Anda di halaman 1dari 6

Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa

Umayyah
Assalamu Alaikum wr wb. Pada dasarnya Daulah Bani Umayyahmerupakan
lanjutan dari Daulah Khulafaur Rasyidin. Muawiyah adalah pendiri daulah ini. Daulah ini
berdiri ketika terjadi krisis politik dalam tubuh umat Islam. Perang siffin merupakan
bagian tengah dari episode krisis umat Islam pada masa itu. Sebab, sebelumnya terjadi
pula perang yaitu perang antara pemerintah Ali melawan pendukung Aisyah, Zubair, dan
Talhah. Perang yang dikenal sebagai perang Jamal (Perang Unta) tersebut terjadi karena
peristiwa sebelumnya, yaitu terbunuhnya Khalifah Ustman. Tetapi sebenarnya pangkal
dari krisis tersebut sudah ada pada masa Khalifah Ustman menjabat. Umat Islam resah
ketika Khalifah dipandang telah membiarkan praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) dalam pemerintahannya. Keresahan umat itu terus berkembang hingga
terjadinya aksi demonstrasi di depan kediaman Khalifah Ustman di Madinah. Sayang, aksi
yang awalnya hanya gerakan moral anti KKN itu berakhir beringas dan tak terkendali
sampai akhirnya menyebabkan Khalifah Ustman terbunuh dan istri beliau terluka.
Karena kehilangan Khalifah, umat Islam mengangkat Khalifah baru. Pada waktu
itu Ali bin Abi Thalib dianggap sosok yang paling tepat menjadi Khalifah. Masyarakat
Madinah dan para demonstran ramai-ramai membaiat Ali menjadi Khalifah. Dengan
naiknya Ali tersebut, keadaan menjadi lebih tenang. Masyarakat Madinah tenang dan
para demonstran yang kebanyakan dari daerah luar Madinah, seperti Mesir, Kuffah, dan
Basra, juga tenang dan kembali ke daerah masing-masing. Namun, Zubair bin Awwam,
Talhah bin Ubaidillah serta Aisyah (istri Rasulullah SAW) menolak pembaiatan Ali
menjadi Khalifah. Mereka menuntut agar para pembunuh Ustman ditangkap dan diadili
dahulu sebelum pemilihan Khalifah. Akibat dari ketidaksetujuan itu pecahlah Perang
Unta. Di sisi lain, Muawiyah yang bertempat tinggal di Damaskus juga menyatakan hal
yang sama dengan kelompok Zubair, Talhah, Aisyah. Akibat dari penolakan itu, pecahlah
perang Siffin.
Asal Usul Bani Umayyah
Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah
Umayyah bin Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim
(keluarga besar Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu
Putra Abdi Manaf. Jadi, Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi,
sekalipun satu kakek moyangnya, sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang
mengganggu keberhasilan Bani Hasyim. Abdul Muthalib, pemimpin Kabah saat itu,
diganggu oleh Abdus Syam dan Umayyah. Ketika menemukan kembali mata air
zamzam,Umayyah dan bapaknya meminta bagian agar dapat mengurusi mata air itu.
Tetapi karena penduduk Mekkah tidak berkenan dengan tindakan mereka itu, maka
keluarga Abdus Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju Damaskus karena merasa
malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan
keluarga kaya, terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum

Quraisy Mekkah. Dia adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada
harta dan kekuasaan membuat dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam
sebagai ajaran yang mulia. Oleh karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap
ajakan Rasulullah SAW, bahkan terus memusuhi. Aktivitasdakwah Rasulullah SAW yang
dianggapnya akan mengubah keadaan sosial, ekonomi, dan politik Mekkah, tentu
merugikan para orang kaya, termasuk Bani Umayyah. Untuk itu, berbagai cara dilakukan
guna menggagalkan gerakan reformasi yang dibangun Rasulullah SAW tersebut. Sampaisampai, cara-cara kekerasan (perang) pun mereka lakukan. Tercatat beberapa perang
besar (Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq) pasca hijrah, melibatkan
kepemimpinan Abu Sufyan.
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat
berpuluh-puluh ribu kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun
banyak sahabat tidak suka terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah
SAW tetap menghormati perubahan sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan
Muawiyah putra Abu Sufyan diangkat sebagai sekretaris beliau dan saudara
perempuannya, Ummu Habibah diperistri oleh Beliau. Setelah beberapa tahun bergabung
sebagai kaum Muslimin, keluarga terdidik dan berpengaruh ini ikut membesarkan Islam.
Di masa Abu Bakar Sidiq, keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah merasa rendah diri
karena kelas mereka berada di bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka tahu diri
bahwa perjuangan mereka belum apa-apa dibanding dengan kedua kaum di atas. Apalagi
di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Oleh
karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu Bakar menyatakan di depan umum
bahwa keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang membela Islam termasuk di
medan perang, bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Beberapa
peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut serta
dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima
untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan Bizantium.
Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan
banyak tenaga administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani
Umayyah yang umumnya terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid
dan Muawiyah dipercaya untuk mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar
ini tidak disia-siakan oleh Bani Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal
sukses dalam mengerjakan tugas-tugas administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani
Umayyah menduduki posisi-posisi penting. Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang
bersih dan berwibawa, mereka tidak berani bertindak macam-macam, seperti korupsi dan
sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani
Umayyah seperti masa Umar, tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka
untuk jabatan-jabatan strategis. Enam tahun pertama, Ustman sukses membangun
Negara. Namun, pada enam tahun berikutnya, karena usia Ustman yang semakin uzur,
maka posisi Bani Umayyah semakin kuat. Melalui sekretaris Negara Marwan bin Hakam
yang juga salah satu anggota Bani Umayyah, mereka menempatkan kroni-kroninya pada
posisi strategis. Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dijalankan

