Anda di halaman 1dari 25

BAB III

TEKNIK PRODUKSI

Setelah proses pemboran dilakukan selanjutnya adalah proses produksi


yaitu suatu proses untuk mengangkat atau memproduksikan hidrokarbon dari
reservoir ke permukaan. Dari hasil perolehan minyak ini, diharapkan perusahaan
minyak akan mendapatkan keuntungan yang besar sebagai pengganti biaya
eksplorasi sebelumnya.

3.1. Perkiraan Produktivitas Reservoir


Produktivitas reservoir dapat dinyatakan sebagai kemampuan suatu
akumulasi hidrokarbon dalam batuan porous dan permeable untuk
memproduksi fluida yang dikandungnya.

3.1.1. Productivity Index


Productivity Index (PI) secara umum didefinisikan sebagai indeks
atau derajat ukuran kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Atau
secara matematis yaitu perbandingan laju produksi yang dihasilkan oleh
suatu sumur pada suatu harga tekanan aliran dasar sumur tertentu dengan
perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statis (Ps) dan tekanan dasar
sumur pada saat terjadi aliran (Pwf) yang secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut :
q
PI  J 
(Ps - Pwf)

PI = J = Produktivity Index, bbl/hari/psi


q = laju produksi aliran total, bbl/hari
Ps = Tekanan statis reservoir, psi
Pwf = Tekanan dasar sumur waktu ada aliran, psi

Secara teoritis dapat didekati oleh persamaan radial dari darcy untuk
fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian untuk
aliran minyak saja berlaku hubungan :

97
7.082 x 10-3 x k x h
PI 
Bo x o x ln (re/rw)

7.082 x 10-3 h  ko kw 
PI    
ln (re/rw)  o Bo w Bw 

PI = productivity index, bbl/hari/psi


k = permeabilitas batuan, mD
kw = permeabilitas efektif terhadap sumur, mD
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, mD
o = viscositas minyak, cp
w = viscositas air, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bw = foktar volume formasi air, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft

Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya


pada suatu lapangan terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda,
maka digunakan Specific Productivity Index (SPI) yang merupakan
perbandingan antara Productivity Index dengan ketebalan lapisan yang
secara matematis dapat dituliskan :

PI 7.082 x 10-3 x k
SPI  Js  
h Bo x ln (re/rw)

Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan


untuk laju aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju
aliran yang lebih besar productivity index tidak lagi linier tetapi justru
menurun, hal tersebut disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi
sebagai akibat bertambahnya laju produksi, berkurangnya laju produksi,
berkurangnya permeabilitas terhadap minyak oleh karena terbentuknya gas
bebas sebagi akibat turunnya tekanan pada lubang bor, kemudian dengan
turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka viscositas akan bertambah

98
(sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau berkurangannya
permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan. Berdasarkan
pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba memberikan
batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai berikut:
1. PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
2. PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
3. PI tinggi jika lebih dar 1,5

3.1.2. Inflow Performance Relationship


IPR adalah hubungan tekanan alir dasar sumur (Pwf) dan laju alir
(q). Hubungan ini menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk
mengangkat fluida dari formasi ke permukaan atau berproduksi. Kurva
hubungan ini disebut kurva IPR. Berdasarkan jenis reservoir, tenaga
pendorong reservoir, tekanan reservoir dan permeabilitas, kurva IPR dapat
berbentuk garis lurus dan garis melengkung.
Kurva IPR dapat berupa liner atau tidak tergantung pada jumlah
fluida yang mengalir. Untuk fulida satu fasa akan membentuk kurva yang
linier dan untuk fluida dua fasa kurva yang terbentuk akan lengkung (tidak
linier), dan harga PI tidak lagi merupakan harga yang konstan karena
kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu untuk setiap harga
Pwf.
1. Aliran 1 fasa
Aliran fluida 1 fasa telah dikembangkan oleh Darcy untuk
kondisi aliran radial, dimana dalam suatu lapangan persamaan tersebut
berbentuk :
0.00708 𝐾𝑜 ℎ (𝑃 − 𝑃𝑤𝑓)
𝑞= 𝑟𝑒
𝜇𝑜 𝐵𝑜 (ln (𝑟𝑤 ) − 0.75 + 𝑆 + 𝑎′𝑞)

99
2. Aliran 2 fasa
a. Persamaan Pesoudo-pressure Function
Aliran semi mantap, dimana tidak ada aliran pada batas
reservoir, persamaan laju aliran minyak pada kondisi aliran dua
fasa (gas dan minyak) adalah sebagai berikut :
0.00708 𝐾𝑜 ℎ
𝑞= 𝑟𝑒 (𝑚(𝑃𝑟 − 𝑚(𝑃𝑤𝑓))
(ln (𝑟𝑤 ) − 0.5 + 𝑆)

b. Persamaan Vogel
Untuk memudahkan perhitungan kinerja aliran fluida dua
fasa dari formasi ke lubang sumur, Vogel mengembangkan
persamaan sederhana. Adapun anggapan pada persamaan Vogel
yaitu reservoir bertenaga dorong gas terlarut, harga skin disekitar
lubang sama dengan nol, tekanan reservoir dibawah tekanan
saturasi. Untuk memperoleh nilai laju produksi didapatkan
persamaan sebagai berikut :
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 1 − 0.2 ( ) − 0.8 (( ) )
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

