Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

EVALUASI DAN OPTIMASI PRODUKSI DENGAN


ANALISA SISTIM NODAL
Analisa nodal adalah merupakan suatu sistim pendekatan untuk
mengevaluasi dan mengoptimisasikan sistim produksi minyak dan gas secara
keseluruhan.
Dalam analisa ini sistim produksi dibagi menjadi beberapa bagian (titik),
mulai dari tekanan reservoir hingga tekanan separator. Titik penyelesaian dapat
diambil pada titik manapun dalam sistim produksi. Pertimbangan dalam pemilihan
titik penyelesaian yang tepat tergantung titik mana yang paling berpengaruh
dalam optimisasi sistim produksi.
4.1 Titik-titik Utama dalam Analisa Nodal
Dalam melaksanakan analisa ini berbagai posisi untuk titik penyelesaian
(node) dapat diambil pada beberapa posisi yaitu: titik pada dasar sumur, titik pada
kepala sumur, titik pada separator, titik pada tekanan reservoir dan titik kombinasi
dari berbagai titik tersebut. Penentuan letak titik penyelesaian dipertimbangkan
berdasarkan faktor yang paling berpengaruh terhadap sistim produksi. March,
Proano dan Brown membuat beberapa lokasi dari titik penyelesaian seperti
ditunjukkan gambar 4-1. Dengan menentukan titik-titik tersebut maka dapat
dihitung kehilangan tekanan pada masing-masing komponen secara terpisah.

Gambar 4-1. Lokasi dari berbagai titik5)

Kemungkinan kehilangan tekanan pada sistim produksi dapat dilihat


pada gambar 4-2. Titik 1 adalah separator dimana biasanya tekanannya dibuat
konstan. Pada titik ini bukan merupakan fungsi laju produksi tetapi fungsi dari
tekanan untuk dapat mengantarkan gas ke sales line. Titik 3 adalah titik kepala
sumur, dimana perlu ditentukan tekanan kepala sumur agar dapat mengantarkan
fluida produksi hingga separator. Titik-titik lainnya adalah Pr, Pwf dan Pwfs yang
menyangkut IPR, kehilangan tekanan karena komplesi dan kemampuan sumur
untuk berproduksi. Titik-titik choke permukaan, safety valve dan restriksi bawah
permukaan merupakan titik fungsional yang pemasangannya tergantung keperluan
khusus pada sumur produksi.
Kehilangan-kehilangan tekanan pada sistim produksi dapat terjadi pada
berbagai posisi mulai dari reservoir hingga separator. Kehilangan tekanan pada
media berpori dapat terjadi karena kerusakan formasi dan pengaruh petrofisik
batuan. Pada komplesi, terjadinya kehilangan tekanan dapat terjadi karena
turbulensi aliran pada formasi dan damage akibat over balance perforation.
Kehilangan tekanan pada pipa (tubing dan pipa salur) dapat disebabkan karena
friksi dan liquid hold-up bila terjadi aliran multifasa.

Gambar 4-2. Kemungkinan kehilangan tekanan pada sistim produksi5)


Dengan melakukan perhitungan kehilangan tekanan pada keseluruhan
sisitim produksi maka efektifitas sistim produksi dapat dievaluasi dan
dioptimisasikan.

4.1.1. Titik Penyelesaian Pada Dasar Sumur


Penyelesaian dengan teknik ini mengambil titik (nodal) penyelesaian
pada pusat interval perforasi. Pada penyelesaian dengan titik ini sistim produksi
dibagi menjadi dua komponen, yaitu:
a. Komponen reservoir, yaitu komponen yang menyangkut sumur untuk
berproduksi (gambar 4-3)
b. Komponen sistim aliran dalam pipa (gambar 4 4)

Gambar 4-3. Komponen reservoir5)

Gambar 4-4. Komponen aliran dalam pipa5)


Adapun prosedur analisa dengan mengeplot (nodal plot) untuk
penyelesaian dengan titik ini adalah sebagai berikut:

1. Buat titik IPR untuk PI konstan, vogel atau kombinasi. Apabila P wf di atas
bubble point buat IPR dengan hukum Darcy dan apabila di bawah bubble
point buat dengan Vogel.
2. Buat kurva tubing intake dengan menggunakan korelasi yang cocok. Untuk
keperluan nodal plot ini dapat menggunakan chart Vertikal Pressure Gradient.
Pertama-tama tentukan Pwh yang dibutuhkan untuk aliran dari kepala sumur ke
separator dengan berbagai asumsi laju produksi (dengan korelasi aliran
horizontal).
3. Dengan asumsi laju produksi seperti proses nomor 2 dan menggunakan
Vertikal Preassure Gradient maka tubing intake preassure untuk laju produksi
dan Pwh proses nomor 2 dapat ditentukan.
4. Buat plot IPR dan plot kurva tubing intake pressure dalam satu plot (nodal
plot), dan laju produksi sumur adalah laju produksi pada perpotongan kurva
tubing intake dan IPR seperti ditunjukkan oleh gambar 4-5.
Dari gambar 4-5 terlihat bahwa laju produksi untuk kasus PI konstan
berbeda dengan IPR Vogel. Laju produksi yang didapat dari plot ini bukanlah
yang minimum,. Maksimum atau optimum tetapi laju produksi yang mungkin
untuk sistim produksi. Optimisasi sistim dapat dilakukan dengan mengubah
berbagai variabel antara lain ukuran tubing, ukuran pipa salur, ukuran choke,
tekanan separator atau mengubah bentuk kurva IPR dengan jalan stimulasi pada
sumur produksi tersebut.

