Teori Dasar
11
oleh Gilbert pada tahun 1954 tapi analisa ini baru intensif digunakan pada tahun
1980an.
Hal dasar yang diperlukan untuk analisa optimasi sumur dengan analisa
sistem nodal adalah Inflow Performance Relationship (IPR) sumur pada kondisi
terkini. Data well test yang akurat harus didapatkan dan IPR dapat dibuat sehingga
analisa sukses dilakukan. Kemudian model dari komponen-komponen sumur
dapat digunakan untuk memprediksi performa sumur. Pada gambar 3.1.
diperlihatkan detail flowing well system yang berawal dari reservoir diteruskan
sampai ke separator.
Gambar 3.1. Kemungkinan Pressure Losses Dalam Sistem Sumur yang Lengkap
(Brown, Kermit E., 1977)
12
Secara khusus, PI didasarkan pada gross liquid production, tapi ada juga
yang berdasarkan dengan rate produksi minyak (qo). Secara matematis bentuknya
dapat dituliskan sebagai berikut :
PI J
q
Ps Pwf
................................................................................. (3-1)
dimana :
q
Ps
Pwf
qo
Bila Ps Pwf pada persamaan 3-2 dipindah ruas maka akan diperoleh nilai PI,
qo
7.082 x10 -3 k o h
r
Ps Pwf
Bo o ln e
rw
............................................................. (3-3)
13
Pwf Ps
q
PI
........................................................................................... (3-4)
14
15
P
1 0.2 wf
Ps
P
0.8 wf
Ps
............................................................ (3-5)
J 1 k ro
J 2 o B o
k ro
o Bo
..................................................................... (3-6)
Dengan perhitungan material balance untuk reservoir bertenaga pendorong gas
terlarut, Fetkovich menunjukkan bahwa hubungan antara permeabilitas relatif
minyak dengan tekanan reservoir merupakan hubungan yang linier. Dengan
demikian perbandingan antara permeabilitas relatif minyak untuk waktu yang
berbeda dapat dinyatakan sebagai perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini
dapat dituliskan sebagai berikut :
16
k ro P r
Pr
P ri
.........................................................................................(3-7)
Dengan demikian perubahan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur
dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya, akan sebanding dengan
perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dinyatakan dalam persamaan :
P r2
q o J 'o1
P r2 2 P wf 2
P r1
................................................................. (3-8)
q o J 'o1 P r2 P wf
2 n
........................................................................... (3-9)
Jika pada persamaan 3-8 dan persamaan 3-9 di cari q max nya (asumsikan n = 1 dan
Pwf = 0) kemudian kita bagi. Maka akan didapatkan persamaan seperti berikut
q o max1
q o max2
P r1
P r2
................................................................................ (3-10)
Persamaan ini disebut persamaan kombinasi dari Fetkovich dan Vogel untuk
peramalan kurva IPR, karena dengan menggunakan persamaan diatas, kita hanya
butuh satu test pada kondisi saat ini dimana kita bisa mendapat q o max1. Dengan
mengetahui qo
max1
17
pressure yang kita inginkan, dan setelah itu kita menggunakan persamaan Vogel
untuk membuat kurva IPR.
18
19
Gambar 3.4. Mencari nilai Pwf dengan Kurva Vertical Flowing Pressure Gradient
(Brown, Kermit E., 1984)
20
Gambar 3.5. Mencari nilai Pwh dengan Kurva Horizontal Flowing Pressure Gradient dengan
data Tekanan Separator
(Brown, Kermit E., 1984)
21
3.1.6.1.............................................................................................................Pressu
re Loss pada Pipa Vertikal
Ada banyak korelasi menghitung kehilangan tekanan pada pipa vertikal,
salah satu korelasi yang terkenal yakni korelasi Hagedorn-Brown. Berikut adalah
langkah-langkah untuk menghitung kehilangan tekanan pada pipa vertikal.
1. Mulai dengan mendata tekanan yang diketahui sebagai P1, dan asumsikan nilai
P2 dan kalkulasikan kedalaman yang dicari.
2. Hitung tekanan rata-rata (psia) dengan rumus :
p1 + p2
+ 14,7 .................................................................... (3-11)
P rata-rata =
2
3. Hitung spesific gravity dari minyak o
141,5
o = 131,5+ API .................................................................................. (3-12)
4. Hitung total masa yang ada pada stock tank liquid
1
WOR
m = o (350) 1+ WOR + g (350) 1+ WOR
+ (0,0764) (GLR) g
...................................................................................................................(3-13)
5. Hitung masa laju alir
w = qm ...................................................................................................... (3-14)
6. Dari gambar 3.6 dapatkan Rs pada P rata-rata dan T rata-rata.
22
w (62,4)
( 1+WOR
WOR )]
1
( 1+ WOR
)
.......................................................................... (3-15)
8. Asumsikan T rata-rata sama dengan konstan, cari nilai Z dari gambar 3.7.
23
g rata-rata = g (0,0764)
520
1
( P ratarata
)(
)(
14,7
T ratarata Z )
............. (3-16)
10. Hitung viskositas rata-rata dari korelasi yang ada, sebagai catatan Tekanan
rata-rata dan temperature rata-rata dibutuhkan.