Persamaan Vogel dikembangkan dalam memperhitungkan


kondisi dimana tekanan reservoir berada diatas tekanan saturasi.
Pada kondisi ini kurva IPR terdiri dari dua bagian yaitu Pwf > Pb
yang membentuk kurva linier dan Pwf < Pb yang membentuk
kurva tidak linier. Pada bagian kurva yang linier, maka persamaan
yang digunakan yaitu :
𝑞𝑜 = 𝐽 (𝑃𝑠 − 𝑃𝑤𝑓)

Pada bagian kurva yang tidak linier (Pwf < Pb), maka
persamaan yang digunakan yaitu, :

𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝑞𝑏 (𝑄𝑜𝑚𝑎𝑥 −𝑄𝑏 ) (1 − 0.2 ( ) 0.8 (( ) ))
𝑃𝑟 𝑃𝑟

100
qb = laju alir oil pada tekanan saturasi
Pb = tekanan saturasi
Qb = J (Pb/1.8)
J = Index Productivity

c. Persamaan standing
Metode Standing merupakan modifikasi persamaan Vogel
berdasarkan kenyataan bahwa untuk sumur yang mengalami
kerusakan terjadi tambahan kehilangan tekanan di sekitar lubang
bor.
Standing juga mengajukan grafik yang memperhitungkan
suatu kondisi dimana flow efficiency tidak sama dengan 0 . Flow
efficiency merupakan perbandingan antara productivity index
actual dengan ideal. Nilai FE < 1 apabila sumur mengalami
kerusakan, nilai FE > 1 apabila sumur mengalami perbaikan
sebagai hasil stimulasi, dan FE = 1 apabila sumur tidak
mengalami kerusakan.
Untuk laju alir maksimum yang dihasilkan adalah laju
produksi maksimum pada harga skin sama dengan 0, dan untuk
menghitung laju produksi maksimum pada harga FE yang
dimaksud, maka pada tekanan alir dasar sumur sebenarnya yang
sama dengan 0 di ubah menjadi tekanan alir dasar sumur pada
kondisi ideal.

2
𝑞𝑜 𝑃′𝑤𝑓 𝑃′𝑤𝑓
= 1 − 0.2 ( ) − 0.8 (( ) )
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 2)
𝑃𝑤𝑓 2
= 1.8(𝐹𝐸) (1 − ) − 0.8(𝐹𝐸 (( ) )
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥(𝐹𝐸=1) 𝑃𝑟 𝑃𝑟

101
d. Persamaan cauto
Couto memanipulasi persamaan Standing untuk kinerja
aliran fluida dari formasi ke lubang sumur, dengan cara
mendefinisi indeks produktivitas. Persamaan yang hasilkan
adalah sebagai berikut :

ℎ 𝑘𝑜
𝑞𝑜 = 0.00419 − ( 𝑟𝑒 ) − (𝜇𝑜 𝐵𝑜 ) Pr(𝐹𝐸) (1 − 𝑅)(1.8 − 0.8(𝐹𝐸)(1 − 𝑅))
𝑙𝑛 (0.472 )
𝑟𝑤

e. Persamaan fetkovich
Fetkovich menganalisa hasil uji back-pressure yang
dilakukan di sumur-sumur minyak yang berproduksi dari berbagai
kondisi reservoir. Dari analisa ini disimpulkan bahwa kurva back
pressure di sumur minyak mengikuti kurva back pressure di sumur
gas, yaitu plot antara qo terhadap (Pr2 – Pwf2). Grafik IPR sumur
minyak dari uji back pressure dapat dinyatakan dalam bentuk
persamaan :
𝑞𝑜 = 𝐶((𝑃̅𝑟 2 − 𝑃𝑤𝑓 2 )𝑛 )
C = flow coefficient,
n = 1/kemiringan
n merupakan faktor turbulensi, dimana nilai n mendekati 1
menandakan tidak terjadi turbulensi, dan nilai n lebih kecil dari 1
atau minimum 0.5 terjadi turbulensi. Nilai n dapat dicari dari grafik
log qo vs log (Pr2-Pwf2) dengan menentukan dua titik dan
dimasukan kedalam persamaan berikut :
log 𝑞2 − 𝑙𝑜𝑔 𝑞1
𝑛=
𝑙𝑜𝑔(𝑃𝑟2 )2 − 𝑙𝑜𝑔(𝑃𝑟2 )1

f. Aliran 3 fasa
Metode untuk menentukan kinerja aliran gas, minyak dan
air formasi ke lubang sumur telah dikembangkan oleh Petrobras

102
dan Pudjo Sukarno. Metode ini digunakan untuk mengembangkan
kurva IPR gas-minyak. Adapun anggapan yang digunakan adalah
 Faktor Skin sama dengan 0
 Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir
bersama-sama secara radial.
Pada metode ini parameter water cut merupakan parameter
tambahan dalam persamaan kurva IPR yang dikembangkan. Dan
didapatkan persamaan metode Pudjo Sukarno yaitu :
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 𝐴0 − 𝐴1 ( ) − 𝐴2 (( ) )
𝑞𝑡𝑚𝑎𝑥 𝑃𝑟 𝑃𝑟

A0, A1, A2 adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda


untuk water cut berbeda.