Gambar 4-5. Penyelesaian pada titik di dasar sumur5)


Apabila digunakan lebih dari satu tubing (tubing paralel), maka
pembuatan kurva tubing intakenya adalah sebagai berikut:

1. Buat kurva tubing intakenya untuk maisng-maisng tubing secara terpisah


2. Untuk tekanan yang sama jumlahnya laju produksi dari tubing-tubing yang
dipakai
3. Plot laju produksi total proses 2 vs tubing intake pressure seperti ditunjukkan
pada gambar 4-6
Alasan pengambilan titik dasar sumur sebagai titik penyelesaian adalah
agar dengan perubahan tekanan reservoir, maka laju produksi dengan
menggunakan tubing dan pipa salur yang sama dapat ditentukan. Hal ini berkaitan
dengan peramalan laju produksi masa datang dengan terjadinya penurunan
tekanan reservoir.

Gambar 4-6. Kurva tubing intake untuk tubing paralel5)


4.1.2. Titik Penyelesaian Pada Kepala Sumur
Alasan utama penggunaan titik ini adalah dengan menentukan pipa salur
yang optimum maka gas dapat sampai tujuan dengan tekanan kepala sumur yang
ada. Dalam metode ini sistim dibagi menjadi dua komponen yaitu komponen pipa
salur dan separator (gambar 4-7) serta komponen tubing dan reservoir (gambar
4-8).

Gambar 4-7. Komponen pipa salur dan separator5)

Gambar 4-8. Komponen tubing dan reservoir5)


Prosedur penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Asumsikan berbagai laju produksi (misalnya 200, 400, 600, 800, 1000 dst)
2. Mulai dari tekanan separator tentukan Pwh yang diperlukan agar fluida
produksi dapat mengalir sepanjang pipa salur yang ada untuk berbagai laju
produksi di atas.

3. Untuk asumsi laju produksi di atas tentukan Pwf dari hubungan IPR dengan PI
konstan atau Vogel.
4. Dengan menggunakan Pwf langkah 3 tentukan Pwh karena penurunan tekanan
sepanjang tubing. Untuk hal ini diperlukan korelasi aliran vertikal yang cocok
5. Dari langkah 2 didapat kurva perilaku pipa alir dan dari langkah 3 dan 4
didapat kurva gabungan IPR dan komponen tubing. Buatlah kedua kurva
tersebut dalam satu plot dan laju produksi dapat ditentukan dari perpotongan
kedua kurva tersebut. nOdal plot untuk metode ini diperlihatkan oleh gambar
4-9 dan 4-10.

Gambar 4-9. Penyelesaian dengan titik di kepala sumur (PI konstan)5)

Gambar 4-10. Penyelesaian dengan titik di kepala sumur (IPR Vogel)5)

Laju produksi yang didapat dari plot tersebut bukanlah laju produksi
yang optimum. Untuk mendapatkan laju produksi optimum perlu kombinasi yang
tepat antara ukuran tubing dan ukuran pipa salur sehingga didapat laju produksi
yang optimum. Pengaruh ukuran tubing dan pipa salur terhadap laju produksi
seperti ditunjukkan oleh gambar 4-11.

Gambar 4-11. Pengaruh ukuran tubing dan pipa salur terhadap laju
produksi5)
Apabila digunakan lebih dari satu pipa salur maka tahap penyelesaiannya
sebagaimana pada pemakaian tubing paralel. Dimana pertama-tama diplot Pwh
versus laju produksi untuk masing-masing pipa salur, kemudian pada tekanan
yang sama diplot antara Pwh dan jumlah laju produksi pipa salur yang
dipergunakan.
4.1.3. Titik Penyelesaian Kombinasi Dasar Sumur Dan Kepala Sumur
Pada metode ini titik penyelesaian diambil komibinasi antara dasar sumur
(IPR dan tubing) dan kepala sumur (pipa salur dan separator). Prosedur
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Asumsikan berbagai tekanan kepala sumur (Pwh), (misalnya 100, 200. 300, 400
dan seterusnya)
2. Untuk tekanan-tekanan di atas buatlah kurva tubing intake dengan
mengasumsikan berbagai laju produksi dan dengan korelasi aliran vertikal

3. Catat perpotongan antara kurva tubing intake dengan IPR. Langkah 1,2 dan 3
dapat diilustrasikan seperti pada gambar 4-12.
4. Dengan mengambil kurva pipa salur dan separator dari metode 4-3, plot
kembali Pwh versus laju produksi pada langkah 3 (lihat gambar 4-13)
Keuntungan penyelesaian dengan metode ini adalah bila terjadi
perubahan tekanan reservoir maka pembuatan kurva IPR diambil dari gambar 412 dengan mengubah IPR dengan tekanan reservoir dan PI yang baru.

