilangan tekanan sepanjang media berpori

 ∆P2 = Pwfs - Pwf, adalah kehilangan tekanan pada completion

 ΔP3 = PUR - PDR, adalah kehilangan tekanan melalui restriksi

 ∆P4 = PUSV- PDSV, adalah kehilangan tekanan melalui safety valve

 ΔP5 = Pwh - PDSC, adalah kehilangan tekanan melalui surface choke

 ∆P6 = PDSC - Psep, adalah kehilangan tekanan pada flowline

 ΔP7 = Pwf - Pwh, adalah total kehilangan tekanan melalui tubing

 ΔP8 = Pwh – Psep, adalah total kehilangan tekanan melalui flowline

Pada umumnya, analisis sistem nodal untuk sumur-sumur gas lift dilakukan

dengan cara memilih wellhead sebagai Pnode. Dengan demikian, akan ada aliran

masuk node dan aliran keluar node sebagai berikut :

2.5.1 Aliran Masuk Node (Inflow)

Aliran masuk node menggambarkan kehilangan tekanan mulai dari dalam

reservoir sampai pada wellhead (Pnode). Dengan demikian, maka kehilangan

tekanan ini dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

𝑃𝑟 − ∆𝑃1 − ∆𝑃2 − ∆𝑃7 = 𝑃𝑤ℎ .............................................................. (2.18)

30
2.5.2 Aliran Keluar Node (Outflow)

Aliran keluar node menggambarkan jumlah dari setiap kehilangan tekanan

pada bagian downstream dari Pnode. Dengan demikian, maka jumlah kehilangan

tekanan ini dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

𝑃𝑠𝑒𝑝 + ∆𝑃6 + ∆𝑃5 = 𝑃𝑤ℎ ....................................................................... (2.19)

2.6 Aplikasi Software Pipesim untuk Metoda Gas Lift

Pipesim merupakan simulator yang dikembangkan oleh Schlumberger

sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang servis di industri

perminyakan. Pipesim dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mengevaluasi,

menganalisa, dan mengoptimalkan suatu kondisi operasi sumuran di lapangan

menggunakan pendekatan dan persamaan yang ada. Dalam perencanaan metoda

gas lift kali ini, penulis akan menggunakan Pipesim edisi 2009. Adapun langkah-

langkah pengoperasiannya adalah sebagai berikut :

2.6.1 Input Data

1) Data-data yang dibutuhkan :

 Fluid Properties (diperoleh dari Lab Test)

 Borehole Detail (diperoleh dari Well Diagram)

 Tubing Detail (diperoleh dari Well Report)

 Test Data (diperoleh dari Production Test)

31
2) Membuka Software Pipesim 2009 melalui shortcut yang ada pada dekstop

atau start menu.

3) Setelah terbuka, klik New Single Branch Model pada tab Well/Pipeline

Models maka akan muncul tampilan seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Tampilan Awal Software Pipesim

Kemudian akan muncul tampilan page New Single Branch Model, seperti

pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Tampilan Page New Single Branch Model

32
4) Pemilihan korelasi fluida menggunakan Black Oil dan pengisian data

Data-data yang dibutuhkan antara lain :

 Kadar Air (WC), %

 GLR atau GOR, scf/stb

 Gas, SG

 Water, SG

 Kondisi bubble point (opsional namun dibutuhkan)

 Kandungan impurities (N2, H2S, CO2 jika tersedia)

Pada Menu “Set Up” pilih “Black Oil” kemudian isikan sesuai data yang

tersedia. Kemudian klik OK.

Gambar 2.12 Tampilan Page Pengisian Black Oil Properties

5) Masukkan icon pada toolbar dengan mengklik lalu tarik ke lembar kerja,

mulai dari Vertical Compeltion, Node, dan Tubing. Lihat Gambar 2.14.

33
Gambar 2.13 Tampilan Lembar Kerja dengan Icon Vertical Completion,
Node, dan Tubing.

6) Pengisian data IPR (contoh menggunakan persamaan Vogel). Dengan

mengklik dua kali pada icon VertWell_1, isikan data yang tersedia,

kemudian klik OK.

Gambar 2.14 Tampilan Page Pengisian Vertical Completion

34
7) Pengisian data tubing dengan mengklik dua kali pada icon Tubing_1. Lanjut

ke tabel Deviation Survey, Geothermal Survey, dan Tubing Configuration,

kemudian klik OK.

Gambar 2.15 Tampilan Page Pengisian Tubing

2.6.2 Desain Sumur Gas Lift

Penggunaan software pipesim berhubungan dengan perencanaan gas lift,

dapat dilakukan untuk sumur baru ( new well), maupun untuk perencanaan ulang

sumur gas lift yang sudah ada (existing well). Tujuannya adalah untuk mencari

kondisi yang paling optimum. Kondisi optimum ini dapat dilakukan dengan cara

menentukan letak katub yang optimum dan atau menentukan laju injeksi yang

optimum untuk mendapatkan laju produksi yang optimum pula. Adapun langkah-

langkah untuk mendesain adalah sebagai berikut :

1) Memilih menu Artifial Lift pada toolbar, kemudian pilih Gas Lift lalu Gas

Lift Design.