3.1.3. Peramalan IPR


Metode peramalan IPR ini hanya berlaku pada kondisi aliran dua
fasa (minyak dan gas) atau tekanan reservoir lebih kecil dari tekanan
saturasi.
1. Faktor Skin sama dengan nol
Dalam kelompok ini ada metode Standing, dengan persamaan :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜(𝐹) = 𝑞𝑜(𝑚𝑎𝑥)𝐹 [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ]
𝑃𝑟 𝑃𝑟
𝐽∗ 𝐹 𝑃𝑅𝐹 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜(𝐹) = [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ]
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟
2. Faktor Skin tidak sama dengan nol
Dalam kelompok ini terdapat metode couto berdasarkan
pengembangan dari persamaan vogel dengan meramalkan tekanan
reservoir yang akan datang, metode Fetkovich berdasarkan
pengembangan empiris.
𝑃𝑅𝐹 𝑛
𝑞𝑜(𝐹) = 𝐽 (𝑃𝑟𝑓 2 − 𝑃𝑤𝑓)
𝑃𝑟𝑖

103
3.2. Sistem Analisa Nodal
Analisa nodal merupakan salah satu pendekatan sistem analisis
untuk menganalisa performa suatu sumur hidrokarbon berdasarkan kondisi
sistem yang ada pada sumur tersebut. Sistem produksi sumur terdiri atas
sejumlah komponen-komponen yang saling berinteraksi dimana performa
masing-masing komponen tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
performa sumur secara keseluruhan. Tujuan utama analisa nodal adalah
untuk mendapatkan laju produksi optimum dari sumur minyak dengan
melakukan evaluasi secara lengkap pada sistem sumur. Pemilihan
kombinasi komponen yang tepat pada sistem sumur tersebut akan
memberikan hasil optimal terhadap produksinya.
Nodal merupakan titik pertemuan antara 2 komponen, dimana titik
pertemuan tersebut secara fisik akan terjadi keseimbangan, dalam bentuk
keseimbangan massa ataupun keseimbangan tekanan. Hal ini berarti
bahwa massa fluida yang keluar dari suatu komponen akan sama dengan
masa fluida yang masuk ke dalam komponen berikutnya yang akan saling
berhubungan di ujung suatu komponen akan sama dengan tekanan di
ujung komponen lain yang berhubungan.
Hal dasar yang diperlukan untuk analisa optimasi sumur dengan
analisa sistem nodal adalah Inflow Performance Relationship (IPR) sumur
pada kondisi terkini. Kemudian model dari komponen-komponen sumur
dapat digunakan untuk memprediksi performa sumur.
Dalam sistem sumur produksi dapat ditemukan 4 titik nodal, yaitu :
1. Titik nodal di dasar sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi
produktif/reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi
sumur adalah open hole atau titik pertemuan antara komponen tubing
dengan komplesi apabila sumur diperforasi / dipasangi gravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen
tubing dan komponen pipa salur dalam hal ini sumur tidak

104
dilengkapi dengan jepitan atau merupakan titik pertemuan antara
komponen tubing dengan komponen jepitan apabila sumur
dilengkapi dengan jepitan.
3. Titik nodal di separator
Pada titik nodal ini mempertemukan komponen pipa salur
dengan komponen separator.
4. Titik nodal di “Upstream / Downstream” jepitan.
Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan
pertemuan antara komponen jepitan dengan komponen tubing,
apabila jepitan dipasang di tubing sebagai safety valve atau
merupakan pertemuan antara komponen tubing dipermukaan dengan
komponen jepitan, apabila jepitan dipasang di kepala sumur.

3.3. Permasalahan Produksi


Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak
optimumnya produksi minyak di suatu sumur dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok :
1. Laju produksi menurun
a. Masalah scale
Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada
bidang permukaan yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu
minyak diproduksikan ke permukaan. Timbulnya endapan scale
tergantung dari komposisi air yang diproduksikan. Jika kelarutan
ion terlampaui maka komponen menjadi terpisah dari larutan
sebagai padatan, dan membentuk endapan scale. Sebab-sebab
terjadinya endapan scale antara lain air tak kompatibel, penurunan
tekanan, perubahan temperature dll.
b. Masalah paraffin
Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh
perubahan kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya
kelarutan lilin dalam minyak mentah. Pengendapan yang terjadi

105
pada sumur produksi dipengaruhi oleh kelarutan minyak mentah
dan kandungan lilin dalam minyak. Kristal-kristal lilin yang
menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk
kristal-kristal tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang
terdapat bersama-sama dengan kristal lilin dapat memisahkan diri
dari larutan minyak mentah dan membentuk endapan dalam sumur
produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal
adalah penurunan tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak
mentah menurun saat menurunnya temperatur. Adanya gerakan
ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar sumur dapat
menyebabkan terjadinya pendinginan atau penurunan temperatur
sampai di bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan
aspal. Terlepasnya gas dan hidrokarbon ringan dari minyak
mentah bisa menyebabkan penurunnan kelarutan lilin, sehingga
terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi dapat
mempercepat terbentuknya endapan parafin dan aspal
c. Masalah emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat
campur. Dalam emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam
cairan lain berupa butiran-butiran yang sangat kecil. Emulsi kental
memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam cairan
lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi
semacam itu ditinjau dari viskositasnya.
d. Masalah korosi
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi
dengan minyak dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan.
Air bersifat asam atau garam, atau keduanya dan kecenderungan
mengkorosi logam yang disentuhnya. Korosi sebenarnya
merupakan proses elektrokimia yaitu proses listrik yang terjadi
setelah reaksi kimia dan disebabkan oleh kandungan garam dan