Gambar 4-12. Penyelesaian dengan titik dasar sumur untuk berbagai harga
Pwh 5).

Gambar 4-13. Penyelesaian dengan titik kombinasi 5)

4.1.4. Titik Penyelesaian pada Separator


Pemilihan tekanan sangat vital terutama untuk sumur-sumur dengan gas
lift atau bila tekanan separator harus dinaikkan agar gas dapat sampai di sales line
atau sistim penampungan sementara. Jalannya penyelesaian dengan metode ini
diilustrasikan dalam skema gambar 4-14.

Gambar 4-14. Penyelesaian dengan titik di separator 5)


Berbeda dengan metode-metode sebelumnya, maka dalam metode ini
perilaku sistim produksi dibuat dalam satu kurva. Prosedur secara lengkapnya
adalah sebagai berikut:
1. Asumsikan berbagai laju produksi misalnya 200, 400, 600, 800 dan seterusnya
2. Untuk berbagai asumsi laju produksi tersebut tentukan Pwf dari hubungan IPR
dengan PI konstan atau Vogel
Untuk PI konstan hubungan tersebut adalah:
Pwf = Pr q/PI
3. Dengan menggunakan Pwf langkah 2, tentukan Pwh dengan korelasi aliran
vertikal
4. Dengan Pwh yang didapat dari langkah 3, tentukan Psep, dengan korelasi aliran
horizontal
5. Plot Psep, dari langkah 4 versus laju produksi
6. Plot tekanan separator yang digunakan dalam sistim produksi dalam satu plot
dengan langkah 5 seperti nampak pada gambar 4-15.

Gambar 4-15. Penyelesaian untuk problem di separator5)


Alasan pengambilan separator sebagai titik penyelesaian adalah dengan
perubahan tekanan separator dapat dilihat perubahan laju produksinya. Pemilihan
tekanan separator untuk masing-masing sistim produksi ditentukan perilaku sistim
tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4-16.

Gambar 4-16. Pengaruh tekanan separator untuk berbagai sumur5)


Pada sumur A perubahan laju produksi sangat ditentukan oleh tekanan
separator. Pada sumur B dan sumur C efek tersebut tidak sebesar pada sumur A.
Pada sumur D pengaruh tekanan separator terhadap laju produksi dapat diabaikan.
Kriteria terakhir dari pemilihan tekanan separator ini adalah kriteria ekonomis
termasuk perlu tidaknya ditambah kompresor untuk menaikkan tekanan separator.

4.1.5. Titik Penyelesaian Pada Reservoir


Penyelesaian dengan mengambil titik reservoir ini sebenarnya kurang
praktis, dan pembahasan disini hanya untuk menunjukkan bahwa dengan titik
inipun dapat dilakukan analisa nodal. Analisa nodal dengan mengambil titik ini
dimulai dari tekanan separator sampai tekanan reservoir. Dengan menggunakan
korelasi penurunan tekanan aliran horizontal maka Pwh dapat ditentukan. Dan dari
tekanan kepala sumur ini dengan korelasi penurunan tekanan secara vertikal dapat
ditentukan tekanan aliran dasar sumur (Pwf). Pada tahap selanjutnya tekanan
reservoir dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan IPR baik dengan
anggapan PI konstan maupun dengan anggapan IPR secara Vogel. Jalannya tahaptahap penyelesaian dengan mengambil titik ini seperti ditunjukkan oleh gambar 417. Dan prosedur penyelesaian selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Asumsikan berbagai laju produksi misalnya 200, 400, 600, 800 dst
2. Mulai dari tekanan separator (Psep) tentukan Pwh untuk mengantarkan fluida
produksi ke separator. Tentukan Pwh dengan korelasi aliran fluida horizontal
untuk asumsi laju produksi yang ditentukan
3. Dari Pwh pada langkah 2, tentukan Pwf dengan korelasi aliran fluida vertikal
untuk berbagai laju produksi yang telah diasumsikan
4. Dari Pwf yang didapat pada langkah 3, tentukan tekanan reservoir (Pr) dengan
hubungan IPR baik dengan PI konstan atau dengan Vogel
5. Plot Pr dari langkah 4 versus laju produksi yang diasumsikan.
Dengan mengambil tekanan reservoir tertentu maka laju produksi dapat
diketahui (lihat gambar 4-18).
Keuntungan analisa dengan mengambil titik ini adalah kita dapat
menentukan perubahan Pr terhadap laju produksi. Selain itu kita dapat
menentukan kapan perubahan Pr akan mengubah GOR, dan hal ini dapat diketahui
dengan adanya penyimpangan dengan hasil pada PI konstan.

