1. Buat titik IPR untuk PI konstan, vogel atau kombinasi. Apabila P wf di atas
bubble point buat IPR dengan hukum Darcy dan apabila di bawah bubble
point buat dengan Vogel.
2. Buat kurva tubing intake dengan menggunakan korelasi yang cocok. Untuk
keperluan nodal plot ini dapat menggunakan chart Vertikal Pressure Gradient.
Pertama-tama tentukan Pwh yang dibutuhkan untuk aliran dari kepala sumur ke
separator dengan berbagai asumsi laju produksi (dengan korelasi aliran
horizontal).
3. Dengan asumsi laju produksi seperti proses nomor 2 dan menggunakan
Vertikal Preassure Gradient maka tubing intake preassure untuk laju produksi
dan Pwh proses nomor 2 dapat ditentukan.
4. Buat plot IPR dan plot kurva tubing intake pressure dalam satu plot (nodal
plot), dan laju produksi sumur adalah laju produksi pada perpotongan kurva
tubing intake dan IPR seperti ditunjukkan oleh gambar 4-5.
Dari gambar 4-5 terlihat bahwa laju produksi untuk kasus PI konstan
berbeda dengan IPR Vogel. Laju produksi yang didapat dari plot ini bukanlah
yang minimum,. Maksimum atau optimum tetapi laju produksi yang mungkin
untuk sistim produksi. Optimisasi sistim dapat dilakukan dengan mengubah
berbagai variabel antara lain ukuran tubing, ukuran pipa salur, ukuran choke,
tekanan separator atau mengubah bentuk kurva IPR dengan jalan stimulasi pada
sumur produksi tersebut.
3. Untuk asumsi laju produksi di atas tentukan Pwf dari hubungan IPR dengan PI
konstan atau Vogel.
4. Dengan menggunakan Pwf langkah 3 tentukan Pwh karena penurunan tekanan
sepanjang tubing. Untuk hal ini diperlukan korelasi aliran vertikal yang cocok
5. Dari langkah 2 didapat kurva perilaku pipa alir dan dari langkah 3 dan 4
didapat kurva gabungan IPR dan komponen tubing. Buatlah kedua kurva
tersebut dalam satu plot dan laju produksi dapat ditentukan dari perpotongan
kedua kurva tersebut. nOdal plot untuk metode ini diperlihatkan oleh gambar
4-9 dan 4-10.
Laju produksi yang didapat dari plot tersebut bukanlah laju produksi
yang optimum. Untuk mendapatkan laju produksi optimum perlu kombinasi yang
tepat antara ukuran tubing dan ukuran pipa salur sehingga didapat laju produksi
yang optimum. Pengaruh ukuran tubing dan pipa salur terhadap laju produksi
seperti ditunjukkan oleh gambar 4-11.
Gambar 4-11. Pengaruh ukuran tubing dan pipa salur terhadap laju
produksi5)
Apabila digunakan lebih dari satu pipa salur maka tahap penyelesaiannya
sebagaimana pada pemakaian tubing paralel. Dimana pertama-tama diplot Pwh
versus laju produksi untuk masing-masing pipa salur, kemudian pada tekanan
yang sama diplot antara Pwh dan jumlah laju produksi pipa salur yang
dipergunakan.
4.1.3. Titik Penyelesaian Kombinasi Dasar Sumur Dan Kepala Sumur
Pada metode ini titik penyelesaian diambil komibinasi antara dasar sumur
(IPR dan tubing) dan kepala sumur (pipa salur dan separator). Prosedur
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Asumsikan berbagai tekanan kepala sumur (Pwh), (misalnya 100, 200. 300, 400
dan seterusnya)
2. Untuk tekanan-tekanan di atas buatlah kurva tubing intake dengan
mengasumsikan berbagai laju produksi dan dengan korelasi aliran vertikal
3. Catat perpotongan antara kurva tubing intake dengan IPR. Langkah 1,2 dan 3
dapat diilustrasikan seperti pada gambar 4-12.
4. Dengan mengambil kurva pipa salur dan separator dari metode 4-3, plot
kembali Pwh versus laju produksi pada langkah 3 (lihat gambar 4-13)
Keuntungan penyelesaian dengan metode ini adalah bila terjadi
perubahan tekanan reservoir maka pembuatan kurva IPR diambil dari gambar 412 dengan mengubah IPR dengan tekanan reservoir dan PI yang baru.
Gambar 4-12. Penyelesaian dengan titik dasar sumur untuk berbagai harga
Pwh 5).
