Pembimbing :
Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan Case Report dengan judul Sindrom Aspirasi
Mekonium. Adapun penulisan Case Report ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Perinatologi di RSUD
Dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung.
WassalamualaikumWr. Wb.
Penulis
2
BAB I
STATUS PENDERITA
Anamnesis
Alloanamnesis dari Ayah Pasien
IDENTITAS PASIEN
Ayah
Nama : Tn. D
Umur : 20 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Ibu
Nama : Ny. Y
Umur : 19 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
3
Tidak menangis segera setelah lahir.
2. Keluhan Tambahan
Bayi tampak lemah, memiliki kuku yang panjang dan kulit bayi tampak
kuning kehijauan.
3. Riwayat penyakit sekarang : (aloanamnesis dengan ayah pasien)
Bayi baru lahir 3 jam SMRS, lahir pervaginam secara spontan ditolong
oleh bidan, dimana usia kehamilan sudah lewat bulan (43 minggu), dibawa
ke RSAM karena bayi tidak menangis segera setelah lahir. Apgar skor
pada menit ke-1 adalah 3. Apgar skor pada menit ke-5 adalah 5. Riwayat
lahir dengan KPD 18 jam. Air ketuban ibu berwarna hijau dan berbau.
Trimester
I II III
Jumlah Konsultasi 1 kali 2 kali 3 kali
(di Bidan)
Berat badan ibu Tidak diukur Tidak diukur Tidak diukur
Lingkar lengan atas Tidak diukur Tidak diukur Tidak diukur
Tekanan Darah Lupa Lupa Lupa
Penyakit waktu Tidak ada Tidak ada Tidak ada
hamil
Jumlah tambahan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
zat besi
Suntikan toksin Tidak ada Tidak ada Tidak ada
tetanus
4
Obat-obatan yang Tidak ada Tidak ada Tidak ada
diterima
Kebiasaan waktu Tidak ada yang Tidak ada yang Tidak ada yang
hamil khusus khusus khusus
- Makanan Cukup Cukup Cukup
- Obat - - -
- Jamu - - -
- Rokok - - -
Laboratorium Ibu :
Hb : tidak diketahui
Ht : tidak diketahui
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sesak nafas, nafas cuping hidung, tidak sianosis
Nadi : 148x/menit
Nafas : 62 x/menit
Suhu : 35,00 C
SpO2 : 40 %
BB Lahir : 2.7 Kg
Pemeriksaan Umum
5
- Paru : simetris kanan dan kiri, ekspansi dada simetris
kanan dan
kiri, retraksi intercostalis (+/+), rhonki basah (+), sesak (+)
- Jantung : ictus cordis tak terlihat, batas jantung sulit dinilai, BJ I &
II regular
Abdomen : cembung, supel, bising usus (+)
Tali pusat : segar
Punggung : normal
Genitalia : kemerahan (-), edema (-), discharge (-), muara uretra
berada di distal glands
Anus : ada
Ekstremitas : simetris
Kulit : turgor baik, sianosis (-), ikterus (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Hematologi Lengkap
6
B. Rontgen Thorax
Kesan :
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS KERJA
Neonatus Lewat Bulan (NLB) Kecil Masa Kehamilan (KMK) dengan Asfiksia
Sedang susp. Sindrom Aspirasi Mekonium
7
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
FOLLOW UP
O/
KU : lemah, hipoaktif
HR : 148 x/ menit
RR : 54 x/menit
T : 35,00C
SpO2 : 40 %
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-),
sclera ikterik (-/-), hiperemi(-/-),
edema palpebra(-/-), pupil isokor
(+)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I : tidak ada nafas
tertinggal, simetris,
massa (-), retraksi (-)
- P : DBN
8
- P : Sonor
- A: Vesikuler (+/+), BJ
I/II reguler
Abdomen
- I : Datar, tidak ada
massa
- A : Bu (+)
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
2.1 Definisi dan Insidensi Sindroma Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang
paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm
maupun post-term.
Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar,
dan pankreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion
mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan
(aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga
diantaranya membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan
amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm.
Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika
mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi
yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres
pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis
setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine,
sebelum dilahirkan.