106
asam dalam air. Jika ada dua permukaan logam berbeda muatan
listrik maka terjadi aliran listrik melalui air.
2. Produktifitas formasi menurun
a. Masalah coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya
menurunkan produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan
sumur ditutup atau ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu
terproduksinya air atau gas yang berlebihan akan menyebabkan
proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan
karena pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah
mencapai lubang perforasi, pergerakan gas atau batas gas –
minyak telah mencapai lubang perforasi, terjadinya water
fingering atau gas fingering.

Gambar 3.1. Skema Water Coning

b. Masalah kepasiran
Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi
menimbulkan problem produksi. Problem produksi ini biasanya
berhubungan dengan formasi dangkal berumur tersier yang
umumnya batupasir berjenis lepas-lepas (unconsolidated sand)

107
dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti
pekerjaan komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona-
zona kepasiran. Sebab-sebab dari terproduksinya pasir
berhubungan dengan :
 Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh
aliran fluida dimana laju aliran dan visositasnya meningkat
menjadi lebih tinggi.
 Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan
dengan produksi air, karena melarutkan material penyemen
atau pengurangan gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi
air.
 Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan
mengganggu sifat penyemenan antar batuan.

3.4. Metode Produksi


3.4.1. Natural Flow
Sembur alam adalah memproduksikan sumur produksi secara
alamia dengan kemanpuan pressure reservoir untuk mendorong fluidanya
hingga ke permukaan tanpa menggunakan alat bantuan. Hal ini karenakan
pressure reservoir yang masih manpu mendoron fluida ke permukaan
dengan pressure pada reservoir yang cukup tinggi. Sumur produksi akan
terus di produksikan secara alamia selama tekananya masih mampu dan
masih ekonomis dalam segi ke ekonomiannya.
Produksi ini memanfaatkan mekanisme pendorong pada reservoir,
seperti halnya dari gas-gas bebas maupun dari minyak itu sendiri,
keduanya memiliki tekanan, dimana pada kondisi tertentu tekanan tersebut
dapat menaikkan fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui tubing
tanpa memerlukan tenaga (tekanan) bantuan yang berasal dari luar. Untuk
menjaga sumur-sumur produksi tetap berproduksi dalam jangka waktu
semburan yang agak lama, maka pada alat christmas tree dipasang choke
yang mempunyai diameter jauh lebih kecil dari pada diameter tubing.

108
3.4.2. Artificial Lift
Tekanan reservoir dan gas formasi yang tersedia harus memiliki
energi yang cukup untuk mengangkat fluida dari dasar sumur ke
permukaan dan dapat mengatasi kehilangan tekanan selama proses aliran
sampai ke permukaan. Semakin lama tekanan atau energi tersebut akan
semakin berkurang dan suatu saat energi tersebut tidak mampu lagi
mengangkat fluida. Kondisi tersebut akan berakibat terhadap penurunan
laju produksi dan bahkan akan mengakibatkan sumur tersebut berhenti
berproduksi atau mati. Apabila tekanan reservoir terlalu rendah atau laju
produksi yang dikehendaki lebih besar dari energi reservoir tersebut, maka
harus digunakan metode pengangkatan buatan (artificial lift system).
Pemilihan metode artificial lift dilakukan dengan membandingkan
kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pengangkatan buatan
yang sesuai dengan kondisi sumur dan reservoir. Diharapkan dengan
memilih metode yang sesuai dengan kondisi lapangan ini proses produksi
dapat berjalan dengan efektif dan mencapai laju produksi yang optimum.
1. Pompa angguk (sucker rod pump)
Sucker rod pump merupakan salah satu metoda pengangkatan
buatan, dimana untuk mengangkat minyak ke permukaan digunakan
pompa dengan tangkai pompa (rod). Pompa ini digunakan pada
sumur-sumur dengan viskositas rendah  medium, tidak ada problem
kepasiran, GOR tinggi, sumur-sumur lurus dan fluid level tinggi.
Prinsip kerja dari pompa sucker rod dapat dijelaskan sebagai
berikut : Gerak rotasi dari prime mover diubah menjadi gerak naik
turun oleh pumping unit terutama oleh sistem pitman crank assembly.
Kemudian gerak angguk (naik turun) ini oleh horse head dijadikan
gerak lurus naik turun untuk menggerakkan plunger. Instalasi
pumping unit di permukaan dihubungkan dengan pompa yang ada
dalam sumur oleh sucker rod sehingga gerak lurus naik turun dari
horse head dipindahkan ke plunger pompa dan plunger bergerak naik
turun dalam barrel pompa.

