Anda di halaman 1dari 48

CASE REPORT

(Sindrom Aspirasi Mekonium)

Pembimbing :

DR. Dr. H. Prambudi Rukmono, SpA(K)


Dr. Fedriyansyah, Sp.A, M.Kes
Dr. Roro Rukmi WP, M.Kes, Sp.A

Oleh:

Diah Ayu Larasati (1618012079)


Intan Siti Hulaima (1618012045)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan Case Report dengan judul Sindrom Aspirasi
Mekonium. Adapun penulisan Case Report ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Perinatologi di RSUD
Dr. H. Abdoel Moeloek Provinsi Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DR. Dr. H. Prambudi Rukmono,


SpA(K), Dr. Fedriyansyah, Sp.A, M.Kes, dan Dr. Roro Rukmi WP, Sp.A, M.Kes
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam menyelesaikan tugas
ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penulisan Case Report
ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan Case Report ini dan semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

WassalamualaikumWr. Wb.

Bandar Lampung, November 2017

Penulis

2
BAB I
STATUS PENDERITA

No. Rekam Medik : 00.52.55.52


Masuk RSAM : 03 November 2017 pukul 11.00

Anamnesis
Alloanamnesis dari Ayah Pasien

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny. Yunita


Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir : 3 November 2017
Umur : 0 Bulan 0 hari
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Imam Bonjol, Kec. Langkapura Kota Bandar Lampung

IDENTITAS ORANG TUA

Ayah

Nama : Tn. D
Umur : 20 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD

Ibu

Nama : Ny. Y
Umur : 19 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD

ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 03/11/2017 dengan ayah pasien.

1. Keluhan Utama

3
Tidak menangis segera setelah lahir.
2. Keluhan Tambahan
Bayi tampak lemah, memiliki kuku yang panjang dan kulit bayi tampak

kuning kehijauan.
3. Riwayat penyakit sekarang : (aloanamnesis dengan ayah pasien)
Bayi baru lahir 3 jam SMRS, lahir pervaginam secara spontan ditolong

oleh bidan, dimana usia kehamilan sudah lewat bulan (43 minggu), dibawa

ke RSAM karena bayi tidak menangis segera setelah lahir. Apgar skor

pada menit ke-1 adalah 3. Apgar skor pada menit ke-5 adalah 5. Riwayat

lahir dengan KPD 18 jam. Air ketuban ibu berwarna hijau dan berbau.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Keha Tangg Jenis JK Berat Hidup/ Penya Sebab


milan al Persali Badan Mati kit Kemat
Ke Lahir nan Lahir Waktu ian
Hamil
1 (Ini) 03 Norma Laki- 2700 Hidup Tidak -
Nove l Laki gram Ada
mber
2017

Riwayat Keadaan Kehamilan


HPHT : 15 Desember 2016. Taksiran partus : 22 September 2017

Trimester
I II III
Jumlah Konsultasi 1 kali 2 kali 3 kali
(di Bidan)
Berat badan ibu Tidak diukur Tidak diukur Tidak diukur
Lingkar lengan atas Tidak diukur Tidak diukur Tidak diukur
Tekanan Darah Lupa Lupa Lupa
Penyakit waktu Tidak ada Tidak ada Tidak ada
hamil
Jumlah tambahan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
zat besi
Suntikan toksin Tidak ada Tidak ada Tidak ada
tetanus

4
Obat-obatan yang Tidak ada Tidak ada Tidak ada
diterima
Kebiasaan waktu Tidak ada yang Tidak ada yang Tidak ada yang
hamil khusus khusus khusus
- Makanan Cukup Cukup Cukup
- Obat - - -
- Jamu - - -
- Rokok - - -

Laboratorium Ibu :

Hb : tidak diketahui

Ht : tidak diketahui

Trombosit : tidak diketahui

PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : Tampak sesak nafas, nafas cuping hidung, tidak sianosis
Nadi : 148x/menit
Nafas : 62 x/menit
Suhu : 35,00 C
SpO2 : 40 %
BB Lahir : 2.7 Kg

Pemeriksaan Umum

Kepala : simetris, normosefal


Ubun-Ubun Besar : datar, tidak menonjol/cekung
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), palpebra

edema (-/-), sekret (-/-), kornea jernih(+/+), pupil isokor

(+/+), refleks cahaya (+/+)


THT : grunting (+), edema (-), hiperemis (-), serumen (-),

discharge (-), nafas cuping hidung (+)


Mulut : sianosis (-)
Thorax :

5
- Paru : simetris kanan dan kiri, ekspansi dada simetris

kanan dan
kiri, retraksi intercostalis (+/+), rhonki basah (+), sesak (+)
- Jantung : ictus cordis tak terlihat, batas jantung sulit dinilai, BJ I &
II regular
Abdomen : cembung, supel, bising usus (+)
Tali pusat : segar
Punggung : normal
Genitalia : kemerahan (-), edema (-), discharge (-), muara uretra
berada di distal glands
Anus : ada
Ekstremitas : simetris
Kulit : turgor baik, sianosis (-), ikterus (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pada tanggal 03 November 2017

A. Hematologi Lengkap

No. Indikator Hasil Nilai Rujukan


1 Hemoglobin 16,6 g/dl 14,0 18,0 g/dl
2 Leukosit 19.300/l 4.800 - 10.800/l
3 Eritrosit 4,7 juta/l 4,7 6,1 /l
4 Hematokrit 48 % 42 52 %
5 Trombosit 102.000/l 150.000 450.000 /l
6 MCV 103 fL 79 99 fL
7 MCH 36 pg 27 31 pg
8 MCHC 35 g/dL 30 35 g/dL
9 Basofil 0% 01%
10 Eosinofil 2% 24%
11 Batang 0% 35%
12 Segmen 75 % 50 70 %
13 Limfosit 20 % 25 40 %
14 Monosit 3% 28%
Kesan : Leukositosis, Trombositopenia, Neutrofilia

6
B. Rontgen Thorax

- Hilus tertutup bayangan jantung

- Corakan bronkovaskuler normal

- Tampak perbercakan kasar di perikardial bilateral

Kesan :

- Gambaran mekoneum aspiration DD/ aspirasi pneumonia

- Tidak tampak kardiomegali

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit Membran Hialin


Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
Pulmonary Interstitial Emphysema

DIAGNOSIS KERJA

Neonatus Lewat Bulan (NLB) Kecil Masa Kehamilan (KMK) dengan Asfiksia
Sedang susp. Sindrom Aspirasi Mekonium

7
PENATALAKSANAAN

1. O2 lpm (dari IGD)


2. Inj. Ceftazidime 135 mg/12 jam
3. CPAP : - FiO2 30 PEEP 7 Flow 7

PROGNOSIS

- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


- Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter


3/11/2017 S/ Bayi baru lahir 3 jam 1. Inj. Ceftazidime 135
07.00 SMRS, lahir per vaginam secara mg/12 jam
BB : 2.700 gr spontan ditolong oleh Bidan, 2. CPAP : - FiO2 30 %
Usia : 0 hari hamil lewat bulan, datang PEEP 7 % Flow 7 %
dengan keluhan lahir tidak
segera menangis