Gambar 4-17. Penyelesaian pada reservoir5)

Gambar 4-18. Penyelesaian untuk problem pada reservoir5)


4.2 ANALISA NODAL UNTUK BERBAGAI METODE PRODUKSI
MINYAK
Pembahasan tentang analisa nodal pada berbagai jenis metode produksi
yang akan diuraikan adalah analisa nodal pada metode produksi sembur alam dan
analisa nodal pada metode produksi sembur buatan.

4.2.1. Analisa Nodal Pada Metode Produksi Sembur Alam


Pada analisa nodal dalam metode produksi sembur alam ini akan
diuraikan mengenai penyelesaian analisa untuk choke permukaan dan
penyelesaian analisa untuk safety valve.
4.2.1.1. Penyelesaian Analisa Untuk Choke Permukaan
Tujuan utama dari analisa ini adalah untuk menentukan laju produksi
yang mungkin untuk berbagai ukuran choke. Jalannya penyelesaian untuk metode
ini seperti terlihat pada gambar 4-19. Dan prosedur selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Asumsikan berbagai laju produksi misalnya 200, 400, 600, 800, 1000 dst
2. Tentukan Pwh yang diperlukan untuk mengalirkan fluida dari kepala sumur ke
separator. Gunakan korelasi aliran horizontal untuk mendapatkan Pwh dari laju
produksi yang diasumsikan tersebut.
3. Tentukan Pwh untuk aliran vertikal. Gunakan korelasi aliran vertikal untuk
mendapatkan Pwh masing-masing laju produksi yang diasumsikan
4. Plot hasil Pwh langkah 2 (Pwh down stream) dan Pwh langkah 3 (Pwh up stream)
versus laju produksi. Tentukan pula AP untuk berbagai harga laju produksi.
Plot ini ditunjukkan oleh gambar 4-20
5. Dari hasil AP dan laju poduksi langkah 4, buat plot perilaku sistim dengan
choke, yaitu dengan membuat plot antara AP versus laju produksi seperti
ditunjukkan oleh gambar 4-21

Gambar 4-19. Penyelesaian untuk choke permukaan5)

Gambar 4-20. Evaluasi choke permukaan5)

Gambar 4-21. Perilaku sistim produksi dengan choke5)


6. Dengan berbagai laju produksi yang diasumsikan maka buat plot antara P wh
(choke) dengan persamaan:
500 R 0,5 (q)
Pwh =
S2

Dimana:
R = gas liquid ratio, mcf/bbl
S = choke diameter, per 64 inchi
q = laju produksi (dasumsikan), bbl
versus laju produksi yang diasumsikan. Hasil plot ini dibuat dalam satu plot
dengan langkah 5 dan ditunjukkan oleh gambar 4-22.
Dari gambar 4-22 tersebut dapat dilihat bahwa dengan ukuran choke
16/64 sumur akan berproduksi pada q1 dan seterusnya. Dalam hal ini harus

diingat bahwa yang menentukan laju produksi adalah tekanan kepala sumur dan
choke hanya alat untuk mengatur tekanan tersebut.

Gambar 4-22. Nodal plot untuk berbagai ukuran choke5)


4.2.1.2. Penyelesaian Untuk Safety Valve
Tujuan penggunaan safety valve adalah untuk mengurangi tekanan pada
keadaan darurat. Safety valve ini dapat ditempatkan di bawah permukaan. Untuk
safety valve bawah permukaan dibagi menjadi dua macam yaitu velocity actuated
valve dan pressure actuated valve. Prinsip kerja dari valve-valve tersebut adalah
diperlukan tekanan minimal tertentu agar valve tersebut menutup dan hal ini
terjadi pada keadaan darurat. Secara skematis penyelesaian analisa nodal untuk
sistim produksi dengan safety valve ditunjukkan oleh gambar 4-23 dan 4-24.

Gambar 4-23. Safety valve pada keadaan normal5)

Gambar 4-24. Safety valve pada keadaan darurat5)


Prosedur analisa selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Operasi Normal
1. Asumsikan berbagai laju produksi misalnya 200, 400, 600, 800, 1000 dst
2. Dengan tekanan separator dengan korelasi aliran horizontal tentukan P wh untuk
asumsi laju poduksi tersebut
3. Dari Pwh yang didapat dari langkah 3 hitung tekanan di ats safety valve dengan
korelasi aliran vertikal untuk masing-masing asumsi laju produksi
4. Mulai dari tekanan reservoir, dengan hubungan IPR tentukan P wf untuk asumsi
berbagai laju produksi
5. Dari Pwf yang didapat pada langkah 4, dengan korelasi aliran vertikal tentukan
tekanan di bawah safety valve untuk masing-masing asumsi laju produksi
6. Plot tekanan terhadap laju produksi pada langkah 3 dan langkah 5 dalam satu
plot, hasilnya seperti nampak pada gambar 4-25