10
Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
11
2.4 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus.
Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga
stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan
relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium
secara langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial
dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu,
mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema
toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium
dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium sebelum,
selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan
menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan
nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan
hipertensi pulmonal.
Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.
Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat,
asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada
surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis
yang luas.
12
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat mengiritasi
jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk
tumor necrosis factor (TNF)-, interleukin (IL)-1, I-L6, IL-8, IL-13) dan
menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah
aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch.
13
Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)
14
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi.
Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak
infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior bertambah,
dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat
dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung
persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia,
biasanya ada asidosis metabolik.
15
Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh asidosis
respiratorik oleh kelainan parenkim dan PPHN.
Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial karbon
dioksida (pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan pengukuran
tingkat oksigenasi secara terus menerus menggunakan pulse oxymetri
penting dilakukan untuk penanganan yang tepat
Elektrolit serum:
Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi
yang mengalami SAM berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi
hormon antidiuretik dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada stres perinatal
Nantinya, pada kasus SAM, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan
radiologis otak seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika
pemeriksaan neurologis bayi menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu
16
dilakukan pada kasus-kasus berat seperti distress pernafasan yang berkepanjangan
untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent pulmonary hypertension of the
newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang
merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara
terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau pulmonary
interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi..
Gambar 2.1 Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa komplikasi. Gambaran
radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang lebih berat pada daerah kanan berbanding
kiri.
17
Gambar 2.2 Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat. Gambaran radiologis diatas
menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru dengan hiperekspansi yang berat. Terdapat
pneumomediastinum di kanan paru (ditunjukkan dengan panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus (T).
.
Gambaran 2.3 Gambaran radiologis follow-up pada pasien diatas. Hasil didapatkan setelah memasukkan
bilateral thoracostomy tubes pada pneumotoraks dan menunjukkan pneumoperikardium (panah) and
gambaran yang sangat luscent dari paru. Hasil menunjukkan pada pasien ini terjadi pulmonary interstitial
emphysema.
18
Gambar 2.4 Gambaran radiologis pasien yang diterapi dengan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Gambaran radiopaque pada paru karena pulmonary bypass. Kanula (panah) masuk dari leher kanan
sampai atrium kanan menunjukkan vena-vena ECMO. Endotracheal tube, nasogastric tube, dan arteri
umbilikalis kateter pada tempatnya.
19
Gambar 2.5 Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D). Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi
paru kanan, menandakan aspirasi mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering mengalami kegagalan
perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas.
20
(1) Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan
pO2 dan peningkatan pCO2)
(2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).
Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat pada
tabel dibawah:
21
maupun sianosis
Temuan infiltrat pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,
radiologis parenkim, siluet air bronchogram, konsolidasi
toraks basah di sekeliling penurunan volume
jantung, paru,
penumpukan cairan
intralobar
Terapi Suportif, oksigen
Resusitasi, oksigen, Resusitasi,
jika terjadi hipoksia
ventilasi, surfaktan oksigen, ventilasi,
surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda
prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah
operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,
usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat
minggu)
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn =
TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome);
SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)
Radiology Findings
SAM
22
Gambaran radiologis
menunjukkan
perselubungan perihilar
pada paru, yang lebih berat
pada daerah kanan
berbanding kiri
TTN
Gambaran radiografi
menunjukkan aerasi yang
berlebihan, bergaris-garis,
bilateral, gambaran
radiopaque pada interstitial
pulmonal, perihilar
interstitial markings dan
kardiomegali ringan.
HMD
Radiologi dari RDS atau
HMD dapat ditemukan
densitas retikulogranular
simetris yang tersebar,
prominent central air
bronchograms dan
hipoventilasi
23
2.9 Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium
A. Penatalaksanaan prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah penegahan selama masa
prenatal.
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan
mengenali faktor predisposisi maternal yang dapat menyebabkan
insufisiensi uteropasental yang berujung pada hipoksia fetus selama
proses kelahiran. Pada kehamilan yang berlangsung sampai melewati
waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan secepatnya pada
minggu ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium. Faktor
risiko terjadinya asfiksia neonatorum:
24
Kala 2 lama Plasenta previa
Makrosomia Perdarahan intrapartum
25
pembersihan paru pada neonatus dengan kasus simtomatik.