109
Pada saat up-stroke, plunger bergerak ke atas, di bawah
plunger terjadi penurunan tekanan, Karena tekanan dasar sumur lebih
besar dari tekanan dalam pompa maka akibatnya standing valve
terbuka dan minyak masuk ke dalam pompa. Pada saat down-stroke,
standing valve tertutup karena tekanan dari minyak dalam barrel
pompa, sedangkan pada bagian atasnya, yaitu traveling valve terbuka
oleh tekanan minyak akibat dari turunnya plunger, selanjutnya minyak
akan masuk ke dalam tubing. Proses ini dilakukan secara berulang-
ulang sehingga minyak akan sampai ke permukaan dan terus ke
separator melalui flow line.

2. Gas lift
Gas lift didefinisikan sebagai suatu proses atau metode untuk
membantu memproduksikan fluida dari lubang sumur dengan cara
menginjeksikan gas yang bertekanan tinggi ke dalam kolom fluidanya.
Pengangkatan fluida dengan cara gas lift didasarkan pada
pengurangan gradien tekanan fluida di dalam tubing, pengembangan
dari gas yang diinjeksikan serta pendorongan fluida oleh gas injeksi
yang bertekanan tinggi. Ketiga faktor dapat bekerja sendiri-sendiri
atau merupakan kombinasi dari ketiganya.
Fluida yang berada di dalam annulus antara tubing dan casing
ditekan dengan gas injeksi, sehingga permukaan fluidanya akan turun
di bawah valve, selanjutnya valve ini (valve paling atas) akan
membuka, sehingga gas injeksi akan masuk ke dalam tubing. Dengan
bercampurnya gas injeksi dengan fluida reservoir, maka densitas
minyak akan turun dan mengakibatkan gradien tekanan minyak
berkurang sehingga akan mempermudah fluida reservoir mengalir ke
permukaan.
Ada dua cara pengangkatan buatan dengan metode gas lift,
yaitu penginjeksian secara kontinyu (continuous flow gas lift) dan
penginjeksian terputus-putus (intermittent flow gas lift).

110
a. Continuous gas lift, yaitu gas diinjeksikan secara terus menerus
ke dalam annulus melalui valve yang dipasang pada tubing, maka
gas akan masuk ke dalam tubing. Metode ini digunakan pada
sumur yang mempunyai Productivity Index (PI) tinggi dan
tekanan statis dasar sumur (Ps) tinggi, relative terhadap
kedalaman sumur, dimana PI tinggi besarnya adalah > 0.5
B/D/psi dan Ps tinggi artinya dapat mengangkat kolom cairan
minimum 70% dari kedalaman sumur. Pada tipe sumur ini, laju
produksi berkisar antara 200 – 20000 B/D, melalui ukuran tubing
yang normal.
b. Intermittent gas lift, yaitu gas diinjeksikan secara terputus-putus
pada selang waktu tertentu, dengan demikian injeksi gas
merupakan suatu siklus dan diatur sesuai dengan laju fluida yang
mengalir dari formasi ke lubang sumur. Intermittent flow gas lift
digunakan pada sumur-sumur dengan volume fluida rendah atau
sumur-sumur yang mempunyai Productivity Index rendah dan Ps
rendah, dimana PI rendah mampunyai besar < 0.5 B/D/psi dan Ps
rendah artinya kolom cairan yang terangkat kurang dari 70%.

3. Electric submersible pump (pompa hisap)


Electric submersible pump digunakan pada sumur-sumur yang
dalam dan dapat memberikan laju produksi yang besar. Selain untuk
sumur produksi, ESP juga dapat untuk proyek-proyek water flooding
dan pressure maintenance, dimana ESP dipasang pada sumur-sumur
injeksi. Selain dari itu dapat juga digunakan pada sumur-sumur yang
tidak menggunakan tubing (tubingless completion) dan produksi
dilakukan melalui casing. Pada umumnya pompa jenis ini digunakan
pada sumur-sumur artificial lift dengan produksi besar dan GOR
rendah.
Pada dasarnya electric submersible pump ini adalah
merupakan pompa sentrifugal bertingkat banyak, dimana poros dari

111
pompa sentrifugal dihubungkan langsung dengan penggerak. Motor
penggerak ini menggunakan tenaga listrik, sedangkan sumber
listriknya diambil dari power plant, dimana tenaga listrik untuk pompa
disuplai dari switch board dan transformator di permukaan dengan
perantara kabel listrik yang di-clamp pada tubing dengan jarak 15
hingga 20 ft.

Setiap tingkat dari pompa sentrifugal terdiri dari impeller


(bagian yang berputar) dan diffuser (bagaian yang diam). Tenaga
dalam bentuk tekanan didapat dari cairan yang dipompakan disekitar
impeller. Gerakan berputar impeller mengakibatkan cairan ikut
berputar, yaitu arah radial (akibat dari gaya sentrifugal) dan arah
tangensial.
Pompa sentrifugal adalah motor hidrolik dengan jalan
memutar cairan yang melalui impeller pompa, cairan masuk ke dalam
impeller pompa menuju poros pompa, dikumpulkan oleh diffuser
kemudian akan dilempar ke luar. Oleh impeller tenaga mekanis motor
dirubah menjadi tenaga hidrolik. Impeller terdiri dari dua piringan
yang didalamnya terdapat sudu-sudu, pada saat impeller diputar
dengan kecepatan sudut , cairan dalam impeller dilemparkan keluar
dengan tenaga potensial dan kinetik tertentu. Cairan yang ditampung
dalam rumah pompa kemudian dievaluasikan melalui diffuser,
sebagian tenaga kinetik dirubah menjadi tenaga potensial berupa
tekanan. Karena cairan dilempar ke luar maka terjadi proses
penghisapan.