Dimana:
R = gas liquid ratio, mcf/bbl
S = choke diameter, per 64 inchi
q = laju produksi (dasumsikan), bbl
versus laju produksi yang diasumsikan. Hasil plot ini dibuat dalam satu plot
dengan langkah 5 dan ditunjukkan oleh gambar 4-22.
Dari gambar 4-22 tersebut dapat dilihat bahwa dengan ukuran choke
16/64 sumur akan berproduksi pada q1 dan seterusnya. Dalam hal ini harus
diingat bahwa yang menentukan laju produksi adalah tekanan kepala sumur dan
choke hanya alat untuk mengatur tekanan tersebut.
Gambar 4-25. Tekanan di atas di bawah safety valve untuk berbagai laju
produksi5)
2. Kondisi Darurat
1. Untuk keadaan darurat ini Pwh dianggap = 0
2. Asumsikan berbagai laju produksi. Dengan korelasi vertikal tentukan tekanan
di atas safety valve (anggap Pwh = 0)
3. Untuk menentukan tekanan di bawah safety valve, untuk keadaan ini sama
dengan langkah 4-26 pada kondisi normal
4. Plot tekanan terhadap laju produksi pada langkah 2 dan hasilnya diperlihatkan
oleh gambar 4-26
5. Dari plot pada gambar 4-26 hitung kehilangan tekanan (AP) untuk keadaan
darurat dan normal. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4-27 dan 4-28.
Pengambilan harga P ini dapat ditentukan dengan mengambil laju produksi
tertentu dan P dihitung dari kurva atau sebaliknya. Pada gambar 4-27 dan 4-28
dilakukan dengan menentukan AP kemudian laju produksi ditentukan dari
kurva tersebut
6. Buatlah plot antara penurunan tekanan safety valve versus q untuk keadaan
normal dan darurat, seperti ditunjukkan oleh gambar 4-29.
Dengan membuat kurva perilaku untuk berbagai ukuran dengan gambar
4-30. Dari gambar tersebut bahwa dari berbagai ukuran choke kita dapat
menentukan ukuran choke dengan mempertimbangkan laju produksi dan alasan
keselamatan. Untuk menjamin valve akan menutup pada keadaan darurat maka
biasanya AP diset 75 psi dibawah tekanan darurat yang diperkirakan. Dari analisa
di atas dapat ditentukan ukuran safety valve dan closing differenstial preassure
yang dibutuhkan.
Gambar 4-27. Penurunan tekanan (AP) safety valve untuk keadaan normal5)
Gambar 4-28. Penurunan tekanan (AP) safety valve untuk keadaan darurat5)
Gambar 4-29. Perbedaan tekanan (AP) pada safety valve untuk keadaan
normal dan darurat5)
Panjang flow line (pipa salur) 4000 ft dengan diameter 21/2-in, tekanan operasi
permukaan diasumsikan sebesar 900 psi, gambar 4-32 memperlihatkan dua
komponen yang diperlukan untuk penyelesaian masalah ini.
Untuk penyelesaian pada dengan nodal di dasar sumur, penyelesaian ini
dapat di bagi menjadi dua komponen, yaitu:
1. Komponen pipa salur
2. Komponen reservoir
Pada dasarnya kedua komponen tersebut ditangani secara terpisah dan kemudian
dikombinasikan
untuk
membuat
perkiraan-perkiraan
produksi.
Prosedur
penyelesaian dengan menggunakan metode gas-lift terdiri atas dua prosedur yaitu:
A. Penyelesaian pada dasar sumur
B. Penyelesaian pada kepala sumur
b. Asumsikan beberapa harga GLR 600, 800, 1000, dan 1500 scf/bbl
yang digunakan untuk setiap harga laju alir yang diasumsikan
c. Untuk setiap laju alir, misalnya 1000 b/d dan setiap GLR yang
diasumsikan, tentukan harga tekanan pada kepala sumur (P wh) dengan
menggunakan grafik korelasi untuk aliran horizontal multiphase,
dimana hasilnya dapat dilihat pada (tabel 4-1) atau dapat juga dicari
dengan menggunakan gambar 4-33.
Tabel 4-1
Tekanan kepala sumur vs laju alir dan GLR
d. Dengan menggunakan laju aliran yang sama dan GLR pada langkah c,
tentukan tekanan tubing (tubing intake pressure) dengan menggunakan
Pwh pada langkah c. langkah penyelesaian selanjutnya secara rinci
adalah sebagai berikut:
(i)
(ii) Plot titik Pso = 900 psi pada bagian atas dan gambarkan kurva
gradient gas. Jika diharapkan laju aliran gas injeksi cukup tinggi,
maka gesekan (friction) yang ada harus dihitung. Untuk injeksi
pada umumnya, gradient statis dan dinamis adalah sama (gambar
4-35 dapat digunakan). Dalam hal ini didapat sebesar 23,6
psi/1000 ft, sehingga tekanan pada kedalaman 8000 ft adalah
1089 psi, kemudian dari titik Pso = 900 psi tarik garis lurus ke titik
1089 psi pada kedalaman 8000 ft.