35
Gambar 2.16 Tampilan Menu Artifial Lift pada Toolbar

2) Mengisi data pada Design Parameter, kemudian klik Perform Design.

Gambar 2.17 Tampilan Design Parameter pada Gas Lift Design

3) Kemudia akan muncul tampilan Gas Lift Design Summary seperti pada

Gambar 2.19.

36
Gambar 2.18 Tampilan Summary pada Gas Lift Design

4) Kemudian klik Graph, maka akan muncul tampilan Gas Lift Design Graph.

Gambar 2.19 Tampilan Grafik pada Gas Lift Design

37
2.6.3 Analisis Nodal untuk Sumur Gas Lift

1) Pada tampilan seperti Gambar 2.13, klik icon Nodal pada toolbar kemudian

drag dengan Tubing_1 dan tambahkan Connector yang ditarik juga dari

toolbar. Lihat Gambar 2.21.

Gambar 2.20 Tampilan Page Lembar Kerja yang telah ditambah


Nodal dan Connector
2) Kemudian pilih opsi Nodal Analysis pada Operations di toolbar.

Gambar 2.21 Tampilan Operation Nodal Analysis

38
3) Mengisi data pada Nodal Analysis dengan mengisi nilai Outlet Pressure,

kemudian klik Run Model.

Gambar 2.22 Tampilan Nodal Analysis Input

4) Kemudian akan muncul grafik sebagai hasil dari Run Model pada Nodal

Analysis.

Gambar 2.23 Tampilan Grafik IPR

39
Hasil Grafik dari Nodal Analysis seperti pada Gambar 2.23, merupakan

grafik yang digunakan untuk menganalisa apakah kondisi produksi aktual sumur

telah sama dengan kodisi reservoir dan peralatan yang terpasang. Jika nantinya

ditemukan ketidakcocokan maka akan dilakukan proses penyelarasan (matching)

untuk mengetahui letak ketidakcocokan antara kodisi aktual dan simulasi. IPR

(Inflow Performance Relationship) merupakan kurva yang menunjukkan

kemampuan sumur untuk berproduksi dari reservoir ke dalam lubang sumur,

sedangkan VLP (Vertical Lift Performance) adalah kemampuan peralatan

produksi (tubing, pompa benam, dan atau gas lift) untuk menuju permukaan

(wellhead).

2.6.4 Pressure/Temperature Profile

1) Klik Operations pada toolbar, kemudian klik Pressure/Temperature Profile.

Gambar 2.24 Tampilan Pilihan Operations Pressure/Temperature Profile

40
2) Isikan data pada menu Pressure/Temperature Profile kemudian klik Run

Model.

Gambar 2.25 Tampilan Menu Pressure/Temperature Profile

3) Setelah klik Run Model, maka akan tampil grafik seperti pada Gamabar

2.26.

Gambar 2.26 Tampilan Grafik Elevation vs Pressure

41
2.7 Keekonomian

Biaya investasi pada dasarnya hanya dikeluarkan dalam suatu periode

tertentu saja, dan barang-barang investasi tidak akan memiliki nilai lagi

setelah periode waktu tertentu itu. Biaya-biaya investasi dalam perencanaan

produksi sumur minyak merupakan biaya keseluruhan dari pekerjaan

perencanaan sumur tersebut, misalnya :

 Biaya sewa Rig dan Well Service

 Biaya pembelian katup gas lift.

 Biaya stimulasi sumur (jika nantinya diperlukan)

Dari cashflow dan kumulatif cashflow beberapa indikator keekonomian

dapat ditentukan, misalnya:

 Pay Out Time (POT), yaitu panjangnya waktu yang diperlukan

untuk menerima penghasilan bersih yang diakumulasikan, sehingga

jumlah dari penghasilan bersih itu sama dengan jumlah modal yang

diinvestasikan, atau dengan kata lain bahwa POT adalah panjangnya

waktu yang diperlukan untuk memperoleh kembali modal yang

ditanam.

 Net Present Value (NPV) adalah jumlah dari Discounted Cash Flow

pada tingkat bunga pinjaman ditambah dengan interest risk.

 Rate Of Return (ROR) disebut juga Rate On Investment (ROR).

ROR didefinisikan sebagai besar bunga yang menyebabkan harga

dari seluruh pendapatan itu digandakan untuk suatu waktu tertentu,

42
sehingga jumlah Discounted Cash Flow (DCF) = Investasi. ROR

ditentukan secara trial & error.

Suatu proyek akan bernilai ekonomis apabila memberikan harga POT

sekecil mungkin, NPV yang besar, dan ROR sebesar mungkin yang besarnya jauh

lebih besar dari bunga bank.

43

Anda mungkin juga menyukai