Fisioterapi dada setiap 30-60 menit, semampunya, dapat
membantu membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada
dikontraindikasikan pada neonatus dengan kondisi labil jika diduga
ada keterlibatan PPHN.
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah
arteri dibutuhkan untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen
tambahan.
c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi
penting mengenai status respirasi dan memantu mencegah
hipoksemi. Membandingkan saturasi oksigen pada tangan kanan
dengan ekstrimitas bawah membantu mengidentifikasi bayi dengan
pirau dari kanan ke kiri akibat hipertensi pulmonal.
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah
kelahiran jika neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks
juga dapat membantu menentukan pasien mana yang berpotensi
mengalami distres napas. Akan tetapi, gambaran radiografi sering
tidak sebanding dengan presentasi klinis.
e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik
pada cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan
aspirasi mekonium dari pneumoni secara radiologis, neonatus
dengan gambaran infiltrate pada radiografi toraks, sebaiknya
mulai diberi antibiotik spektrum luas (ampisilin dan
gentamisin), setelah sampel untuk kultur telah diperoleh.
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM
adalah mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah
pada vasokonstriksi pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu,
oksigen tambahan diberikan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
mempertahankan tekanan parsial O2 sebesar 80-90 mmHg,
bahkan lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada
bayi-bayi aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan
penyapihan bayi-bayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen.
Kebanyakan pasien masih labil, sehingga penyapihan harus
dilakukan secara perlahan, terkadang dengan penurunan 1% setiap
26
kali. Pencegahan hipoksia alveolar juga meliputi kewaspadaan
terhadap terjadinya kebocoran udara dan meminimalisir intervensi
pasien.
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam
gagal napas yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten
membutuhkan ventilasi mekanik. Neonatus yang tidak membaik
dengan ventilasi konvensional harus diuji coba menggunakan
ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = High Frequency Ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan
individu masing-masing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya
membutuhkan tekanan inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi
dibanding pasien dengan HMD (hyaline membrane disease).
Lebih diutamakan menggunakan model ventilasi yang
memungkinkan pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi
yang hanya mendampingi atau menyokong tekanan). Masa
inspirasi yang relatif singkat memungkinkan ekspirasi yang
adekuat pada pasien yang rentan mengalami terperangkapnya
udara dalam paru (air trapping).
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai.
Untuk setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas
penyebabnya, kemungkinan pneumotoraks harus selalu
dipikirkan. Dengan timbulnya atelektasis, perangkap udara, dan
penurunan kompliansi paru, pasien yang beresiko mengalami
kebocoran udara mungkin membutuhkan tekanan saluran napas
rata-rata yang tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah
hipoksemia dan menyediakan ventilasi yang adekuat pada
tekanan saluran napas yang serendah-rendahnya untuk
menurunkan resiko kebocoran udara.
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = High Frequency Ventilation).
Ventilasi jet berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi
tinggi cukup efisien bagi pasien yang gagal mencapai ventilasi
adekuat dengan metode konvensional. HFV juga telah digunakan
untuk memaksimalkan keuntungan inhalasi nitrit oksida.
27
i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat
dan membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis
adanya kelainan parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat
efek positif dari terapi surfaktan yang dini. Karena adanya
keterkaitan hipertensi pulmonal, pemantauan ketat saat terapi
surfaktan dibutuhkan untuk mencegah obstruksi transien jalan napas
yang dapat terjadi selama penyulingan surfaktan.
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara
efektif dengan inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol
pulmonal yang selektif akibat nitrit oksida yang bekerja langsung
pada otot polos vascular, yaitu dengan mengaktivasi guanilat siklase,
sehingga meningkatkan siklik guanosin monofosfat. Karena diberi
per inhalasi, efek yang timbul hanya bersifat lokal. Hal ini terjadi
karena nitrir oksida akan diinaktivasi oleh hemoglobin begitu
mencapai pembuluh darah. Oleh karena itu, pengaruhnya pada
sistem-sistem lain dalam tubuh cukup minimal, akan tetapi, kadar
methemoglobin harus terus dipantau.