3.5. Enhanced Oil Recovery


Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah suatu mekanisme yang
digunakan pada tahapan tertiary recovery untuk meningkatkan produksi
minyak setelah tahapan primary dan secondary recovery. Perolehan
Minyak Tahap Lanjut (EOR) merupakan perolehan minyak dengan cara

112
menginjeksikan suatu zat yang berasal dari salah satu atau beberapa
metode pengurasan yang menggunakan energi luar reservoir. Jenis energi
yang digunakan adalah salah satu atau gabungan dari energi mekanik,
energi kimia dan energi termik.
Perolehan minyak yang berasal dari injeksi tak tercampur, injeksi
tercampur, injeksi kimiawi dan injeksi thermal merupakan perolehan
minyak tahap lanjut, karena reservoir minyak memperoleh bantuan energi
dari luar pada semua metode tersebut. Jenis energi luar yang dipakai
merupakan salah satu atau gabungan dari energi mekanik, energi kimiawi
dan energi thermal. Metode Enhanced Oil Recovery (EOR) dapat
digunakan pada awal produksi suatu reservoir atau sebelum produksi
secara alamiah yang ekonomis berakhir. Konsep dasar dari metode EOR
ini sendiri ada tiga macam, yaitu:

1. Primary Recovery
Primary recovery merupakan suatu metode produksi fluida
reservoir yang disebabkan oleh ekspansi dari gas atau liquid di dalam
reservoir itu sendiri atau oleh karena influx air dari aquifer.
2. Secondary Recovery
Secondary recovery merupakan suatu metode produksi fluida
reservoir yang disebabkan oleh injeksi fluida kedalam reservoir
dengan menggunakan fluida yang sama dengan fluida reservoir,
apakah itu bagian produksi dari reservoir bersangkutan atau reservoir
lainnya, seperti water atau gas injection.

3. Tertiary Recovery

Tertiary Recovery merupakan suatu metode produksi fluida


reservoir yang disebabkan oleh injeksi fluida atau hal lainnya ke
dalam reservoir dimana fluida yang diinjeksikan tersebut tidak sama
dengan fluida reservoir, seperti chemicals, steam atau solvent.

113
Gambar 3.2 Skematik Enhanced Oil Recovery

Secara garis besar ketiga recovery yang ada diatas dapat


dikelompokkan dalam bagian. Besarnya cadangan di seluruh dunia yang
dapat digolongkan sebagai cadangan yang tidak dapat diproduksikan
dengan metode primer adalah sebesar 2.0 triliun barrel. Tahap produksi
primer hanya dapat memproduksi 1/3 dari OOIP, dimana 2/3 dari OOIP
tidak dapat diproduksi dengan teknologi konvensional.
Karena besarnya cadangan yang tersisa tersebut sehingga
mendorong dilakukan berbagai cara untuk meningkatkan perolehan
minyak di reservoir setelah tenaga pendorong alamiahnya berkurang.
Penerapan teknologi EOR diharapkan dapat memproduksi sekitar 20% -
30% dari cadangan minyak sisa tersebut. Dalam prakteknya, sekarang
makin banyak digunakan metode EOR pada awal kehidupan suatu
reservoir, atau sebelum produksi secara alamiah yang ekonomis berakhir.
Karena itu harus dipastikan terlebih dahulu apakah penerapan suatu
metode EOR (Enhanced Oil Recovery), dapat dibayar oleh kelebihan
perolehan minyak.

3.5.1. Efektifitas EOR


Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi efektivitas EOR, antara lain :
1. Kedalaman

114
Kedalaman reservoir merupakan faktor penting dalam
menentukan keberhasilan EOR dari segi teknik dan ekonomi. Dari
segi ekonomi adalah jika kedalaman reservoir kecil maka biaya
pemboran juga akan kecil, demikian pula jika dilakukan injeksi gas
maka biaya kompresor juga akan kecil.
2. Kemiringan
Faktor kemiringan mempunyai arti penting jika terdapat
rapat massa antara fluida pendesak dan fluida yang didesak cukup
besar. Pengaruh kemiringan tidak terlalu besar, jika kecepatan
pendesakan besar.

3. Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas atau Ketidakseragaman reservoir adalah
variasi sifat fisik dan kimia penyusun batuan dan fluida reservoar.
Struktur reservoar sesungguhnya sangat komplek, proses-proses
geologi menyebabkan ketidakseragaman batuan reservoir.

3.5.2. Metode EOR


Ada beberapa macam metode yang digunakan dalam EOR, antara lain
sebagai berikut :
1. Injeksi gas

Prinsip proses injeksi gas tak tercampur dalam teknik produksi


lanjut sama dengan proses injeksi air (water flooding). Gas yang
diinjeksikan biasanya merupakan gas hidrokarbon. Injeksi gas
dilakukan jika terdapat sumber gas dalam jumlah yang besar dan
cukup dekat letaknya termasuk gas yang berasal dari ikutan produksi
minyak. Injeksi gas juga dapat dilakukan untuk menguras minyak
yang tersembunyi pada bagian atas reservoir yang terhalang oleh
patahan atau kubah garam, minyak ini sering disebut attic oil.