O/
KU : lemah, hipoaktif
HR : 148 x/ menit
RR : 54 x/menit
T : 35,00C
SpO2 : 40 %

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva pucat (-/-),
sclera ikterik (-/-), hiperemi(-/-),
edema palpebra(-/-), pupil isokor
(+)
Leher : perbesaran KGB (-)
Thorax
- I : tidak ada nafas
tertinggal, simetris,
massa (-), retraksi (-)
- P : DBN

8
- P : Sonor
- A: Vesikuler (+/+), BJ
I/II reguler
Abdomen
- I : Datar, tidak ada
massa
- A : Bu (+)
- P : Timpani
- P : Nyeri tekan (-)

A/ Sindrom aspirasi mekonium


4/11/2017 S/ keluhan tidak ada 1. Minum 25 cc/3jam
07.00 (74 cc/kgBB/hari)
BB : 2.700 gr O/ 2. Inj. Ceftazidime
Usia : 1 hari KU : lemah, hipoaktif 135 mg/12 jam
HR : 180 x/ menit 3. Observasi TTV
RR : 62x/menit
T : 37,1oC

A/ Sindrom aspirasi mekonium


5/11/2017 S/ keluhan tidak ada Terapi lanjut
07.00
BB : 2.700 gr O/
Usia : 2 hari KU : lemah, hipoaktif
HR : 139 x/ menit
RR : 52x/menit
T : 36,5oC

A/ Sindrom aspirasi mekonium


6/11/2017 S/ keluhan tidak ada Terapi lanjut
07.00
BB : 2.700 gr O/
Usia : 3 hari Ku : lemah, hipoaktif
HR : 145 x/ menit
RR : 52 x/menit
T : 36,5oC

A/ Sindrom aspirasi mekonium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

9
2.1 Definisi dan Insidensi Sindroma Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang
paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm
maupun post-term.
Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar,
dan pankreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion
mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan
(aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga
diantaranya membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan
amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm.
Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika
mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi
yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres
pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis
setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi intrauterine,
sebelum dilahirkan.

2.2 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium


Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion
yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar
(intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa
menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,
sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-
paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

10
Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

2.3 Faktor Resiko


Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan
post-term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada
ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita
penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular.

11
2.4 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus.
Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga
stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan
relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium
secara langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial
dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu,
mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema
toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium
dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium sebelum,
selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan
menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan
nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan
hipertensi pulmonal.

Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi
parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya
termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi
jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang
terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi.
Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium
(pneumoperikardium).

Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.
Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat,
asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada
surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis
yang luas.

12
Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat mengiritasi
jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk
tumor necrosis factor (TNF)-, interleukin (IL)-1, I-L6, IL-8, IL-13) dan
menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah
aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch.

Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir


Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension
of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres
intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih
lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi
mekonium.

13
Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

2.5 Gambaran Klinis


Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium
yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil
yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama
setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi
dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat
menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya.
Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya
ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam

14
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi.
Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak
infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior bertambah,
dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat
dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung
persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia,
biasanya ada asidosis metabolik.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan pada Bayi Baru Lahir
Tes Indikasi
Kultur darah Dapat menunjukan adanya bakteremia, tetapi hasil baru dapat
diperoleh setelah 48 jam
Gas darah Digunakan untuk menilai derajat hipoksemia (jika sampel
diambil dari darah arteri) atau kondisi asam basa (jika sampel
diambil dari kapiler)
Glukosa darah Hipoglikemia dapat menyebabkan atau memicu takipnea
Radiografi dada Digunakan untuk membedakan berbagai jenis distres
pernapasan
Hitung darah Leukositosis atau bandemia yang menunjukkan stress atau
lengkap dan infeksi
hitung jenis Neutropenia yang berhubungan dengan infeksi bakteri
Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan anemia
Kadar hemoglobin tinggi terjadi pada polisitemia
Kadar platelet yang rendah terjadi pada sepsis
Pungsi lumbal Jika terduga meningitis
Pulse oximetry Digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan dibutuhkan untuk
oksigen tambahan
Tabel 2.1 Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan (Clark, 2010)
Kondisi asam-basa:
V-Q mismatch dan stres perinatal sering terjadi dan sangat dibutuhkan
pemeriksaan kondisi asam-basa

15
Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh asidosis
respiratorik oleh kelainan parenkim dan PPHN.
Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial karbon
dioksida (pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan pengukuran
tingkat oksigenasi secara terus menerus menggunakan pulse oxymetri
penting dilakukan untuk penanganan yang tepat

Elektrolit serum:
Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi
yang mengalami SAM berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi
hormon antidiuretik dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada stres perinatal

Hitung darah lengkap :


Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut
menyebabkan stres perinatal
Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan
kapasitas pengantaran oksigen yang adekuat
Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus
Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat mengindikasikan
infeksi bacterial perinatal
Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau akut.
Polisitemia berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal dan dapat
memicu hipoksia yang terkait SAM dan PPHN

2.6.2 Pemeriksaan Radiologis


Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal berikut:
Memastikan cakupan kelainan intratorakal
Mengidentifikasi area atelektasis dan sindroma blokade udara
Memastikan posisi yang tepat untuk intubasi endotrakeal dan kateter
umbilikalis

Nantinya, pada kasus SAM, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan
radiologis otak seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika
pemeriksaan neurologis bayi menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu

16
dilakukan pada kasus-kasus berat seperti distress pernafasan yang berkepanjangan
untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent pulmonary hypertension of the
newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang
merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara
terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi menyebabkan terjadinya
pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau pulmonary
interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi..

Gambar 2.1 Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa komplikasi. Gambaran
radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang lebih berat pada daerah kanan berbanding
kiri.

17
Gambar 2.2 Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat. Gambaran radiologis diatas
menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru dengan hiperekspansi yang berat. Terdapat
pneumomediastinum di kanan paru (ditunjukkan dengan panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus (T).
.

Gambaran 2.3 Gambaran radiologis follow-up pada pasien diatas. Hasil didapatkan setelah memasukkan
bilateral thoracostomy tubes pada pneumotoraks dan menunjukkan pneumoperikardium (panah) and
gambaran yang sangat luscent dari paru. Hasil menunjukkan pada pasien ini terjadi pulmonary interstitial
emphysema.

18
Gambar 2.4 Gambaran radiologis pasien yang diterapi dengan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Gambaran radiopaque pada paru karena pulmonary bypass. Kanula (panah) masuk dari leher kanan
sampai atrium kanan menunjukkan vena-vena ECMO. Endotracheal tube, nasogastric tube, dan arteri
umbilikalis kateter pada tempatnya.