Gambar 4-25. Tekanan di atas di bawah safety valve untuk berbagai laju
produksi5)

2. Kondisi Darurat
1. Untuk keadaan darurat ini Pwh dianggap = 0
2. Asumsikan berbagai laju produksi. Dengan korelasi vertikal tentukan tekanan
di atas safety valve (anggap Pwh = 0)
3. Untuk menentukan tekanan di bawah safety valve, untuk keadaan ini sama
dengan langkah 4-26 pada kondisi normal
4. Plot tekanan terhadap laju produksi pada langkah 2 dan hasilnya diperlihatkan
oleh gambar 4-26
5. Dari plot pada gambar 4-26 hitung kehilangan tekanan (AP) untuk keadaan
darurat dan normal. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4-27 dan 4-28.
Pengambilan harga P ini dapat ditentukan dengan mengambil laju produksi
tertentu dan P dihitung dari kurva atau sebaliknya. Pada gambar 4-27 dan 4-28
dilakukan dengan menentukan AP kemudian laju produksi ditentukan dari
kurva tersebut
6. Buatlah plot antara penurunan tekanan safety valve versus q untuk keadaan
normal dan darurat, seperti ditunjukkan oleh gambar 4-29.
Dengan membuat kurva perilaku untuk berbagai ukuran dengan gambar
4-30. Dari gambar tersebut bahwa dari berbagai ukuran choke kita dapat
menentukan ukuran choke dengan mempertimbangkan laju produksi dan alasan
keselamatan. Untuk menjamin valve akan menutup pada keadaan darurat maka
biasanya AP diset 75 psi dibawah tekanan darurat yang diperkirakan. Dari analisa
di atas dapat ditentukan ukuran safety valve dan closing differenstial preassure
yang dibutuhkan.

Gambar 4-27. Penurunan tekanan (AP) safety valve untuk keadaan normal5)

Gambar 4-28. Penurunan tekanan (AP) safety valve untuk keadaan darurat5)

Gambar 4-29. Perbedaan tekanan (AP) pada safety valve untuk keadaan
normal dan darurat5)

Gambar 4-30. Plot antara laju produksi dengan penurunan tekanan5)

4.2.2. Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Minyak Sembur Buatan


Analisa nodal untuk metode produksi sembur buatan dibagi dalam dua
komponen utama, yaitu komponen reservoir (IPR) dan komponen kedua adalah
sistim pipa salur dan sisitim pengangkatan buatan itu sendiri, dimana termasuk di
dalamnya adalah separator, Flow line (pipa salur), Choke, Tubing, Safety valve
dan mekanisme dari sistim pengangkatan buatan itu sendiri. Tekanan masuk
tubing (tubing intake) dapat ditentukan kemudian untuk beberapa harga laju
aliran. Bila kurva intake diplot pada kertas grafik yang sama sebagaimana dengan
kurva IPR, maka akan terjadi perpotongan antara kurva intake dengan kurva IPR
dimana titik perpotongan tersebut menunjukkan besarnya harga laju produksi
maksimum yang kita inginkan (gambar 4-31. Memperlihatkan kurva tubing intake
untuk berbagai metode produksi beserta laju produksi yang dapat dihasilkan).
Pada analisa nodal untuk metoda produksi sembur buatan kali ini hanya
akan dibahas menganai penyelesaian analisa dengan metode produksi Gas-lift,
metode Elektrik Submersible Pump (ESP), dan metode Sucker Rod (Beam Pump).
4.2.2.1.

Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Gas-lift


Sebagai contoh prosedur penyelesaian analisa nodal dengan metode

produksi gas-lift, diberikan data seperti terlihat pada gambar 4-31.

Gambar 4-31. Inflow Performance Relationships untuk sumur 15)

Panjang flow line (pipa salur) 4000 ft dengan diameter 21/2-in, tekanan operasi
permukaan diasumsikan sebesar 900 psi, gambar 4-32 memperlihatkan dua
komponen yang diperlukan untuk penyelesaian masalah ini.
Untuk penyelesaian pada dengan nodal di dasar sumur, penyelesaian ini
dapat di bagi menjadi dua komponen, yaitu:
1. Komponen pipa salur
2. Komponen reservoir
Pada dasarnya kedua komponen tersebut ditangani secara terpisah dan kemudian
dikombinasikan

untuk

membuat

perkiraan-perkiraan

produksi.