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = Extracorporeal
Membrane Oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi
sebelumnya dapat diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran
2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi
sering kali juga mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Pasien-pasien ini
28
kemungkinan telah mengalami asfiksia perinatal, sehingga diperlukan
pemantauan adanya kerusakan organ.
29
Bagan 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium
2.10 Pencegahan Sindroma Aspirasi Mekonium
2.10.1 Pencegahan sebelum kelahiran
Penurunan insiden SAM selama dekade terakhir telah dikaitkan dengan
penurunan kelahiran lebih bulan, manajemen intensif pemantauan denyut jantung
janin yang abnormal, dan penurunan jumlah bayi yang memiliki nilai Apgar
rendah. Pemantauan janin terus menerus dengan alat elektronik diindikasikan
untuk kehamilan yang rumit dengan adanya cairan ketuban yang terwarnai
mekonium. Pulse oximetry fetal merupakan modalitas baru untuk surveilans janin
antepartum, tetapi efek pada hasilnya tetap dipertanyakan. Kehamilan lewat bulan
30
sering dikaitkan dengan hipoksia intrauterin dan cairan ketuban yang terwarnai
mekonium, dan, seperti yang disebutkan sebelumnya, penurunan kehamilan lewat
bulan telah menyebabkan penurunan insidensi SAM. Amnioinfusion mungkin
merupakan terapi yang efektif untuk kehamilan dengan komplikasi
oligohidramnion dan gawat janin. Amnioinfusion mencairkan ketebalan
mekonium dan dapat mencegah kompresi tali pusat dan aspirasi
mekonium. Namun, penelitian telah membuktikan bahwa meskipun strategi ini
mengurangi jumlah mekonium pada bayi lahir dari ibu yang memiliki cairan
ketuban yang terwarnai mekonium, hal ini gagal untuk mengurangi risiko SAM.
Sebuah studi multicenter terbaru oleh Fraser dan rekan menyimpulkan bahwa
amnioinfusion tidak mengurangi risiko SAM moderat sampai berat dan SAM
yang terkait dengan kematian perinatal pada bayi yang lahir melalui mekonium
kental. Ada juga bukti yang cukup menjelaskan bahwa amnioinfusion mengurangi
morbiditas neonatus yang terkait mekonium. Dengan demikian, amnioinfusion
tidak dianjurkan untuk wanita yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai
mekonium sendirian kecuali ada bukti adanya oligohidramnion dan distress janin.
Karena infeksi dan korioamnionitis dapat berhubungan dengan SAM yang parah,
pemberian awal terapi antibiotic spectrum luas dalam kasus korioamnionitis
maternal dapat mengurangi morbiditas neonatus.
31
Intubasi endotrakeal dan suction dilakukan untuk menghilangkan mekonium pada
saluran napas bagian atas sebelum berpindah ke saluran napas bagian bawah.
Mekonium dapat bermigrasi ke jalan napas perifer melalui gerakan pernapasan
spontan atau ventilasi tekanan positif. Oleh karena itu, tampaknya logis bahwa
intubasi endotrakeal dan suction harus dilakukan sedini mungkin setelah
melahirkan, yaitu, sebelum bayi mengambil napas pertama atau sebelum
pernapasan aktif. Sampai saat ini, intubasi dan suction trakea rutin
direkomendasikan untuk kebanyakan bayi yang ketubannya terwarnai mekonium.
Namun, studi terbaru tidak mendukung dilakukan suction yang intensif, kecuali
ketika respirasi bayi tertekan. Sejak tahun 2005, The American Heart Association
dan The Neonatal Resuscitation Program telah merekomendasikan suction trakea
hanya jika bayi tidak kuat, memiliki penurunan tonus otot, atau memiliki denyut
jantung kurang dari 100 denyut/menit.
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya.
Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru.
Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi yang menderita
SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan
mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada
kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain :
1) Konsekuensi Kardiovaskular
a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia
b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia
2) Konsekuensi Pulmonal
a. Penurunan produksi surfaktan
32
b. Edema paru
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
3) Konsekuensi Renal
a. Nekrosis tubular dan medular
b. Paralisis kandung kemih
4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat
a. Ensefalopati hipoksik-iskemik
b. Perdarahan intrakranial
BAB III
ANALISIS KASUS
33
paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm
maupun post-term. Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan
amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat
keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Mekonium yang
terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran
pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara
di paru-paru.
Berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan bahwa pasien bayi baru lahir
laki-laki usia 0 hari datang dengan keluhan tidak menangis segera setelah lahir.
Menurut alloanamnesis (ayah), ketuban ibu pasien saat melahirkan berwarna
hijau. Ayah juga menyatakan bahwa bayi tampak lemah, memiliki kuku yang
panjang dan kulit bayi tampak kuning kehijauan.
34
Kebiruan (Sianosis) Ya, ditanyakan Tidak
Warna Ketuban Ya, ditanyakan Hijau
Bau Ketuban Ya, ditanyakan Bau
Apgar skor Ya, ditanyakan 3/5
Faktor Resiko Penyebab Sindrom Aspirasi Mekoneum
Ya, ditanyakan Tidak terdapat penyakit
Riwayat kehamilan kehamilan
Ya, ditanyakan KPD 18 jam, lahir lewat
bulan (43 minggu),
ketuban berwarna hijau
Riwayat persalinan dan berbau
Dari anamnesis ditemukan bahwa terdapat faktor risiko yang dapat menyebabkan
bayi mengalami asfiksi yaitu kehamilan lewat waktu, berat janin tidak sesuai usia
kehamilan, ketuban pecah lama (18 jam), serta air ketuban hijau kental becampur
mekonium. Hal ini sesuai dengan keadaan bayi yang mengalami apgar skor yang
rendah, yaitu 3 pada menit ke-1 dan 5 pada menit ke-5.
Pada pemeriksaan fisik ketika pasien datang, didapatkan keadaan umum tampak
sakit berat, Tanda vital: frekuensi nadi 148 x/ menit, respiration rate 62 x/menit,
suhu 35,00C, saturasi O2 40%.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik pada Pemeriksaan Fisik Jawaban
Sindrom Aspirasi pada kasus
Mekoneum
Status Present Ya, dilakukan Tampak sesak nafas, nafas
cuping hidung, tidak sianosis
Thorax Ya, dilakukan - Paru : simetris
kanan dan kiri,
ekspansi dada
simetris kanan dan
kiri, retraksi
intercostalis (+/+),
rhonki basah (+),
sesak (+)
- Jantung : ictus
cordis tak terlihat,
batas jantung sulit
dinilai, BJ I & II
regular
35
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin pada pasien sindroma aspirasi
mekonium biasanya dijumpai adanya peningkatan jumlah leukosit yang
menandakan adanya proses infeksi. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
(03/11/2017) pada pasien ini didapatkan hasil sebagai berikut Hb: 16,6 g/dl;
Leukosit: 19.300/l; Eritrosit: 4,7 juta/l; Trombosit: 102.000 /l; MCV: 103 fL;
MCH: 36 pg; MCHC: 45 g/dL; Hitung Jenis didaptkan Basofil: 0%, Eosinofil:
2%, Neutrofil batang: 0%, Neutrofil segmen: 75%, Limfosit: 20%, Monosit: 3%.