Radiografi Dada Bayi dengan SAM

19
Gambar 2.5 Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D). Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi
paru kanan, menandakan aspirasi mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering mengalami kegagalan
perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas.

2.6.3 Pemeriksaan Lain


Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang normal
serta memeriksa fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi pulmonal dan
shunting dari kanan ke kiri.

2.7 Diagnosis Sindroma Aspirasi Mekonium


Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:
Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut
jantung yang lambat)
Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal
(ronki kasar).
Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan:

20
(1) Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan
pO2 dan peningkatan pCO2)
(2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

2.8 Diagnosa Banding Sindroma Aspirasi Mekonium


a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) Gambaran radiografi
sering menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang
dalam proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrat yang
menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.
b) Pneumonia neonatus Terdapat patchy opacities yang berupa
konsolidasi dan efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal
namun lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated.
c) Respiratory distress syndrome Pada gambaran radiologis, ditemukan
gambaran radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru
karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat
namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm
yang berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium.

Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat pada
tabel dibawah:

Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM

Pembeda TTN RDS SAM


Etiologi Cairan paru Defisiensi surfaktan Iritasi dan
persisten Paru belum obstruksi paru
berkembang
sempurna
Waktu Kapan saja Preterm Aterm atau post-
persalinan term
Faktor resiko Section cessarea, jenis kelamin laki- Cairan amnion
makrosomia, jenis laki, diabetes pada mekonial,
kelamin laki-laki, ibu, kelahiran kelahiran post-term
asma pada ibu, preterm
diabetes pada ibu
Gambaran Takipneu, sering Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia
klinis kali tanpa hipoksia sianosis

21
maupun sianosis
Temuan infiltrat pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,
radiologis parenkim, siluet air bronchogram, konsolidasi
toraks basah di sekeliling penurunan volume
jantung, paru,
penumpukan cairan
intralobar
Terapi Suportif, oksigen
Resusitasi, oksigen, Resusitasi,
jika terjadi hipoksia
ventilasi, surfaktan oksigen, ventilasi,
surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda
prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah
operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,
usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat
minggu)
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn =
TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome);
SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)

Radiology Findings
SAM

22
Gambaran radiologis
menunjukkan
perselubungan perihilar
pada paru, yang lebih berat
pada daerah kanan
berbanding kiri

TTN
Gambaran radiografi
menunjukkan aerasi yang
berlebihan, bergaris-garis,
bilateral, gambaran
radiopaque pada interstitial
pulmonal, perihilar
interstitial markings dan
kardiomegali ringan.

HMD
Radiologi dari RDS atau
HMD dapat ditemukan
densitas retikulogranular
simetris yang tersebar,
prominent central air
bronchograms dan
hipoventilasi

23
2.9 Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium
A. Penatalaksanaan prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah penegahan selama masa
prenatal.
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan
mengenali faktor predisposisi maternal yang dapat menyebabkan
insufisiensi uteropasental yang berujung pada hipoksia fetus selama
proses kelahiran. Pada kehamilan yang berlangsung sampai melewati
waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan secepatnya pada
minggu ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium. Faktor
risiko terjadinya asfiksia neonatorum:

Faktor risiko antepartum


Diabetes maternal Hidrops fetalis
Hipertensi dalam kehamilan Kehamilan lewat waktu
Hipertensi kronik Kehamilan ganda
Anemia/isoimunisasi Berat janin tidak sesuai usia
kehamilan
Riwayat kematian janin/neonates Terapi obat-obatan seperti -
blocker
Perdarahan trimester 2 dan 3 Penggunaan obat bius
Infeksi maternal Malformasi janin dan anomaly
kongenital
Ibu dengan penyakit jantung, Berkurangnya gerakan janin
ginjal, paru-paru
Penyakit tiroid atau keluhan Usia ibu <16 tahun atau >35 tahun
neurologi
Oligohidramnion Ketuban Pecah Dini
Faktor risiko intrapartum
SC darurat Bradikardia janin persisten
Kelahiran dengan ekstraksi DJJ tidak beraturan
vakum/forceps
Letak sungsang/presentasi Penggunaan anestesi umum
abnormal
Kelahiran kurang bulan Hiperstimulasi uterus
Persalinan presipitatus Penggunaan obat narkotik dalam
4jam sebelum persalinan
Korioamnionitis Air ketuban hijau ekntal bercampur
mekonium
Ketuban pecah lama (>18 jam) Prolaps talip pusat
Partus lama (>24 jam) Solusio plasenta

24
Kala 2 lama Plasenta previa
Makrosomia Perdarahan intrapartum

2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan janin yang


seksama perlu dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal: adanya
cairan mekonial dan ruptur membran, takikardi fetus, atau pola
deselerasi) mengharuskan penilaian kesejahteraan janin dengan cermat,
meliputi detak jantung fetus dan pH kulit kepala fetus. Jika penilaian
menunjukkan adanya fetal kompromi, tindakan korektif diperlukan atau
fetus harus dilahirkan tepat pada waktunya.
3. Amnioinfusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang
sangat kental maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam
menurunkan angka kejadian deselerasi kecepatan denyut jantung fetus
yang bervariasi dengan melepaskan kompresi pada korda umbilikalis
selama persalinan. Akan tetapi, efisiensinya dalam menurunkan resiko
dan tingkat keparahan aspirasi mekonium belum dapat dibuktikan.

B. Penatalaksanaan di kamar bersalin


Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan
amnion mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai
dengan adanya pernapasan spontan, denyut jantung >100 x/menit, gerakan
spontan, atau ekstrimitas yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi
bugar ini, hanya penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa melihat
konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres, intubasi
secepat mungkin dan pipa endotrakealnya harus dihubungkan dengan alat
penghisap mekonium pada tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif harus
dihindari jika memungkinkan, hingga pengisapan trakea dilakukan.

C. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium. Neonatus dengan


mekonium yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi mengalami
hipertensi pulmonal, sindrom kebocoran udara, da pneumonitis serta harus
diobservasi secara ketat untuk melihat adanya tanda-tanda distres pernapasan.
1. Penatalaksanaan respirasi
a. Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea belum
mampu membersihkan sekret secara maksimal, dapat disarankan
untuk membiarkan pipa endotrakeal tetap terpasang untuk

25
pembersihan paru pada neonatus dengan kasus simtomatik.
Fisioterapi dada setiap 30-60 menit, semampunya, dapat
membantu membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada
dikontraindikasikan pada neonatus dengan kondisi labil jika diduga
ada keterlibatan PPHN.
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah
arteri dibutuhkan untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen
tambahan.
c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi
penting mengenai status respirasi dan memantu mencegah
hipoksemi. Membandingkan saturasi oksigen pada tangan kanan
dengan ekstrimitas bawah membantu mengidentifikasi bayi dengan
pirau dari kanan ke kiri akibat hipertensi pulmonal.
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah
kelahiran jika neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks
juga dapat membantu menentukan pasien mana yang berpotensi
mengalami distres napas. Akan tetapi, gambaran radiografi sering
tidak sebanding dengan presentasi klinis.
e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik
pada cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan
aspirasi mekonium dari pneumoni secara radiologis, neonatus
dengan gambaran infiltrate pada radiografi toraks, sebaiknya
mulai diberi antibiotik spektrum luas (ampisilin dan
gentamisin), setelah sampel untuk kultur telah diperoleh.
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM
adalah mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah
pada vasokonstriksi pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu,
oksigen tambahan diberikan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
mempertahankan tekanan parsial O2 sebesar 80-90 mmHg,
bahkan lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada
bayi-bayi aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan
penyapihan bayi-bayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen.
Kebanyakan pasien masih labil, sehingga penyapihan harus
dilakukan secara perlahan, terkadang dengan penurunan 1% setiap

26
kali. Pencegahan hipoksia alveolar juga meliputi kewaspadaan
terhadap terjadinya kebocoran udara dan meminimalisir intervensi
pasien.
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam
gagal napas yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten
membutuhkan ventilasi mekanik. Neonatus yang tidak membaik
dengan ventilasi konvensional harus diuji coba menggunakan
ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = High Frequency Ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan
individu masing-masing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya
membutuhkan tekanan inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi
dibanding pasien dengan HMD (hyaline membrane disease).
Lebih diutamakan menggunakan model ventilasi yang
memungkinkan pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi
yang hanya mendampingi atau menyokong tekanan). Masa
inspirasi yang relatif singkat memungkinkan ekspirasi yang
adekuat pada pasien yang rentan mengalami terperangkapnya
udara dalam paru (air trapping).
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai.
Untuk setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas
penyebabnya, kemungkinan pneumotoraks harus selalu
dipikirkan. Dengan timbulnya atelektasis, perangkap udara, dan
penurunan kompliansi paru, pasien yang beresiko mengalami
kebocoran udara mungkin membutuhkan tekanan saluran napas
rata-rata yang tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah
hipoksemia dan menyediakan ventilasi yang adekuat pada
tekanan saluran napas yang serendah-rendahnya untuk
menurunkan resiko kebocoran udara.
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = High Frequency Ventilation).
Ventilasi jet berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi
tinggi cukup efisien bagi pasien yang gagal mencapai ventilasi
adekuat dengan metode konvensional. HFV juga telah digunakan
untuk memaksimalkan keuntungan inhalasi nitrit oksida.

27
i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat
dan membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis
adanya kelainan parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat
efek positif dari terapi surfaktan yang dini. Karena adanya
keterkaitan hipertensi pulmonal, pemantauan ketat saat terapi
surfaktan dibutuhkan untuk mencegah obstruksi transien jalan napas
yang dapat terjadi selama penyulingan surfaktan.
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara
efektif dengan inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol
pulmonal yang selektif akibat nitrit oksida yang bekerja langsung
pada otot polos vascular, yaitu dengan mengaktivasi guanilat siklase,
sehingga meningkatkan siklik guanosin monofosfat. Karena diberi
per inhalasi, efek yang timbul hanya bersifat lokal. Hal ini terjadi
karena nitrir oksida akan diinaktivasi oleh hemoglobin begitu
mencapai pembuluh darah. Oleh karena itu, pengaruhnya pada
sistem-sistem lain dalam tubuh cukup minimal, akan tetapi, kadar
methemoglobin harus terus dipantau.
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = Extracorporeal
Membrane Oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi
sebelumnya dapat diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran

ekstra korporeal. Index oksigenasi ( ) > 40,

dengan (tekanan rata-rata jalan napas) 20 cmH2O, dapat

memprediksi neonatus yang membutuhkan ECMO. Dibandingkan


dengan kelompok populasi lain yang membutuhkan ECMO, bayi
dengan SAM memiliki angka kelangsungan hidup yang tinggi, yaitu
sebesar 93-100%.

2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi
sering kali juga mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Pasien-pasien ini

28
kemungkinan telah mengalami asfiksia perinatal, sehingga diperlukan
pemantauan adanya kerusakan organ.

Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American


Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering
Committee adalah sebagai berikut:
Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah
dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung
setelah kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika
tidak didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction.
Sebaliknya, jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi,
lakukan reintubasi dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan
positif dan rencanakan suction ulang setelah beberapa waktu.
Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup,
menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi
dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe atau
selang suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah
resusitasi berikutnya harus mencakup: pengeringan, reposisi, dan
pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru.
Diet bayi dengan SAM:
Distres perinatal dan distres napas yang berat merupakan halangan untuk
pemberian makanan.
Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat
untuk mencegah hipoglikemi.
Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif untuk
memastikan asupan nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah defisiensi
asam amino esensial dan asam lemak.

29
Bagan 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium
2.10 Pencegahan Sindroma Aspirasi Mekonium
2.10.1 Pencegahan sebelum kelahiran
Penurunan insiden SAM selama dekade terakhir telah dikaitkan dengan
penurunan kelahiran lebih bulan, manajemen intensif pemantauan denyut jantung
janin yang abnormal, dan penurunan jumlah bayi yang memiliki nilai Apgar
rendah. Pemantauan janin terus menerus dengan alat elektronik diindikasikan
untuk kehamilan yang rumit dengan adanya cairan ketuban yang terwarnai
mekonium. Pulse oximetry fetal merupakan modalitas baru untuk surveilans janin
antepartum, tetapi efek pada hasilnya tetap dipertanyakan. Kehamilan lewat bulan

30
sering dikaitkan dengan hipoksia intrauterin dan cairan ketuban yang terwarnai
mekonium, dan, seperti yang disebutkan sebelumnya, penurunan kehamilan lewat
bulan telah menyebabkan penurunan insidensi SAM. Amnioinfusion mungkin
merupakan terapi yang efektif untuk kehamilan dengan komplikasi
oligohidramnion dan gawat janin. Amnioinfusion mencairkan ketebalan
mekonium dan dapat mencegah kompresi tali pusat dan aspirasi
mekonium. Namun, penelitian telah membuktikan bahwa meskipun strategi ini
mengurangi jumlah mekonium pada bayi lahir dari ibu yang memiliki cairan
ketuban yang terwarnai mekonium, hal ini gagal untuk mengurangi risiko SAM.
Sebuah studi multicenter terbaru oleh Fraser dan rekan menyimpulkan bahwa
amnioinfusion tidak mengurangi risiko SAM moderat sampai berat dan SAM
yang terkait dengan kematian perinatal pada bayi yang lahir melalui mekonium
kental. Ada juga bukti yang cukup menjelaskan bahwa amnioinfusion mengurangi
morbiditas neonatus yang terkait mekonium. Dengan demikian, amnioinfusion
tidak dianjurkan untuk wanita yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai
mekonium sendirian kecuali ada bukti adanya oligohidramnion dan distress janin.
Karena infeksi dan korioamnionitis dapat berhubungan dengan SAM yang parah,
pemberian awal terapi antibiotic spectrum luas dalam kasus korioamnionitis
maternal dapat mengurangi morbiditas neonatus.