11. Hitung viskositas rata-rata air dari gambar 3.8.
........................................... (3-17)
13. Asumsikan tegangan permukaan konstant pada tiap tekanan, hitung tegangan
permukaan liquid campuran .
24
L = O
1
( 1+ WOR
)+
( 1+WOR
WOR )
............................................. (3-18)
25
{ (
) (
)}
( )
qL GLRRs
1
( 1+WOR
)}
86400 Ap
14,7
Z ratarata
( P ratarata
)( T ratarata
)(
)
520
1
................................................................................................................(3-23)
21. Hitung Gas velocity Number
22. Check flow regime untuk menentukan apakah lanjut menggunakan korelasi
Hagedorn Brown atau korelasi Griffith untuk aliran gelembung.
nilai A hitung dengan
26
A = 1,071 -
/d..................................................... (3-24)
jika A 0,13, maka gunakan nilai dari perhitungan A, jika bukan, maka nilai
A adalah0,13. Kemudian cari nilai B dihitung dengan rumus
vsg
B = vSL+vsg ..................................................................................... (3-25)
jika B-A adalah positif, maka nilainya adalah 0 maka korelasi Hagedorn dan
Brown dapat digunakan, jika B-O adalah negative, maka Hagedorn Brown
tidak dapat digunakan dan diganti dengan korelasi Griffith.
23. Hitung pipe diameter Number
L
Nd = 120,872 d
L ......................................................................... (3-26)
)(
) ( )
27
........................................... (3-27)
28
( )
Gambar 3.11. Mencari nilai friksi faktor untuk Korelasi Hagedorn Brown
(Brown, Kermit E., 1977)
29
( )
37. Mulai dengan P2 dan kedalaman pada P2, asumsikan tekanan yang lain dan
ulangi prosedur hingga mendapatkan kedalaman yang diinginkan.
Untuk mempercepat perhitungan, korelasi Hagedorn dan Brown telah dijadikan
spreadsheet dengan nama macro Hagedornbrown.xls.
Gambar 3.12. Tampilan macro Hagedornbrown.xls untuk Mencari nilai Tekanan Well Head
30
3.1.6.2.............................................................................................................Pressu
re Loss pada Pipa Horizontal
Ada banyak korelasi menghitung kehilangan tekanan pada pipa horizontal,
salah satu korelasi yang terkenal yakni korelasi Beggs dan Brill. Berikut adalah
langkah-langkah untuk menghitung kehilangan tekanan pada pipa Horizontal.
1. Estimasikan kehilangan tekanan yang terjadi
2. Hitung tekanan rata-rata.
Jika P1 downstream pressure
P rata-rata = P1 +
DP
2 .......................................................................... (3-36)
DP
2 ........................................................................... (3-37)
3. Hitung densitas liquid dan gas pada kondisi rata-rata dari tekanan dan
temperature.
o =
(350 o +0,0764 Rs g)
................................................................. (3-38)
5,615 Bo
g =
31
Gm = GL + Gg............................................................................................. (3-48)
7. Hitung no-slip holdup
=
qL
q L +q g ............................................................................................ (3-49)
Vm
g d ............................................................................................ (3-50)
NFR =
m
[(
+ g ( 1 ) ) ]
Gm d
m ......................................................................................... (3-52)
L
L
0,25
( )
..................................................................... (3-53)
a x b
N FR x c
............................................................................. (3-58)
32
Flow pattern
Segregated
Intermittent
Distributed
a
0,98
0,845
1,065
b
0,4846
0,5351
0,5824
c
0,0868
0,0173
0,0609
2
[ H L O ] .................................................................................. (3-60)
=
ln
(
y
)]
[
................................................................................................................(3-61)
fns = 0,0056 +
0,32
( N Rens )
..................................................................... (3-62)
17. Dari hasil perhitungan nilai P harus sama dengan nilai P estimasi, jika tidak,
ulangi perhitungan dari awal hingga nilai P
Perhitungan akan selesai jika nilai tekanan yang diestimasi sama atau
mendekati dengan nilai P yang dihitung.
