Anda di halaman 1dari 7

DM Tipe I

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada DM tipe I adalah:
Poliuria
Disebabkan karena diuresis osmotik yang ditimbulkan akibat kadar glukosa yang
melebihi ambang batas ginjal.
Polidipsia
Akibat keadaan hiperosmolaritas dan juga dehidrasi (karena poliuria).
Polifagia yang disertai dengan kehilangan berat badan
Karena glukosa tidak dapat digunakan oleh sel, maka akan terjadi pemecahan lemak
dan otot untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Yang diikuti dengan gejala lain seperti:
Penglihatan kabur (blurred vision)
Tubuh terasa lemas (lack of energy)
Gatal di daerah genitalia akibat candidiasis
Rasa kesemutan
Gejala gastrointestinal seperti mual, nyeri pada abdomen, dan lain sebagainya
Pada DM tipe I, gejala klinis selalu lebih cepat timbulnya dibandingkan dengan DM tipe II.

Diagnosis
Adanya gejala klinis klasik seperti poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan, dan lain-lain.
Pemeriksaan gula darah
DM dikarakteristikan dengan hiperglikemia yang rekuren atau resisten. Hal ini dapat
didiagnosis dengan kriteria WHO (1999) sebagai berikut:
Gula darah puasa (GDP) plasma vena > 126 mg/dL atau > 7 mmol/L
Gula darah sewaktu (GDS) plasma vena > 200 mg/dL atau > 11,1 mmol/L
Gula darah sesudah beban glukosa 75 gram > 200 mg/dL atau > 11,1 mmol/L
(OGTT)
Apabila pasien memiliki gejala klinis DM, maka nilai abnormal pada satu
pemeriksaan saja sudah cukup. Namun, apabila pasien asimtomatik, maka diperlukan
dua nilai pemeriksaan yang abnormal.
Pemeriksaan OGTT (Oral Glucose Tolerance Test) hanya dibutuhkan untuk kasus-
kasus yang gejala klinis dan pemeriksaan GDP dan GDS yang meragukan. Sedangkan,
pada pasien anak, OGTT seringkali tidak dibutuhkan karena gejala klinis yang khas.
Cara pemeriksaan OGTT adalah :
o Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
o Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
o Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
o Periksa glukosa darah
o Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit (kalau pada anak-anak diberikan glukosa 1,75 gram/ kgBB).
o Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
o Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Autoantibodi
Autoantibodi yang dikaitkan dengan terjadinya DM tipe I, yakni islet cell
autoantibodies (ICA), insulin autoantibodies (IA), glutamic acid decarboxylase
(GAD). Tidak semua orang yang memiliki autoantibodi tersebut akan menderita DM
tipe I di kemudian hari, namun resikonya meningkat sekitar 60 100%. Tes ini
dilakukan untuk membedakan dengan DM tipe II yang tidak disebabkan oleh
autoantibodi.

Pemeriksaan kadar C-peptide < 0,85 ng/ mL, merupakan pemeriksaan yang
membedakan dengan DM tipe II.

Tata Laksana
Tujuan pengobatan pasien DM tipe I adalah untuk mengurangi gejala atau keluhan,
mempertahankan rasa nyaman dan sehat, mencegah komplikasi akut (misalnya: ketoasidosis,
hipoglikemia), meminimalisi komplikasi jangka panjang, serta menjaga pertumbuhan dan
perkembangan anak tersebut agar memiliki kehidupan psikososial yang normal.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
Fase akut/ketoasidosis
Koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
elektrolit dan pemakaian insulin.
Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang
DM/keluarga mengenai pentingnya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta
perencanaan diet dan latihan jasmani.
Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi.

Tatalaksana DM tipe I meliputi edukasi, pengaturan diet, olahraga, obat (obat hipoglikemik
oral, insulin), dan transplantasi.
1. Edukasi
Pasien DM harus diberikan pengetahuan yang benar mengenai penyakitnya. Karena biasanya
penderita DM tipe I adalah anak-anak, keluarga juga harus diberikan pengetahuan yang benar
mengenai penatalaksanaan penyakit ini. Informasi yang perlu diberikan adalah mengenai
penyakit DM tersebut, kegunaan pengendalian dan pemantauan DM agar bisa hidup dengan
normal, penyulit DM (komplikasi apabila DM tidak terkontrol), cara penggunaan insulin dan
obat, dan keadaan akut seperti hipoglikemia, ketoasidosis, dan lain sebagainya.