2.10.2 Pencegahan selama kelahiran


Suction orofaringeal dan nasofaring segera setelah kelahiran kepala tetapi sebelum
kelahiran bahu dan dada telah menjadi praktik umum selama dua dekade terakhir
ini, dimana ditujukan untuk mengurangi insiden dan keparahan SAM. Namun,
sebuah studi multicenter baru-baru ini menunjukkan bahwa strategi ini tidak
mencegah terjadinya SAM. Para peneliti juga menunjukkan bahwa hal ini tidak
mengurangi angka kematian, durasi ventilasi dan terapi oksigen, atau kebutuhan
untuk ventilasi mekanik. Oleh karena itu, seperti suction rutin tidak lagi
dianjurkan, meskipun dianjurkan, hanya pada kasus-kasus tertentu, seperti
terdapatnya cairan yang bernoda mekonium yang tebal atau berlebihan.

2.10.3 Pencegahan setelah kelahiran

31
Intubasi endotrakeal dan suction dilakukan untuk menghilangkan mekonium pada
saluran napas bagian atas sebelum berpindah ke saluran napas bagian bawah.
Mekonium dapat bermigrasi ke jalan napas perifer melalui gerakan pernapasan
spontan atau ventilasi tekanan positif. Oleh karena itu, tampaknya logis bahwa
intubasi endotrakeal dan suction harus dilakukan sedini mungkin setelah
melahirkan, yaitu, sebelum bayi mengambil napas pertama atau sebelum
pernapasan aktif. Sampai saat ini, intubasi dan suction trakea rutin
direkomendasikan untuk kebanyakan bayi yang ketubannya terwarnai mekonium.
Namun, studi terbaru tidak mendukung dilakukan suction yang intensif, kecuali
ketika respirasi bayi tertekan. Sejak tahun 2005, The American Heart Association
dan The Neonatal Resuscitation Program telah merekomendasikan suction trakea
hanya jika bayi tidak kuat, memiliki penurunan tonus otot, atau memiliki denyut
jantung kurang dari 100 denyut/menit.

2.11 Komplikasi Sindroma Aspirasi Mekonium


1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Pneumonia
4. PPHN

Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk
menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya.
Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru.
Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi yang menderita
SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan
mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada
kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain :
1) Konsekuensi Kardiovaskular
a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia
b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia
2) Konsekuensi Pulmonal
a. Penurunan produksi surfaktan

32
b. Edema paru
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
3) Konsekuensi Renal
a. Nekrosis tubular dan medular
b. Paralisis kandung kemih
4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat
a. Ensefalopati hipoksik-iskemik
b. Perdarahan intrakranial

2.12 Prognosis Sindroma Aspirasi Mekonium


Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas
yang lebih tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi
mekonium biasanya menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna.
Sisa masalah pada paru jarang dijumpai, tetapi meliputi batuk bergejala, mengi,
dan hiperinflasi persisten selama 5-10 tahun. Prognosis akhir bergantung pada
luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia, dan adanya masalah-masalah
terkait seperi adanya sirkulasi janin.

BAB III

ANALISIS KASUS

A. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang


diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan
bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang

33
paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm
maupun post-term. Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan
amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat
keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Mekonium yang
terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran
pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara
di paru-paru.

Diagnosis Sindrom Aspirasi Mekoneum ditegakkan berdasarkan keadaan berikut :


1. Sebelum bayi lahir pada pengukuran denuyut jantung janin (DJJ) biasanya
ditemukan bradikardi
2. Ketika lahir cairan ketuban berwarna hijau akibat adanya mekoneum
3. Bayi memiliki nilai apgar yang rendah

Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak kehijauan. Dengan bantuan


stetoskop akan terdengar suara nafas yang abnormal, rhonki kasar. Pemeriksaan
lain yang biasanya dilakukan :
1. Analisis gas darah
Analisis gas darah menunjukan penurunan pH darah, penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2.
2. Rontgen thorax
Menunjukan peningkatan corakan bronkovaskuler di paru

Berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan bahwa pasien bayi baru lahir
laki-laki usia 0 hari datang dengan keluhan tidak menangis segera setelah lahir.
Menurut alloanamnesis (ayah), ketuban ibu pasien saat melahirkan berwarna
hijau. Ayah juga menyatakan bahwa bayi tampak lemah, memiliki kuku yang
panjang dan kulit bayi tampak kuning kehijauan.

Anamnesis riwayat penyakit Pada kasus Jawaban


sekarang pada sindrom aspirasi
mekoneum
Saat lahir menangis atau tidak Ya, ditanyakan Tidak
Sesak nafas Ya, ditanyakan Ya

34
Kebiruan (Sianosis) Ya, ditanyakan Tidak
Warna Ketuban Ya, ditanyakan Hijau
Bau Ketuban Ya, ditanyakan Bau
Apgar skor Ya, ditanyakan 3/5
Faktor Resiko Penyebab Sindrom Aspirasi Mekoneum
Ya, ditanyakan Tidak terdapat penyakit
Riwayat kehamilan kehamilan
Ya, ditanyakan KPD 18 jam, lahir lewat
bulan (43 minggu),
ketuban berwarna hijau
Riwayat persalinan dan berbau

Dari anamnesis ditemukan bahwa terdapat faktor risiko yang dapat menyebabkan
bayi mengalami asfiksi yaitu kehamilan lewat waktu, berat janin tidak sesuai usia
kehamilan, ketuban pecah lama (18 jam), serta air ketuban hijau kental becampur
mekonium. Hal ini sesuai dengan keadaan bayi yang mengalami apgar skor yang
rendah, yaitu 3 pada menit ke-1 dan 5 pada menit ke-5.