3.1.7. Analisa Nodal di Berbagai Titik
33
Dengan adanya pilihan titik nodal dan berdasarkan fasilitas serta ketersediaan
peralatan penunjang di lapangan dapat memberikan referensi dan informasi apa
yang harus dilakukan di sumur tersebut agar mendapatkan rate produksi optimum.
Berikut empat lokasi titik nodal yang umum sering digunakan:
1. Titik nodal di dasar sumur.
Merupakan pertemuan antara komponen formasi produktif/reservoir dengan
komponen tubing apabila komplesi sumur adalah open hole atau pertemuan
34
antara komponen tubing dengan komponen komplesi yang diperforasi atau bergravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur.
Merupakan pertemuan antara komponen tubing dan pipa salur dalam hal sumur
tidak dilengkapi dengan jepitan atau merupakan pertemuan komponen tubing
dengan komponen jepitan bila sumur dilengkapi jepitan.
35
Pwh
435 R 0,546 ( q)
S 1,89
............................................................................ (3-64)
Dimana :
Pwh = Wellhead Pressure, psig
R
36
konstan
(indeks
produksi
dianggap
konstan).
Hal
tersebut
37
Gambar 3.14. Grafik Laju Produksi Vs Waktu pada Analisa Decline Curve
(JJ Arps, 1970)
38
OPC
30,4 SP
............................................................... (3-65)
Dimana :
OPC = Monthly Operating Cost, $/month.
SP
39
( dqq/dt )
dt
............................................................................... (3-66)
dimana:
b = exponent decline.
q = production rate, BOPD atau MCFPD.
t = time, day.
Eksponen atau constant decline merupakan metode yang sederhana, dinilai
lebih konservatif, dan lebih luas pada penggunaan persamaan decline curve. Tipe
analisa ini lebih sering digunakan karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Beberapa sumur dan lapangan secara actual sebagian besar lebih mengikuti
trend constant percentage decline dari umur produksinya dan hanya terjadi
penyimpangan pada akhir dari periode tersebut.
2. Secara sistematis, constant percentage decline sederhana dan mudah untuk
digunakan dari pada dua tipe yang lain.
3. Perbedaan antara constant precentage decline dengan kedua tipe yang lain,
lebih sering terjadi pada beberapa tahun saja di masa yang akan datang. Ketika
perbedaan tersebut diabaikan pada saat perhitungan, dan biasanya hal tersebut
tidak begitu berarti.
3.2.3.1.
40
produksi pada suatu interval waktu tertentu sebanding dengan laju produksinya.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini :
D=
dq/dt
q
.................................................................................... (3-67)
Dimana :
D
dq/dt
q
qt
ln
qt
=D t
qi
=D dt
dq
qo dt
0
41
Persamaan 3-68 akan membentuk suatu kurva linear apabila laju produksi diplot
terhadap waktu pada kertas semi-log dengan kemiringan sebesar D, seperti terlihat
pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16. Grafik Hubungan Laju Produksi terhadap Waktu pada Tipe Exponential
Decline
(Arps, JJ., 1970)
3.2.3.1.2. Hubungan
Laju
Produksi
terhadap
Produksi
Kumulatif
N p= q dt
0
N p=qi eD t dt
0
q i ( 1eD t )
N p=
D
N p=
( q iq )
D
..................................................................................... (3-69)
42
Persamaan 3-69 akan memberikan grafik garis lurus bila laju produksi
(q )
( N p)
Gambar 3.17. Grafik Hubungan Laju Produksi terhadap Produksi Kumulatif pada Tipe
Exponential Decline
(Arps, JJ., 1970)
3.2.3.2.
Hyperbolic decline curve adalah suatu tipe kurva dimana harga loss ratio (a)
mengikuti deret hitung, sehingga turunan pertama loss ratio terhadap waktu (b)
mempunyai harga konstan atau relatif konstan. Harga b berkisar antara 0-1 dan
secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
d
b=
q
( dq/dt
) = da
dt
dt
........................................................................... (3-70)
43
Grafik hubungan antara laju produksi terhadap waktu dan laju produksi terhadap
produksi kumulatif dapat dibuat berdasarkan persamaan 3-71 diatas.
3.2.3.2.1. Hubungan Laju Produksi terhadap Waktu Hyperbolic Decline
Curve
Grafik
hubungan
laju
produksi
terhadap
waktu
didapat
dengan
K=
t
q ib
Di
qt
qi
dq
q b = qb +1
0
b Di t
qi
=q tbqib
q t=q i ( 1+ b Di t )
1
b
.......................................................................... (3-72)
Plot laju produksi terhadap waktu pada kertas kartesian akan membentuk suatu
kurva hiperbola seperti terlihat pada Gambar 3.18.