115
Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan tidak efisiennya gas
sebagai fluida pendesak, antara lain:
a. Gas biasanya bersifat tidak membasahi batuan reservoir, sehingga
gas akan bergerak melalui pori-pori yang lebih besar dan bergerak
lebih cepat dari minyak. Gas yang diinjeksikan dapat mendesak
gas lebih banyak daripada minyak apabila terdapat saturasi gas
awal yang menempati pori-pori yang lebih besar.
b. Fluida gas mempunyai viskositas yang relatif jauh lebih kecil
daripada minyak, sehingga gas cenderung melewati minyak
bukan mendesaknya.
c. Fluida gas merupakan fluida non-wetting dan menempati pori-
pori yang lebih besar dimana aliran paling mudah terjadi,
sehingga permeabilitas relatif gas akan naik secara drastis dan
permeabilitas.
2. Injek air
Injeksi air atau Water flooding merupakan metode perolehan
tahap kedua dengan menginjeksikan air ke dalam reservoir untuk
mendapatkan tambahan perolehan minyak yang bergerak dari
reservoir menuju ke sumur produksi setelah reservoir tersebut
mendekati batas ekonomis produktif melalui perolehan tahap pertama.
Proses penginjeksian air (water flooding) dari permukaan bumi
ke dalam reservoir minyak adalah didasarkan pada suatu kenyataan
bahwa air aquifer berperan sebagai pengisi atau pengganti minyak
yang terproduksi, disamping berperan sebagai media pendesak.
Sedangkan pertimbangan dilakukan water flooding adalah bahwa
sebagian besar batuan reservoir bersifat water wet (sifat kebasahan),
sehingga fasa air lebih banyak ditangkap oleh batuan akibatnya
minyak akan terdesak dan bergerak ketempat lain (permukaan sumur).
Pertimbangan lain dilakukan injeksi air adalah :
a. Saturasi minyak sisa (Sor) cukup besar
b. Recoverynya 30% _ 40% dari original oil in place (OOIP)

116
c. Air murah dan mudah diperoleh
d. Mudah menyebar ke seluruh reservoir dan kolom air memberikan
tekanan yang cukup besar dan efisiensi penyapuan yang cukup
tinggi.
e. Berat kolom air dalam sumur injeksi turut menekan, sehingga
cukup banyak mengurangi besarnya tekanan injeksi yang perlu
diberikan di permukaan, jika dibandingkan dengan injeksi gas,
dari segi berat air sangat menolong.
f. Efisiensi pendesakan air juga cukup baik, sehingga harga Sor
sesudah injeksi air = 30% cukup mudah didapat.

3. Thermal flood
Injeksi thermal adalah salah satu metode EOR dengan cara
menginjeksikan energi panas ke dalam reservoir untuk mengurangi
viskositas minyak yang tinggi yang akan menurunkan mobilitas
minyak sehingga akan memperbaiki efisiensi pendesakan dan efisiensi
penyapuan. Thermal flood tipe Reservoirnya umumnya mengandung
minyak dengan API gravity 10 – 20, dengan viscositas pada
temperatur reservoir 200 – 1000 cp. Meskipun pada beberapa kasus
permeabilitasnya cukup besar, tetapi energi reservoirnya tidak cukup
untuk memproduksi minyak tersebut karena viscositasnya yang sangat
tinggi. Injeksi panas dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
injeksi fluida panas (injeksi air panas dan injeksi steam) dan in-situ
combustion (pembakaran di tempat).
4. In-situ combustion
In-situ combustion adalah proses pembakaran sebagian minyak
dalam reservoir untuk mendapatkan panas , dimana pembakaran
dalam reservoir dapat berlangsung bila terdapat cukup oksigen (O2)
yang diinjeksikan dari permukaan. Untuk memulai pembakaran
dipakai minyak pembakar yang dinyalakan dengan listrik, kemudian
pembakaran berlangsung terus dengan minyak reservoir dan injeksi

117
O2 terus dilakukan, sehingga pembakaran bergerak menuju sumur
produksi. Temperatur pembakaran dapat mencapai 600 – 1200 0F.
Panas yang ditimbulkan memberi efek penurunan viskositas,
pengembangan dan destilasi minyak dengan efek gas drive, semua ini
akan menyebabkan minyak terdesak ke sumur produksi. Penyalaan
yang terjadi di satu tempat di reservoir akan merambat ke arah dimana
terdapat bahan bakar yang telah tercampur dengan udara injeksi.
Berdasarkan perambatan pembakaran ini In-Situ Combustion dibagi
dalam forward combustion dan reverse combustion. Pemakaian in-situ
combustion memakan biaya relatif besar dibandingkan dengan metode
lainnya
Mekanisme kerja diawali dengan penyalaan dan panas yang
dihasilkan akan merambat secara konduksi. Dengan tersedianya
oksigen yang cukup, crude oil sekitarnya akan ikut terbakar setelah
temperatur nyalanya tercapai. Bahan bakar untuk tahap lanjut bukan
lagi crude oil (hidrokarbon ringan sampai berat). Dengan naiknya
temperatur, minyak akan lebih mudah bergerak sehingga sebagian
minyak terdesak akan menjauhi zone pembakaran.
5. Steam flood
Injeksi uap adalah menginjeksikan uap ke dalam reservoir
minyak untuk mengurangi viskositas yang tinggi supaya pendesakan
minyak lebih efektif, sehingga akan meningkatkan perolehan minyak.
Uap diinjeksikan secara terus-menerus melalui sumur injeksi dan
minyak yang didesak akan diproduksikan melalui sumur produksi
yang berdekatan. Pengaruh panas di dalam zona air panas pada
produksi minyak adalah menurunnya viskositas minyak, ekspansi
thermal minyak dan saturasi minyak sisa serta berubahnya
permeabilitas relatif pada temperatur tinggi.
Mekanisme injeksi uap merupakan proses yang serupa dengan
pendesakan air. Suatu pola sumur yang baik dipilih dan uap
diiinjeksikan secara terus menerus melalui sumur injeksi dan minyak