Metode edukasi dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok. Edukasi tersebut
dapat diberikan oleh seorang dokter maupun edukator diabetes (perawat dietisien).

2. Diet
Berikut ini adalah rekomendasi diet untuk pasien DM:
Komponen diet Kuantitas Keterangan
Protein 1 gram per kg berat badan ideal Berat badan ideal dapat dihitung
menggunakan metode BMI atau
untuk kebutuhan klinis biasanya
digunakan rumus Broca, yakni:
Berat badan (BB) ideal = (TB-100)
10% (TB-100).
Lemak total < 35 % total asupan energi Batasi makanan yang digoreng,
daging olahan (sosis, burger, salami),
cemilan tinggi lemak (coklat,
pastry). Makanan yang dianjurkan
adalah yang rendah lemak seperti
susu skimmed, yoghurt rendah lemak
Lemak jenuh < 10 % total asupan energi
n-6 polyunsaturated fat < 10% total asupan energi
n-3 polyunsaturated fat Tidak ada kuantitas yang Dapat diperoleh dari ikan.
absolut
Cis-monounsaturated 10 20 % total asupan energi Dapat diperoleh dari alpukat, minyak
fat zaitun
Total karbohidrat 40 60 % total asupan energi Batasi kue, biskuit, yang
mengandung banyak gula. Ganti gula
yang digunakan dengan gula buatan.
Sukrosa 10 % total asupan energi
Serat Tidak ada kuantitas yang Serat yang mudah larut memiliki
absolut manfaat dalam metabolisme glukosa
dan lemak.
Vitamin dan Paling baik diperoleh dari buah-
antioksidan buahan dan sayuran.
Alkohol Tidak dilarang bagi pasien DM,
namun memiliki kecenderungan
untuk menunda keadaan
hipoglikemia akibat terapi insulin.
Garam < 6 gram per hari
SUMBER: Kumar, Clark. Clinical Medicine. Ed ke-6. London: Elsevier; 2005.

3. Olahraga
Olahraga memiliki beberapa manfaat, yakni untuk mengurangi resiko penyakit
kardiovaskular, menurunkan tekanan darah, menjaga massa otot, mengurangi lemak tubuh,
dan menurunkan berat badan. Pada pasien DM tipe I, olahraga dapat mengurangi kadar
glukosa plasma (selama dan setelah olahraga) dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.
ADA (American Diabetes Association) merekomendasikan untuk berolahraga (aerobik)
paling tidak 150 menit/ minggu (yang dibagi ke dalam minimal 3 hari).

Namun perlu diperhatikan bahwa pada pasien diabetes terjadi gangguan metabolisme glukosa.
Ketika beraktivitas aerobik, terjadi peningkatan kebutuhan otot terhadap glukosa sebagai
sumber energi. Pasien dengan diabetes melitus tipe I dapat mengalami hiperglikemia ataupun
hipoglikemia saat melakukan olahraga, tergantung dari kadar glukosa plasma sebelum
olahraga dan jumlah insulin yang beredar di darah. Jika kadar insulin terlalu rendah,
peningkatan katekolamin yang terjadi saat berolahraga dapat meningkatkan glukosa plasma
secara berlebihan, sehingga terjadi pembentukan badan keton yang dapat berakibat pada
ketoasidosis. Sebaliknya, jika kadar insulin berlebihan, keadaan hiperinsulinemia relatif ini
dapat mengurangi produksi glukosa oleh hati (penurunan glikogenolisis dan glukoneogenesis)
dan peningkatan penggunaan glukosa oleh otot, yang kemudian dapat menyebabkan keadaan
hipoglikemia.