Prosedur

penyelesaian dengan menggunakan metode gas-lift terdiri atas dua prosedur yaitu:
A. Penyelesaian pada dasar sumur
B. Penyelesaian pada kepala sumur

Gambar 4-32. Komponen-komponen untuk penyelesaian dengan metode


gas-lift5)
-

Prosedur Penyelesaian Dengan Nodal Di Dasar Sumur


1. Siapkan kurva IPR (gambar 4-31)
2. Buat kurva tubing intake untuk beberapa harga GLR.
a. Asumsikan beberapa harga laju alir 600, 800, 1000 dan 1200 b/d

b. Asumsikan beberapa harga GLR 600, 800, 1000, dan 1500 scf/bbl
yang digunakan untuk setiap harga laju alir yang diasumsikan
c. Untuk setiap laju alir, misalnya 1000 b/d dan setiap GLR yang
diasumsikan, tentukan harga tekanan pada kepala sumur (P wh) dengan
menggunakan grafik korelasi untuk aliran horizontal multiphase,
dimana hasilnya dapat dilihat pada (tabel 4-1) atau dapat juga dicari
dengan menggunakan gambar 4-33.
Tabel 4-1
Tekanan kepala sumur vs laju alir dan GLR
d. Dengan menggunakan laju aliran yang sama dan GLR pada langkah c,
tentukan tekanan tubing (tubing intake pressure) dengan menggunakan
Pwh pada langkah c. langkah penyelesaian selanjutnya secara rinci
adalah sebagai berikut:
(i)

Plot kurva tekanan tubing dan tentukan tekanan operasi gas-lift


dipermukaan (gambar 4-34)

Gambar 4-33. Gradient tekanan aliran horizontal5)

(ii) Plot titik Pso = 900 psi pada bagian atas dan gambarkan kurva
gradient gas. Jika diharapkan laju aliran gas injeksi cukup tinggi,
maka gesekan (friction) yang ada harus dihitung. Untuk injeksi
pada umumnya, gradient statis dan dinamis adalah sama (gambar
4-35 dapat digunakan). Dalam hal ini didapat sebesar 23,6
psi/1000 ft, sehingga tekanan pada kedalaman 8000 ft adalah
1089 psi, kemudian dari titik Pso = 900 psi tarik garis lurus ke titik
1089 psi pada kedalaman 8000 ft.

Gambar 4-34. Langkah 1, 2, dan 3 penyelesaian metode gas-lift5)


(iii) Untuk kasus ini harga OP = 100 psi
(iv) Dengan menggunakan gambar 4-36 (gradient tekanan aliran
vertikal untuk 50% minyak 50%air). Sebagai contoh untuk GLR
600 scf/bbl dan 1000 b/d, buatlah grafik pressure traverse untuk
1000 b/d dan 600 scf/bbl ke arah bawah dari Pwh = 215 psi sampai
memotong garis P (gambar 4-37) pada kedalaman 4450 ft.
(v) Dari titik perpotongan yang terjadi, plot kurva GLR pada 200
scf/bbl sampai pada total kedalaman, dimana akan didapatkan
harga tekanan tubing inteka pada kedalaman 8000 ft adalah 2200
psi
(vi) Ulangi prosedur yang sama untuk harga-harga GLR yang lain
(800, 1000, dan 1500 scf/bbl)

(vii) Ulangi langkah iv sampai dengan vi untuk harga-harga laju


produksi 600, 800 dan 1200 b/d.

Gambar 4-35. Gradient tekanan statis kolom gas5)

Gambar 4-36. Gradient tekanan untuk aliran vertikal (50% minyak 50%
air)5)

Gambar 4-37. Contoh penyelesaian gas-lift5)

Gambar 4-38. Penyelesaian dengan nodal di dasar sumur untuk metode gaslift5)

3. Langkah yang terakhir adalah plot seperti terlihat pada gambar 4-38,
dimana plot yang diperlihatkan pada gambar tersebut didapatkan dengan
menggunakan komputer untuk harga GIR 400, 500, 600, 700, 800, 900,
1000, 1200, 1500, dan 2000 scf/bbl, sehingga didapatkan harga laju
produksi sebesar 675 b/d.
4. Dari gambar 4-38) tersebut, siapkan kurva kelakukan gas lift (gambar 439), yang mana merupakan kurva dasar yang diperlukan untuk optimisasi
gas-lift.
-

Prosedur Penyelesaian dengan Nodal Pada Kepala Sumur


Meskipun pada umumnya penyelesaian analisa nodal dilakukan dengan

menggunakan nodal di dasar sumur, namun dapat juga diselesaikan dengan


menggunakan nodal yang lainnya. Bila kita ingin mengetahui pengaruh IPR pada
harga tekanan rata-rata reservoir yang berbeda, maka titik penyelesaian pada dasar
sumur adalah titik penyelesaian yang terbaik (gambar 4-40 merupakan
penyelesaian pada kepala sumur).
Laju aliran maksimum didapat dengan menghubungkan titik-titik
perpotongan yang terjadi pada kurva GLR, yaitu sebesar 675 b/d, dan untuk total
GLR 1000 scf/bbl, besarnya GLR injeksi adalah (1000 200) = 800 scf/bbl
disamping itu kurva kelakuan gas-lift dapat juga ditentukan dari gambar 4-41.
Pada dasarnya pemilihan titik (nodal) penyelesaian ini didasarkan pada
jenis metode produksi minyak yang digunakan dan keinginan masing-masing
orang yang melakukannya dan data-data yang telah didapatkan sebelumnya.
Di dalam penggunaan metode produksi gas lift ada beberapa faktor yang
mempengaruhi dalam analisa nodal untuk mendapatkan laju produksi yang
maksimum. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Ukuran pipa salur
b. Ukuran tubing
c. Tekanan separator