118
yang didesak dan diproduksikan melalui sumur lain yang berdekatan.
Uap yang diinjeksikan akan membentuk suatu zona jenuh uap (steam
saturated zone) disekitar sumur injeksi.
Temperatur dari zona ini hampir sama dengan temperatur uap
yang diinjeksikan. Kemuadian uap bergerak menjauhi sumur,
temperaturnya berkurang secara kontinyu disebabkan oleh penurunan
tekanan. Pada jarak tertentu dari sumur (tergantung dari temperatur
uap mula-mula dan laju penurunan tekanan), uap akan mencair dan
membentuk hot water bank.
6. Injeksi Chemical
Injeksi kimia pada prinsipnya adalah menambahkan zat kimia
kedalam reservoir dengan jalan injeksi dan bertujuan untuk mengubah
sifat-sifat fisik/kimia fluida reservoir dengan fluida pendesak. Sasaran
utamanya adalah untuk mengurangi tekanan kapiler atau menaikkan
viscositas fluida pendesak agar dapat memperbaiki efisiensi
pendesakan (Ed) dan effisiensi penyapuan (Es).
Kondisi reservoir yang perlu diperhatikan pada proses kimia
ini adalah temperatur, jenis reservoir dan mekanisme pendorong
reservoir. Jenis reservoir disini menyangkut ada tidaknya tudung gas,
sebab adanya tudung gas dapat menyebabkan masuknya sebagian
minyak yang terdesak kedaerah yang mempunyai saturasi gas 100 %
sehingga minyak terperangkap.
7. Injeksi CO2
Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas
CO2 tercampur yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke
dalam reservoir dengan melalui sumur injeksi sehingga dapat
diperoleh minyak yang tertinggal.
8. Injeksi Surfactant
Injeksi surfactant digunakan untuk menurunkan tegangan
antarmuka minyak-fluida injeksi supaya perolehan minyak
meningkat. Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan

119
residual oil yang ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak yang
terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak dapat
dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan surfactan. Percampuran
surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi
tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada
lagi minyak yang tertinggal. Pada surfactant flooding kita tidak perlu
menginjeksikan surfactant seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida
pendesak lainnya, yaitu air yang dicampur dengan polimer untuk
meningkatkan efisiensi penyapuan dan akhirnya diinjeksikan air.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan
dalam penggunaan surfactant untuk meningkatkan perolehan minyak.
Konsep pertama adalah larutan yang mengandung surfactant dengan
konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfactant dilarutkan di dalam air
atau minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan
gumpalan-gumpalan surfactant yang dikenal sebagai micelle.
Sejumlah besar fluida (sekitar 15 – 60% atau lebih) diinjeksikan ke
dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak
dan air, sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak. Pada konsep
kedua, larutan surfactant dengan konsentrasi yang lebih tinggi
diinjeksikan ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 –
20% PV). Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa dispersi
stabil air di dalam hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
Mekanisme kerja larutan surfactant yang merupakan
microemulsion yang diinjeksikan ke dalam reservoir, mula-mula
bersinggungan dengan permukaan gelembung-gelembung minyak
melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara batuan
reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai
perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan
permukaan minyak-air.

120
9. Injeksi polymer
Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang
disempurnakan. Penambahan polimer ke dalam air injeksi
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fluida pendesak, dengan
harapan perolehan minyaknya akan lebih besar. Injeksi polimer dapat
meningkatkan perolehan minyak yang cukup tinggi dibandingkan
dengan injeksi air konvensional. Akan tetapi mekanisme
pendesakannya sangat kompleks dan tidak dipahami seluruhnya.
Jika minyak reservoir lebih sukar bergerak dibandingkan
dengan air pendesak, maka air cenderung menerobos minyak, hal ini
akan menyebabkan air cepat terproduksi, sehingga effisiensi
pendesakan dan recovery minyak rendah. Pada kondisi reservoir
seperti diatas, injeksi polimer dapat digunakan. Polimer yang terlarut
dalam air injeksi akan mengentalkan air, mengurangi mobilitas air dan
mencegah air menerobos minyak.

Dengan adanya penambahan sejumlah polimer ke dalam air,


akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak, sehingga
mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian
mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif. Polimer ini berfungsi
untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi, sehingga Sor
yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan dapat lebih
tersapu dan terdesak.

121

Anda mungkin juga menyukai