Pada pemeriksaan fisik ketika pasien datang, didapatkan keadaan umum tampak
sakit berat, Tanda vital: frekuensi nadi 148 x/ menit, respiration rate 62 x/menit,
suhu 35,00C, saturasi O2 40%.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik pada Pemeriksaan Fisik Jawaban
Sindrom Aspirasi pada kasus
Mekoneum
Status Present Ya, dilakukan Tampak sesak nafas, nafas
cuping hidung, tidak sianosis
Thorax Ya, dilakukan - Paru : simetris
kanan dan kiri,
ekspansi dada
simetris kanan dan
kiri, retraksi
intercostalis (+/+),
rhonki basah (+),
sesak (+)
- Jantung : ictus
cordis tak terlihat,
batas jantung sulit
dinilai, BJ I & II
regular

35
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin pada pasien sindroma aspirasi
mekonium biasanya dijumpai adanya peningkatan jumlah leukosit yang
menandakan adanya proses infeksi. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
(03/11/2017) pada pasien ini didapatkan hasil sebagai berikut Hb: 16,6 g/dl;
Leukosit: 19.300/l; Eritrosit: 4,7 juta/l; Trombosit: 102.000 /l; MCV: 103 fL;
MCH: 36 pg; MCHC: 45 g/dL; Hitung Jenis didaptkan Basofil: 0%, Eosinofil:
2%, Neutrofil batang: 0%, Neutrofil segmen: 75%, Limfosit: 20%, Monosit: 3%.

Pemeriksan Penunjang

36
Pemeriksaan penunjang pada Pemeriksaan Jawaban
Sindrom Aspirasi Mekoneum penunjang pada kasus
Hitung darah lengkap dan Ya, dilakukan Leukositosis,
hitung jenis Trombositopenia,
Neutrofilia
Pencitraan Ya, dilakukan - Hilus tertutup
bayangan jantung
- Corakan
bronkovaskuler
normal
- Tampak
perbercakan kasar
di perikardial
bilateral
Kesan : gambaran aspirasi
mekonium
Kultur darah Tidak dilakukan -

Analisa gas darah Tidak dilakukan -

Glukosa darah Ya, dilakukan 154 mg/dl


252 mg/dl
Pungsi lumbal Tidak dilakukan -

Pulse Oksimetri Ya, dilakukan 40%

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


didapatkan keluhan yang mengarah pada sindroma aspirasi mekonium.

B. Apakah penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini sudah tepat ?


1. Puasa
Bayi baru lahir sangat membutuhkan nutrisi yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Makanan bayi yang dapat diberikan

hanya dapat berupa makanan cair karena sistem gastrointestinal bayi

belum siap menerima makanan padat. Makanan bayi yang utama

adalah ASI atau PASI. Pada bayi yang sakit dan tidak bisa diberikan

ASI atau PASI maka nutrisi diberikan secara parenteral. Cairan yang

dibutuhkan bayi harus sesuai dengan berat badan dan usianya.

37
Kebutuhan cairan dipertimbangkan dari
1) Faktor lingkungan, panas infant warmer, incubator, suhu

lingkungan
2) Penyakit penyerta, RDS, PJB
3) Glukosa yang dihitung berdasarkan GIR

Menurut AAP, rekomendasi untuk perawatan pasca resusitasi adalah


S.T.A.B.L.E yaitu Sugar and safe care, Temperature, Airway, Blood

pressure, Laboratory dan Emotional support. Sugar and safe care

yaitu langkah dengan menstabilkan kadar gula darah neonatus. Tiga

faktor resiko yang mempengaruhi kadar gula darah adalah cadangan

glikogen terbatas, hiperinsulinemia, peningkatan penggunaan glukosa.

Skrining hipoglikemia menggunakan darah kapiler dengan target gula

darah 50-110mg/dL. Dalam penanganan pasien ini, sugar and safe

care dilakukan. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah di IGD adalah

154 mg/dl. Kemudian diberi IVFD D5-1/4NS sebanyak 3 tpm mikro.

Hal ini tidak tepat indikasi dan tidak tepat dosis. Hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah di ruangan adalah 252 mg/dl. Kemudian diberi

IVFD NaCl 0,9% 500 cc loading. Hal ini kurang tepat mengingat

semestinya dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah di

laboratorium agar mendapat hasil yang lebih akurat. Hal yang

seharusnya dilakukan adalah menurunkan laju pemberian D5-1/4NS 1-

2 mg/kg per menit setiap 2-4 jam dengan monitoring konsentrasi gula

darah plasma hingga mencapai level normal.

Temperature, bayi dengan hipotermia akan mengalami vasokonstriksi

pembuluh darah sehingga mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi

dijaringan tubuh. Selain itu, kondisi hipotermia dapat meningkatkan

38
kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Neonatus lebih mudah mengalami

hipotermia dan hipertermia. Lingkungan ekstrauterin meningkatkan

resiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan hangat, selain

itu juga pengaruh konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Suhu

normal adalah 36,5-37,5C. Bayi yang mempunyai resiko hipotermia

adalah bayi prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), sakit berat,

resusitasi lama, dan dengan kelainan (bagian mukosa terbuka

(gastroskizis, spina bifida, omfalokel, dan lain-lain). Pada pasien

dilakukan pencegahan kehilangan suhu dengan meletakkan bayi dalam

inkubator dengan suhu 34,5C menggunakan selimut untuk menutupi

bayi serta pengaturan dan pemantauan suhu badan agar suhu pasien

tetap berada pada suhu 36.5-37,5C.

Airway, pada kasus ini kegawatan napas dinilai menggunakan skor

Down. Pada pasien ditemukan skor down sebesar 4. Hal ini

menyatakan bahwa pasien mengalami gawat napas.

Tabel 3.1. Tabel Skor Down


0 1 2
Laju nafas <60 x/menit 60-80 x/menit >80 x/menit
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Sianosis Tidak ada Hilang dengan Tidak hilang
pemberian O2 dengan
pemberian O2
Udara masuk Ada Berkurang Tidak ada
Megap- Tidak ada Terdengar Terdengar
megap/merintih melalui tanpa alat bantu
stetoskop

Selain mengamati tanda kegawatan pernapasan, penting untuk menilai

kebutuhan oksigen dan peningkatan kebutuhan, komplikasi akibat

hipoksia dan hiperkarbia, perfusi perifer, tekanan darah, neurologis

39
(kesadaran, aktifitas, ada tidaknya kejang, produksi urin) serta tanda-

tanda akan terjadi kegagalan pernapasan seperti pernapasan merintih,

tidak berespons dengan pemberian O2. Bila memungkinkan perlu

dilakukan pemeriksaan analisis gas darah. Untuk stabilisasi pernapasan

perlu dilihat saturasi oksigen dengan target >90% dan pasang pipa

orogastrik untuk dekompresi lambung. Pada kasus ini tindakan

pemasangan OGT sudah sesuai indikasi.