Gambar 4-40. Penyelesaian pada kepala sumur5)

Gambar 4-41. Kurva tubing intake untuk metode gas lift pada sumur 15)

Untuk dapat melihat dengan jelas pengaruh maisng-masing faktor


tersebut maka dapat sedikit diuraikan sebagai berikut:
a. Pengaruh ukuran pipa salur
Salah satu cara yang paling cepat dan ekonomis untuk pertambahan laju
produksi adalah memilih ukuran pipa salur permukaan. Pengaruh ini
ditunjukkan oleh gambar 4-42, untuk ukuran pipa salur antara 2 dan 4 inchi
serta produktivitas indek (PI atau J) 0,5; 5 dan 10.

Gambar 4-42. Pengaruh ukuran pipa salur terhadap laju produksi5)


b. Pengaruh ukuran tubing
Gambar 4-43 memperlihatkan pengaruh ukuran tubing terhadap laju produksi
suatu sumur.
c. Pengaruh tekanan separator
Tekanan separator menjadi sangat penting di dalam instalasi gas lift,
tergantung pada kondisi sistim, mungkin penurunan tekanan separator atau
mungkin tidak banyaknya efek pada laju produksi. Pengaruh tekanan separator
terhadap laju produksi dapat dilihat pada gambar 4-44.

Gambar 4-43. Pengaruh ukuran tubing terhadap laju produksi5)

Gambar 4-44. Pengaruh tekanan separator terhadap laju produksi5)

4.2.2.2. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Elektrik


Submersible Pump
Prediksi kurva intake (node outflow) untuk submersible pump
dipertimbangkan oleh dua kondisi yaitu:
A. Pemompaan untuk cairan saja
B. Pemompaan cairan dan gas
Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas khusus untuk pemompaan cairan
saja (minyak atau minyak air).
-

Prosedur pembuatan kurva tubing intake (node outflow) untuk cairan saja
dengan nodal pada dasar sumur
Prosedur ini digambarkan dengan contoh berikut ini dimana kurva hasil

perhitungannya ditunjukkan oleh gambar 4-46 dan 4-47.


1. Pilih pompa yang cocok sesuai dengan ukuran casing dan kapasitas produksi
dari sumur
2. Hitung

fsc dengan menggunakan persamaan berikut:

fsc = 350 wc Twsc + 350 ( 1- wc) Tosc + (GIP) (GLR) gsc dan Tfsc
dengan persamaan berikut:
Tf (V) =

qsc

fsc

350 V

Gambar 4-45. Kurva performance untuk ESP5)

3. Asumsikan berbagai laju produksi dan untuk setiap laju produksi ini kerjakan
berikut:
a. Baca head/stage dari kurva performance dan hitung kwantitas ( fsc
h/808,3141) dengan menggunakan gambar 4-45
b. Tentukan tekanan keluaran pompa dari korelasi gradient tekanan
c. Asumsikan berbagai nomor dari stage dan untuk setiap nomor ini hitung
tekanan intake dengan persamaan berikut:
P3 = P2 ( fsc h/808,3141) St

Gambar 4-46. Kurva intake untuk ESP pada sumur #15)


4. Plot tekanan intake terhadap laju produksi untuk setiap asumsi nomor stage
pada grafik yang sama sebagaimana kurva IPR dengan skala yang sama pula.
Lihat gambar 4-46.
5. Baca harga laju produksi pada setiap titik perpotongan antara kurva pompa
intake dengan kurva IPR.
6. Untuk setiap laju produksi, baca Hp/stage yang dibutuhkan darikurva
performance pompa, kemudian hitung HP total dengan persamaan HP = hp Tfsc
St.
7. Plot laju produksi terhadap nomor stage dan Hp yang dibutuhkan. Lihat
gambar 4-47.

Gambar 4-47. Kemungkinan laju produksi oleh ESP terhadap stage dan Hp
pada sumur 15)
4.2.3. Penyelesaian Analisa Nodal Untuk Metode Produksi Sucker Rod
Seperti halnya pada metode ESP maka pada sucker rod prediksi
mengenai kurva intakenya juga dipertimbangkan untuk dua sebab yaitu:
A. Untuk pemompaan cairan saja
B. Untuk pemompaan cairan dan gas
Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas untuk pemompaan cairan saja
(minyak atau minyak air).
-