Gambar 4-36. Gradient tekanan untuk aliran vertikal (50% minyak 50%
air)5)
Gambar 4-38. Penyelesaian dengan nodal di dasar sumur untuk metode gaslift5)
3. Langkah yang terakhir adalah plot seperti terlihat pada gambar 4-38,
dimana plot yang diperlihatkan pada gambar tersebut didapatkan dengan
menggunakan komputer untuk harga GIR 400, 500, 600, 700, 800, 900,
1000, 1200, 1500, dan 2000 scf/bbl, sehingga didapatkan harga laju
produksi sebesar 675 b/d.
4. Dari gambar 4-38) tersebut, siapkan kurva kelakukan gas lift (gambar 439), yang mana merupakan kurva dasar yang diperlukan untuk optimisasi
gas-lift.
-
Gambar 4-41. Kurva tubing intake untuk metode gas lift pada sumur 15)
Prosedur pembuatan kurva tubing intake (node outflow) untuk cairan saja
dengan nodal pada dasar sumur
Prosedur ini digambarkan dengan contoh berikut ini dimana kurva hasil
fsc = 350 wc Twsc + 350 ( 1- wc) Tosc + (GIP) (GLR) gsc dan Tfsc
dengan persamaan berikut:
Tf (V) =
qsc
fsc
350 V
3. Asumsikan berbagai laju produksi dan untuk setiap laju produksi ini kerjakan
berikut:
a. Baca head/stage dari kurva performance dan hitung kwantitas ( fsc
h/808,3141) dengan menggunakan gambar 4-45
b. Tentukan tekanan keluaran pompa dari korelasi gradient tekanan
c. Asumsikan berbagai nomor dari stage dan untuk setiap nomor ini hitung
tekanan intake dengan persamaan berikut:
P3 = P2 ( fsc h/808,3141) St
Gambar 4-47. Kemungkinan laju produksi oleh ESP terhadap stage dan Hp
pada sumur 15)
4.2.3. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Sucker Rod
Seperti halnya pada metode ESP maka pada sucker rod prediksi
mengenai kurva intakenya juga dipertimbangkan untuk dua sebab yaitu:
A. Untuk pemompaan cairan saja
B. Untuk pemompaan cairan dan gas
Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas untuk pemompaan cairan saja
(minyak atau minyak air).
-
1. Tentukan tipe unit pompa permukaan yang akan digunakan (insert pump
dengan API Grade D, tapered rod string dan rod number 86), lihat tabel 4-2.
2. Tentukan ukuran pompa, sucker rod string dan perbandingan crank dan pitman
3. Siapkan kurva IPR (gambar 4-31)
4. Siapkan data-data sumur, fluida produksi dan reservoir seperti terlihat pada
tabel 4-3. Diasumsikan bahwa ukuran tubing, pompa, sucker rod string dan
perbandingan antara crank dan pitman tetap.
Tabel 4 2
Data-data rod dan pompa (plunger)5)
Tabel 4 3
Data-data sumur, fluida reservoir dan
= kekuatan tarik minimum rod (90000 psi untuk API Grade C Rods
dan 115000 psi untuk AI Grade D Rods.
9. (P3):
P3 = a + b qsc
Asumsikan berbagai stroke pompa, kemudian dengan menggunakan konstanta
c tentukan tekanan intake pompa (P3):
P3 = a + c (qsc)2
0,972
(qsc)2
S
= - 600 +
10. Plot P3 terhadap qsc padagambar yang sama dengan kurva IPR dan dengan
skala yang sama pula (gambar 4-48), dimana garis yang lurus menunjukkan
kurva intake untuk berbagai harga N yang diasumsikan, sedangkan garis yang
lengkung menunjukkan kurva intake untuk berbagai harga S yang
diasumsikan.
11. Tentukan harga SN2 minimum. Diasumsikan bahwa tekanan maksimum untuk
rod yang diijinkan 35000 psi.
SN2
70500
T
- SF a) Atr + 0,5625 SF Wr
0,5625 SF Wr (1 c / p) 4
SN2 11,678
12. Hitung tekanan intake minimum yang diijinkan dengan menggunakan harga
SN2 dan dengan persamaan sebagai berikut:
P3
-
1
(Wf + (0,9 0,5625 SF) Wr
Ap
T
SF Atr)
4
P3 980 psi