44
Gambar 3.18. Grafik Hubungan Laju Produksi terhadap Waktu Pada Tipe Hyperbolic
Decline
(Arps, JJ., 1970)
N p= q t dt ..................................................................................... (3-73)
0
Apabila
qt
akan diperoleh :
t
N p=qi
0
N p=
( 1+ b Di t )
1
b
dt
( b1 )
q ib
1( 1+b D i t ) b
( 1b ) Di
[ ()]
q ib
q
N p=
1 t
qi
( 1b ) Di
N p=
3.2.3.3.
1b
q ib
q i(1b )qt (1b) ] .......................................................... (3-74)
[
( 1b ) Di
45
laju
produksi
terhadap
waktu
dapat
diperleh
dengan
d q
dt dq
dt
( )
...................................................................................... (3-75)
.............................................................................. (3-76)
Apabila dibuat hubungan antara laju produksi terhadap waktu dari Persamaan 376 pada kertas log-log, maka akan diperoleh suatu kurva garis lurus seperti
Gambar 3.19. berikut :
Gambar 3.19. Grafik Hubungan Laju Produksi terhadap Waktu pada Tipe Harmonic
Decline
(Arps, JJ., 1970)
46
N p= q t dt ..................................................................................... (3-77)
0
N p= q i ( 1+ Di t )1 dt
0
N p=
N p=
N p=
qi
( ln Diln Dt )
Di
qi
q
q
ln i ln t
Di
dq
dq
dt
dt
qi
q
ln i
Di
qt
( )
................................................................................. (3-78)
Plot antara laju produksi terhadap kumulatif produksi dari persamaan 3-78 pada
kertas semi-log akan membentuk suatu kurva garis lurus seperti Gambar 3.20.
berikut :
47
Gambar 3.20. Grafik Hubungan Laju Produksi terhadap Produksi Kumulatif pada Tipe
Harmonic Decline
(Arps, JJ., 1970)
Di
t 1 ; q 1 dan t 2 ;q 2
, dimana:
Exponential
qi
ln
qt
D=
t
( )
Hyperbolic
b
qi
1
qt
D=
b t
()
48
Harmonic
qi
1
qt
D=
t
( )
).
Di
4. Berdasarkan harga
Exponential
Hyperbolic
q t=q i eD t
q t=q i ( 1+ b Di t )
Harmonic
1
b
q t=q i ( 1+ D i t )1
5. Tentukan jenis kurva dengan menggunakan chi-square test, suatu tes untuk
mengetahui perbedaan data perkiraan (model) terhadap data aktual
(sebenarnya), dimana persamaan chi-square test tersebut sebagai berikut:
X 2=
X =
( f iF i )
Fi
....................................................................... (3-79)
Dimana :
fi
observed value.
Fi
expected value.
6. Harga
dari aktualnya.
7. Pilih harga (6) tersebut sebagai tipe decline curve-nya.
3.3. Sifat Fisik Fluida
3.3.1.
Kelarutan Gas
Kerarutan gas dalam minyak merupakan besarnya kuantitas gas dalam
minyak satuannya adalah scf/stb, dan diberi symbol Rs. Rs bisa dicari dengan
metode Vasquez dan Beegs.
49
Rs = C1 x g x
C2
x exp
C3 x
( 36,9
84,2+460 )]
....................... (3-80)
Tabel 3.5. Nilai C1, C2, C3 untuk Mencari Nilai Rs pada Metode Vasquez Beggs
(Tarek, Ahmed, 2006)
API 30
0,0362
1,0937
25,7240
Coefficient
C1
C2
C3
API > 30
0,0178
1,1870
23,931
3.3.2.
Viskositas
Viskositas cairan adalah suatu ukuran tentang besaran keengganan cairan
untuk mengalir dan dinotasikan dengan . Viskositas sangat dipengaruhi oleh
temperatur, tekanan dan jumlah gas yang terlarut dalam minyak. nilai viskositas
pada kondisi saturated bisa dicari dengan persamaan Beal dan Beggs-Robinson.
a'od= 10(0,43 + 8,33/API)
od =
.......................................................................... (3-81)
7
0,32+
)(
1,8 x (10 )
360
x
1,53
T +200
API
a'
........................................... (3-82)
Bo = 0,9759 + 0,000120 x
[ ( )
g
Rs x
o
50
1,2
0,5
+1,25 x T
....................... (3-86)
51
3.3.4.
GLR =
B
( o 0 )(62,4 0 )
.............................................................. (3-87)
0,0136 g
Dimana :
GLR = Gas Liquid Ratio; scf/stb
o
= SG oil
= SG gas
52