Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

DISPEPSIA
DiajukanKepada:

dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD

Disusun oleh:

Lucky Resa Santoso 1610221029

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT


DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

DISPEPSIA

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti

UjianKepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD AMBARAWA

Disusun oleh :

Lucky Resa Santoso

16102211029

Pembimbing

dr. B. Susanto Permadi, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus dengan
judul Dispepsia dengan baik. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF IlmuPenyakit
Dalam RSUD Ambarawa.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada dr.
B. Susanto Permadi, Sp.PD selaku pembimbing dan moderator Laporan Kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus inibanyak terdapat


kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.Semoga Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi
pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Ambarawa, September 2017

Penulis
BAB I
ILUSTRASI
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AP
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 1 januari 1997
Umur : 20 tahun
Alamat : Panjang Lor, Kab Semarang
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Status perkawinan :Belum menikah
Tanggal masuk : 4 September 2017
Tanggal keluar : 6 September 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis di bangsal Teratai, pada 4 September 2017, 14.00 WIB.

Keluhan Utama : Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang :


Laki-laki usia 20 tahun datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri
perut sebelah kiri yang semakin memberat sejak 2 jam SMRS, nyeri perut dirasa seperti
diremas-remas dan kram, nyeri perut menjalar sampai ke ulu hati, pasien merasa ulu hati
terasa perih dan panas. Keluhan nyeri perut dirasakan hilang timbul, keluhan berkurang
saat pasien tidur dan bertambah saat bergerak.
Pasien juga merasa mual dan muntah. Pasien muntah sebanyak 3x, muntahan
berisi makanan, darah (-). Keluhan muntah muncul sesaat setelah makan makanan
pedas, pasien mengaku belum makan sejak pagi. Pasien mengaku belum minum obat
apapun hanya diberi minyak kayu putih yang digosok diperutnya namun keluhan belum
berkurang. Keluhan lain yang berupa BAB sulit sejak 1 hari, BAB darah atau BAB
hitam (-) BAK (+) lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak mempunyai
riwayat penyakit ginjal maupun infeksi saluran kemih. Pasien menyangkal adanya
riwayat penyakit sendi dan asam urat, darah tinggi, penyakit jantung, riwayat operasi
sebelumnya disangkal, kencing manis dan asma juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga pasien terdapat riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus,
asma, sakit magh, keganasan, pada keluarga disangkal. Tidak ada yang mengalami
riwayat serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan: Belum berobat untuk keluhan saat ini

Riwayat Kebiasaan:

Merokok : disangkal
Mengkonsumsi alkohol : disangkal
Olahraga : jarang berolahraga
Pasien memilik kebiasaan pola makan yang tidak teratur.
Riwayat penggunaan jamu-jamuan atau obat-obatn rutin disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


III. 1. Status generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah :106 /78 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
0
Suhu : 37,1 C

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, jejas ( - ), nyeri tekan perikranial ( - )
Mata : Konjungtiva anemis - / -, sklera ikterik - / -, ptosis - / -,
lagoftalmus - / -, pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya
langsung + / +, refleks cahaya tidak langsung + / +/, mata sedikit cekung Telinga
: Normotia + / +, perdarahan - / -
Hidung : Deviasi septum - / -, perdarahan - / -, nafas cuping hidung -/-
Mulut : Bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - ), stomatitis (-)

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran


KGB dan tiroid
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS V 2 jari medial linea
midklavikularisinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikularis
sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru
Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi - / -, wheezing - / -

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium dan hipokondrium kiri (+),
hepar dan lien tidak teraba membesar,

Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ( + )

Ekstremitas
Superior : Akral hangat + /+
Inferior : Akral hangat + / +, CRT < 2 detik
A. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin

B. Diagnosis
Dispepsia

C. Diagnosis Banding
- Gastritis
- GERD

D. Penatalaksanaan
- Inf RL 20tpm
- Inj ranitidin 1 ampul/12 jam
- Inj ondansentron 1 ampul/ 24 jam

E. Saran Pemeriksaan
- Pemeriksaan lab darah rutin
- Pemeriksaan serologi (H.pylori)
- Pemeriksaan radiologi (barium meal)
- Pemeriksaan USG
- Endoskopi
IV. FOLLOW UP

05/9/17 (05.30)
S O
Pasien mengatakan keluhan nyeri KU baik, CM
perut berkurang, mual (+), muntah TD: 1 0 6 /70
(-), B A K (+ ) , B A B ( - ) 2 h a r i , Nadi: 76x/m
keluhan lain tidak ada. RR: 20x/m,
S= 36,6C

Nyeri tekan (+)

A P
- Inf RL 20tpm
Dispepsia
- Inj ranitidin 1 ampul/12 jam
- Inj ondansentron 1 ampul/ 24 jam
06/9/2017 06.00
S O
Pasien mengatakan keluhan nyeri
KU baik, CM
perut berkurang, mual (+), muntah
TD: 105/85 Nadi: 68x/m Rr: 20x/m,
(-), B A K ( + ) , BA B ( + ) , k e l u h a n
suhu 36,8C
lain tidak ada.