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada

pasien dengan keadaan klinis gawat napas seperti pemeriksaan darah

tepi dengan hitung jenis, pengukuran glukosa secara serial, elektrolit,

pengukuran bilirubin serial serta analisa gas darah bila terdapat

kecurigaan distres pernapasan dan pemeriksaan CRP atau kultur biakan

jika diperlukan. Pemeriksaan penunjang tersebut bertujuan untuk

mengetahui penyebab terjadinya gawat napas pada neonatus.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini masih belum lengkap

karena belum dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, kultur darah

dan tidak dilakukan pemeriksaan glukosa serial dikarenakan

kurangnya sarana dan perbedaan prosedur. Penatalaksanaan respiratory

distress pada neonatus secara umum yaitu rawat di inkubator untuk

mempertahankan suhu tubuh (aksila 36-37C), oksigenasi untuk

mempertahankan saturasi oksigen 95-98% dengan metode CPAP,

puasa per oral dan berikan cairan parenteral dengan dekstrosa 10%

mulai 60 ml/kg/hari, serta berikan antibiotika sesuai septic work up

sampai terbukti bukan sepsis. Dugaan sepsis pada bayi berusia <3 hari

40
bila riwayat ibu infeksi, demam dan KPD dengan memiliki 2 atau lebih

gejala A dan 3 atau lebih gejala B. Pada kasus ini tidak terdapat cukup

gejala yang mengarah pada kejadian sepsis neonatorum.

Gejala A Gejala B
- Kesulitan bernafas (apneu, - Tremor
- Lethargi atau lunglai
laju nafas >60 x/menit,
- Mengantuk atau kurang
retraksi dinding dada,
aktif
grunting ekspirasi, - Iritabel atau rewel, muntah,
sianosis) kembung
- Kejang - Tanda-tanda muncul setelah
- Tidak sadar
hari ke 4
- Suhu tubuh tidak normal
- Air ketuban bercampur
atau tidak stabil
mekonium
(pengukuran 3 kali) - Malas minum, sebelumnya
- Persalinan di lingkungan
minum baik
tidak higienis
- Kondisi memburuk secara
cepat dan drastis

Tatalaksana pernapasan dilakukan berupa penggunaan CPAP yang

merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk

mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama

pernapasan spontan. Penatalaksanaan pada pasien dengan penggunaan

CPAP karena pada neonatus tersebut mengalami retraksi napas,

merintih, dan sempat mengalami apneu. Hal tersebut merupakan

kriteria indikasi pemasangan CPAP yang meliputi frekuensi nafas >60x

permenit, merintih dalam derajat sedang sampai parah, retraksi napas,

saturasi oksigen <93% (preduktal), kebutuhan oksigen >60%, sering

mengalami apneu dan semua bayi cukup bulan atau kurang bulan yang

menunjukkan salah satu kriteria tersebut diatas, harus dipertimbangkan

41
untuk menggunakan CPAP. Pada pasien dilakukan pemasangan CPAP,

dengan FiO2 30% PEEP 7.

Blood pressure, pada bayi dapat terjadi syok akibat ganggunan perfusi

dan gangguan oksigenasi organ. Penyebab tersering pada neonatus

adalah kehilangan darah saat persalinan, kehilangan darah setelah lahir

dan dehidrasi. Neonatus harus dicegah agar tidak mengalami syok,

gejala dini syok berupa gangguan napas, bayi dengan gangguan napas

harus dipikirkan kemungkinan terjadinya insufisiensi sirkulasi. Pada

pasien ini, pemantauan tekanan darah tidak dilakukan.

Laboratory, perawatan pasca resusitasi selanjutnya adalah pemeriksaan

laboratorium untuk mencari kemungkinan infeksi. Hal ini perlu

dilakukan pada bayi yang beresiko, diantaranya dengan terjadi ketuban

pecah dini (KPD) >18 jam, riwayat korioamnionitis, serta infeksi pada

ibu menjelang persalinan. Pemeriksaan laboratorium yang perlu

dilakukan adalah hitung jenis, jumlah leukosit, trombosit serta kultur

darah. Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap

dan hitung jenis leukosit. Hasil pemeriksaan pada pasien ini

menunjukan leukositosis, trombositopenia, neutrofilia.

Emotional support, karena kelahiran anak merupakan sesuatu yang

dinanti dan membahagiakan. Bila kondisi tidak seperti yang

diharapkan akan mengganggu emosi kedua orangtua. Orang tua dapat

memiliki perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa

gagal, takut, saling menyalahkan, atau depresi. Oleh karena itu,

dukungan emosi terhadap orang tua atau keluarga bayi sangat penting,

42
seperti memberikan ibu dan ayah kesempatan untuk melihat, kontak

dan berinteraksi dengan bayi atau mengambil gambar dan video

bayinya.

Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The

American Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program

(NRP) Steering Committee adalah jika bayi tidak bugar (tonus otot

yang lemah dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada) dilakukan

suction trakea langsung setelah kelahiran. Suction dilakukan selama

tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak didapatkan cairan mekonial, jangan

ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya, jika didapatkan cairan

mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan reintubasi dan suction. Jika

bradikardi, lakukan ventilasi tekanan positif dan rencanakan suction

ulang setelah beberapa waktu. Apabila bayi bugar (usaha napas yang

cukup, menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik),

bersihkan sekresi dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan

bulb syringe atau selang suction yang besar. Pada kondisi apapun,

langkah-langkah resusitasi berikutnya harus mencakup pengeringan,

reposisi, dan pemberian oksigen sesuai kebutuhan. Pada pasien ini

hanya dilakukan suction dan didapatkan mekonium pada hasil suction.

Akan tetapi, pada pasien tidak dilakukan intubasi sehingga

penatalaksaan tidak sesuai dengan prosedur The American Academy of

Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee.

Pada pasien, tatalaksana pengosongan isi lambung untuk menghindari

aspirasi telah dilakukan dengan pemasangan pipa orogastric (OGT),

43
namun ternyata memiliki residu, sehingga neonatus tersebut dicurigai

memiliki refluks gastroesofageal yang terjadi karena waktu

pengosongan lambung yang cukup lama, ditambah dengan masih

lemahnya Lower Esophagus Sphincter (LES). Kehamilan lebih dari 33

minggu dapat diberikan nutrisi enteral bila hemodinamik stabil, tidak

ada tanda-tanda obstruksi dan tidak asidosis. Pada kasus ini, bayi lahir

lewat bulan dengan klinis asfiksia sedang mengarah pada sindrom

aspirasi mekonium sehingga bayi dipuasakan. Tatalaksana puasa pada

pasien ini sudah tepat.

2. Pemberian antibiotik Inj. Ampisilin 2x135 mg dan Inj. Gentamisin

1x13,5 mg dari IGD serta pemberian Inj. Ceftazidime 135 mg/12 jam

di ruangan

Mekonium menghambat potensi bakteriostatik pada cairan mekonium

normal. Karena susahnya membedakan aspirasi mekonium dari

pneumoni secara radiologis, neonatus dengan gambaran infiltrat pada

radiografi toraks, sebaiknya mulai diberi antibiotik spektrum luas

(ampisilin dan gentamisin), setelah sampel untuk kultur telah

diperoleh.