dengan penuh kesungguhan. Hal inilah yang menjadi awal bencana hingga terbunuhnya
Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada
pemerintahan Ustman, semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang
mendorong mereka menentang pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang
Siffin. Namun, keberuntungan memang ada dipihak mereka pada saat Perang Siffin
mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah tandingan. Bahkan lebih beruntung lagi ketika
Hasan bin Ali yang menggantikan kepemimpinan ayahnya mengakui Muawiyah sebagai
Khalifah yang sah di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak itulah mereka mulai
membangun pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut
menjadi pemerintahan milik keluarga besar Bani Umayyah.
Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam
ilmu agama, sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi
imam di Masjid, sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari
sikap mewah. Bahkan, sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di
sekitarnya. Karena baginya, hidup mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui
denyut nadi keadaaan rakyatnya, hampir setiap malam seorang Khalifah mengunjungi
kehidupan rakyatnya. Keinginan dan kebutuhan rakyat harus disaksikan dan dirasakan
sendiri dengan cara seperti itu. Khalifah sadar bahwa tanggung jawab sebagai pemimpin
umat sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan
ditemukan. Sejak Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah
berubah drastis. Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan
bermewah-mewah sebagai raja. Tradisi Harem dan perbudakan ditumbuhkan kembali.
Pesta-pesta diadakan di istana, lengkap dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai
Islam. Hal seperti ini diwariskan kepada Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Hal lain yang berubah pada masa Bani
Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal. Ketika era Khulafaur Rasyidin. Baitul
Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Namun
pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul Mal telah bergeser, sebab
Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta Baitul Mal sesuai
keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut untuk kepentingan
pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah memperlakukan
Baitul Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan kedudukan
Baitul Mal sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang
dirintis oleh pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh
sebuah Dewan penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting
Negara. Lebih dari itu, seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya
tentang kebijakan Khalifah secara terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh
Muawiyah dan para penerusnya. Walapun lagi-lagi, Umar II berusaha menghidupkan
kembali tradisi tersebut, namun penguasa setelahnya segera mengembalikan pada cara-

cara kerajaan yang menempatkan sang raja di atas segala-galanya. Satu hal yang
memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah diabaikannya nilai-nilai
ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan keluarganya. Mereka lebih suka hidup mewah,
mengembangkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta tidak segan-segan
menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya. Dan tampaknya hal seperti itu direstui
oleh sang Khalifah. Bahkan, para KhalifahBani Umayyah justru menikmati kondisi seperti
itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah.
Di antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang
membentang dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini
menempatkan Islam menjadi kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di
Barat. Imbas positifnya, dakwah Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam
dapat tersebar dengan cepat dan meluas. Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjidmasjid dibangun di setiap kota besar serta kegiatan pendalaman agama dan
pengembangan ilmu pengetahuan Islam semarak di mana-mana. Saat itu, Daulah Bani
Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah Bani
Umayyah memiliki militer yang sangat kuat. Tidak seperti para pejabat istana, kaum
militer ini umumnya terdiri atas orang-orang yang sederhana dan taat beribadah. Mereka
berjuang bukan demi Khalifah, melainkan demi tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi.
Bagi mereka, mati di medan perang adalah persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di
medan laga adalah syahid di jalan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan
pasukan Islam di berbagai wilayah disebabkan oleh semangat seperti ini. Karena itu,Bani
Umayyah sangat terkenal dalam suksesnya politik ekspansi. Salah satu kesuksesannya
adalah mampu menembus hingga wilayah Spanyol.
Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik,
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler
adalah bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin
banyaknya jumlah kaum Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah
pemerintahan Islam pada waktu itu. Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk
setempat untuk masuk Islam, melainkan mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik
masuk Islam. Akibat dari makin banyaknya orang masuk agama Islam tersebut maka
pemerintah dengan gencar membuat program pembangunan Masjid di berbagai tempat
sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin. Pada masa Khalifah Abdul Malik, masjid-masjid
didirikan di berbagai kota besar. Selain itu, beliau juga memperbaiki kembali tiga Masjid
utama umat Islam, yaitu Masjidil Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa (Yerusalem) dan
Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli Arsitektur,
mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah. Menara Masjid yang
sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid ini. Perhatian
pada Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan
Agama Islam. Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk
mempelajarinya. Masjid dan tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk
belajar agama. Bagi orang dewasa, biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan

sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu, filsafat juga memiliki penggemar yang tidak
sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan
Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat antusias dalam usahanya untuk memahami
Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah dipelajari karena
memang ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat dipelajari sebagai
alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka berdebat
menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika, dan
ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang
denga baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju.
Karena ajaran Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah
berhala, maka seni patung dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak
berkembang. Akan tetapi, seni kaligrafi, seni sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni
ukir berkembang cukup baik. Di masa ini sudah banyak bangunan bergaya kombinasi,
seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-Arab. Apalagi, bangsa Romawi dan
Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi. Khususnya dalam bidang seni lukis,
seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari perkembangan seni bangunan
ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus yang dindingnya penuh dengan
ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang sangat indah. Perlu
diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini, Khalifah Walid mendatangkan 12.000
orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan yang terjadi
pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling penting dan berpengaruh
hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam. Dengan wilayah yang sedemikian
luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja bangsa
Arab.
Masa Kemunduran Bani Umayyah
Daulah Bani Umayyah yang megah akhirnya runtuh juga. Namun keruntuhannya
tidaklah datang secara tiba-tiba. Melainkan melalui sebuah proses yang panjang. Setelah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Khalifah-Khalifah sesudahnya bukanlah orang-orang yang
cakap dalam memimpin pemerintahan. Namun, lebih dari itu sistem sosial dan politik
yang berkembang oleh pemerintahanBani Umayyah memang mengandung banyak
kelemahan. Di antara kelemahan-kelemahan sistem itu sebagai berikut :
1. Ketidakjelasan Sistem Suksesi, sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan
adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab. Tradisi asli Arab adalah masyarakat
terbentuk atas kabilah-kabilah. Dan kepemimpinan masyarakat yang terdiri dari
kabilah-kabilah tersebut dilakukan dengan sistem perwakilan tiap pimpinan
kabilah. Adapun tradisi kepemimpinan yang turun-temurun merupakan tradisi
kerajaan Romawi dan kerajaan Persia. Tampaknya, Muawiyah meniru kedua
kerajaan besar tersebut. Kelemahan dari tradisi kepemimpinan turun-temurun
adalah adanya ketidakjelasan sistem pergantian. Ketidakjelasan tersebut
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga
Istana. Akibatnya, ketidakkompakkan anggota keluarga Istana memperlemah
kekuatan kekhalifahan.

2. Sistem Sosial yang Diskriminatif, Bani Umayyah menerapkan sistem diskriminasi


sosial. Padahal ajaran Islam menganggap bahwa semua manusia itu sederajat.
Namun, Bani Umayyah memperlakukan orang-orang Islam non-Arab (kaum
mawali) sebagai warna kelas dua. Hal ini jelas menimbulkan kecemburuan. Apalagi
para pemeluk Islam non-Arab makin hari makin besar jumlahnya. Tampaknya,
pemerintah Bani Umayyah tidak mempertimbangkan persoalan ini sejak awal.
Selain itu, Bani Umayyah juga bersikap buruk kepada Bani Hasyim, lebih-lebih
keturunan Ali.
Kecuali
Khalifah
Umar II,
semua
Khalifah Bani
Umayyah melakukan kezaliman tersebut.
3. Sikap Mewah Kalangan Istana, lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga
disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana. Kemewahan itu
membuat anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Selain itu, golongan agama banyak yang
kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
Selain persoalan-persoalan sistem tersebut. Daulah Bani Umayyah juga mengalami
persoalan dengan adanya kaum oposisi maupun kaum pemberontak. Golongan Syiah
(pengikut Ali) dan kaum Khawarij merupakan gerakan oposisi utama sejak Daulah Bani
Umayyah berdiri. Mereka melakukan oposisi secara terbuka maupun bersembunyi.
Penumpasan terhadap gerakan kedua oposisi itu banyak menyedot kekuatan pemerintah.
Adapun gerakan oposisi yang paling kuat adalah oposisi yang dilakukan Bani Abbasiyah.
Gerakan ini merupakan gerakan gabungan antara keluarga (Orang-orang Muslim NonArab) dan orang-orang Khurasan pimpinan Abu Muslim. Gerakan ini menggelembung
menjadi besar, dan pada tahun 750 M mampu menggulingkan Daulah Bani Umayyah.
Sekian dan Semoga dapat menjadi pembelajaran buat kita. Wassalamu Alaikum wr wb.

Anda mungkin juga menyukai