Untuk menghindari keadaan hipoglikemia atau hiperglikemia tersbut, maka seorang pasien
diabetes melitus tipe 1 harus melakukan beberapa hal berikut:
Memeriksa kadar glukosa darah sebelum, selama, dan setelah berolahraga.
Menunda berolahraga apabila kadar glukosa > 14 mmol/L (250 mg/dL) dan terdapat
keton.
Jika kadar glukosa < 5,6 mmol/L (100 mg/dL), pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi karbohirat sebelum berolahraga untuk mencegah hipoglikemia.
Kurangi dosis insulin (berdasarkan pengalaman pasien sendiri) sebelum berolahraga
dan lakukan injeksi insulin pada lokasi yang tidak digunakan secara berat ketika
berolahraga.
Pasien dianjurkan mempelajari respon glukosa terhadap jenis-jenis olahraga dan
peningkatan asupan makanan selamat 24 jam setelah berolahraga, tergantung pada
intensitas dan durasi olahraga. (SUMBER: Harrison)

4. Terapi Insulin dan Obat


Terapi insulin selalu dibutuhkan oleh pasien DM tipe I. Dulu, insulin yang digunakan berasal
dari sel pankreas babi atau sapi. Tetapi, sekarang ini, insulin dihasilkan menggunakan
teknologi DNA rekombinan. Insulin diberikan secara parenteral, yang paling efektif adalah
secara injeksi subkutan. Cara lain seperti melalui inhalan sedang dikembangkan untuk
mempermudah penggunaan insulin.

Ada beberapa jenis insulin yang dibedakan berdasarkan masa kerjanya, yakni sebagai berikut:
Insulin kerja cepat
Diberikan 15 30 menit sebelum makan.
Insulin kerja pendek
Diberikan 15 30 menit sebelum makan. Kadar puncak dicapai dalam 2 4 jam dan
bertahan 5 8 jam. Contoh: Actrapid, Humulin-R.
Insulin kerja menengah
Diberikan 1 2 kali sehari, 15 30 menit sebelum makan. Awal kerja 1 2 jam,
kadar puncak dicapai dalam waktu 4 12 jam, dan lama kerja 8 28 jam. Contoh:
Insulantard Human, Monotard Human, Humulin-N.
Insulin kerja panjang
Sudah jarang digunakan. Memiliki lama kerja 18 36 jam sehingga kemungkinan
akumulasi obat tinggi. Contoh: Lantus, Protamin Zinc Insulin.
Insulin campuran
Kombinasi insulin kerja cepat dan menengah. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1
8 jam dan lama kerja 14 15 jam. Contoh: Mixtard 30/70, Humulin 30/70. (Sumber:
Harrison)

Semua insulin diberikan dengan dosis 100 unit/mL. Insulin dapat diberikan menggunakan
spuit dan jarum insulin, menggunakan pena insulin yang dapat diisi ulang, atau menggunakan
insulin doser. Insulin diinjeksikan secara subkutan dan dapat dilakukan pada lokasi lengan
atas bagian luar, abdomen, paha atas bagian luar, atau bokong. (Sumber: Brooker C,
Hartono A, Brahm U. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC; 2005.)

Obat hipoglikemik oral yang dapat dipakai oleh pasien DM tipe I adalah golongan biguanid,
misalnya metformin. Kerja obat ini adalah meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan
dan menurunkan produksi glukosa secara endogen.
Setiap pasien anak dengan usia 12 tahun memerlukan pemeriksaan mata rutin
menggunakan oftalmoskopi ataupun fotografi retina untuk deteksi dini komplikasi mata
akibat diabetes.

5. Transplantasi
Dapat dilakukan berbagai jenis transplantasi sebagai berikut:
Transplantasi pankreas
Hanya dilakukan pada pasien dengan diabetes yang sulit sekali dikontrol. Pasien yang
melakukan transplantasi ini tidak lagi membutuhkan terapi insulin. Namun, pasien
harus mengkonsumsi obat-obat imunosupresan seumur hidup, untuk mencegah
penolakan organ transplantasi. Sehingga besar sekali efek samping seperti infeksi dan
juga kerusakan organ.
Islet Cell Transplantation
Dengan mentransplantasi sel pulau langerhans diharapkan pasien dapat memproduksi
sendiri insulin. Namun, seringkali sel yang sudah ditransplantasi kemudian
dihancurkan oleh tubuh pasien sehingga insulin yang dihasilkan tidak bertahan lama.
(SUMBER: Type 1 Diabetes. http://www.mayoclinic.com/health/type-1-
diabetes/DS00329/DSECTION=treatments-and-drugs)

Anda mungkin juga menyukai