Pada kasus ini sudah tepat diberikan antibiotik ampisilin dan

gentamisin karena kedua antibiotic tersebut merupakan antibiotic

spectrum luas yang mempunyai mekanisme aksi bakteriostatik dan

bakterisidal. Sehingga, pemberian kedua antibiotik dengan mekanisme

kerja berbeda ini dapat memberikan sinergi terkait upaya eradikasi

infeksi yang mungkin terjadi melihat kadar leukosit yang tinggi pada

44
bayi ini. Walaupun beberapa literature menyebutkan pemberian

antibiotik tidak diindikasikan pada bayi dengan sindrom aspirasi

meconium mengingat outcome dari beberapa penelitian yang

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara bayi yang

mendapat terapi antibiotic dan plasebo.

Namun pada kasus ini tidak dilakukan kultur untuk mengetahui

antibiotik spesifik sesuai dengan jenis kuman sehingga digunakan

antibiotik ceftazidime mengikuti terapi empiris yang ada di ruangan

perinatologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandarlampung. Dosis

ceftazidime pada bayi 25-60 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.

45
Dosis yang dibutuhkan pasien ini berkisar antara 67.5-162 mg/hari.

Pemberian Inj. Ceftazidime 135 mg/12 jam selama 4 hari sudah tepat

indikasi, tepat dosis dan tepat durasi.

3. CPAP : - FiO2 30 PEEP 7 Flow 7


Harus diingat bahwa oksigen adalah obat dan harus digunakan sesuai

dengan prinsip farmakologis. Oksigen harus diberikan hanya dalam

dosis atau konsentrasi terendah yang dibutuhkan pasien. Oksigen

memiliki efek tidak baik yakni apabila diberikan dalam jumlah

berlebihan akan meningkatkan superoksida, hydrogen peroksida,

perhidroxyl radikal. Radikal bebas akan menyebabkan penyakit CLD

(Chronic Lung Disease), ROP (Retinopathy Of the Prematurity), NEC

(Necrotizing Entero Colitis), Periventrikuler leukomalasia, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan.

Suplementasi oksigen sangat dibutuhkan oleh bayi dengan masalah

pernafasan. Pemberian oksigen harus selalu diimbangi dengan

pemantauan saturasi oksigen. Pemberian oksigen 100% harus

dihindari. Oksigen diberikan dengan konsentrasi rendah FiO2 sebesar

21% dengan saturasi oksigen dipertahankan 88-92%.

Bayi dengan meconium aspiration syndrome merupakan salah satu

indikasi penggunaan nasal CPAP (Continous Positive Airway

Pressure). Nasal CPAP adalah gas yang diberikan dengan tekanan

rendah melalui hidung. Efek dari penggunaan CPAP adalah

meningkatkan volume dan compliance paru, mengatur pernapasan agar

lebih teratur, conserve surfactant, menurunkan atelektasis, insiden

apnea, resistensi pulmonary oedema dan re-intubasi sesudah ekstubasi.

46
FiO2 adalah kebutuhan oksigen bayi tergantung dari PaO2 atau SpO2.

PEEP adalah tekanan yang mendukung paru pada akhir ekspirasi.

Level PEEP yang biasa dipakai 5-7 cmH2O. PEEP yang tinggi (7

cmH2O) digunakan pada kasus ini, sudah sesuai mengingat bayi

mengalami retraksi dinding dada. Pemberian FiO2 dan PEEP pada

kasus ini sudah tepat sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. Nelson : Ilmu Kesehatan


Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. 2000. h. 600-601.
2. Mathur, NC. Meconium Aspiration Syndrome. 2007.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf. Diakses tanggal 6 Agustus 2015
3. Clark, M.B. Meconium Aspiration Syndrome. 2010. www.medscape.com/
http:// portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium
Aspiration Syndrome.pdf Diakses tanggal 6 Agustus 2015
4. Leu M. Meconium Aspiration Imaging, 2011
http://emedicine.medscape.com/ article/410756-overview#a22. Diakses
tanggal 6 Agustus 2015

47
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. Respiratory Distress in the
Newborn. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html. 2007. Diakses tanggal 6
Agustus 2015
6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic
findings in infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. H.
603
7. Yeh, TF. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis
and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org. 2010. Diakses tanggal 6 Agustus
2015
8. Gomella. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth
Edition. Lange Clinical Science : New York. 2009.
9. Rudolph, CD, et al. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York. 2002.

48

Anda mungkin juga menyukai

  • Ini Atu Budi
    Ini Atu Budi
    Dokumen1 halaman
    Ini Atu Budi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • KESIMPULAN
    KESIMPULAN
    Dokumen44 halaman
    KESIMPULAN
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Hasil Survei Kebisingan PTPN Vii
    Hasil Survei Kebisingan PTPN Vii
    Dokumen10 halaman
    Hasil Survei Kebisingan PTPN Vii
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Anemia Warm-Cold AIHA
    Anemia Warm-Cold AIHA
    Dokumen1 halaman
    Anemia Warm-Cold AIHA
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Abah
    Abah
    Dokumen1 halaman
    Abah
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ayuk
    Ayuk
    Dokumen1 halaman
    Ayuk
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ginda
    Ginda
    Dokumen1 halaman
    Ginda
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Abah
    Abah
    Dokumen1 halaman
    Abah
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Abah
    Abah
    Dokumen1 halaman
    Abah
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ini Bli Budi
    Ini Bli Budi
    Dokumen1 halaman
    Ini Bli Budi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Teteh
    Teteh
    Dokumen1 halaman
    Teteh
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Empok
    Empok
    Dokumen1 halaman
    Empok
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Mbakyu
    Mbakyu
    Dokumen1 halaman
    Mbakyu
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Mbak
    Mbak
    Dokumen1 halaman
    Mbak
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ini Uti Budi
    Ini Uti Budi
    Dokumen1 halaman
    Ini Uti Budi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • No'u
    No'u
    Dokumen1 halaman
    No'u
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Daeng
    Daeng
    Dokumen1 halaman
    Daeng
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Papi
    Papi
    Dokumen1 halaman
    Papi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Bung
    Bung
    Dokumen1 halaman
    Bung
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Kakang
    Kakang
    Dokumen1 halaman
    Kakang
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Kang Mas
    Kang Mas
    Dokumen1 halaman
    Kang Mas
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Raka
    Raka
    Dokumen1 halaman
    Raka
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Papi
    Papi
    Dokumen1 halaman
    Papi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Kakanda
    Kakanda
    Dokumen1 halaman
    Kakanda
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Papi
    Papi
    Dokumen1 halaman
    Papi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Akang
    Akang
    Dokumen1 halaman
    Akang
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ini Abi Intan
    Ini Abi Intan
    Dokumen1 halaman
    Ini Abi Intan
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Akang
    Akang
    Dokumen1 halaman
    Akang
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ini Mas Budi
    Ini Mas Budi
    Dokumen1 halaman
    Ini Mas Budi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat
  • Ini Aa Budi
    Ini Aa Budi
    Dokumen1 halaman
    Ini Aa Budi
    Intan Siti Hulaima
    Belum ada peringkat