Prosedur pembuatan kurva tubing intake (Node Outflow) untuk pemompaan


minyak saja dengan nodal pada intake pompa

1. Tentukan tipe unit pompa permukaan yang akan digunakan (insert pump
dengan API Grade D, tapered rod string dan rod number 86), lihat tabel 4-2.
2. Tentukan ukuran pompa, sucker rod string dan perbandingan crank dan pitman
3. Siapkan kurva IPR (gambar 4-31)
4. Siapkan data-data sumur, fluida produksi dan reservoir seperti terlihat pada
tabel 4-3. Diasumsikan bahwa ukuran tubing, pompa, sucker rod string dan
perbandingan antara crank dan pitman tetap.
Tabel 4 2
Data-data rod dan pompa (plunger)5)

Tabel 4 3
Data-data sumur, fluida reservoir dan

sistim pengangkatan buatan (sucker rod)12)

5. Tentukan Ap, K dan Wr dengan persamaan:


Ap = /4 (dp)2 = /4 (2)2 = 3,1416 in2
dimana:
dp = diameter plunger, in
Ap = luas penampang plunger, in2
K = 0,1484 Ap = (0,1484) (3,1416) = 0,4662
dimana:
K = Konstanta pompa sucker rod
6. Hitung berat rangkaian rod (Wr), untuk rod dengan nomor 86, dan diameter
plunger 2 in (tabel 4-2).
Untuk rod dengan diameter 1 in didapatkan harga sebesar 32,8%, 7/8 in =
33,2%, dan -in = 34% dengan menggunakan tabel 4-4 berat nominal rod
perbagian adalah 2,0, 2,22 dan 1,63 lb/ft, sehingga:
Wr = 8000 (0,328 x 2,9 + 0,332 x 2,22 + 0,34 x 1,63)
= 17,940 lb
tabel 4-4

data-data sucker rod5)

7. Tentukan densitas fluida (Tf) dengan persamaan:


Tfsc = wc Twsc + (1 wc) Tosc
Dimana:
Tfsc = densitas fluida pada kondisi standar
WC = water cut, %
Twsc = desintas air pada kondisi standar
Tosc = desintas minyak pada kondisi standar
141,5

Tosc = 131,5 35 0,8498


Tosc = (0,5) (1,074) + (0,5) (0,8498) = 0,9619
Kemudian tentukan berat fluida yang ada di dalam plunger (Wf):
Wf = 62,4/144 Tfsc Dp Ap = 0,433 Tf Dp Ap
Dimana:
Dp = kedalaman letak pompa, ft
Sehingga:
Wf = (0,433) (0,6919) (8000) (3,1416) = 10,458
Tentukan pula luas penampang rod pada bagian atas (top rod):
Atr = /4 (dtr)2 = 0,7854 in2
Dimana:

dtr = diamater rod pada bagian atas, in.


8. Tentukan harga konstanta a, b, dan c:
1

a = A (Wf + (0,9 0,5063SF) Wr =


SF Art
4
p
dimana:
SF = faktor perbaikan, tergantung jenis rod dan kondisi operasi (tabel
3-5), %
T

= kekuatan tarik minimum rod (90000 psi untuk API Grade C Rods
dan 115000 psi untuk AI Grade D Rods.

9. (P3):
P3 = a + b qsc
Asumsikan berbagai stroke pompa, kemudian dengan menggunakan konstanta
c tentukan tekanan intake pompa (P3):
P3 = a + c (qsc)2
0,972
(qsc)2
S

= - 600 +

10. Plot P3 terhadap qsc padagambar yang sama dengan kurva IPR dan dengan
skala yang sama pula (gambar 4-48), dimana garis yang lurus menunjukkan
kurva intake untuk berbagai harga N yang diasumsikan, sedangkan garis yang
lengkung menunjukkan kurva intake untuk berbagai harga S yang
diasumsikan.
11. Tentukan harga SN2 minimum. Diasumsikan bahwa tekanan maksimum untuk
rod yang diijinkan 35000 psi.
SN2

70500
T

- SF a) Atr + 0,5625 SF Wr
0,5625 SF Wr (1 c / p) 4

SN2 11,678
12. Hitung tekanan intake minimum yang diijinkan dengan menggunakan harga
SN2 dan dengan persamaan sebagai berikut:
P3
-

1
(Wf + (0,9 0,5625 SF) Wr
Ap

T
SF Atr)
4

P3 980 psi

Gambar 4-48. Penyelesaian analisa nodal dengan sucker rod5)


13. Plot harga minimum SN2 pada gambar yang sama dengan plot kurva IPR dan
dengan skala yang sama pula (gambar 4-48), yang ditunjukkan oleh garis lurus
yang mendatar.
14. Baca harga laju produksi maksimum yang diijinkan, yaitu pada setiap titik
potong dari masing-maisng kurva intake dengan kurva IPR. Kemudian plot
harga laju produksi tersebut terhadap S dan S (gambar 4-49) dan tentukan laju
produksi maksimum yang diijinkan.

Gambar 4-49. Kemungkinan laju produksi dengan metoda sucker rod5)

Anda mungkin juga menyukai