Pemeriksan Penunjang
36
Pemeriksaan penunjang pada Pemeriksaan Jawaban
Sindrom Aspirasi Mekoneum penunjang pada kasus
Hitung darah lengkap dan Ya, dilakukan Leukositosis,
hitung jenis Trombositopenia,
Neutrofilia
Pencitraan Ya, dilakukan - Hilus tertutup
bayangan jantung
- Corakan
bronkovaskuler
normal
- Tampak
perbercakan kasar
di perikardial
bilateral
Kesan : gambaran aspirasi
mekonium
Kultur darah Tidak dilakukan -
adalah ASI atau PASI. Pada bayi yang sakit dan tidak bisa diberikan
ASI atau PASI maka nutrisi diberikan secara parenteral. Cairan yang
37
Kebutuhan cairan dipertimbangkan dari
1) Faktor lingkungan, panas infant warmer, incubator, suhu
lingkungan
2) Penyakit penyerta, RDS, PJB
3) Glukosa yang dihitung berdasarkan GIR
Hal ini tidak tepat indikasi dan tidak tepat dosis. Hasil pemeriksaan
IVFD NaCl 0,9% 500 cc loading. Hal ini kurang tepat mengingat
2 mg/kg per menit setiap 2-4 jam dengan monitoring konsentrasi gula
38
kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Neonatus lebih mudah mengalami
adalah bayi prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), sakit berat,
bayi serta pengaturan dan pemantauan suhu badan agar suhu pasien
39
(kesadaran, aktifitas, ada tidaknya kejang, produksi urin) serta tanda-
perlu dilihat saturasi oksigen dengan target >90% dan pasang pipa
puasa per oral dan berikan cairan parenteral dengan dekstrosa 10%
sampai terbukti bukan sepsis. Dugaan sepsis pada bayi berusia <3 hari
40
bila riwayat ibu infeksi, demam dan KPD dengan memiliki 2 atau lebih
gejala A dan 3 atau lebih gejala B. Pada kasus ini tidak terdapat cukup
Gejala A Gejala B
- Kesulitan bernafas (apneu, - Tremor
- Lethargi atau lunglai
laju nafas >60 x/menit,
- Mengantuk atau kurang
retraksi dinding dada,
aktif
grunting ekspirasi, - Iritabel atau rewel, muntah,
sianosis) kembung
- Kejang - Tanda-tanda muncul setelah
- Tidak sadar
hari ke 4
- Suhu tubuh tidak normal
- Air ketuban bercampur
atau tidak stabil
mekonium
(pengukuran 3 kali) - Malas minum, sebelumnya
- Persalinan di lingkungan
minum baik
tidak higienis
- Kondisi memburuk secara
cepat dan drastis
mengalami apneu dan semua bayi cukup bulan atau kurang bulan yang
41
untuk menggunakan CPAP. Pada pasien dilakukan pemasangan CPAP,
Blood pressure, pada bayi dapat terjadi syok akibat ganggunan perfusi
gejala dini syok berupa gangguan napas, bayi dengan gangguan napas
pecah dini (KPD) >18 jam, riwayat korioamnionitis, serta infeksi pada
dukungan emosi terhadap orang tua atau keluarga bayi sangat penting,
42
seperti memberikan ibu dan ayah kesempatan untuk melihat, kontak
bayinya.
(NRP) Steering Committee adalah jika bayi tidak bugar (tonus otot
yang lemah dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada) dilakukan
tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak didapatkan cairan mekonial, jangan
ulang setelah beberapa waktu. Apabila bayi bugar (usaha napas yang
cukup, menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik),
bulb syringe atau selang suction yang besar. Pada kondisi apapun,
43
namun ternyata memiliki residu, sehingga neonatus tersebut dicurigai
ada tanda-tanda obstruksi dan tidak asidosis. Pada kasus ini, bayi lahir
1x13,5 mg dari IGD serta pemberian Inj. Ceftazidime 135 mg/12 jam
di ruangan
diperoleh.
infeksi yang mungkin terjadi melihat kadar leukosit yang tinggi pada
44
bayi ini. Walaupun beberapa literature menyebutkan pemberian
45
Dosis yang dibutuhkan pasien ini berkisar antara 67.5-162 mg/hari.
Pemberian Inj. Ceftazidime 135 mg/12 jam selama 4 hari sudah tepat
46
FiO2 adalah kebutuhan oksigen bayi tergantung dari PaO2 atau SpO2.
Level PEEP yang biasa dipakai 5-7 cmH2O. PEEP yang tinggi (7
DAFTAR PUSTAKA
47
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. Respiratory Distress in the
Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html. 2007. Diakses tanggal 6
Agustus 2015
6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic
findings in infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. H.
603
7. Yeh, TF. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis
and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org. 2010. Diakses tanggal 6 Agustus
2015
8. Gomella. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth
Edition. Lange Clinical Science : New York. 2009.
9. Rudolph, CD, et al. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York. 2002.
48