Lab (5/9/17)
Hb: 15,2 g/dl
Ht: 43,7 %
Lekosit : 10.500
Trombosit: 278.000

A P
Dispepsia Pulang
Ranitidine HCl 2 x 150 mg, selama 5
hari
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

- Pada pasien, terdapat gejala nyeri epigastrium, mual, muntah, maka pada pasien
memenuhi kriteria diagnosis dispepsia.
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen
bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa
gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di epigastrium, rasa penuh
setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna atas, mual,
muntah, dan sendawa. Untuk dispepsia fungsional, keluhan tersebut di atas harus
berlangsung setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam
bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

- Pasien tidak memiliki faktor risiko yang mengarah pada diagnosis penyakit
jantung, maka diagnosis penyakit jantung dpt disingkirkan, Pasien juga tidak
memiliki riwayat penurunan berat badan beberapa bulan terakhir, dan pasien tidak
menggunakan obat-obatan yang dikonsumsi rutin, maka etiologi karena obat-obatan
dapat disingkirkan.
Untuk menentukan etiologi dispepsia pada pasien, maka diperlukan pemeriksaan
penunjang.
Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang
diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam sindrom
dispepsia (Djojoningrat, 2001).
Tabel Penyebab Dispepsia
Dalam lumen saluran cerna Pankreas
- Tukak peptik - Pankreatritis
- Gastritis - Keganasan
- Keganasan Keadaan sistemik
Gastroparesis - Diabetes mellitus
Obat-obatan - Penyakit tiroid
- Anti inflamasi non steroid - Gagal ginjal
- Teofilin - Kehamilan
- Digitalis - Penyakit jantung

Hepato Gangguan fungsional


- hepatitis - dispepsia fungsional
- kolesistitis - sindrom kolon iritatif
- kolelitiasis
- keganasan
- disfungsi spinchter odli

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2008)

- Pada pasien tidak terdapat kriteria tanda bahaya, maka pasien tidak terdapat
indikasi untuk dilakukannya endoskopi.
Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik dan fungsional.
Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi,
gastritis, duodenitis dan proses keganasan. Dispepsia fungsional mengacu kepada
kriteria Roma III.Kriteria Roma III belum divalidasi di Indonesia.
Dispepsia menurut kriteria Roma III adalah suatu penyakit dengan satu atau
lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal:
Nyeri epigastrium
Rasa terbakar di epigastrium
Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
Rasa cepat kenyang

Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien-pasien yang
datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya pada dispepsia yaitu:
Penurunan berat badan (unintended)
Disfagia progresif
Muntah rekuren atau persisten
Perdarahan saluran cerna
Anemia
Demam
Massa daerah abdomen bagian atas
Riwayat keluarga kanker lambung
Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun
Pasien-pasien dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi
terlebih dahulu dengan endoskopi.

- Pada pasien, berespon ketika diberikan anti sekretorik asam lambung, hal ini
memungkinkan patofisiologi yang terjadi pada pasien adalah peranan asam lambung
Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan anti-inflamasi
non-steroid (OAINS) telah banyak diketahui. Dispepsia fungsional disebabkan oleh
beberapa faktor utama, antara lain gangguan motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam
lambung, hipersensitivitas viseral, dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang
dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi
gastrointestinal sebelumnya.
Peranan asam lambung
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia fungsional. Hal ini
didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam dari beberapa penelitian pasien
dispepsia fungsional. Data penelitian mengenai sekresi asam lambung masih kurang, dan
laporan di Asia masih kontroversial.

Tata laksana
Tata laksana dispepsia dimulai dengan usaha untuk identifikasi patofisiologi dan
faktor penyebab sebanyak mungkin. Terapi dispepsia sudah dapat dimulai berdasarkan
sindroma klinis yang dominan (belum diinvestigasi) dan dilanjutkan sesuai hasil investigasi.

Dispepsia belum diinvestigasi


Strategi tata laksana optimal pada fase ini adalah memberikan terapi empirik selama 1-4
minggu sebelum hasil investigasi awal, yaitu pemeriksaan adanya Hp.11,13 Untuk daerah
dan etnis tertentu serta pasien dengan faktor risiko tinggi, pemeriksaan Hp harus dilakukan
lebih awal.
Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya
omeprazole, rabeprazole dan lansoprazole dan/atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]),
prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipide), di mana pilihan ditentukan berdasarkan
dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Masih ditunggu
pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-regulation proton pump yang
diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.

Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat diterapkan pada
pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya.
Test and treat dilakukan pada:
Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap perubahan gaya
hidup, antasida, pemberian PPI tunggal selama 2-4 minggu dan tanpa tanda bahaya.
Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum pernah diperiksa.
Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus gastroduodenal.
Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura trombositopenik idiopatik
dan defisiensi vitamin B12.
Test and treat tidak dilakukan pada:
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)
Anak-anak dengan dispepsia fungsional

- Karena pasien berespon dengan anti sekresi asam lambung, maka tidak ada indikasi
dilakukannya test dan treat infeksi Hp.
BAB III
KESIMPULAN

- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien


didiagnosis dispepsia.
- Pada pasien tidak terdapat indikasi dilakukannya, endoskopi karena tidak
adanya tanda bahaya. Dan pasien diterapi dengan terapi empiris dispepsia
yang belum diinfestigasi.
- Pasien berespon dengan anti-sekresi asam lambung, maka hal ini
memungkinkan patofisiologi dispepsia pada pasien adalah karena peranan
asam lambung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW, Setiyohadi


B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Ed. IV,
2007. Indonesia; Balai Penerbit FKUI. H. 285

2. Simadibrata S. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi


Helicobacter pylori. 2014.Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Kelompok
Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI)

Anda mungkin juga menyukai